Sepanjang perjalanan kepala Ana terus terantuk ke jendela mobil. Ana sudah tidak bisa menahan kantuknya lagi. Gerald yang melihat itu menyuruh Jack untuk memelankan laju mobilnya. Gerald menarik kepala Ana agar bersandar di bahunya.
"Biar saya yang membawa nona Ana ke kamar sir." tawar Jack ke Gerald begitu mereka sampai di rumah."Tidak perlu, saya yang akan membawa Ana ke kamar." ujar Gerald seraya menggendong Ana.Sesampainya di kamar Ana Gerald membaringkan tubuh Ana dengan perlahan di tempat tidur. Gerald melepas jas dan membuka beberapa kancing teratas kemejanya. Gerald ikut membaringkan dirinya di samping Ana. Matanya menatap langit-langit kamar Ana. Pikirannya tiba-tiba teringat ke masa lalunya.# Flashback"Ma." panggil seorang anak laki-laki berseragam smp.Sang perempuan berbaju hitam yang di panggil 'mama' terlihat hanya menatap kosong jendela besar di depannya. Badannya tidak bergerak s"Ibu," Gerald bergumam dalam tidurnya."Ibu, jangan tinggalkan aku!" teriak Gerald dengan tangan yang berusaha menggapai sesuatu."Ibu! Ibu!" teriak Gerald dengan kencang.Ana yang tidur di samping Gerald langsung terbangun dari tidurnya karena mendengar suara teriakan yang sangat mengganggu tidurnya. Ana mengusap dadanya. Pertama ia terkejut dengan suara Gerald, dan yang ke dua ia terkejut melihat Gerald tidur di tempat tidurnya. Ana refleks langsung melihat ke tubuhnya untuk memastikan jika pakaiannya masih lengkap."Ibu," gumam Gerald lagi.Ana menengokkan kepalanya ke arah Gerald. Laki-laki itu terus menyebutkan kata 'ibu' sedari tadi. Sepertinya Gerald sedang bermimpi buruk sehingga ia mengatakan sesuatu dalam tidurnya. Ana menoel pipi Gerald pelan. Ia sedikit takut untuk membangunkan Gerald di tengah tidurnya. Tapi ia juga khawatir melihat Gerald yang terus menggumamkan kata 'ibu'. Bahkan keringat sudah memb
Saat Ana kembali ke meja makannya, ia melihat Gerald sudah ada disana sedang memakan sarapannya. Ana kembali duduk di kursi yang tadi ia duduki. Ia kembali melanjutkan sarapannya yang tadi tertunda.Ana melirik Gerald, pria itu tidak menanyakannya apapun. Padahal pria itu melihatnya habis dari luar barusan. Entahlah mungkin saja Gerald tidak ingin berbicara kepadanya karena soal semalam.Tapi yang Ana lihat pria itu menjadi lebih dingin karena kejadian semalam. Ana tidak tahu seperti apa masa lalu pria itu. Tapi yang Ana tahu, laki-laki itu memiliki sisi rapuh di balik sisi kejamnya. Dan semalam menurut Ana Gerald lebih terlihat manusiawi dari biasanya."Kenapa kau menatapku?" tanya Gerald datar."Ha," Ana langsung menundukkan kepalanya menatap ke piring sarapannya. Ia tidak sadar jika ia dari tadi memperhatikan Gerald. Ana mengumpat dalam hati karena tindakan bodohnya. Bagaimana ekspresinya tadi saat menatap Ger
Ana menguap entah keberapa kalinya. Sudah hampir dua jam ia duduk sambil membaca buku di perpustakaan. Ana merenggangkan tangannya yang terasa pegal menyangga buku selama hampir dua jam. Ana berpikir sebentar ia akan melakukan kegiatan apa lagi setelah ini. Gerald melarang Ana untuk tidak menginjakkan kakinya ke dapur. "Huh," Ana menghela nafas lelah.Mata Ana menangkap Kevin yang sedang berdiri di depan pintu. Ana memutar bola matanya malas, ia sudah tahu jika Gerald pasti yang menyuruh Kevin untuk mengawasinya. Dimanapun Ana melangkahkan kakinya, Kevin selalu ada di belakangnya. Padahal Ana hanya berjalan-jalan di dalam rumah.Ana berjalan mendekati Kevin, "Apa kau sudah selesai memberitahu tuanmu tentang apa yang aku lakukan?" tanya Ana yang berupa sindiran untuk Kevin.Kevin terlonjak melihat Ana sudah berdiri di sampingnya dengan bersedekap dada. Kevin langsung menyimpan ponsel di tangannya ke dalam saku celananya.
Ana yang sedang menonton tv mengalihkan pandangannya ke arah Gerald yang baru datang. Ana mengerutkan keningnya melihat Gerald masih berada di rumah. Bukankah seharusnya pria itu berada di kantor karena masih pukul sepuluh pagi. Ana menatap penampilan Gerald dari atas sampai bawah. Ana berdecak kagum saat melihat Gerald menggunakan jas kerjanya. Pria itu menjadi berkali lipat lebih tampan. Apalagi Gerald memang setiap hari selalu memakai jas saat pergi ke kantor. Ana hanya pernah melihat Gerald berpakaian santai saat malam hari. Bahkan saat pergi saja Gerald selalu berpakaian rapi menggunakan kemeja."Kevin, siapkan mobil sekarang." perintah Gerald kepada Kevin."Baik tuan." jawab Kevin sambil menganggukkan kepalanya.Gerald berjalan menghampiri Ana yang sedang duduk santai menonton kartun anak kecil. Gerald tersenyum singkat melihat sisi kekanakan Ana yang masih suka menonton kartun anak-anak. "Bersiap-siaplah
"Kenapa kita kesini?" tanya Ana kepada Gerald yang berada di sampingnya.Gerald tidak menjawab, dia memilih ke luar mobil. Terpaksa Ana ikut ke luar mobil dan berdiri di samping Gerald yang sedang menatap ke arah jejeran batu nisan di hadapan mereka. Ana sedikit merinding karena Gerald mengajaknya ke tempat seperti ini. Laki-laki itu tidak akan melakukan hal-hal yang tidak-tidak kepadanya bukan?Gerald mulai melangkahkan kakinya memasuki area pemakaman. Ana langsung bergegas mengikuti langkah kaki Gerald agar ia tidak kehilangan jejak laki-laki itu. Ia tidak bisa membayangkan dirinya jika terjebak di pemakaman ini saat malam hari. Ana terus melihat kebawah membaca satu persatu nama yang ada di batu nisan. Ia juga tidak tahu kenapa ia membaca nama tersebut padahal ia juga tidak mengenal satupun nama dari batu nisan tersebut. "Awhh." Ana memegang keningnya yang terantuk punggung Gerald. Ia terlalu fokus melihat ke bawah sampai tidak tahu jika Gerald menghentikan langkahnya."Kenapa be
"Kau tidak perlu terus mengikutiku Kevin!" Ana menghentakkan kakinya kesal karena Kevin terus-menerus mengikutinya. "Saya hanya menjalankan perintah tuan nona." ujar Kevin.Ana menghela nafas. Percuma berbicara pada Kevin yang selalu mengagung agungkan majikan nya. Ana kembali melangkahkan kakinya ke luar rumah."Maaf nona, anda tidak diizinkan keluar rumah oleh tuan Gerald." ujar Kevin menghentikan langkah Ana.Ana memutar bola matanya malas, "Aku cuman ingin menyiram tanaman, apa itu juga tidak boleh?" tanya Ana.Kevin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia ragu antara mengizinkan Ana keluar atau tidak."Saya lapor dulu sama tuan nona." ujar Kevin sambil merogoh saku celananya.Ana melipat kedua tangannya di depan dada menunggu Kevin berbicara dengan Gerald."Bagaimana? Dia pasti tidak memperbolehkanku." tebak Ana dengan wajah yang sudah di tekuk pasrah."Tuan memberi ijin nona, tapi saya masih tetap harus menjaga nona." ujar Kevin.Mata Ana berbinar kesenangan, "Terserah." ujar
Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya di kantor, Gerald langsung pulang ke rumah. Saat kakinya sampai di dalam rumah, ia tidak melihat keberadaan Ana."Bi Asri dimana Ana?" tanya Gerald."Itu tuan__ nona Ana berada di kamarnya dan belum keluar sejak dari luar tadi." adu bi Asri dengan ragu.Gerald meletakkan gelas di tangannya. Ia melangkahkan kakinya ke lantai dua. Gerald mengetuk pintu Ana beberapa kali tapi tak kunjung dibuka. Gerald juga memanggil nama Ana tapi juga tidak ada sahutan dari dalam. "Apa yang sedang gadis itu lakukan di dalam." geram Gerald karena merasa diabaikan oleh Ana."Ana! Buka pintunya atau aku akan mendobraknya!" ancam Gerald.Gerald menunggu beberapa detik dan masih tidak mendapat tanggapan. Kali ini Ana benar-benar membuat emosi Gerald terpancing. Hari ini ia menjalani hari yang berat di kantor dengan semua masalah di kantor dan sekarang di rumah ia harus berusaha membujuk Ana yang bersikap kekanakan."Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku Ana!" Ge
Tok tok"Non sarapannya sudah siap." ujar bi Asri."Non." bi Asri kembali memanggil Ana yang juga belum menyaut dari dalam kamarnya.Wajah bi Asri terlihat sangat khawatir. Ia juga bingung karena Gerald juga belum turun kebawah. Bi Asri juga tidak bisa naik ke atas. Akhirnya bi Asri mengambil kunci cadangan kamar Ana. Dengan segera bi Asri membuka kamar Ana."Astagfirullah non Ana!" teriak bi Asri melihat wajah Ana yang pucat. Bi Asri langsung berlari mendekati tempat tidur Ana. Tangan bi Asri menyentuh dahi Ana yang terasa sangat panas."Non demam?" gumam bi Asri. "Bi...." racau Ana, matanya masih menutup tapi bibirnya bergetar seperti sedang kedinginan."Gimana ini?" bi Asri menggigit bibirnya bingung."Asti! Asti!" panggil bi Asri berulang kali.Asti berjalan santai memasuki kamar Ana. Asti berjalan mendekat ke arah bibinya yang terlihat sangat khawatir tersebut."Kenapa bi?" tanya Asti."Kamu ini dipanggil dari tadi nggak nyaut-nyaut!" omel bi Asri dengan wajah jengkelnya."Aku n