Note: *Está bien: Tidak apa-apa/It's Oke
“Maksudnya, merahasiakan bagaimana, Diego?” tanya Elena bingung.“Jangan beritahu atau bicarakan dengan siapapun mengenai hal ini, Elena. Cukup hanya kamu dan Mario.” Diego menjawab dengan suara yang sungguh-sungguh. Bahkan senyumnya pun mulai menghilang, dan yang nampak keseriusan di wajah itu.Elena tertegun, meskipun ia masih belum banyak mengerti namun sedikitnya ia bisa meraba ada sesuatu yang terjadi di kediaman ini. Dan jika dikaitkan dengan sikap Diego pada Emma tadi, sepertinya suaminya tidak menyukai wanita itu. Namun Elena belum tahu dengan pasti, ia hanya akan mencoba mengikuti apa yang diminta suaminya itu.“Baiklah, Diego. Aku tidak akan bicara pada siapapun, lagi pula aku tidak ada teman bicara di tempat ini selain Mia. Tapi aku juga tidak akan membicarakan hal ini pada Mia.”Diego kembali tersenyum mendengar ucapan Elena, “Terima kasih sayang, kamu memang tidak perlu banyak berbicara, tapi tunjukan saja sikapmu.”“Maksudnya?” tanya Elena kembali bingung.“Maksud tuan,
Diego menghela napas, namun ia tidak berkata apa-apa.“Apa yang mau kau tanyakan, Elena?” tanya Diego pada akhirnya, namun suaranya datar.“Apa benar Emma itu saudara sepupumu?” tanya Elena lagi.Diego kembali terdiam, namun kali ini dia benar-benar tidak bersuara.“Maaf Nyonya, Anda bisa menemukan jawabannya setelah membaca buku itu, semua ada tertera di situ.”Kali ini Mario yang bersuara, ia sangat paham mengapa majikannya tidak mau bicara.“Hmm, baiklah. Maaf jika pertanyaanku kurang berkenan, Diego.”Emma menyadari jika pertanyaan itu sepertinya berat untuk dijawab Diego. Meskipun ia masih sangat penasaran, namun sesuai saran Mario, ia akan mencari tahu sendiri.“Tidak apa-apa, sayang.” Diego menjawab sambil tersenyum. “Nah, sudah malam, sekarang sebaiknya kita beristirahat,” Diego menoleh pada Mario, “kamu boleh beristirahat, Mario. Biar nanti istriku yang akan membantuku ke tempat tidur.”“Baik Tuan, Nyonya. Saya Permisi,” jawab Mario sambil berdiri dan memberi hormat.Setelah
Elena terdiam, ia coba mengingat bagaimana sikap Diego pada Emma yang acuh tak acuh dan terkesan tidak suka, tapi sebaliknya Emma sepertinya sangat peduli pada Diego. Tidak seharusnya Diego bersikap seperti itu hanya karena ….Tiba-tiba Elena mendengar suara Diego terbatuk dan memanggilnya, Elena terperanjat, ia segera menutup buku itu dan bergegas kembali ke tempat tidur. Elena segera mengusap-usap dada suaminya dan membantunya minum."Kamu dari mana, sayang?” tanya Diego setelah tenang kembali.“Aku dari ruang kerja, membaca buku yang harus aku pelajari,” jawab Elena sambil kembali berbaring di samping suaminya. Diego hanya mengangguk. “Kamu memang harus belajar keras, Elena. Tapi tetap harus memperhatikan kesehatanmu.” Diego berkata serius, tatapannya sudah tenang kembali, tadi Elena sempat melihat kepanikan di kedua mata hitam itu.“Iya, Diego. Aku mengerti,” jawab Elena lembut. “Kamu sendiri kenapa? Kamu seperti orang panik, apa kamu mimpi buruk, Diego?” Elena bertanya dengan
“Apa mungkin Elena pergi ke sana!” Raul bergumam, ia ingat saat pertama kali melihat Elena. Saat itu ia mengantar sang nenek berbelanja ke sebuah butik, yang menjual berbagai pakaian dan aksesories.Raul melihat sang nenek bercakap-cakap dengan seorang pelayan toko yang berpenampilan sederhana, terlihat sangat polos dan lugu, namun gadis itu memiliki paras yang cantik dan senyum yang menawan, Raul tidak menampik itu. Namun di mata Raul saat itu biasa saja, tidak ada yang menarik dibandingkan teman-teman wanitanya yang bukan hanya cantik, tapi juga seksi dan berkelas.Raul hanya bersiul santai mendengarkan ocehan neneknya yang terus menerus memuji Elena. Dan yang menyebalkan sang nenek selalu datang ke toko itu, hampir setiap hari, hanya untuk ngobrol dan minta dilayani oleh gadis pelayan itu, dan ia hanya meminta diantar oleh Raul."Aduh, Nek… baru kemaren ke sana, masa tiap hari sih. Ya sudah minta diantar sopir aja ya, atau ditemani Mama, gimana?” ujar Raul membujuk sang nenek“Ngga
“Raul...” Terdengar suara seorang wanita memanggil Raul. Perlahan Raul menoleh, ia menatap wanita yang berdiri sambil tersenyum padanya. Raul tertegun, perlahan bibirya bergetar.“Elena ...” panggil Raul lirih.“Apa?!” teriak wanita itu. “Kamu kenapa, Raul? Elen, Elena dan Elena terus. Apa kamu masih mabuk?!”Raul terkesiap, ia memalingkan wajah dan mengusapnya dengan kasar. Lelaki itu menghela napas. ‘Astaga! ada apa dengan diriku? Kenapa aku selalu kepikiran Elena?’ Raul bergumam dalam hatinya, ia segera berdiri dari sisi tempat tidur.“Lo siento, Beatriz. Aku memang sedikit melamun,” jawab Raul datar. “Kamu sendiri, sedang apa di kamarku?”Beatriz yang semula ketus saat mendengar Raul memanggilnya Elena, kini kembali bersikap manis, ia tersenyum dan perlahan mendekati Raul.“Nggak apa-apa, Raul. Aku hanya sedikit terkejut, karena kamu selalu memanggilku dengan nama yang salah. Aku Beatriz Raul... Beatriz ....”Beatriz menyentuh pundak Raul dan berbisik di telinga lelaki itu sambil
“Bukan, bukan merek pakaian. Tapi saya mencari Elena Torres. Apa dia kembali bekerja di sini?”“Elena Torres?” gumam pelayan itu, “oh, jadi yang Anda maksud seseorang?”“Ya,” sahut Raul sambil mengangguk, “dulu, dia bekerja di sini.”“Dulu? Kapan itu, Tuan?” tanya pelayan itu mengerutkan kening, ia nampak bingung dengan pengunjung yang terlihat aneh itu.“Dulu ... Maksud saya sekitar 3 atau 4 tahun lalu,” jawab Raul.“Oh, itu sudah lama sekali, Tuan. Saya sendiri baru bekerja setahun di sini. Tapi seingat saya tidak ada karyawan yang bernama Elena. Apa mungkin orang yang tuan maksud itu sudah berhenti atau pindah?”Raul menjadi kesal, sepertinya tidak ada gunanya bicara dengan pelayan dungu ini. Lelaki itu mengedarkan pandangannya ke seluruh butik itu, entah mengapa bayangan Elena seperti sedang bermain-main di ingatannya.“Begini saja, saya ingin bertemu dengan manajer kalian, bilang pada manajer kalian kalau Raul Mendez ingin bertemu” ujar Raul datar.“Oh baik, Tuan. Kebetulan Bu man
“Baru sehari jadi nyonya Rodriguez sudah menghambur-hamburkan uang!” terdengar celetukan seseorang diantara kerumunan para pelayan.“Eh, kamu kenapa sinis begitu?” tanya pelayan lainnya.“Bukan sinis, tapi tuan besar kita sedang sakit, apakah pantas kita menerima hadiah dan bersenang-senang?”“Ya sudah, kalau menurut kamu tidak pantas, sini amplopnya buat aku.” Sambil berkata, Bellen merebut amplop yang dipegang Dona. Tentu saja Dona menjadi berang.“Heh pelayan kecil kurang ajar, kembalikan! Itu milikku!” Dona mengejar Bellen yang berlari-lari sambil meledeknya. “Awas kamu ya! Kamu itu pelayan baru, tapi sudah berani membuat gara-gara denganku.”“Loh, kenapa kamu marah? Bukannya tadi kamu bilang tidak pantas menerima hadiah? Jadi ya sini buat aku saja, karena kalau menurut aku sangat pantas dan wajar nyonya memberikan hadiah, sebagai rasa syukur karena pesta pernikahan kemarin berjalan sukses, dan itu tidak lepas dari kerja keras kita semua.”“Sok tahu, kamu anak baru kemaren, tahu
Elena tertegun, apa sebenarnya tujuan wanita ini? Ia mencoba mengingat, Diego sepertinya tidak menyukai sepupunya ini, meskipun kelihatannya kalau Emma sangat peduli pada Diego.Bagaimanapun Elena harus hati-hati, karena ia belum tahu orang seperti apa Emma ini. Dan sebagai istri Diego, sudah pasti Elena harus berdiri di sisi suaminya, namun begitu ia akan berusaha untuk tetap bersikap netral pada Emma.“Ehm, belum terlalu lama sih,” jawab Elena sambil tersenyum, “Memangnya kenapa ya, Emma?”“Tidak apa-apa, hanya aneh saja, belum lama kenal kok mau saja menikah, memangnya kenal berapa lama? 3 bulan, 2 bulan, sebulan, seminggu, atau sehari?”Elena terdiam, namun ia mencoba menentang tatapan Emma yang sedang menyelidikinya, Elena kembali tersenyum, sedikit banyak ia bisa meraba tujuan Emma.“Masalah hitungan waktu, bulan, minggu atau hari, aku rasa itu nggak penting. Yang terpenting kami bisa saling nyaman satu sama lain sehingga bisa saling support.”Elena menjawab diplomatis yang memb
“Apa? Ke kantor polisi? Tapi ada pak?”“Nanti akan kami jelaskan di kantor, kami menunggu kedatangan Anda segera, nyonya.”Raul terbangun mendengar suara percakapan Elena dengan polisi.“Ada apa, sayang?” tanya Raul pelan dengan suara yang serak.“Polisi meminta untuk datang, tapi tidak menjelaskan masalah apa,” jawab Elena dengan suara rendah.Raul mengangguk seraya mengelus tangan Elena lembut, “kita akan segera ke sana.”“Baiklah, pak. Kami akan segera ke sana,” ucap Elena kembali berbicara di telepon.“Siap nyonya, terima kasih atas kerjasamanya.”Setelah panggilan berakhir Elena menghela napas, ada kekhawatiran di wajahnya.“Kira-kira ada masalah apa ya, Raul?”“Entahlah, sayang. Nanti kita akan tahu setelah di kantor polisi. Kamu tenang saja, aku akan menemanimu. Sekarang kamu bersiap-siap dulu, aku akan menghubungi Mario dan tim pengacara agar mereka datang terlebih dahulu ke kantor polisi.”Raul berkata lembut sambil membelai rambut Elena, wanita itu mengangguk. Raul menghadia
“Tuan muda…” Raul dan Elena menghentikan langkah mereka, keduanya saling menatap lalu membalikan tubuh mereka.Seorang lelaki paruh baya berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Raul dan Elena. Wajah lelaki itu ditumbuhi janggut dan jambang lebat, ia mengenakan mantel hitam dan penutup kepala rajut serta syal abu-abu membelit lehernya. Tatapan lelaki itu lurus pada Raul dengan tatapan penuh tanya.“Ah, paman. Senang bertemu denganmu kembali,” sambut Raul sambil tersenyum, ia menyalami pria itu dengan ramah.“Saya juga senang bisa melihat tuan muda lagi, dan…” Pria itu terdiam sejenak, ia melihat pada Elena, seulas senyum menghiasi wajahnya, “sepertinya, tuan telah menemukan apa yang Anda cari.”“Haha, itu benar paman,” sahut Raul bahagia dan bangga, “Oya, ini Elena, cintaku yang selama ini aku cari.” Raul mengenalkan Elena pada lelaki itu, “Sayang, ini paman penjaga makam, beliau tinggal di sekitar sini. Dulu disaat masa-masa suram dan kehancuran hatiku, paman ini yang menemaniku dan mem
“Mia, ada apa?” tanya Elena bingung melihat perubahan ekspresi Mia yang seperti ketakutan. Begitu pun Raul dan Mario serta Chavela dan Miguel, mereka semua yang ada di tempat itu kebingungan.“Mia, apa yang membuatmu terlihat cemas dan ketakutan begini? Kamu sekarang sudah aman bersama kami,” ujar Raul yang ditimpali dengan anggukan yang lain.“Tuan, nyonya… Bagaimana dengan Emma? Sa-saya khawatir dia akan kembali melakukan hal-hal yang buruk.” Mia mengungkapkan kekhawatirannya dengan suara terbata-bata. Masih segar dalam ingatannya bagaimana Emma melakukan berbagai manipulasi. Sewaktu Diego masih hidup saja Emma sangat berani, apalagi sekarang. Dan semua itu sudah terbukti, bahkan ia sendiri sudah menjadi korban kekejaman Emma.“Kamu tenang saja, Mia. Dalam insiden terakhir, orang-orang kita berhasil melumpuhkan orang-orangnya Emma. Tidak lama kemudian polisi pun datang membekuk mereka.”Kali ini Mario angkat bicara, karena dia ada dikejadian terakhir dalam baku hantam dengan orang-o
Keesokan harinya Elena membuka mata dan mendapati dirinya masih dalam pelukan hangat Raul. Lelaki itu memeluknya erat seolah takut kehilangan lagi. Elena tersenyum, ditatapnya pria tampan di sampingnya yang tertidur nyenyak itu. Perlahan Elena mengangkat tangan Raul, namun tangan kekar itu tidak bergerak, malah memeluknya semakin erat.Elena hanya menghela napas panjang. “Raul…” Lelaki itu hanya menggeliat sebentar, namun tidak melepaskan tangannya dari pinggang Elena.“Raul… Sudah pagi, aku lapar…” gumam Elena pelan.“Selamat pagi, sayang,” sahut Raul sambil tersenyum, ia membuka matanya, lalu mencium kening Elena lembut. “Ya sudah kamu mandi dulu, aku akan siapkan sarapan kita.”“Apa? Kamu mau menyiapkan sarapan?” tanya Elena heran.“Loh memangnya kenapa?”“Sudahlah Raul, tunjukan saja dapurnya di mana biar aku siapkan sarapannya.”“Tidak-tidak, sayang. Kamu adalah ratuku, maka kewajibanku untuk melayanimu. Kamu bersih-bersih diri dulu, di lemari itu ada pakaianmu, aku pikir masih f
“Elena? Ada apa?” tanya Raul cemas.“Raul, Mia… tolong selamatkan Mia, Emma sudah menyiksanya, dia bahkan nyaris membunuh Mia jika aku tidak mau menandatangani berkas-berkas itu.”Elena menjadi sangat syock, tubuhnya bergetar ketakutan, air matanya tidak terbendung lagi, seketika dia teringat kembali bagaimana kejamnya orang-orang itu menyiksa Mia.Raul segera merengkuh Elena ke pelukannya, ia berusaha menenangkan wanita itu.“Tenang Elena, semua baik-baik saja. Mia sudah berada di tempat yang aman,” ucap Raul sambil mengelus punggung Elena.“Maksudmu? Mia?”“Ketika kami tiba di tempat itu, kami menemukan Mia tergeletak tak sadarkan diri dengan tubuh penuh luka, tidak jauh dari tempat kamu disekap. Aku memerintahkan Miguel dan beberapa orang untuk membawa Mia ke rumah sakit.”“Migu? Berarti Vela…?”“Ya Elena, sebenarnya Vela juga ikut dalam misi penyelamatan dirimu, tapi aku meminta Vela untuk menunggu di mobil.”“Oh, aku harus menemui adikku, dia pasti cemas…” Elena hendak bangun, na
Perlahan Elena membuka matanya, lalu berkedip-kedip sambil memperhatikan sekeliling. Ia menyadari dirinya terbaring di atas sebuah tempat tidur di dalam sebuah kamar yang nyaman. Elena mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padanya, terakhir yang ingat ketika ia akan menandatangani berkas yang disodorkan Emma, tiba-tiba datang serangan dari sekelompok orang bertopeng, mereka menyerang Emma dan orang-orangnya, lalu salah satu dari mereka menangkap tubuh Elena yang dilemparkan oleh orangnya Emma, kemudian membawanya pergi, setelah itu Elena tidak ingat apa-apa lagi.“Siapa sebenarnya mereka? Dan, di mana aku sekarang?” gumam Elena, ia mencoba bangun namun tubuhnya terasa lemas. Elena ingat, sejak pagi perutnya belum terisi apa pun. Tanpa sengaja Elea menoleh ke samping tempatnya terbaring, sebuah meja penuh dengan makanan dan minuman. Elena menelan ludah, seketika rasa lapar menyergapnya. Ingin rasanya ia menyantap makanan-makanan itu agar tubuhnya mempunyai energi. Tapi tidak, Elena
“Tidak…! Hentikan!!” Elena berteriak histeris, ia tak tahan melihat Mia disiksa seperti itu. Tubuh Elena bergetar ketakutan. “Hentikan Emma, lepaskan Mia, dia tidak ada hubungannya dengan masalah ini. Urusanmu adalah denganku.”“Hmm, bagus. Sekarang cepat tanda tangani berkas-berkas itu, atau kau akan melihat perempuan tua itu mati.”“Baiklah Emma, aku akan turuti keinginanmu, tapi lepaskan Mia, biarkan dia pergi.” Elena mencoba mengajukan persyaratan.“Apa?” Emma bertanya sambil mendekati Elena, “kamu mau mencoba mengelabuiku hah? Setelah dilepas perempuan tua itu akan mencari bantuan, itu kan rencanamu, kamu pikir aku bodoh!”“Tidak, Emma. Aku sungguh-sungguh akan memenuhi keinginanmu, aku akan menandatangani berkas-berkas ini. Aku hanya tidak ingin ada korban dalam masalah ini.” Elena berkata dengan kesungguhan pada kata-katanya, perlahan ia melihat pada Mia yang sudah tidak berdaya.“Lihatlah, Mia sudah terluka dan tidak berdaya begitu, dia tidak akan bisa berbuat apa-apa, mau car
“Apa maksudmu, Emma? Dan apa yang kamu inginkan?” Elena bertanya dengan tenang, meskipun dia sudah bisa meraba apa yang diinginkan Emma.Demi melihat ketenangan sikap Elena, Emma menjadi gusar, ia mendekati Elena lalu dengan geram menarik rambut wanita itu hingga Elena merasa kesakitan, ia memejamkan mata dan mengigit bibirnya menahan rasa sakit. Namun ia tidak berteriak, sebisa mungkin ia menahannya dan berusaha untuk tenang.“Jangan pura-pura lugu, aku tahu meskipun kamu perempuan kampung tapi kalau soal harta kamu tidak bodoh. Itu sebabnya kamu mau menikahi lelaki lumpuh yang sudah mau mati, sehingga bisa menguasai seluruh harta Rodriguez.” Emma berkata berang.“Bukan begitu, Emma. Sedikitpun aku tidak ada keinginan menguasai harta Rodriguez.” Elena berkata pelan, ia terdiam sesaat lalu menatap Emma dengan kesungguhan di matanya. “Begini saja Emma, aku akan memberikan bagianku padamu. Aku hanya akan mendampingi putraku hingga dewasa, setelah itu aku akan mengelola milik keluargaku
Malam terus merangkak hingga kegelapan menyelimuti sekeliling, hanya lampu-lampu jalan dan juga lampu-lampu dari celah jendela setiap bangunan yang menjadi pemandangan malam itu. Raul dan rombongannya mengambil jalan pintas sehingga tidak melalui jalan utama kota. Untungnya, Raul dulu aktif melakukan kegiatan outdoor, sehingga dia hapal setiap sudut wilayah kota itu.Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, mereka pun tiba di daerah yang di tuju. Raul menghentikan mobilnya diikuti mobil-mobil lain di belakangnya. Raul segera turun, begitu pun Mario dan Miguel. Mereka mengamati sekeliling tempat itu.Miguel kembali melihat map di ponselnya, dan memang titiknya sangat tepat. “Di arah sana lokasinya, tuan.” Migu menunjuk arah sesuai petunjuk peta. Raul dan Mario mengamati arah yang ditunjuk Miguel.“Yah benar, di sana ada bangunan yang terpisah dengan bangunan lainnya, tempatnya terpencil, kalau tidak salah dulu dipakai sebagai istal untuk menyimpan kuda, tapi sepertinya sud