Alunan musik lembut menggema ke seluruh ruangan di restoran di mana Gendis berada. Suara lantunan merdu dari penyanyi pria di atas podium membuat suasana hati wanita itu menjadi tenang.Ia melirik ke arah meja yang paling ujung di sini. Melihat dua orang pria yang berpenampilan seperti penguntit.Gendis menggelengkan kepalanya mengetahui kedua orang itu tidak lain kakak-kakaknya. Edo dan Dion sengaja mengikuti Gendis hanya untuk memastikan adiknya itu baik-baik saja.Wanita itu merasa, apa yang dilakukan kedua kakaknya sungguh konyol. Namun, hatinya seketika menghangat. Ia sungguh terharu dan merasa beruntung memiliki saudara yang menyayanginya.Dibandingkan harta, Gendis merasa ikatan persaudaraan lebih berharga dari apa pun. Sedangkan di tempat parkir, Damar keluar dari mobilnya setelah kendaraan itu terparkir. Pria itu tak henti-hentinya melengkungkan senyuman. Ia sungguh tidak sabar untuk bertemu dengan Gendis.Ada perasaan rindu yang tiba-tiba saja muncul di hatinya setelah men
“Sial*n. Bisa-bisanya mereka menekanku di ruang rapat dan mengatakan kalau aku tak becus memimpin perusahaan ini. Padahal, siapa yang sudah membesarkan perusahaan sampai seperti sekarang?” gerutu Damar di hadapan Vivian. Tangannya yang mengepal meninju udara dan menggebrak meja di ruangannya.“Sudahlah, Mas. Tenangkan dirimu sekarang. Kamu jangan marah-marah lagi. Salah Mas sendiri kenapa tender sebesar itu bisa lolos. Apalagi, akhir-akhir ini Mas Damar seperti orang yang linglung dan banyak melamun.” Mendengar perkataan sang kekasih, Damar mendengus kasar. Pikirannya kini sedang kacau di tambah ucapan Vivian yang sama memojokkan dan menyalahkannya semakin dibuat pusing.Namun, yang Vivian katakan itu benar. Setelah menandatangani surat cerai beberapa Minggu yang lalu, Damar seolah kehilangan fokus. Dalam hati kecilnya bergejolak perasaan marah, dendam dan juga kehampaan. Kenapa setelah kehilangan Gendis, pria itu merasakan kembali rindu yang menyiksa. Namun, mantan istrinya sama se
“Aku tahu siapa orang dibalik kebakaran ini.”Bayu datang menyibak kerumunan warga yang memenuhi tempat kejadian perkara tersebut. Sebelumnya, ia tak sengaja mendengar rencana kriminal Damar dan Vivian. Pemuda tersebut bergegas pergi ke rumah Dion dan hendak menghentikan segala rencana busuk sang kakak. Akan tetapi, ternyata semuanya telah terlambat. Hunian di mana Gendis, Dion dan Edo berada telah ludes dilahap jago merah.Awalnya pria muda tersebut panik, tetapi ketika mendengar semuanya selamat meski harus mendapatkan pertolongan dengan dibawanya Gendis dan Dion ke rumah sakit bersama salah satu tetangga yang ada, Bayu merasa lega luar biasa.Sampai, dia mendengar percakapan antara Pak RT dan Edo, dirinya yang menjadi saksi kunci kejahatan sang Kakak langsung mendekat.“Bayu? Sedang apa kamu di sini?”“Itulah yang akan Kujelaskan. Setengah jam yang lalu, aku baru mengetahui rencana pembakaran rumah ini. Maafkan aku, Mas. Aku tak bisa menghentikan segalanya. Saat datang, semuanya te
“Syukurlah kamu tidak apa-apa, Dek.”Winda, istri dari Edo mengelus puncak kepala Gendis yang sudah pulang ke rumah kakak pertamanya tersebut bersama Dion juga. Meski hanya kakak ipar, tetapi wanita itu sudah menganggap adik-adik Edo ini seperti saudara kandung sendiri. Kini mereka berdua tengah berada di dalam kamar yang sering dipakai Gendis saat menginap ketika di rumah Edo.Gendis tersenyum dan mengangguk. Benar, ia pun kini merasa bersyukur masih diberikan keselamatan oleh Yang Maha Kuasa. Dua kali nyawanya hampir saja melayang, membuat wanita itu merasa ini semua hanyalah mimpi. Akan tetapi, tak seperti itu, dirinya melalui hal yang nyata.Dua kali dirinya hampir saja mati gara-gara orang yang sama membuat hati Gendis sakit luar biasa. Ia sungguh tak mengenali Damar lagi. Pria itu telah betul-betul berubah menjadi pria yang kejam dan ambisius. Hanya demi harta dan kekuasaan, mantan suaminya ini bisa melakukan segala cara, bahkan menghabisi orang-orang yang pernah menjadi bagian
Sidang pengadilan akhirnya memutuskan Damar sepenuhnya bersalah akibat melanggar Pasal 340 KUHP dihukum 20 tahun penjara dikurangi masa tahanan. Sesuai dengan tuntutan yang ditegaskan dalam pasal tersebut bahwa barang siapa dengan siapa dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun. Bu Retno pasrah menerima putra pertamanya dihukum akibat kesalahan yang diperbuat. Bagaimana pun, ia tak bisa menampik bahwa sang putra memang pantas untuk mendapatkan hukuman seperti ini. Meski begitu, wanita paruh baya itu tak kuasa menutupi kesedihannya. Ia sempat hampir pingsan di ruangan pengadilan ketika putusan vonis dibacakan oleh hakim ketua.Bayu sontak mendekap tubuh ibunya dan menuntunnya keluar agar lebih tenang. Mereka duduk di kursi tunggu yang tersedia di luar ruangan sidang. Sambil menunggu Damar keluar dan bersiap dibawa ke rutan tempat di mana pria itu dihukum.Se
“Kandungannya berkembang dengan baik. Jangan lupa atur pola makan dan jaga kesehatan, juga istirahat dengan cukup,” ujar Dokter Rian sambil mencatat resep vitamin untuk ditebus Gendis.“Baik, Dok. Terima kasih,” jawabnya. Ia mengulas senyum kepada dokter spesialis kandungan langganannya itu. Lalu, mereka berjabat tangan dan Gendis keluar ruangan pemeriksaan.Wanita itu langsung ke apotek Rumah Sakit untuk menebus resep obat dari Dokter tadi. Disela-sela ia menunggu, Gendis mencoba menghubungi Damar, suaminya. Ia membuka aplikasi berwarna hijau. Lalu, menekan tombol telepon di ponselnya. Panggilan dijawab Damar dengan salam. Alis Gendis mengernyit saat mendengar suara suaminya yang terdengar tidak biasa. “Halo, Sayang,” tanya Damar dengan suara tertahan. “Mas sedang apa? Kok suaranya aneh? Mas Damar baik-baik saja, kan?” cecar Gendis. Ia merasa khawatir, takut suaminya sedang tidak sehat.“Enggak, kok. Mas baik-baik saja. Mas hanya kepedesan. Barusan, Mas makan siang dengan ayam gep
Gendis terkejut mendengar ucapan sang mertua.‘Apa ini yang selalu Mama katakan mengenaiku kepada setiap orang di belakangku?’Sudut hatinya perih, bertahun-tahun menjadi menantu, ia sama sekali belum diterima oleh mertuanya. Padahal, Gendis merasa sudah menjadi menantu yang penurut bagi ibu mertuanya itu. Bu Nani tersadar melihat Gendis sudah ada di pintu gerbang. Ia langsung terdiam sambil memberikan kode kepada Bu Retno. Betapa terkejutnya wanita paruh baya itu melihat menantunya yang telah kembali ke rumah. Pikirannya terus berkecamuk dan bertanya-tanya dalam hati. Apa mungkin Gendis mendengar segala yang dia ucapkan barusan?Wajahnya berubah pucat pasi, dengan perasaan yang takut mulai menguasai hatinya. Bukan kesalah pahaman dari Gendis yang Bu Retno khawatirkan. Akan tetapi, pandangan Damar terhadapnya. Wanita itu takut menantunya akan mengadu. Apalagi, segala yang dia ucapkan mengenai Gendis rata-rata sebuah kebohongan belaka. Itu hanya karangannya agar semua orang membenci m
Gendis terkejut dengan apa yang telah ditemukannya. Wanita itu terperangah tak percaya saat melihat isi kotak berbahan beludru tersebut. Sebuah cincin berlian dengan desain yang terlihat berkelas, sangat indah menurut siapa pun yang melihat. Pasti, harganya sangat mahal sekali. Kira-kira benda itu milik siapa? Kenapa sampai ada di jas suaminya? 'Apa mungkin ...?' ‘Ah, mungkin itu hanya perasaanku saja. Mas Damar tidak seperti yang kupikirkan, kok,' bantah Gendis dalam hati. Batinnya berkecamuk, perasaan tidak nyaman hampir menjejali hatinya. Gendis mulai curiga, tetapi ia tepis kembali pikiran itu.“Sudah ketemu, Sayang?” tanya Damar dengan wajah memucat kala melihat istrinya telah menemukan barang yang dia rahasiakan. Jika, bukan untuk Gendis. Lantas untuk siapa benda tersebut?Beberapa detik kemudian, Damar dapat menguasai dirinya kembali, menyembunyikan rasa panik serta gugupnya. Ia berpura-pura santai padahal hatinya sungguh tidak tenang. Jantungnya memompa lebih cepat seolah pr