Ana yang sedang menonton tv mengalihkan pandangannya ke arah Gerald yang baru datang. Ana mengerutkan keningnya melihat Gerald masih berada di rumah. Bukankah seharusnya pria itu berada di kantor karena masih pukul sepuluh pagi.
Ana menatap penampilan Gerald dari atas sampai bawah. Ana berdecak kagum saat melihat Gerald menggunakan jas kerjanya. Pria itu menjadi berkali lipat lebih tampan. Apalagi Gerald memang setiap hari selalu memakai jas saat pergi ke kantor. Ana hanya pernah melihat Gerald berpakaian santai saat malam hari. Bahkan saat pergi saja Gerald selalu berpakaian rapi menggunakan kemeja."Kevin, siapkan mobil sekarang." perintah Gerald kepada Kevin."Baik tuan." jawab Kevin sambil menganggukkan kepalanya.Gerald berjalan menghampiri Ana yang sedang duduk santai menonton kartun anak kecil. Gerald tersenyum singkat melihat sisi kekanakan Ana yang masih suka menonton kartun anak-anak."Bersiap-siaplah"Kenapa kita kesini?" tanya Ana kepada Gerald yang berada di sampingnya.Gerald tidak menjawab, dia memilih ke luar mobil. Terpaksa Ana ikut ke luar mobil dan berdiri di samping Gerald yang sedang menatap ke arah jejeran batu nisan di hadapan mereka. Ana sedikit merinding karena Gerald mengajaknya ke tempat seperti ini. Laki-laki itu tidak akan melakukan hal-hal yang tidak-tidak kepadanya bukan?Gerald mulai melangkahkan kakinya memasuki area pemakaman. Ana langsung bergegas mengikuti langkah kaki Gerald agar ia tidak kehilangan jejak laki-laki itu. Ia tidak bisa membayangkan dirinya jika terjebak di pemakaman ini saat malam hari. Ana terus melihat kebawah membaca satu persatu nama yang ada di batu nisan. Ia juga tidak tahu kenapa ia membaca nama tersebut padahal ia juga tidak mengenal satupun nama dari batu nisan tersebut. "Awhh." Ana memegang keningnya yang terantuk punggung Gerald. Ia terlalu fokus melihat ke bawah sampai tidak tahu jika Gerald menghentikan langkahnya."Kenapa be
"Kau tidak perlu terus mengikutiku Kevin!" Ana menghentakkan kakinya kesal karena Kevin terus-menerus mengikutinya. "Saya hanya menjalankan perintah tuan nona." ujar Kevin.Ana menghela nafas. Percuma berbicara pada Kevin yang selalu mengagung agungkan majikan nya. Ana kembali melangkahkan kakinya ke luar rumah."Maaf nona, anda tidak diizinkan keluar rumah oleh tuan Gerald." ujar Kevin menghentikan langkah Ana.Ana memutar bola matanya malas, "Aku cuman ingin menyiram tanaman, apa itu juga tidak boleh?" tanya Ana.Kevin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia ragu antara mengizinkan Ana keluar atau tidak."Saya lapor dulu sama tuan nona." ujar Kevin sambil merogoh saku celananya.Ana melipat kedua tangannya di depan dada menunggu Kevin berbicara dengan Gerald."Bagaimana? Dia pasti tidak memperbolehkanku." tebak Ana dengan wajah yang sudah di tekuk pasrah."Tuan memberi ijin nona, tapi saya masih tetap harus menjaga nona." ujar Kevin.Mata Ana berbinar kesenangan, "Terserah." ujar
Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya di kantor, Gerald langsung pulang ke rumah. Saat kakinya sampai di dalam rumah, ia tidak melihat keberadaan Ana."Bi Asri dimana Ana?" tanya Gerald."Itu tuan__ nona Ana berada di kamarnya dan belum keluar sejak dari luar tadi." adu bi Asri dengan ragu.Gerald meletakkan gelas di tangannya. Ia melangkahkan kakinya ke lantai dua. Gerald mengetuk pintu Ana beberapa kali tapi tak kunjung dibuka. Gerald juga memanggil nama Ana tapi juga tidak ada sahutan dari dalam. "Apa yang sedang gadis itu lakukan di dalam." geram Gerald karena merasa diabaikan oleh Ana."Ana! Buka pintunya atau aku akan mendobraknya!" ancam Gerald.Gerald menunggu beberapa detik dan masih tidak mendapat tanggapan. Kali ini Ana benar-benar membuat emosi Gerald terpancing. Hari ini ia menjalani hari yang berat di kantor dengan semua masalah di kantor dan sekarang di rumah ia harus berusaha membujuk Ana yang bersikap kekanakan."Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku Ana!" Ge
Tok tok"Non sarapannya sudah siap." ujar bi Asri."Non." bi Asri kembali memanggil Ana yang juga belum menyaut dari dalam kamarnya.Wajah bi Asri terlihat sangat khawatir. Ia juga bingung karena Gerald juga belum turun kebawah. Bi Asri juga tidak bisa naik ke atas. Akhirnya bi Asri mengambil kunci cadangan kamar Ana. Dengan segera bi Asri membuka kamar Ana."Astagfirullah non Ana!" teriak bi Asri melihat wajah Ana yang pucat. Bi Asri langsung berlari mendekati tempat tidur Ana. Tangan bi Asri menyentuh dahi Ana yang terasa sangat panas."Non demam?" gumam bi Asri. "Bi...." racau Ana, matanya masih menutup tapi bibirnya bergetar seperti sedang kedinginan."Gimana ini?" bi Asri menggigit bibirnya bingung."Asti! Asti!" panggil bi Asri berulang kali.Asti berjalan santai memasuki kamar Ana. Asti berjalan mendekat ke arah bibinya yang terlihat sangat khawatir tersebut."Kenapa bi?" tanya Asti."Kamu ini dipanggil dari tadi nggak nyaut-nyaut!" omel bi Asri dengan wajah jengkelnya."Aku n
Ana mengerjapkan matanya pelan dengan bibirnya yang bergetar. Gerald meringis melihat wajah Alexa yang terlihat sangat pucat. Kulit putih gadis itu terlihat semakin pucat. Bibir yang sebelumnya berwarna pink cerah, sekarang menjadi berwarna putih.Gerald melepaskan jasnya dan menyelimutkan nya ke badan Ana yang berada di pangkuannya. Gerald mengeratkan jas nya di tubuh Ana."Kita sudah sampai tuan." ujar Kevin.Gerald kembali menggendong Ana, saat Gerald memasuki rumah sakit semua suster dan dokter berbondong-bondong membantunya. Tentu saja siapa yang tidak mengenal Gerald Sleeve. Wajahnya sering masuk di tv, koran, dan majalah. Bahkan ia masuk ke dalam 30 pengusaha muda yang sukses.Gerald dengan setia berdiri di samping brankar Ana sambil memperhatikan sang dokter memeriksa keadaan Ana. "Demamnya cukup tinggi, tapi tidak perlu khawatir dalam beberapa jam demamnya akan turun. Dan kami akan merawat nyonya Ana dengan baik." ujar dokter. Gerald menganggukkan kepalanya tanda mengerti."
Akhirnya setelah dua hari Ana harus berada di rumah sakit, hari ini ia sudah bisa pulang ke rumah. Hari ini ia pulang dengan diantar oleh Kevin. Jika kalian bertanya apa Gerald juga menjemputnya pulang? Jawabannya tidak. Sepertinya Gerald sangat sibuk dengan pekerjaannya. Ana tadi sempat mendengar pembicaraan Jack dan Gerald yang akan menghadiri suatu rapat penting. Tentu saja Gerald akan lebih memilih rapat pentingnya dibanding memilih mengantar Ana pulang ke rumah. Memang Ana siapa sampai membuat Gerald meninggalkan rapat pentingnya. Selama ini Ana selalu berusaha meyakinkan hatinya agar tidak terpesona kepada Gerald. Walaupun kadang sikap Gerald membuat jantungnya berdebar kencang."Selamat datang non." ujar bi Asri sambil tersenyum hangat."Terimakasih bi." Ana balas tersenyum ke arah bi Asri.Ana langsung berjalan ke kamarnya. Ia menghempaskan badannya ke tempat tidurnya. Rasanya kasur nya lebih nyaman daripada kasur di rumah sakit. Apalagi Ana dari kecil tidak pernah menyukai r
"Aku ingin pergi ke supermarket membeli bahan dapur, apa kau bisa mengantarku Kevin?" tanya Ana setelah mereka menyelesaikan sarapan mereka."Sepertinya saya tidak bisa mengantar anda pergi berbelanja hari ini nona." ujar Kevin formal."Kenapa? Apa ada masalah?" tidak mungkin jika tidak ada mobil untuk mengantarnya pergi bukan? Walaupun Ana belum pernah masuk ke dalam garasi mobil milik Gerald tapi Ana yakin jika Gerald tidak hanya memiliki satu mobil yang sering ia pakai untuk pergi ke kantor."Tuan pasti tidak akan memperbolehkan saya membawa anda keluar nona." jelas Kevin."Tidak, dia pasti memperbolehkanku untuk keluar karena ia sudah berjanji padaku tidak akan mengurungku di dalam rumah ini." jelas Ana meyakinkan Kevin. Tapi sepertinya Kevin tidak bisa terlalu mempercayai Ana."Jika kau tidak percaya kau bisa menelpon tuanmu untuk memastikannya." tantang Ana dengan wajah percaya dirinya.Kevin menuruti perintah Ana, ia menelpon Gerald untuk kembali memastikan kebenaran ucapan Ana
Ana menatap dirinya di pantulan cermin. Ia sangat risih memakai pakaian kurang bahan yang Gerald belikan untuknya. Lihat saja bagian perutnya yang sedikit menerawang. Untungnya perut Ana tidak terlalu buruk walau ia jarang berolahraga. "Apa dia tidak malu membeli pakaian perempuan seperti ini?" gumam Ana sambil menarik turun ujung bajunya.Bisa-bisa Ana masuk angin jika ia harus tidur dengan pakaian terbuka seperti ini. Ana berniat ingin mengganti bajunya sebelum pintu kamarnya terbuka dan menampilkan Gerald yang berdiri di ambang pintu sedang menatapnya dengan pandangan yang sulit Ana jelaskan. Ana menutupi bagian tubuhnya yang bisa ia tutupi. Matanya terus menatap intens setiap gerakan Gerald. Ana meneguk ludahnya susah payah melihat Gerald menutup pintu kamarnya dan menguncinya dari dalam. Ana berjalan mundur saat Gerald berjalan mendekatinya. "Berhe_nti!" Ana ingin berteriak kepada Gerald, tetapi suaranya seakan tercekat.Gerald menyunggingkan senyumnya melihat Ana yang ketakut