“Syukurlah kamu tidak apa-apa, Dek.”Winda, istri dari Edo mengelus puncak kepala Gendis yang sudah pulang ke rumah kakak pertamanya tersebut bersama Dion juga. Meski hanya kakak ipar, tetapi wanita itu sudah menganggap adik-adik Edo ini seperti saudara kandung sendiri. Kini mereka berdua tengah berada di dalam kamar yang sering dipakai Gendis saat menginap ketika di rumah Edo.Gendis tersenyum dan mengangguk. Benar, ia pun kini merasa bersyukur masih diberikan keselamatan oleh Yang Maha Kuasa. Dua kali nyawanya hampir saja melayang, membuat wanita itu merasa ini semua hanyalah mimpi. Akan tetapi, tak seperti itu, dirinya melalui hal yang nyata.Dua kali dirinya hampir saja mati gara-gara orang yang sama membuat hati Gendis sakit luar biasa. Ia sungguh tak mengenali Damar lagi. Pria itu telah betul-betul berubah menjadi pria yang kejam dan ambisius. Hanya demi harta dan kekuasaan, mantan suaminya ini bisa melakukan segala cara, bahkan menghabisi orang-orang yang pernah menjadi bagian
Sidang pengadilan akhirnya memutuskan Damar sepenuhnya bersalah akibat melanggar Pasal 340 KUHP dihukum 20 tahun penjara dikurangi masa tahanan. Sesuai dengan tuntutan yang ditegaskan dalam pasal tersebut bahwa barang siapa dengan siapa dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun. Bu Retno pasrah menerima putra pertamanya dihukum akibat kesalahan yang diperbuat. Bagaimana pun, ia tak bisa menampik bahwa sang putra memang pantas untuk mendapatkan hukuman seperti ini. Meski begitu, wanita paruh baya itu tak kuasa menutupi kesedihannya. Ia sempat hampir pingsan di ruangan pengadilan ketika putusan vonis dibacakan oleh hakim ketua.Bayu sontak mendekap tubuh ibunya dan menuntunnya keluar agar lebih tenang. Mereka duduk di kursi tunggu yang tersedia di luar ruangan sidang. Sambil menunggu Damar keluar dan bersiap dibawa ke rutan tempat di mana pria itu dihukum.Se
“Kandungannya berkembang dengan baik. Jangan lupa atur pola makan dan jaga kesehatan, juga istirahat dengan cukup,” ujar Dokter Rian sambil mencatat resep vitamin untuk ditebus Gendis.“Baik, Dok. Terima kasih,” jawabnya. Ia mengulas senyum kepada dokter spesialis kandungan langganannya itu. Lalu, mereka berjabat tangan dan Gendis keluar ruangan pemeriksaan.Wanita itu langsung ke apotek Rumah Sakit untuk menebus resep obat dari Dokter tadi. Disela-sela ia menunggu, Gendis mencoba menghubungi Damar, suaminya. Ia membuka aplikasi berwarna hijau. Lalu, menekan tombol telepon di ponselnya. Panggilan dijawab Damar dengan salam. Alis Gendis mengernyit saat mendengar suara suaminya yang terdengar tidak biasa. “Halo, Sayang,” tanya Damar dengan suara tertahan. “Mas sedang apa? Kok suaranya aneh? Mas Damar baik-baik saja, kan?” cecar Gendis. Ia merasa khawatir, takut suaminya sedang tidak sehat.“Enggak, kok. Mas baik-baik saja. Mas hanya kepedesan. Barusan, Mas makan siang dengan ayam gep
Gendis terkejut mendengar ucapan sang mertua.‘Apa ini yang selalu Mama katakan mengenaiku kepada setiap orang di belakangku?’Sudut hatinya perih, bertahun-tahun menjadi menantu, ia sama sekali belum diterima oleh mertuanya. Padahal, Gendis merasa sudah menjadi menantu yang penurut bagi ibu mertuanya itu. Bu Nani tersadar melihat Gendis sudah ada di pintu gerbang. Ia langsung terdiam sambil memberikan kode kepada Bu Retno. Betapa terkejutnya wanita paruh baya itu melihat menantunya yang telah kembali ke rumah. Pikirannya terus berkecamuk dan bertanya-tanya dalam hati. Apa mungkin Gendis mendengar segala yang dia ucapkan barusan?Wajahnya berubah pucat pasi, dengan perasaan yang takut mulai menguasai hatinya. Bukan kesalah pahaman dari Gendis yang Bu Retno khawatirkan. Akan tetapi, pandangan Damar terhadapnya. Wanita itu takut menantunya akan mengadu. Apalagi, segala yang dia ucapkan mengenai Gendis rata-rata sebuah kebohongan belaka. Itu hanya karangannya agar semua orang membenci m
Gendis terkejut dengan apa yang telah ditemukannya. Wanita itu terperangah tak percaya saat melihat isi kotak berbahan beludru tersebut. Sebuah cincin berlian dengan desain yang terlihat berkelas, sangat indah menurut siapa pun yang melihat. Pasti, harganya sangat mahal sekali. Kira-kira benda itu milik siapa? Kenapa sampai ada di jas suaminya? 'Apa mungkin ...?' ‘Ah, mungkin itu hanya perasaanku saja. Mas Damar tidak seperti yang kupikirkan, kok,' bantah Gendis dalam hati. Batinnya berkecamuk, perasaan tidak nyaman hampir menjejali hatinya. Gendis mulai curiga, tetapi ia tepis kembali pikiran itu.“Sudah ketemu, Sayang?” tanya Damar dengan wajah memucat kala melihat istrinya telah menemukan barang yang dia rahasiakan. Jika, bukan untuk Gendis. Lantas untuk siapa benda tersebut?Beberapa detik kemudian, Damar dapat menguasai dirinya kembali, menyembunyikan rasa panik serta gugupnya. Ia berpura-pura santai padahal hatinya sungguh tidak tenang. Jantungnya memompa lebih cepat seolah pr
Gendis mematung di tempatnya duduk sekarang. Setelah mendapatkan kabar buruk tentang suaminya, wanita itu gegas untuk ke Rumah Sakit di mana Damar di rawat sekarang. Matanya berembun, ia merasa khawatir terjadi apa-apa terhadap sang suami.Sepanjang perjalanan, ia gelisah tidak menentu. Apalagi, ponsel Damar sama sekali tidak bisa dibubungi. Pantas saja, sejak semalam ia tidak enak hati ketika melepaskan Damar saat pamit keluar dengan alasan bisnis. Katanya, pria itu akan menghadiri sebuah pertemuan antar perusahaan.Karena sudah malam, makanya Damar melarang istrinya itu ikut. Menurutnya, tidak baik untuk kesehatan bayi kita yang masih dalam kandungan. Gendis menuruti larangan sang suami, dan membiarkan sepupunya untuk menemani Damar ke sana.Ya, sebelumnya, Damar mengatakan kalau ia akan pergi ke sebuah pertemuan perusahaan saat makan malam tiba. Sebagai anak buah serta direktur perencanaan perusahaan, Vivian, sepupu Gendis, juga mengikuti acara tersebut. Apalagi, katanya ia di unda
“Mas, kenapa bisa cedera kek gini?” tanya Gendis sesaat setelah ia masuk dan menghampiri sang suami. Ia berusaha untuk tetap tersenyum meski terasa berat. Gendis tidak ingin bertindak gegabah dengan menuduh langsung suaminya berselingkuh. Ia akan memastikan terlebih dahulu, lagi pula wanita itu belum mendapatkan bukti kuat. Yang tadi sempat di dengarnya hanya praduga saja, belum bisa membuktikan apa pun. Gendis wanita cerdas, ia tahu di mana saat ia harus meluapkan kemarahannya atau tidak.“Mas enggak apa-apa, Sayang. Tadi, Mas terjatuh dari tangga.” “Tangga hotel maksudnya, Mas? Lebih tepatnya kamar hotel?” tanya Gendis dengan santai. Namun, sukses membuat Damar terlonjak kaget dengan muka yang berubah pias. Pria itu menatap wajah sang istri. Akan tetapi, dari wajah Gendis tidak terlihat sedang marah. Wanita itu terlihat baik-baik saja. “I-itu, tadi Mas habis mengantar kolega bisnis perusahaan kita. Dia mabuk karena terlalu banyak minum tadi. Kamu kan tahu, yang mau berinvestasi i
Berulang kali Gendis memanggil suaminya dan mengetuk pintu ruangan kantor yang tertutup, ia mulai kesal. Lalu, wanita itu segera memutar hendel pintu, dan ternyata tidak dikunci. Gegas ia membukanya dan menampilkan sang suami yang baru saja keluar dari kamar mandi.“Mas ...,” panggil Gendis sambil menghampiri Damar.“Lho, kamu ke sini, Sayang? Kenapa enggak kabari Mas dulu sih?” sahut Mas Damar dengan mimik muka yang seolah sedang terkejut. Ia mulai memainkan sandiwaranya.“Kan tadi aku udah ngasih tahu di rumah. Kalau akan membawakan Mas makan siang. Mas Damar juga harus minum obat juga, kan? Aku tahu lho, Mas suka abai kalau disuruh minum itu. Oh iya, Mas. Dari tadi aku ketuk pintu sama manggil, kenapa Mas enggak nyahut sih? Barusan juga sekilas kudengar suara perempuan ada di dalam?” tanya Gendis ingin memastikan.“Maaf, ya, kamu kan tahu, Mas tadi baru keluar kamar mandi. Kalau suara perempuan, emang suara siapa? Di sini enggak ada siapa-siapa. Mas hanya sendirian dari tadi,” jawa