Suasana kembali hening karena perdebatan masih berlanjut kaku dan alot, Syahla yang masih belum terima di poligami secara diam-diam membuat hatinya hancur berkeping-keping, tidak bisakah sang suami menunggunya kala ia benar-benar sudah siap bukan dengan cara tidak punya adab seperti ini dan saat hatinya terlanjur sakit kini ia mempertanyakan sikap dirinya yang berubah seratus delapan puluh derajat karena seorang perempuan kalau sudah di sakiti maka sama saja telah membangunkan singa yang siap menerkam kapanpun dan dimanapun.
"Maaf Nak Syahla, di mananya yang buat nak Syahla tidak bisa menerima kenyataan ini bukankah yang di lakukan nak Adam sudah sesuai tuntunan syari'at tidak menyalahi aturan dan satu lagi nak Adam laki-laki Sholeh insyaallah bisa berbuat adil," ucap ibuk Zulfa kembali berharap Syahla bisa menerimanya dengan lapang dada. "Bukankah hukum poligami itu lebih harus mendapat izin dari istri tuanya? Sedang yang di lakukan Mas Adam tidak seperti itu dan kalian melakukan diam-diam di belakangku apakah itu yang di namakan kebaikan saat kepala rumah tangga coba berkhianat, maaf saya rasa semuanya sudah cukup jelas kalau memang ibuk dan ustadz bersikekeh silahkan dan tidak perlu lagi ikut campur urusan rumah tangah saya dan suami karena saya punya keputasan dan pendapat sendiri, kalian urus saja dia yang menurut kalian benar." "Syahla!" sela Adam penuh penekanan. "Tolong Dek, jaga sikap mu ini di rumah ustadz Hakam kita sebagai tamu harus ini punya etika," pekik Adam serambi menggelengkan kepala memohon pada Syahla agar istrinya itu bisa tenang. "Saya tadi sudah pamit mau pulang Mas, kenapa kamu masih menahannya?" balas Syahla sedikitpun tak ada rasa takut pada Adam padahal dulu laki-laki itu sangat ia agungkan dan di hormati. "Mbak Syahla maaf, kalau pernikahanku dan Mas Adam telah membuat Mbak Syahla sakit tapi sungguh Mbak, kami tidak ada niatan untuk menyakiti Mbak Syahla semua terjadi begitu saja dan saya tidak bisa melawan takdir yang Allah kasih dan demi Allah saya tidak ada niat untuk merebut Mas Adam dari Mbak. Dan saya janji tidak akan menuntut apapun tidak masalah jika dalam seminggu Mas Adam hanya menjatah dua kali dan selebihnya milik Mbak Syahla." Syahla tercengang dengar penuturan adik madunya itu tak menyangka tapi ia hanya tersenyum kecut seraya menyapanya sekilas. "Kamu bilang ini takdir! Kamu buta, atau kamu tuli dan juga amesia atau mungkin kamu dapat kabar kalau Mas Adam saat ini duda di tinggal mati oleh istri pertamanya atau jangan-jangan kamu dapat surat kalau kita sudah bercerai, Aurel!" brondong Syahla. Sedang Aurel hanya diam menunduk. "Jangan diam kamu Aurel, apakah semua yang tadi aku ucapkan itu ada yang kamu miliki atau Mas Adam yang sudah memaksa kamu untuk menjadi istrinya atau kamu Mas yang sangat menginginkan Aurel jadi istrinya sehingga kamu diam-diam menikahinya dari aku?" sarkas Syahla menatap ke duanya bergantian. "Jawab Mas, apakah kamu yang sudah memaksa Aurel agar mau jadi istri no dua kamu?" bentak Syahla, ke duanya hanya bisa terdiam dengan menuduk bisu. "Dan Kamu mau saja di nikahi oleh laki-laki yang jelas-jelas sudah beristri Aurel, apakah itu yang di namakan takdir? sementara kamu bukan anak kecil yang tidak punya otak dan pemikiran. Kenapa kamu tidak menolaknya atau setidaknya kami bilang sama aku minta izin baik-baik sampai aku ridha kalau kamu mau di nikahi oleh suami ku tapi nyatanya tidak kan! kalian semua sama-sama pengkhianat dengan mengatasnamakan hukum Allah hanya demi misi licik kalian!" "Mbak, tidak akan ada istri pertama bakal benerima dan Ridha Mbak, aku yakin Mbak tidak akan memberikan kami izin." "Nah itu kamu tahu Aurel, kalau di dunia ini tidak akan ada perempuan yang mau di madu, tapi kenapa kamu melakukannya, sungguh kalian semua terlihat seperti orang bodoh." Syahla menanggapi dengan tenang. Begitu pula bicaranya pelan tapi penuh tekanan yang sekarang semua kalimat Syahla bagai belati yang menghunus ke ulu hati sampai pada sasaran. "Dek!" Adam kembali berusaha pada Syahla agar bicaranya tidak semakin ngelantur karena semua ucapan Syahla bisa menyakiti hati istri mudanya. Sementara ustadz Hakam dan ibuk Zulfa juga merasa tidak enak bagaimanapun semuanya sama-sama salah dan tak mau ada yang mengalah. "Nak Syahla sepertinya perdebatan ini tidak akan ada akhirnya kalau kita tidak ada yang mau mengalah, Nak Adam sebaiknya bawa pulang dulu nak Syahla dan biarkan Aurel di sini sementara waktu, sampai situasinya mereda untuk saat ini kami akui tidak mudah untuk Nak Syahla maka dari itu kamu berikan waktu tapi kami mintak tolong, secepatnya jemput Aurel karena bagaimanapun sekarang dia tanggung jawab mu nak ibuk juga tidak enak sama tetangga kalau terlalu lama di sini," ucap ibuk Zulfa menengahinya. "Maksud Bulek, Aurel tidak boleh ikut Mas Adam?" ucap Aurel dengan pelan dan melas. "Nak Aurel, sabar dulu ya, semuanya butuh waktu kamu harus paham itu biarkan Mbak mu untuk bicara dari hati ke hati dengan suaminya insyaallah nanti kalau sudah terselesaikan kamu bisa ikut suami mu kemanapun dia berada." "Tapi Bulek, Aurel ini kan sekarang sudah jadi istrinya," ucapnya lagi dengan suara manja. "Dasar perempuan tak tahu diri!" batin Syahla kessal. "Dek, kita pulang dulu ya, kita selesaikan di rumah sepetinya kamu capek perlu istirahat," ucap Adam memegang tangan Syahla melihat itu tentu Aurel melirik bergetar cemburunya menyala, kalau dia saja cemburu bagaimana dengan Syahla yang ia ambil suaminya. Namun Syahla tidak menjawab, ia diam saja tak mengubriskan ajakan Adam. "Maaf, kalau kedatangan saya di sini membuat acaranya kacau tapi jujur saya kecewa sama kalian terutama pada mu ustadz yang seharusnya menjadi panutan dan memberikan contoh yang baik tapi nyatanya ustadzah sama saja dengan yang lainnya begitu mudahnya mengambil keputusan tanpa memikirkan efeknya. Dan kamu Mas, kalau memang Aurel tidak mau kamu tinggal silahkan bawa dia pulang tapi dengan syarat jangan bawa dia ke rumah ku karena aku tidak sudi satu atap dengan seorang maling." Adam lagi-lagi di buat cengah sama ucapan istrinya dia sudah salah besar menilai Syahla selama ini, yang mengira Segala tidak akan sebesar ini marah dan kecewanya karena Adam tahu kalau Syahla adalah perempuan Sholeh dan berilmu. "Aurel, tolong kamu diam dulu jangan buat suami mu semakin pusing dan bingung, tahan nak ini memang tidak mudah tapi kamu harus kuat dan percaya kalau Allah akan memberikan jalan keluarnya nanti tanpa ada yang harus tersakiti, bukankah kamu hanya menginginkan ridhanya nak," bisik ibuk Zulfa pada Aurel agar tidak menghalangi Adam pulang. "Tapi Bulek, ini malam pertama Aurel dengan Mas Adam kalau dia pulang dan Aurel di sini itu artinya kita," isaknya di tahan. Bagaimanapun Aurel juga manusia ia sama seperti perempuan lainnya yang menginginkan malam pertamanya berkesan dan bahagia bukan malah begini, to' dia tidak ada niatan mau mengambil Adam dari istri pertamanya ia hanya meminta haknya sebagai seorang istri.Adam melirik sekilas ke arah Aurel istri mudanya yang menandakan tidak ingin ia tinggal. "Aurel,Mas pulang dulu ya," pintanya. Namun Aurel hanya menunduk ia tak menjawab hatinya terasa pilu sambil memandangi suaminya dengan mata berkaca-kaca, bingung antara ingin terus di samping sang suami dan mengalah karena situasi yang belum memungkinkan ia tidak mau di katakan tak patuh sama suami karena ia sudah berjanji pada almarhum Abinya untuk selalu patuh sama perintah sang suami. "Mas, jujur aku sakit karena bagaimanapun nanti malam adalah malam pengantin kita yang seharusnya di habiskan penuh ceria dan bahagia bukan seperti ini bukankah aku punya hak atas dirimu Mas sama seperti Mbak Syahla dan akupun hanya meminta dua kali dalam seminggu tidak bisakah kalian berbicara besok pagi," tutur Aurel dengan derai air mata. "Maaf Aurel, semuanya butuh waktu kamu tahu kan keadaan kita menikah seperti apa, dan aku juga nggak tahu kalau Syahla bakal mengetahui secepat ini jadi Mas pulang dulu
Karena pintu tidak kunjung di buka oleh Syahla akhirnya Adam memilih untuk menyudahi bujukannya mungkin sang istri memang perlu sendiri dan Adam menghargai itu. "Baik, Mas ada di sini tidak akan pergi kemana-mana jika kamu sudah lega maka bukalah pintunya Dek," ucap Adam dari luar yang akhirnya duduk di shofa sendirian serta coba merenungi semua yang telah terjadi. Mungkinkah dirinya sudah salah mengambil keputusan atau ia terlalu cepat, tali sebelumnya Adam sudah memikirkan matang-matang bukan karena rencana ini sudah ada sejak lima bulan yang lalu hanya saja kejadiannya yang terasa begitu mendadak kala Abi Husen meninggal tepat satu minggu yang lalu. Hingga larut malam ternyata Syahla tidak kunjung membuka pintunya ternyata perempuan itu tengah bersujud panjang di dalam kamar sunyinya. Kala kecamuk batin telah membara, sajalah yang jadi pengantar terkahir untuk mengobati lara duka yang ada. Mengadukan segala gemeluk keresahan serta kerupekkan pada sang khalik. "Dek, makan dulu
Pagi sekali Syahla sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah ia mengajar di salah satu sekolah dasar sepertinya Adam suaminya belum bangun dan itu dikarenakan Adam tak bisa tidur semalam. Syahla meminta bibi untuk menyiapkan sarapan tapi ia sendiri tidak sarapan. "Bi, apa Bu Syahla sudah keluar?" tanya Adam dengan mata yang berat. "Maaf Tuan, Nyonya Syahla sudah berangkat setengah jam tadi dan Nyonya meminta saya untuk menyiapkan sarapan Tuan Adam, silahkan kalau mau sarapan semuanya sudah lengkap," tutur bibi memberi tahu Adam. "Apa?" terkejut Adam, gimana bisa ia kecolongan sepagi ini padahal semalam ia sudah menunggu Syahla sampai tidak bisa tidur dan berharap pagi ini bisa bertemu dan bicara kembali dengan istrinya itu. "Iya Tuan, kalau begitu saya permisi," ucap bibi berlalu sedang Adam memijet pelipisnya terasa berat. "Kenapa kamu tak mau mengerti Mas, Syahla!" cicitnya dengan mata yang merah.Sementara Syahla saat ini terdiam di bawah pohon rindang ia tak langsung menuj
"Assalamu'alaikum," salam Adam dan Aurel. "Waalaikumussalam, kalian ayo masuk, nak Aurel apa kabar?" Sapa Bu Farida ramah menyambut madu putrinya."Aurel, ayo kita hadapi bersama insyaallah ibuk itu baik sama seperti Syahla kakak madu mu," bisik Adam. Netra memandang lekat wajah suami, lalu mengangguk. Adam sudah menjelaskan kalau ibuk Farida mertuanya itu sudah tahu semuanya. Kini, ke duanya sudah berada di rumah milik Adam dan Syahla."Alhamdulillah Bu, kabar Aurel baik, sangat senang rasanya bisa di terima baik sama penjenengan karena selama ini Aurel belum tahu rasanya kasih sayang seorang ibuk," ucap Aurel lembut sambil mencium dan memeluk tubuh ibuk paruh baya itu yang tak pernah di sangka hatinya begitu besar dan mulia. "Alhamdulilah kalau begitu, oh ya selamat ya atas pernikahan kalian semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah Warohmah," ucap ibuk Farida. "Terima kasih banyak Bu," sahut Aurel tertegun karena ia belum juga mendapatkan respon dari kakak madunya yang seda
Syahla duduk di meja rias sambil memandangi dirinya melalu cermin dan iapun memijet pelipisnya yang terasa berat. Adam datang dan langsung mengunci pintu lalu menghampiri istrinya berdiri di belakang Syahla memakai sarung motif kotak warna hitam dengan kemeja lengan pendek namun sudah tidak memakai peci. "Kamu capek sayang, Mas pijetin ya?" Jemari Adam berlabuh di pundak sang istri lalu di keningnya namun Syahla hanya diam saja karena ia masih kessal sama suaminya yang semakin menggorot hatinya. "Kenapa kamu mencuci otak ibuk ku Mas? Kamu sangat licik sekali dengan merayu beliau dan menjajinkan segala harapan palsu, apa jangan-jangan ini memang sudah rencana busuk mu sama Aurel Mas?" seketika dadanya terasa di hantam besi yang tajam nyatanya sang suami sudah lama berslingkuh dengan adik madunya itu. "Tidak Dek, itu tidak benar Mas sama sekali sebelumnya tak pernah ada hubungan sama Aurel selain hubungan saudara saja, ini murni memang permintaan Abi sebelum beliau meninggal, kamu bo
Adam meletakkan kepala Syahla di pangkuannya, lalu mengusap-usap tangan sang istri yang dingin. "Dek, bangun jangan begini, Mas khawatir sama kamu dek, ayo bangun." Aurel mengamati wajah suaminya, tergambar gurat ketakutan yang sempurna, tepatnya takut kehilangan istri pertamanya itu,hati Aurel sakit karena sang suami begitu mencintai Syahla sedang dirinya belum tau apakah bisa mendapatkan cinta seperti itu nantinya dari sang suami walau ia sudah patuh menjalani perannya sebagai istri yang baik. "Mas, sebaiknya kita bawa Mbak Syahla ke kamar saja biar saya panggilkan Dokter, ya Mas," ucap Aurel berusaha melawan gemeruh di dadanya. Adam hanya mengangguk, lalu ia membopong tubuh sang istri yang keliatan tambah kurus dari biasanya sungguh Syahla hanya waktu dua hari saja tubuhnya mengurang dan itu makin buat hati Adam sakit kalau sang istri terluka karena ulahnya. Aurel membenarkan bantal kakak madunya yang belum jua sadar, sedang ibuk Farida sangat khawatir sama keadaan putrinya ya
"itu tidak mungkin Dek, kalau aku melakukannya sama saja aku menyakiti hatinya karena sudah mempermainkan perasaan Aurel, dan lagi dia sekarang tanggung jawab Mas sayang!"Seketika Syahla yang tadinya tiduran kini mengubah posisinya duduk, dan mengangkat wajahnya menatap nanar sang suami yang jelas menolak permintaannya untuk menceraikan Aurel padahal dalam hal ini tidak ada yang di rugikan, baik Aurel ataupun suaminya kecuali kalau mereka berdua sudah saling mencintai sejak lama tapi bukankah kata Adam ia menikahi Aurel karena pesan sang Abi sedang ia tidak mau di madu jadi jalan satu-satunya adalah mencarikan suami untuk Aurel atau ia nikahkan saja dengan pria yang istri pertamanya siap di madu. "Permintaan ku tidak aneh, bukankah kalian berdua belum melakukan hubungan itu jadi tidak yang di rugikan! Aurel masih suci jadi dan dia bisa kita nikahkan dengan pria lain yang sama-sama single kalau memang dia tidak mau sama ustadz Azril tapi kalau tidak mau apa alasannya bukankah menjala
Adam terkejut saat keluar mendapatkan Aurel yang sedang meninteng kopernya hendak pergi dari rumahnya. "Aurel, kamu mau kemana?" tanya Adam terkejut, apa yang terjadi pada istri mudanya itu. "Kenapa Mas, bukankah Mas dan Mbak Syahla mau memulangkan aku? tidak perlu repot-repot Mas aku bisa pulang sendiri dan aku tidak menyangka orang kini hanya satu-satunya aku percayai setelah kepergian Abi ternyata ia tidak tulus dalam menyangi aku dan hanya karena demi istri tuanya yang egois Mas tidak bisa bersikap tegas dan dewasa." "Aurel....," jadi istri mudanya itu sudah mendengar semuanya. "Aurel, kamu jangan salah faham dulu, kita masih bisa bicara dengan baik-baik, sekarang kamu masuk ya sebentar lagi di luar mau hujan nanti kamu bisa sakit," bujuk Adam, ia sendiri saat ini tak tahu apa yang harus di perbuat tapi ke duanya Adam tak ingin ada yang tersakiti karena dirinya. "Tidak perlu Mas, karena tidak ada yang perlu kita bahas lagi. Mas mau mewujudkan permintaan Mbak Syahla kan Mas!
"Gimana, Mas?" tanya Syahla saat mereka sedang makan malam bersama di meja makan. "Gimana, apanya?" Adam bertanya ulang seakan ia berpura-pura tidak tahu. "Kalau Mas lupa, biar aku ingatkan kembali tidak perlu sok tidak ingat apa yang sudah kita bincangkan kemaren," tanggal Syahla geram, ia hanya ingin memastikan kalau suaminya benar tidak mau mengabulkan permintaannya dan itu artinya Syahla yang harus siap mundur. "Bisa bicaranya nanti saja setelah kita makan Dek," ucap Adam seraya menatap wajah Syahla agar tidak menambah berdebatan di meja makan. "Baik, kalau begitu aku sudah selesai makanya silahkan kalau gitu aku tunggu di kamar kalau sudah selesai." Syahla langsung meninggalkan piringnya yang jelas masih ada nasi, tak biasanya Syahla seperti itu benar bukan Syahla yang selama ini Adam tahu."Mas, gimana?" tanya Aurel yang mendadak takut kalau suaminya akan goyah lagi saat nanti bicara sama kakak madunya itu. "Kamu tenang saja, aku akan selesaikan masalah ini tapi aku mohon
Adam diam membisu belum tahu mau berbicara apa sebab ia tidak tahu dan harus bagaimana menanggapi ucapan istri mudanya yang saat ini sama-sama bergeleyut dengan kemaraha lantaran kekecewaan yang kini di alami. "Aurel, Syahla itu perempuan yang kuat dan berilmu tidak mudah kita menggoyahkan jalan pikirannya karena dia kalau sudah punya prinsip aksn sulit kita kendilkan dan sekarang aku sadar kalau Syahla memang tidak mudah kita taklukkan dan sekarang semuanya jadi rumit." "Lalu bagiamana Mas, apakah Mas tetap akan memulangkan aku atau menikahkan aku dengan laki-laki lain seperti yang Mbak Syahla mintak? Apa Mas sedikitpun tidak punya rasa sama aku Mas, tak bisakah Mas mencoba untuk menuntun Mbak Syahla pelan-pelan kalau yang dia egokan itu salah dan tidak benar kita melakukan poligami ini atas dasar hukum dan kita tidak ada niatan untuk menyakiti satu sama lain asalkan kita sama-sama ikhlas insyaallah ke belakangnya akan membuahkan hasil, bukankah Mas sudah rindu dengan sosok buah
Adam terkejut saat keluar mendapatkan Aurel yang sedang meninteng kopernya hendak pergi dari rumahnya. "Aurel, kamu mau kemana?" tanya Adam terkejut, apa yang terjadi pada istri mudanya itu. "Kenapa Mas, bukankah Mas dan Mbak Syahla mau memulangkan aku? tidak perlu repot-repot Mas aku bisa pulang sendiri dan aku tidak menyangka orang kini hanya satu-satunya aku percayai setelah kepergian Abi ternyata ia tidak tulus dalam menyangi aku dan hanya karena demi istri tuanya yang egois Mas tidak bisa bersikap tegas dan dewasa." "Aurel....," jadi istri mudanya itu sudah mendengar semuanya. "Aurel, kamu jangan salah faham dulu, kita masih bisa bicara dengan baik-baik, sekarang kamu masuk ya sebentar lagi di luar mau hujan nanti kamu bisa sakit," bujuk Adam, ia sendiri saat ini tak tahu apa yang harus di perbuat tapi ke duanya Adam tak ingin ada yang tersakiti karena dirinya. "Tidak perlu Mas, karena tidak ada yang perlu kita bahas lagi. Mas mau mewujudkan permintaan Mbak Syahla kan Mas!
"itu tidak mungkin Dek, kalau aku melakukannya sama saja aku menyakiti hatinya karena sudah mempermainkan perasaan Aurel, dan lagi dia sekarang tanggung jawab Mas sayang!"Seketika Syahla yang tadinya tiduran kini mengubah posisinya duduk, dan mengangkat wajahnya menatap nanar sang suami yang jelas menolak permintaannya untuk menceraikan Aurel padahal dalam hal ini tidak ada yang di rugikan, baik Aurel ataupun suaminya kecuali kalau mereka berdua sudah saling mencintai sejak lama tapi bukankah kata Adam ia menikahi Aurel karena pesan sang Abi sedang ia tidak mau di madu jadi jalan satu-satunya adalah mencarikan suami untuk Aurel atau ia nikahkan saja dengan pria yang istri pertamanya siap di madu. "Permintaan ku tidak aneh, bukankah kalian berdua belum melakukan hubungan itu jadi tidak yang di rugikan! Aurel masih suci jadi dan dia bisa kita nikahkan dengan pria lain yang sama-sama single kalau memang dia tidak mau sama ustadz Azril tapi kalau tidak mau apa alasannya bukankah menjala
Adam meletakkan kepala Syahla di pangkuannya, lalu mengusap-usap tangan sang istri yang dingin. "Dek, bangun jangan begini, Mas khawatir sama kamu dek, ayo bangun." Aurel mengamati wajah suaminya, tergambar gurat ketakutan yang sempurna, tepatnya takut kehilangan istri pertamanya itu,hati Aurel sakit karena sang suami begitu mencintai Syahla sedang dirinya belum tau apakah bisa mendapatkan cinta seperti itu nantinya dari sang suami walau ia sudah patuh menjalani perannya sebagai istri yang baik. "Mas, sebaiknya kita bawa Mbak Syahla ke kamar saja biar saya panggilkan Dokter, ya Mas," ucap Aurel berusaha melawan gemeruh di dadanya. Adam hanya mengangguk, lalu ia membopong tubuh sang istri yang keliatan tambah kurus dari biasanya sungguh Syahla hanya waktu dua hari saja tubuhnya mengurang dan itu makin buat hati Adam sakit kalau sang istri terluka karena ulahnya. Aurel membenarkan bantal kakak madunya yang belum jua sadar, sedang ibuk Farida sangat khawatir sama keadaan putrinya ya
Syahla duduk di meja rias sambil memandangi dirinya melalu cermin dan iapun memijet pelipisnya yang terasa berat. Adam datang dan langsung mengunci pintu lalu menghampiri istrinya berdiri di belakang Syahla memakai sarung motif kotak warna hitam dengan kemeja lengan pendek namun sudah tidak memakai peci. "Kamu capek sayang, Mas pijetin ya?" Jemari Adam berlabuh di pundak sang istri lalu di keningnya namun Syahla hanya diam saja karena ia masih kessal sama suaminya yang semakin menggorot hatinya. "Kenapa kamu mencuci otak ibuk ku Mas? Kamu sangat licik sekali dengan merayu beliau dan menjajinkan segala harapan palsu, apa jangan-jangan ini memang sudah rencana busuk mu sama Aurel Mas?" seketika dadanya terasa di hantam besi yang tajam nyatanya sang suami sudah lama berslingkuh dengan adik madunya itu. "Tidak Dek, itu tidak benar Mas sama sekali sebelumnya tak pernah ada hubungan sama Aurel selain hubungan saudara saja, ini murni memang permintaan Abi sebelum beliau meninggal, kamu bo
"Assalamu'alaikum," salam Adam dan Aurel. "Waalaikumussalam, kalian ayo masuk, nak Aurel apa kabar?" Sapa Bu Farida ramah menyambut madu putrinya."Aurel, ayo kita hadapi bersama insyaallah ibuk itu baik sama seperti Syahla kakak madu mu," bisik Adam. Netra memandang lekat wajah suami, lalu mengangguk. Adam sudah menjelaskan kalau ibuk Farida mertuanya itu sudah tahu semuanya. Kini, ke duanya sudah berada di rumah milik Adam dan Syahla."Alhamdulillah Bu, kabar Aurel baik, sangat senang rasanya bisa di terima baik sama penjenengan karena selama ini Aurel belum tahu rasanya kasih sayang seorang ibuk," ucap Aurel lembut sambil mencium dan memeluk tubuh ibuk paruh baya itu yang tak pernah di sangka hatinya begitu besar dan mulia. "Alhamdulilah kalau begitu, oh ya selamat ya atas pernikahan kalian semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah Warohmah," ucap ibuk Farida. "Terima kasih banyak Bu," sahut Aurel tertegun karena ia belum juga mendapatkan respon dari kakak madunya yang seda
Pagi sekali Syahla sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah ia mengajar di salah satu sekolah dasar sepertinya Adam suaminya belum bangun dan itu dikarenakan Adam tak bisa tidur semalam. Syahla meminta bibi untuk menyiapkan sarapan tapi ia sendiri tidak sarapan. "Bi, apa Bu Syahla sudah keluar?" tanya Adam dengan mata yang berat. "Maaf Tuan, Nyonya Syahla sudah berangkat setengah jam tadi dan Nyonya meminta saya untuk menyiapkan sarapan Tuan Adam, silahkan kalau mau sarapan semuanya sudah lengkap," tutur bibi memberi tahu Adam. "Apa?" terkejut Adam, gimana bisa ia kecolongan sepagi ini padahal semalam ia sudah menunggu Syahla sampai tidak bisa tidur dan berharap pagi ini bisa bertemu dan bicara kembali dengan istrinya itu. "Iya Tuan, kalau begitu saya permisi," ucap bibi berlalu sedang Adam memijet pelipisnya terasa berat. "Kenapa kamu tak mau mengerti Mas, Syahla!" cicitnya dengan mata yang merah.Sementara Syahla saat ini terdiam di bawah pohon rindang ia tak langsung menuj
Karena pintu tidak kunjung di buka oleh Syahla akhirnya Adam memilih untuk menyudahi bujukannya mungkin sang istri memang perlu sendiri dan Adam menghargai itu. "Baik, Mas ada di sini tidak akan pergi kemana-mana jika kamu sudah lega maka bukalah pintunya Dek," ucap Adam dari luar yang akhirnya duduk di shofa sendirian serta coba merenungi semua yang telah terjadi. Mungkinkah dirinya sudah salah mengambil keputusan atau ia terlalu cepat, tali sebelumnya Adam sudah memikirkan matang-matang bukan karena rencana ini sudah ada sejak lima bulan yang lalu hanya saja kejadiannya yang terasa begitu mendadak kala Abi Husen meninggal tepat satu minggu yang lalu. Hingga larut malam ternyata Syahla tidak kunjung membuka pintunya ternyata perempuan itu tengah bersujud panjang di dalam kamar sunyinya. Kala kecamuk batin telah membara, sajalah yang jadi pengantar terkahir untuk mengobati lara duka yang ada. Mengadukan segala gemeluk keresahan serta kerupekkan pada sang khalik. "Dek, makan dulu