“Apa?” tanya Mario spontan, pria itu tampak sangat terkejut. “Maksudnya bertemu di tempat khusus bagaimana, Nyonya?”Akhirnya, Elena pun menceritakan kepada Mario mengenai percakapannya dengan Emma. Memang benar, Emma seperti ingin memprovokasi dirinya, oleh karenanya Elena harus bersiap-siap.Untuk itu ia membutuhkan banyak informasi mengenai Emma. Elena tidak mau menjadi wanita bodoh seperti Clara yang mudah percaya begitu saja pada omongan Emma.“Hmm, jadi dia bilang begitu?” tanya Mario.“Benar, dia bilang akan memberikan aku imbalan dan bagian dari harta Rodriguez, asal aku mau bekerja sama. Aku tidak mengerti, apa kerja sama yang dia maksud?”“Lalu, di mana dia meminta Anda datang menemuinya, Nyonya?” tanya Mario ingin memastikan. Elena pun mengeluarkan secarik kertas yang diberikan Emma padanya.Mario tertegun membaca alamat yang tertera di kertas itu. Elena juga menjelaskan kalau menurut Mia cafe itu dulu milik Emma.“Benar, ini adalah salah satu aset milik keluarga Rodriguez,
“Apa mungkin...?” Elena menatap wajah Diego, terngiang kembali semua cerita Mario tentang pria ini. Ia tak menyangka ada beban hidup yang sangat berat di balik pria yang sekilas terlihat tenang itu.Elena teringat kembali perjalanan hidupnya, rasa sakitnya, kehancuran hatinya. Tapi ternyata, semua itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan beban lelaki yang sekarang telah menjadi suaminya.Perlahan Elena mengelus wajah pria itu dengan lembut, “Diego, aku berjanji akan membantumu berjuang untuk keluar dari situasi ini. Kamu jangan khawatir Diego, keluarga Rodriguez akan mempunyai penerus. Aku akan berjuang untuk itu.”Elena berbisik lirih, suaranya nyaris tak terdengar. Sayangnya, dua bulir kristal bening bergulir cepat, melesat jatuh dan mendarat di wajah Diego.Perlahan Diego membuka matanya, Elena masih terbenam dalam lamunannya, tangannya masih menyentuh pipi Diego.“Kamu kenapa menangis, sayang?” tanya Diego lembut, membuyarkan lamunan Elena. Wanita itu terkesiap.“Oh, kamu suda
"Apa maksudmu, Elena?" tanya Diego bingung, ia belum menyadari maksud ucapan istrinya.Elena tersenyum lembut, lalu menurunkan tubuhnya sehingga posisinya sejajar dengan Diego, ia mendekatkan tubuhnya sehingga berada di dekat lelaki itu. Diraihnya kedua tangan Diego lalu didekatkan ke dadanya.“Mi querido marido, berjanjilah padaku, kalau kamu akan berjuang melawan penyakitmu,” ujar Elena lembut, ia menatap Diego dengan segenap harapan, kesungguhan dan permohonan.“Elena ...” gumam Diego dengan suara rendah.“Aku sudah tahu penyakitmu, Diego, juga tentang vonis dokter. Tapi percayalah, kalau kamu akan bisa melalui semuanya. Kamu akan bisa melewati bulan ini dan juga bulan-bulan berikutnya.”Elena terdiam sesaat, tatapannya yang penuh dengan keyakinan mengobarkan api semangat.“Ingatlah ikan tadi, Diego. Dia seorang diri melawan jerat yang bisa membawanya pada kematian, tapi dengan harapan dan tekad yang kuat untuk hidup, dia bisa melewati semua kesulitan.Sedangkan kamu, suamiku. Aku t
“Apa?” Diego tersentak, ia menatap Elena lekat-lekat. “Apa maksudmu, Elena? Apa yang sebenarnya terjadi?”Elena mengusap-usap lengan suaminya.“Tenang, mi marido.” Elena tersenyum, ia memang harus menceritakannya pada Diego, ia tidak mau menyembunyikan apapun dari suaminya.“Sesungguhnya, aku sudah tahu semua tentang masalah di keluarga Rodriguez ini, aku juga tahu dan mengerti mengapa kamu begitu membenci Emma.”“Apa Mario sudah menceritakan semuanya?” tanya Diego, Elena mengangguk.“Aku yang memaksa Mario untuk menceritakan semuanya. Bukankah memang sudah seharusnya aku tahu? Supaya aku bisa mempersiapkan diri bagaimana bersikap dan bagaimana menghadapi Emma.”Diego menghela napas, “Perempuan itu sangat licik Elena, suka memanipulasi dan bermuka dua.”“Aku tahu, Diego. Dan aku tahu bagaimana caranya menghadapi orang seperti itu?”“Apa kamu yakin Elena?” tanya Diego memastikan, Elena mengangguk, “lalu mengapa ketika kamu teraniaya di kediaman Mendez kamu diam saja dan hanya pasrah men
Elena tertegun, seorang wanita masuk dengan dandanan full serta pakaian mewah dan aksesories serba glamour. Elena tersenyum ke arah wanita yang terkesan agung dan mendominasi itu.“Oh, kamu sudah datang, Emma.” Elena berkata dengan santai, Emma tidak menjawab, ia menatap Elena dari ujung rambut hingga ujung kaki.“Ada apa, Emma? Apa ada yang salah dengan outfitku ini?” tanya Elena masih dengan senyumnya yang menawan.Emma terkesima melihat ketenangan sikap Elena, berbeda saat pertama kali wanita itu melihatnya yang terlihat takut dan segan, kemarin pun Elena masih terlihat gugup padanya. Tapi hari ini, Elena sangat tenang seolah tidak mempedulikan Emma, bahkan cendrung menantang.“Baru aja sehari menjadi istri Diego, gayamu sudah seperti nyonya besar Rodriguez.” Emma mendengus kesal.“Hahaha, memangnya gaya nyonya besar Rodriguez itu seperti apa? Aku hanya mengenakan outfit yang memang disiapkan untukku, dari mulai pakaian, tas, sepatu dan semua aksesories ini. Apakah aku salah?”Waj
“Ya, atas namamu, Elena.” Emma tersenyum, kamu adalah istri sah Diego walaupun hanya sebentar, jadi sangat wajar kalau kamu meminta itu.Elena terdiam, ia menatap Emma yang terlihat sangat yakin kalau Diego akan segera meninggal. Tapi mengapa dia menyuruh Elena meminta Diego memberikan salah satu aset keluarga Rodriguez ini atas nama Elena? Bukankah kalau Diego mati nanti Emma yang akan menguasai semua harta Rodriguez? Setidaknya itu adalah klaim Emma.“Lalu, apa kaitannya dengan kesepakatan kita yang kamu maksudkan?” tanya Elena penasaran dengan rencana Emma.Emma menghela napas, dia meraih gelas dan menyesap isinya. Wanita itu tersenyum kepada Elena.“Ya, setelah kamu mendapatkan kepemilikan resmi tempat ini, selanjutnya adalah tinggal urusan kita berdua.”“Maksudnya bagaimana, Emma? Aku belum mengerti yang kamu maksud urusan kita,” sela Elena.“Kita buat kesepakatan, setelah kamu dapatkan kepemilikan tempat ini, kamu serahkan padaku, maka nanti saat Diego meninggal aku akan berika
“Diego!” Elena tercekat, Diego berbaring tak berdaya di atas tempat tidur, di wajahnya dipasang alat bantu pernapasan. Elena segera menghambur ke dekat tempat tidur.“Mario, apa yang terjadi?” desak Elena menatap Mario.“Nyonya…” sapa Mario memberi hormat, begitu pun sang dokter. “Tuan mengalami serangan lagi, tadi tubuh tuan tiba-tiba kejang, beliau mengalami gagal pernapasan, sempat tidak bernapas beberapa saat dan kehilangan kesadaran.”Mario berkata lirih. Elena segera mendekati Diego, mata pria itu terpejam, napasnya terlihat lemah dengan bantuan alat pernapasan di tubuhnya.“Apa Diego masih belum sadar, Mario?” tanya Elena pelan, Mario mengangguk. “Benar nyonya, serangan kali ini cukup kuat, meskipun tuan sudah bisa bernapas lagi dengan bantuan alat pernapasan, tapi beliau masih belum sadar.”Elena merosot di samping tempat tidur, di genggamnya tangan Diego dengan lembut, air mata segera menyergapnya.“Diego, aku tahu ini pasti berat untukmu, tapi kamu harus melawannya, kamu pas
Raul tertegun mendengar suara yang tiba-tiba saja masuk ke kamarnya. Pria itu menghela napas, lalu menghempaskan tubuhnya ke atas kursi.“Bukan siapa-siapa, Ma.” Raul menjawab acuh.Nyonya Victoria menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan putra semata wayangnya itu. “Kamu kenapa, Raul? Belakangan ini mama perhatikan kamu sangat kacau, uring-uringan gak jelas.”“Ck, gak apa-apa kok, Ma. Itu cuma perasaan Mama aja,” jawab Raul santai, ia kembali mengambil rokok di atas meja dan menyalakannya.“Cukup, Raul! Kamu biasanya nggak seperti ini. Kamu tidak bisa membohongi mama, Nak. Lihat dirimu, sudah berapa bungkus rokok yang kamu habiskan? Mama tahu, sebelum ini kamu tidak merokok. Coba cerita sama mama, sayang. Ada apa?”Alih-alih menjawab pertanyaan nyonya Victoria, Raul malah tertawa sambil menghisap rokoknya, tak ayal lelaki itu tersedak hingga terbatuk-batuk. Nyonya Victoria menjadi sangat cemas.“Mama ini terlalu lebay,” sahut Raul sambil terkekeh, “lelaki merokok hal yang bia
“Apa? Ke kantor polisi? Tapi ada pak?”“Nanti akan kami jelaskan di kantor, kami menunggu kedatangan Anda segera, nyonya.”Raul terbangun mendengar suara percakapan Elena dengan polisi.“Ada apa, sayang?” tanya Raul pelan dengan suara yang serak.“Polisi meminta untuk datang, tapi tidak menjelaskan masalah apa,” jawab Elena dengan suara rendah.Raul mengangguk seraya mengelus tangan Elena lembut, “kita akan segera ke sana.”“Baiklah, pak. Kami akan segera ke sana,” ucap Elena kembali berbicara di telepon.“Siap nyonya, terima kasih atas kerjasamanya.”Setelah panggilan berakhir Elena menghela napas, ada kekhawatiran di wajahnya.“Kira-kira ada masalah apa ya, Raul?”“Entahlah, sayang. Nanti kita akan tahu setelah di kantor polisi. Kamu tenang saja, aku akan menemanimu. Sekarang kamu bersiap-siap dulu, aku akan menghubungi Mario dan tim pengacara agar mereka datang terlebih dahulu ke kantor polisi.”Raul berkata lembut sambil membelai rambut Elena, wanita itu mengangguk. Raul menghadia
“Tuan muda…” Raul dan Elena menghentikan langkah mereka, keduanya saling menatap lalu membalikan tubuh mereka.Seorang lelaki paruh baya berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Raul dan Elena. Wajah lelaki itu ditumbuhi janggut dan jambang lebat, ia mengenakan mantel hitam dan penutup kepala rajut serta syal abu-abu membelit lehernya. Tatapan lelaki itu lurus pada Raul dengan tatapan penuh tanya.“Ah, paman. Senang bertemu denganmu kembali,” sambut Raul sambil tersenyum, ia menyalami pria itu dengan ramah.“Saya juga senang bisa melihat tuan muda lagi, dan…” Pria itu terdiam sejenak, ia melihat pada Elena, seulas senyum menghiasi wajahnya, “sepertinya, tuan telah menemukan apa yang Anda cari.”“Haha, itu benar paman,” sahut Raul bahagia dan bangga, “Oya, ini Elena, cintaku yang selama ini aku cari.” Raul mengenalkan Elena pada lelaki itu, “Sayang, ini paman penjaga makam, beliau tinggal di sekitar sini. Dulu disaat masa-masa suram dan kehancuran hatiku, paman ini yang menemaniku dan mem
“Mia, ada apa?” tanya Elena bingung melihat perubahan ekspresi Mia yang seperti ketakutan. Begitu pun Raul dan Mario serta Chavela dan Miguel, mereka semua yang ada di tempat itu kebingungan.“Mia, apa yang membuatmu terlihat cemas dan ketakutan begini? Kamu sekarang sudah aman bersama kami,” ujar Raul yang ditimpali dengan anggukan yang lain.“Tuan, nyonya… Bagaimana dengan Emma? Sa-saya khawatir dia akan kembali melakukan hal-hal yang buruk.” Mia mengungkapkan kekhawatirannya dengan suara terbata-bata. Masih segar dalam ingatannya bagaimana Emma melakukan berbagai manipulasi. Sewaktu Diego masih hidup saja Emma sangat berani, apalagi sekarang. Dan semua itu sudah terbukti, bahkan ia sendiri sudah menjadi korban kekejaman Emma.“Kamu tenang saja, Mia. Dalam insiden terakhir, orang-orang kita berhasil melumpuhkan orang-orangnya Emma. Tidak lama kemudian polisi pun datang membekuk mereka.”Kali ini Mario angkat bicara, karena dia ada dikejadian terakhir dalam baku hantam dengan orang-o
Keesokan harinya Elena membuka mata dan mendapati dirinya masih dalam pelukan hangat Raul. Lelaki itu memeluknya erat seolah takut kehilangan lagi. Elena tersenyum, ditatapnya pria tampan di sampingnya yang tertidur nyenyak itu. Perlahan Elena mengangkat tangan Raul, namun tangan kekar itu tidak bergerak, malah memeluknya semakin erat.Elena hanya menghela napas panjang. “Raul…” Lelaki itu hanya menggeliat sebentar, namun tidak melepaskan tangannya dari pinggang Elena.“Raul… Sudah pagi, aku lapar…” gumam Elena pelan.“Selamat pagi, sayang,” sahut Raul sambil tersenyum, ia membuka matanya, lalu mencium kening Elena lembut. “Ya sudah kamu mandi dulu, aku akan siapkan sarapan kita.”“Apa? Kamu mau menyiapkan sarapan?” tanya Elena heran.“Loh memangnya kenapa?”“Sudahlah Raul, tunjukan saja dapurnya di mana biar aku siapkan sarapannya.”“Tidak-tidak, sayang. Kamu adalah ratuku, maka kewajibanku untuk melayanimu. Kamu bersih-bersih diri dulu, di lemari itu ada pakaianmu, aku pikir masih f
“Elena? Ada apa?” tanya Raul cemas.“Raul, Mia… tolong selamatkan Mia, Emma sudah menyiksanya, dia bahkan nyaris membunuh Mia jika aku tidak mau menandatangani berkas-berkas itu.”Elena menjadi sangat syock, tubuhnya bergetar ketakutan, air matanya tidak terbendung lagi, seketika dia teringat kembali bagaimana kejamnya orang-orang itu menyiksa Mia.Raul segera merengkuh Elena ke pelukannya, ia berusaha menenangkan wanita itu.“Tenang Elena, semua baik-baik saja. Mia sudah berada di tempat yang aman,” ucap Raul sambil mengelus punggung Elena.“Maksudmu? Mia?”“Ketika kami tiba di tempat itu, kami menemukan Mia tergeletak tak sadarkan diri dengan tubuh penuh luka, tidak jauh dari tempat kamu disekap. Aku memerintahkan Miguel dan beberapa orang untuk membawa Mia ke rumah sakit.”“Migu? Berarti Vela…?”“Ya Elena, sebenarnya Vela juga ikut dalam misi penyelamatan dirimu, tapi aku meminta Vela untuk menunggu di mobil.”“Oh, aku harus menemui adikku, dia pasti cemas…” Elena hendak bangun, na
Perlahan Elena membuka matanya, lalu berkedip-kedip sambil memperhatikan sekeliling. Ia menyadari dirinya terbaring di atas sebuah tempat tidur di dalam sebuah kamar yang nyaman. Elena mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padanya, terakhir yang ingat ketika ia akan menandatangani berkas yang disodorkan Emma, tiba-tiba datang serangan dari sekelompok orang bertopeng, mereka menyerang Emma dan orang-orangnya, lalu salah satu dari mereka menangkap tubuh Elena yang dilemparkan oleh orangnya Emma, kemudian membawanya pergi, setelah itu Elena tidak ingat apa-apa lagi.“Siapa sebenarnya mereka? Dan, di mana aku sekarang?” gumam Elena, ia mencoba bangun namun tubuhnya terasa lemas. Elena ingat, sejak pagi perutnya belum terisi apa pun. Tanpa sengaja Elea menoleh ke samping tempatnya terbaring, sebuah meja penuh dengan makanan dan minuman. Elena menelan ludah, seketika rasa lapar menyergapnya. Ingin rasanya ia menyantap makanan-makanan itu agar tubuhnya mempunyai energi. Tapi tidak, Elena
“Tidak…! Hentikan!!” Elena berteriak histeris, ia tak tahan melihat Mia disiksa seperti itu. Tubuh Elena bergetar ketakutan. “Hentikan Emma, lepaskan Mia, dia tidak ada hubungannya dengan masalah ini. Urusanmu adalah denganku.”“Hmm, bagus. Sekarang cepat tanda tangani berkas-berkas itu, atau kau akan melihat perempuan tua itu mati.”“Baiklah Emma, aku akan turuti keinginanmu, tapi lepaskan Mia, biarkan dia pergi.” Elena mencoba mengajukan persyaratan.“Apa?” Emma bertanya sambil mendekati Elena, “kamu mau mencoba mengelabuiku hah? Setelah dilepas perempuan tua itu akan mencari bantuan, itu kan rencanamu, kamu pikir aku bodoh!”“Tidak, Emma. Aku sungguh-sungguh akan memenuhi keinginanmu, aku akan menandatangani berkas-berkas ini. Aku hanya tidak ingin ada korban dalam masalah ini.” Elena berkata dengan kesungguhan pada kata-katanya, perlahan ia melihat pada Mia yang sudah tidak berdaya.“Lihatlah, Mia sudah terluka dan tidak berdaya begitu, dia tidak akan bisa berbuat apa-apa, mau car
“Apa maksudmu, Emma? Dan apa yang kamu inginkan?” Elena bertanya dengan tenang, meskipun dia sudah bisa meraba apa yang diinginkan Emma.Demi melihat ketenangan sikap Elena, Emma menjadi gusar, ia mendekati Elena lalu dengan geram menarik rambut wanita itu hingga Elena merasa kesakitan, ia memejamkan mata dan mengigit bibirnya menahan rasa sakit. Namun ia tidak berteriak, sebisa mungkin ia menahannya dan berusaha untuk tenang.“Jangan pura-pura lugu, aku tahu meskipun kamu perempuan kampung tapi kalau soal harta kamu tidak bodoh. Itu sebabnya kamu mau menikahi lelaki lumpuh yang sudah mau mati, sehingga bisa menguasai seluruh harta Rodriguez.” Emma berkata berang.“Bukan begitu, Emma. Sedikitpun aku tidak ada keinginan menguasai harta Rodriguez.” Elena berkata pelan, ia terdiam sesaat lalu menatap Emma dengan kesungguhan di matanya. “Begini saja Emma, aku akan memberikan bagianku padamu. Aku hanya akan mendampingi putraku hingga dewasa, setelah itu aku akan mengelola milik keluargaku
Malam terus merangkak hingga kegelapan menyelimuti sekeliling, hanya lampu-lampu jalan dan juga lampu-lampu dari celah jendela setiap bangunan yang menjadi pemandangan malam itu. Raul dan rombongannya mengambil jalan pintas sehingga tidak melalui jalan utama kota. Untungnya, Raul dulu aktif melakukan kegiatan outdoor, sehingga dia hapal setiap sudut wilayah kota itu.Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, mereka pun tiba di daerah yang di tuju. Raul menghentikan mobilnya diikuti mobil-mobil lain di belakangnya. Raul segera turun, begitu pun Mario dan Miguel. Mereka mengamati sekeliling tempat itu.Miguel kembali melihat map di ponselnya, dan memang titiknya sangat tepat. “Di arah sana lokasinya, tuan.” Migu menunjuk arah sesuai petunjuk peta. Raul dan Mario mengamati arah yang ditunjuk Miguel.“Yah benar, di sana ada bangunan yang terpisah dengan bangunan lainnya, tempatnya terpencil, kalau tidak salah dulu dipakai sebagai istal untuk menyimpan kuda, tapi sepertinya sud