Terima Kasih Kak Rubei' atas dukungan Gem-nya. semakin banyak nih utang othor, wkwkwkwk. untuk itu, Othor usahakan sabtu rilis 3-4 bab.
Fajar baru saja menyingsing ketika Klein membuka matanya. Ia mengerjap pelan, mencoba menggerakkan tubuhnya yang masih terasa kaku dan nyeri. Meski kemampuan regenerasinya telah bekerja sepanjang malam, sisa-sisa kegagalan dalam menguasai Teknik Matahari Surgawi masih terasa jelas. Klein bangkit perlahan, merasakan setiap sendi dan ototnya protes akan gerakan mendadak. Ia menatap ke luar jendela, mengamati taman Paviliun Lionheart yang mulai diterangi cahaya matahari pagi. Tempat yang kemarin menjadi saksi bisu kegagalannya kini tampak damai, seolah mengejek usahanya yang sia-sia. Suara ketukan pelan di pintu mengalihkan perhatian Klein. "Masuk," ujarnya dengan suara datar. Helda melangkah masuk, membawa nampan berisi sarapan yang tampak lezat dan bergizi. "Selamat pagi, Tuan Muda. Tuan Besar Cornelius meminta saya membawakan sarapan khusus untuk Anda. Beliau mengatakan Anda akan membutuhkan banyak energi hari ini." Helda membungkuk sopan sebelum meninggalkan ruangan, meningg
Klein terdiam, menunggu kakeknya melanjutkan. Suasana di ruang kerja Cornelius terasa berat, seolah udara di sekitar mereka telah berubah menjadi timah."Mereka dibunuh, Klein," ujar Cornelius akhirnya, suaranya berat oleh kesedihan dan penyesalan yang mendalam. "Ayah dan ibumu tidak meninggal karena kecelakaan seperti yang selama ini kau ketahui."Kata-kata itu bagaikan petir di siang bolong bagi Klein. Ia merasakan dunianya seolah berhenti berputar, setiap detik terasa seperti keabadian. Namun, sebagai seorang Lionheart, ia tetap mempertahankan ekspresi tenangnya. Hanya matanya yang menyiratkan gejolak emosi di dalam dirinya."Dibunuh?" tanya Klein, suaranya tetap terkontrol meski ada sedikit getaran di dalamnya. "Oleh siapa? Mengapa?"Cornelius bangkit dari kursinya, berjalan ke arah jendela. Ia menatap ke kegelapan malam di luar, seolah mencari kekuatan untuk menceritakan kebenaran yang selama ini ia sembunyikan."Oleh orang-orang yang menginginkan kalung giok naga yang kau miliki
Matahari baru saja terbit di atas Pulau Aurora, sebuah pulau terpencil yang telah disulap menjadi arena survival paling ambisius dalam sejarah pertelevisian Nexopolis. Cahaya keemasan memantul di permukaan laut yang tenang, menciptakan pemandangan yang memukau. Namun, ketenangan itu segera terpecah oleh deru mesin helikopter dan kapal yang membawa ratusan peserta, kru TV, dan tim keamanan. Di sebuah ruang kontrol yang terletak di puncak bukit tertinggi pulau, Klein Lionheart berdiri dengan tenang, matanya yang tajam mengamati layar-layar monitor yang menampilkan berbagai sudut pulau. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun ada kilatan kepuasan di matanya melihat semua persiapan yang telah ia lakukan selama berbulan-bulan akhirnya terwujud. "Tuan Muda," panggil CEO Lex yang baru saja memasuki ruangan. "Semua persiapan sudah selesai. Kita siap untuk memulai acara kapan saja." Klein mengangguk singkat. "Bagus. Bagaimana dengan keamanan?" "Tim dari Sentinel Prime Security sudah dala
mLedakan dahsyat yang mengguncang Pulau Aurora tidak hanya mengejutkan para peserta dan kru "Be The One", tetapi juga menggegerkan seluruh dunia yang sedang menonton. Dalam hitungan detik setelah koneksi terputus, media sosial meledak dengan spekulasi dan kekhawatiran. Di ruang keluarga Paviliun Lionheart, Cornelius Lionheart duduk tegang di depan layar televisi besar. Matanya yang biasanya tenang kini dipenuhi kekhawatiran. Di sampingnya, Helda berdiri dengan wajah pucat, tangannya gemetar memegang tablet yang menampilkan berbagai feed media sosial. "Tuan Besar," ujar Helda dengan suara bergetar, "situasinya semakin kacau. Lihat ini." Cornelius mengalihkan pandangannya ke tablet Helda. Hashtag #BeTheOneExplosion dan #AuroraIslandDisaster menjadi trending topic nomor satu di seluruh platform media sosial. @SurvivalFanatic: "OMG! Apa yang baru saja terjadi di #BeTheOne? Apakah itu ledakan sungguhan atau hanya bagian dari acara?" @ConspiracyHunter: "Ini pasti sabotase! Siapa yan
Langit di atas Pulau Aurora menggelap dengan cepat, awan-awan hitam pekat bergulung-gulung mengancam di horizon. Angin kencang meraung-raung, menerbangkan dedaunan dan puing-puing kecil dengan kekuatan yang mengerikan. Suara gemuruh petir menggelegar, seolah-olah langit hendak runtuh menimpa pulau malang di bawahnya. Di pusat komando darurat yang telah didirikan di tengah pulau, Klein Lionheart berdiri dengan tenang, kontras dengan kekacauan di sekelilingnya. Matanya yang tajam mengamati peta digital pulau yang terpampang di layar besar di hadapannya. Lima titik merah berkedip di berbagai lokasi di pulau, menandakan posisi bom yang harus ia temukan dan jinakkan dalam waktu kurang dari 24 jam. "Bagaimana perkembangannya?" tanya Charles Steele, yang baru saja memasuki ruangan. Wajahnya yang biasanya tenang kini dipenuhi gurat-gurat kekhawatiran yang dalam. Klein menoleh sekilas, ekspresinya tetap datar meski situasi semakin genting. "Tim pencari belum menemukan lokasi pasti bo
Suara ledakan dahsyat memecah keheningan malam, mengguncang seluruh Pulau Aurora hingga ke intinya. Klein merasakan getaran hebat di bawah kakinya, seolah-olah pulau itu sendiri menjerit kesakitan. Ia menoleh ke arah barat, matanya yang tajam menangkap kepulan asap hitam pekat yang membumbung tinggi ke udara, menelan kegelapan malam. Tanah bergetar semakin hebat, pohon-pohon tumbang bagai batang korek api, dan jeritan ketakutan membelah udara dari kejauhan. Klein bisa merasakan kepanikan yang merayap di sekitarnya, mengancam untuk melumpuhkan siapa pun yang tidak siap. Tanpa membuang sedetik pun, Klein melesat ke arah ledakan. Tubuhnya yang telah diperkuat oleh Qi bergerak dengan kecepatan yang melanggar hukum fisika. Angin badai yang mampu menerbangkan mobil pun tak mampu memperlambatnya. Setiap langkahnya meninggalkan jejak energi yang berpendar samar, bukti kekuatan yang tersembunyi di balik sosoknya yang tenang. Setibanya di lokasi ledakan, pemandangan yang menyambutnya
Klein bergerak bagai kilat, tubuhnya yang diperkuat Qi menerjang badai seolah-olah itu hanyalah angin sepoi-sepoi. Setiap langkahnya meninggalkan jejak energi yang berpendar, bukti kekuatan yang tersembunyi di balik sosoknya yang tenang.Akhirnya, di tengah amukan badai, Klein menemukannya–bom ketiga, tersembunyi dengan licik di dalam sebuah gua di tepi pantai yang terjal. Tanpa ragu, ia melesat masuk ke dalam gua. Namun, takdir seolah mengejeknya. Tepat saat ia melangkah masuk, serangkaian ledakan kecil mengguncang gua, menyebabkan reruntuhan batu besar menghalangi jalan keluar.Klein terjebak. Di dalam gua yang gelap dan lembab, bersama dengan bom yang siap meledak kapan saja, dan badai yang mengamuk di luar. Situasi ini akan membuat orang biasa panik dan putus asa. Tapi Klein bukan orang biasa.Dengan ketenangan yang mengerikan, Klein mulai bekerja. Jemarinya yang terlatih bergerak dalam kegelapan, meraba setiap inci bom untuk memaha
Melihat beberapa peserta acara Be The One berjuang di tengah badai, Klein langsung bergerak, menyelamatkan sebanyak mungkin orang yang bisa ia capai. Kekuatan fisiknya yang luar biasa memungkinkannya untuk melawan angin kencang dan membawa orang-orang ke tempat yang lebih aman. Ia bergerak dengan kecepatan yang mustahil, menerjang badai berkali-kali, setiap kali membawa seorang korban selamat.Saat itulah Klein teringat. Masih ada satu bom lagi yang belum ia temukan.Dengan penglihatannya yang tajam, Klein mulai memindai area di sekitarnya. Di tengah kekacauan badai, ia akhirnya menemukannya–bom terakhir, tersangkut di puncak sebuah menara komunikasi yang bergoyang hebat diterpa angin.Klein bergerak secepat kilat ke arah menara tersebut. Dengan susah payah, ia memanjat menara yang licin karena air hujan. Setibanya di puncak menara, Klein langsung mulai bekerja menjinakkan bom terakhir.Waktu terus berjalan. Badai semakin mengamuk, membuat menara bergoyang semakin hebat. Angin ke