"Nggak apa-apa. Tiara, kamu boleh keluar sebentar?"Bella ingin menyuruh Tiara keluar. Dengan begitu, dia bisa diam-diam membersihkan area yang basah.Namun, Tiara menolak. Dia bahkan berlari ke sisi Bella dan bertanya dengan prihatin, "Ada apa denganmu? Nggak enak badan? Mana yang nggak nyaman? Kasih tahu aku."Area yang basah itu membuat Bella sangat tertekan.Dia berharap sahabatnya tidak begitu perhatian.Namun, Tiara tidak menyadari ada yang aneh dan menolak untuk keluar.Dia bahkan mengguncangkan tangan Bella. Kalau terus seperti ini, Bella khawatir rok pendeknya akan ikut ternodai.Namun, dia tidak sanggup memberi tahu sahabatnya.Dia terpaksa memakai jaketnya untuk menutupi rasa malunya."Sampai di sini dulu, kita pergi." Bella tidak sabar ingin meninggalkan tempat ini."Hah? Kamu nggak mau dipijat lagi? Pinggangmu masih sakit, nggak?""Nggak, ayo pergi."Bella memakai jaket, topi dan masker, lalu berbalik pergi.Tekadnya sangat kuat.Tiara pun ikut keluar.Ketika mereka keluar
Aku kembali ke kamarku, lalu menutup pintu. Dengan begitu, aku bisa mengobrol dengan Kak Lina.Kak Lina tersenyum lembut. Senyumannya ini sangat menawan.Aku berkata ke arah layar ponsel, "Kak Lina, aku kangen kamu.""Kangen aku, kok nggak telepon aku?""Aku salah. Ke depannya, aku bakal sering-sering telepon kamu. Takutnya kamu merasa terganggu."Aku tidak menyangkal, karena ini memang adalah salahku."Tentu saja nggak merasa terganggu. Aku nggak punya aktivitas, seharian di rumah juga bosan.""Aku malah senang kalau kamu luangkan waktu buat ngobrol denganku."Aku segera bertanya, "Bagaimana dengan adik sepupumu? Sudah pergi?"Lina berkata, "Sharlina bilang tugas minggu ini sangat banyak. Kalau nggak pulang, dia bakal ketinggalan pelajaran. Pagi ini baru pergi."Aku sontak berkata dengan penuh semangat, "Artinya, malam ini aku bisa pergi ke rumahmu?"Meskipun Kak Lina tidak menjawab, tatapannya sudah mengekspresikan segalanya.Dia berharap aku pergi ke rumahnya."Sepulang kerja, aku p
Sepulang kerja, aku tidak sabar ingin menemui Kak Lina.Kami baru berpisah dua hari, tetapi aku merasa sangat lama.Aku sangat merindukannya.Aku membeli sebuket bunga di toko bunga dan beberapa camilan favorit Kak Lina.Aku tidak memanggil Kak Lina, melainkan langsung membuka pintu dengan kunci dan masuk.Aku ingin memberikan kejutan pada Kak Lina.Ketika masuk, aku melihat Kak Lina sedang memasak di dapur.Kak Lina mengenakan gaun biru yang dilapisi dengan celemek, dia sedang membuat makan malam.Adegan ini sangat hangat dan bahagia!Aku diam-diam berjalan mendekat dan memeluk Kak Lina dari belakang.Kak Lina kaget dan langsung memukulku dengan sekop."Kak Lina, aku, Edo."Begitu dipukul dengan sekop, aku langsung menjelaskan.Mendengar suaraku, Kak Lina pun menghentikan aksinya. "Edo, kok kamu? Kamu jalan nggak bersuara. Buat aku kaget saja, kukira Johan tiba-tiba pulang."Meskipun dipukuli Kak Lina, aku sangat bahagia.Kak Lina sangat sensitif pada Johan, tetapi sangat baik padaku.
Perutku hampir meledak.Aku meregangkan pinggang sambil berkata, "Kenyang sekali. Alangkah indahnya kalau setiap hari bisa seperti ini.""Kalau gitu, tinggal di sini. Aku juga malas masak kalau sendirian.""Oke, sepakat.""Lugas sekali jawabnya, nggak bilang ke kakak iparmu dulu?"Mendengarnya menyebut Kak Nia, aku mengembuskan napas. "Sekarang, Kak Nia lagi ada masalah, mana sempat urusi aku?""Edo, ada apa dengan Nia dan kakakmu?"Aku tidak bisa menceritakan soal masalah kakakku dan Kak Nia. Bagaimanapun, setiap orang punya privasi dan kehidupan masing-masing.Aku hanya bisa berkata, "Terjadi sedikit masalah, tapi aku yakin mereka bisa atasi.""Sebenarnya, kamu bisa manfaatkan kesempatan ini untuk taklukkan kakak iparmu." Kak Lina kembali membahas masalah ini.Namun, dia tidak tahu bahwa aku dan Kak Nia sudah berhubungan.Aku tidak mungkin memberitahunya.Jadi, aku berpura-pura menolak. "Kak Lina, soal Kak Nia, lupakan saja. Aku nggak bisa lakukan.""Bukan apa-apa. Anggap saja dia it
Meskipun aku terus menjelek-jelekkan Kak Nancy, sebenarnya aku peduli padanya.Karena aku peduli, ketika aku mengetahui bahwa dia mempermainkanku, aku sangat marah.Bagaimana boleh dia melakukan itu padaku?Aku marah karena aku bukan satu-satunya kekasihnya.Aku tahu aku agak egois, tetapi pria mana yang tidak egois dalam hal seperti ini?Pria mana yang tidak ingin dikelilingi oleh wanita cantik?"Kamu suka Nancy?" tanya Kak Lina.Aku kaget dan segera menjawab, "Nggak, nggak mungkin. Di hatiku, cuma ada kamu seorang."Aku takut Kak Lina menganggapku tidak setia.Namun, Kak Lina malah berkata, "Sekalipun kamu suka Nancy, nggak masalah. Dia cantik, baik, punya tubuh ideal dan jago menghibur pria.""Kalau aku pria, aku pasti suka wanita macam dia."Aku mengira Kak Lina sedang menyindirku, aku segera menjelaskan, "Tapi, aku nggak suka Kak Nancy. Bukan, tepatnya, aku merasa dia nggak cocok dijadikan istri.""Dasar bodoh. Kalau kamu ngomong begitu ke wanita lain, mereka bisa marah," kata Kak
Aku langsung menyebutnya istriku.Karena aku makin yakin ingin menikahi Lina."Siapa istrimu? Menyebalkan." Mendengarku menyebutnya istriku, Kak Lina tersipu malu.Aku memeluk Kak Lina dan merasa sangat bahagia.Meskipun kami tidak berbuat apa-apa di malam hari, aku bersyukur dan bahagia dapat tidur dengan memeluk Kak Lina.Keesokan paginya.Aku memeluk Kak Lina dan menciumnya untuk cukup lama. Alhasil, Kak Lina kesulitan bernapas."Sudah, Edo. Sana mandi, nanti telat."Aku memandang Kak Lina dengan tidak rela. "Tapi, aku nggak rela berpisah denganmu, adikku juga."Setelah berkata demikian, aku meraih tangan Kak Lina dan meletakkannya di salah satu anggota tubuhku.Wajah Kak Lina sontak memerah."Keras sekali ...."Aku berkata dengan sedih, "Ya, kalau nggak diselesaikan, nggak bisa pakai celana."Bukannya aku tidak mau bangun, tetapi aku tidak sanggup bangun.Rasanya sangat tidak nyaman.Aku menatap Kak Lina dengan tatapan memelas sambil bertanya, "Kak Lina, bolehkah bantu aku?""Dasar
Wiki tersenyum canggung, lalu berkata, "Aku nggak larang kamu. Lina itu wanita baik, bagus juga kalau kalian bersama."Aku bertanya dari lubuk hati terdalam, "Kak, kamu tulus?"Aku berharap Wiki kembali ke jalan yang benar. Dengan begitu, dia akan memperlakukan Kak Nia dengan baik.Wiki menatapku sambil menganggukkan kepala dengan serius. "Edo, setiap kata yang kuucapkan tulus.""Beberapa hari ini, aku tinggal sendirian. Rasanya sangat menderita. Aku berharap kamu dan Nia pulang, kita bisa bercanda seperti dulu."Aku menatap mata Wiki dan dapat merasakan bahwa dia mengucapkan kata-kata ini dengan tulus.Aku meraih tangannya dan berkata dengan sungguh-sungguh, "Pasti, semuanya akan membaik. Hari ini, aku telepon Kak Nia lagi buat tanyakan kapan dia akan kembali. Sejujurnya, aku juga berharap kamu dan Kak Nia baikan, akan lebih baik lagi kalau kalian bisa punya anak ...."Aku menyadari ada yang salah dengan ucapanku dan segera berhenti berbicara.Mendengarku membahas soal anak, Wiki hany
Pada pukul sebelas malam.Aku pergi lari malam di taman di bawah rumah kakakku.Tiba-tiba aku mendengar suara gemerisik seorang pria dan seorang wanita yang datang dari rerumputan."Wiki, kamu sebenarnya mampu nggak? Kamu bilang kamu nggak terangsang kalau di rumah. Aku ikut ke sini bersamamu, kenapa kamu masih seperti ini?"Saat aku mendengarnya, bukankah ini suara anggun Kak Nia?Bukankah kakakku dan Kak Nia pergi makan malam? Kenapa muncul di taman, bahkan di rerumputan?Biarpun belum pernah punya pacar, aku sudah menonton banyak video instruksional, jadi aku langsung mengerti bahwa mereka sedang mencari sensasi.Nggak kuduga kakakku dan Kak Nia jago mainnya! Mereka ternyata melakukannya di taman ... ini seru sekali.Mau tak mau aku pun mendekat dan menguping.Kak Nia sangat cantik dan memiliki bodi yang super seksi. Mendengar rintihan Kak Nia adalah impianku.Aku berjingkat ke rumput dan diam-diam menjulurkan kepalaku.Kulihat Kak Nia duduk di atas kakakku. Walaupun punggungnya men