Pangeran Yuasa sudah kembali menjadi Ryu. Dia menyapa teman-teman satu kamarnya.
"Sayang sekali kau tidak hadir kemarin, orang itu jadi makin sombong. Menyebalkan," ucap Dhirtand yang terlihat kesal."Bukankah dia memang seperti itu," balas Ryu. Dia masih saja merasa kesal dengan Rafael yang menyuruhnya segera kembali untuk melanjutkan pertandingan."Ya, dia memang seperti itu tapi …." Dhirtand terlihat gusar dia seakan menyembunyikan sesuatu, antara ingin mengatakan dan juga menyembunyikannya."Ryu kenapa? Tidak biasanya dia terlihat ketus seperti itu," bisik Greir kepada Aegaeon yang melihat Ryu duduk di kasurnya dan bahkan sedikitpun tidak melihat ke arah Dhirtand yang sedang berbicara padanya."Kau benar, wajahnya terlihat murung." Aegaeon mengangguk membenarkan perkataan Greir. Meskipun tertutup masker hitam masih terlihat jelas suasana hati yang mendung di wajah Ryu."Dhirtand, biarkan saja si pemuda kota Onyx itu. Dia anak Jenderal, tak perlu kau masDhirtand terpaksa pulang dengan wajah lesu. Dia gagal menjadi prajurit tingkat satu padahal selangkah lagi, satu kemenangan saja. Quinso yang melihat Dhirtand pulang tertawa merendahkan.Dia begitu angkuh dengan kemenangan mutlak tanpa kekalahan satu pun."Lihatlah badan besar saja tidak jaminan," sindir Quinso mencibir dan tertawa sinis kepada Dhirtand yang kalah telak dari pemuda tampan ini."Berhentilah menghina, Quinso!" teriak Ryu yang sudah sangat kesal atas perbuatan pemuda ini."Oh kau juga, Chrysoberyl bukankah aku juga mengalahkanmu meski tanpa pertandingan," ucap Quinso yang juga merendahkan Ryu dengan ucapannya."Bersikaplah yang sopan, Quinso." Suara berat dan berwibawa dari pria dewasa yang mengenakan pakaian lengkap seorang jenderal berjalan ke arah Quinso."Ayahanda!” seru quinso menoleh ke sumber suara. “Salam dan hormat saya, Ayahanda," sapa dan salam Quinso memberikan penghormatan kepada Jenderal Quattro.Ryu dan teman-temannya juga memberik
Leonidas merasa bersalah dengan apa yang telah terjadi. Dia merasa membalas madu dengan racun. Orang yang pernah menolongnya justru terluka parah di tangannya. "Aku harus tahu kondisinya sekarang. Bagaimana bisa aku melakukan ini. Melukai Ryu dengan sangat parah," batin Leonidas. Dia mencari informasi di mana Ryu dirawat. Tim medis mengatakan jika Ryu tidak dirawat oleh mereka, sehingga Leonidas mencari kamar Ryu.Saat ini Leonidas sudah berdiri di depan pintu kamar barak di mana Ryu biasanya menginap.Dia menghela napas panjang sebelum mengetuk pintu. Tiga kali ketukan telah dia lakukan, perlahan pintu itu terbuka.Pintu dibuka oleh pria tinggi besar dan kekar yang berambut merah. Dia menatap Leonidas dengan tatapan mengancam dan tajam."Mau apa kau kemari? Belum puas melukai Ryu?" geram Aegaeon menyilangkan tangan di depan dadanya."Apa Ryu baik-baik saja?" tanya Leonidas. Dia berharap bisa bertemu dan menenangkan hatinya yang cemas dengan kondisi Ryu."Dia belum kembali, aku tidak
Leonidas mencari tahu dimanakah kediaman Sersan Adrian. Dengan berbagai alasan yang diungkapkan Leonidas, akhirnya mereka memberitahu letak kediaman Adrian."Seharusnya setelah ini," gumam Leonidas yang melihat sebuah paviliun dan di samping pintunya bertuliskan Sersan Adrian yang hurufnya diukir dengan kayu."Akhirnya ketemu juga." Leonidas tersenyum dan segera mengetuk pintu itu. Tidak ada jawaban dari dalam sementara pintu tidak tertutup rapat. Karena rasa penasaran dan cemas akan keadaan Ryu dia nekat masuk ke dalam."Permisi!""Sersan Adrian!"Leonidas memanggil Adrian tetapi tidak ada jawaban. Hal yang dia lihat kali ini sungguh luar biasa. Sosok cantik nan rupawan yang tertidur di kursi.
Rosaline sudah mempersiapkan kereta kuda untuk kembali ke istana. Mereka kini sudah berada di dalam kereta kuda yang berjalan menuju ke istana kerajaan."Sayang harus pulang sekarang, tadinya berharap sedikit lebih lama dan menjadi peserta terbaik," keluh Pangeran Yuasa sedikit menyesal bertemu dengan Leonidas di awal pertandingan keempat. Meskipun semua yang lolos pertandingan ketiga sudah bisa dipastikan lolos menjadi prajurit tingkat satu, tapi ada keinginan menjadi yang terbaik dalam hatinya."Tuan Rafael hanya meminta Pangeran lulus prajurit tingkat satu tanpa harus menjadi yang terbaik," balas Rosaline mencoba mengingatkan tujuan awal Pangeran Yuasa mengikuti ujian tersebut."Kau benar, Rosaline." Pangeran Yuasa menganggukkan kepalanya. Pandangannya beralih pada kotak makan yang dibawa Rosaline dan penasaran dengan isinya."Apa itu?""Ah, sampai lupa. Ini manisan buah. Tidak ada menu yang sesuai dan manisan sepertinya cocok dengan Pangeran. Setidaknya sedi
Semak-semak bergerak cepat dan sesuatu yang berbentuk seperti anak manusia menatap Pangeran Yuasa dan Rosaline. Makhluk itu memiliki mata bulat dengan warna hijau dan telinga yang runcing. Bajunya senada dengan dedaunan. Kulitnya menyerupai kulit pohon, dan rambutnya terlihat bercampur dengan daun."Penyusup!" teriak anak itu."Tunggu kami bukan penyusup!" bantah Pangeran Yuasa."Pangeran, percuma menjelaskan, ayo lari!" seru Rosaline menarik tangan Pangeran Yuasa."Penyusup!" teriak anak itu lagi.Pangeran Yuasa melirik ke arah anak itu, jelas dia bukanlah manusia. Kakinya menyerupai akar, dia seperti manusia pohon. Penggabungan antara manusia dengan pohon."Makhluk apa itu, Rosaline?" tanya Pangeran Yuasa sambil berlari."Peri pohon," jawab Rosaline. Dia membuat barrier karena merasakan ancaman dari sekitarnya.Tanah bergetar, Pangeran Yuasa dan Rosaline diam sejenak memperhatikan sekitarnya. Pohon yang tadi dijadikan tempat bersandar bergerak menampilkan bentuk wajah dan ranting-ra
Pangeran Yuasa dan Rosaline masuk ke dalam istana. Belum genap sepuluh langkah mereka memasuki istana seseorang sudah menyapa mereka berdua."Salam Pangeran Yuasa," ucap pria itu membungkukkan badannya dan berjalan ke arah mereka berdua. "Tak kusangka Pangeran Yuasa diperbolehkan keluar. Pantas saja Menteri Feng Zhui tidak bisa bertemu dengan Anda," lanjutnya."Ada keperluan apa Menteri Feng mencari saya, Jenderal?" balas Pangeran Yuasa berhati-hati bicara. Senyuman tipis terlihat di bibir sang jenderal yang kini berada di depan Pangeran Yuasa."Bagaimana pertandingannya, Ryu Chrysoberyl?" Jenderal Quattro berbisik di telinga Pangeran Yuasa dan menepuk pundaknya tiga kali.Mata Pangeran Yuasa membulat, dia juga menelan ludahnya. Penyamarannya terbongkar, padahal tinggal pengumuman saja dan dia sudah pasti lolos."Bagaimana? Diskualifikasi atau kau membantuku?" bisik Jenderal Quattro. Senyuman Jenderal Quattro seakan sudah bisa memastikan Pangeran Yuasa akan
Adrian mendapat undangan ke istana dan bertemu dengan sang raja, suatu kehormatan baginya mendapatkan kesempatan langka ini. Dia berjalan di belakang seorang pemandu yang mengantarkannya ke dalam istana. "Wah, luar biasa," batin Adrian melihat ke kanan dan ke kiri, sejauh yang bisa matanya tangkap semua ornamen terlihat indah. Kini dia memasuki ruangan besar hingga dirinya merasa begitu kecil. Langit-langit yang sangat tinggi seakan diperuntukkan bukan hanya untuk manusia saja. Kemudian, sebuah kristal yang tinggi menjulang ke atas yang bersinar dengan indahnya."Itu kristalnya, luar biasa," gumam Adrian yang tertarik dan berjalan ke arah kristal yang begitu indah."Ehm, maaf Tuan Adrian, ruangan Yang Mulia ada di sebelah sini," deham pemandu yang menghentikan langkah Adrian mendekati kristal."Eh, iya, maaf," balas Adrian merasa malu karena terlena dan terpukau dengan kristal yang ada di istana."Semua orang pasti takjub, kristal itu sangat indah dan juga hanga
Rosaline gugup saat ratu menyuruhnya duduk kemudian sang ratu duduk pula di sebelahnya. Aroma parfume lembut tercium samar-samar ditambah kecantikan sang ratu yang membuat gadis berambut merah itu merasa tak sebanding."Rosaline, di mana Yuasa?" tanya sang ratu mencari keberadaan putra pertamanya yang tidak terlihat di ruangan itu bahkan tidak menyambut kedatangannya."Pangeran Yuasa masih di kamarnya, dia tidak mau bangun," jawab Rosaline merasa gagal sebagai pengawalnya seharusnya dia bisa membantu Pangeran Yuasa. "Biarkan saja, tak perlu dibangunkan karena aku hanya ingin bertemu denganmu saja, Rosaline." Sang Ratu kini menempel pada Rosaline mendekatkan dirinya sangat dekat dengan gadis bermata delima itu."Rosaline, apa kau punya perasaan khusus kepada Yuasa?" bisiknya sangat pelan dan hanya Rosaline saja yang mendengar, sementara pelayan yang membawa bingkisan di ruangan itu sama sekali tidak dapat mendengar bisikan lembut di telinga Rosaline.Rosaline men
Raja Quattro dikejutkan dengan tanaman merambat yang mulai menjalar dan terus tumbuh di bawah kakinya. Tanaman itu mengikuti ke mana sang raja baru melangkah. Seakan tahu sasarannya, tanaman rambat itu mengikat kaki Raja Quattro.“Kau mengendalikan tanaman!” teriak Raja Quattro saat tanaman rambat mulai melilitnya dari bawah. Kakinya telah terikat sempurna hingga lutut. Dia berusaha memotong sulur-sulur yang merambat cepat.“Aku tidak menguasai pengendalian tanaman,” balas Pangeran Yuasa.Pangeran Yuasa juga bingung dengan kondisi angin yang bertiup bersamaan dengan helai dedaunan. Aroma mint lembut terbawa dalam hembusan angin hingga semua pasukan berhenti berlari saat menghirup aromanya.“Jangan berkilah, hentikan tanaman ini!” teriak Raja Quattro saat tanaman rambat itu kini membungkus seluruh kakinya hingga ke pinggang dan masih menjalar. Bukan hanya di bawah kaki Raja Quattro tanaman mulai tumbuh di seluruh bagian. Ada beberapa bunga kecil yang mulai mekar pula.“Ayahanda,” gumam
“Rosaline!” Damian menangkap tubuh Rosaline. Dia menepuk pipi adik perempuannya supaya sadar.Raja Quattro yang melihat barrier tujuh lapis. Rosaline menghilang menyeringai. Senyumannya membuat Damian merasa merinding. Tubuh Rosaline tiba-tiba terasa ringan. Damian yang melihat perubahan itu menyipitkan mata tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tubuh Rosaline yang sedang pingsan tiba-tiba berpindah dari tangan Damian ke tangan Raja Quattro tanpa disadarinya. Angin Raja Quattro yang memindahkannya secepat kilat.Keberadaan Rosaline di tangan Raja Quattro membuat mereka semua bergidik. Raja itu melakukan segala cara demi tercapai tujuannya.“Pangeran! Turun dan serahkan dirimu, atau ....” Raja Quattro memperlihatkan Rosaline yang berada di tangannya dan memberikan isyarat gerakan tangan di depan leher seperti diiris.“Bagaimana Yuasa?” Aurum yang bersatu dengan Pangeran Yuasa tidak bisa tinggal diam. Baginya Rosaline merupakan orang yang berharga, setidaknya dia menganggap gadis itu
Adrian merasa ada yang janggal. Saat mereka meninggalkan Istana Mawar, permaisuri menyambut mereka. Namun, saat ini meskipun keributan sangat besar terjadi tidak ada tanda-tanda keberadaan permaisuri.“Tunggu.” Adrian menghentikan Pangeran Yuan yang akan membuka pintu ke kamar Raja Yuichi.“Ada apa?”Kedua anak kembar itu saling berpandangan kemudian melihat ke arah Adrian.“Kalian tunggu sebentar,” ucap Adrian meminta kedua anak kembar ini menunggu dan dia menyelinap masuk diam-diam.Tak lama berselang, Aurum bersama dengan Pangeran Yuasa masuk ke dalam.“Sedang apa?” tanya Aurum yang melihat dua anak sedang berdiri di depan pintu. Dia mencari tempat untuk meletakkan Pangeran Yuasa yang sedang tidak sadarkan diri. Setelah memindai ruangan dengan teliti dia menemukan ada kursi panjang dan akhirnya merebahkan Pangeran Yuasa di sana.“Apa yang terjadi dengan Kakak?” tanya Pangeran Yuan.“Kehabisan energi, sudah hal biasa,” jawab Aurum.Rosaline menanyakan keberadaan Adrian kepada Putri
Pangeran Yuasa berjalan menuju ke bangunan utama Istana Mawar. Mereka yang berada di depan sang pangeran menyingkir tanpa perintah. Semua orang seakan mendapatkan tekanan yang begitu berat dan tidak bisa beranjak dari tempatnya kecuali mereka yang menghalangi jalan seakan kakinya bergerak sendiri untuk memberi jalan sang pangeran. “Apa ini?!” batin Raja Quattro. Dia tidak bisa bergerak bahkan menunduk saat Pangeran Yuasa lewat di depannya. “Kau ingin tahu kekuatan apakah ini? Ini adalah kekuatan untuk mengendalikan, aku memang lemah tapi dengan kekuatan ini kau pun akan bertekuk lutut,” bisik Pangeran Yuasa di depan Raja Quattro. “Salam kepada Yang Mulia,” ucap Raja Quattro, ucapan yang seharusnya tidak pernah keluar dari mulutnya. Dia berlutut di depan Pangeran Yuasa. Semua pengikut sang raja pun mengikuti apa yang dilakukannya. “Sial, bagaimana bisa tubuhku dipaksa seperti ini!” batin Raja Quattro mengumpat dalam hati, mengutuk sang pangeran atas perlakuannya merendahkan dirinya.
Aurum menerjang prajurit yang menghalanginya. Dia tidak peduli dengan mereka yang menghalangi dan berlari ke arah Pangeran Yuasa.“Yuasa!”Raja Quattro yang melihat Aurum mendekat mengangkat tangannya. Dia mengucapkan sesuatu dan angin besar menerbangkan Aurum, naga yang begitu besar seakan tidak memiliki berat. Aurum terhempas dan menimpa beberapa prajurit.“Dasar pengganggu.” Raja Quattro membuat pembatas, pembatas yang membuat gentar siapa pun yang ada di sana. Mereka berdua berada di tengah-tengah pusaran angin.“Siapa yang akan menolongmu sekarang, Pangeran? Kau bukan apa-apa tanpa teman-temanmu. Kau pikir aku tidak tahu, kau lemah, sangat lemah, hanya karena kau terlahir sebagai anak raja maka semua ini bisa kau miliki. Sungguh membuat iri. Aku yang berusaha sekuat tenaga, berjuang dari bawah hanya bisa menduduki posisi jenderal. Sementara kau akan menjadi raja? Enak saja. Aku juga bisa melakukan pemurnian, ternyata itu bukan kekuatan spesial.” Raja Quattro menyeringai. Dia mena
“Cepat, kita harus menolong ayah!” seru Pangeran Yuasa.Yuan terbang lebih dulu, dia dapat merasakan kekuatan kristal hitam yang begitu besar.“Aneh, kenapa kristal hitam sangat terasa di sini, ini akan sangat buruk untuk ayah dan kakak,” batin Pangeran Yuan. Dia mendekati Yui dan membicarakan tentang firasatnya.“Istana Mawar ada di depan.” Pangeran Yuasa memberikan komandonya.Putri Yui memperlambat terbangnya saat merasakan sesuatu yang tidak biasa.“Ada apa?” tanya Pangeran Yuasa saat melihat kedua adik kembarnya berhenti dan tidak melanjutkan perjalanan mereka.“Itu!” Mata Pangeran Yuasa terbelalak, pasukan yang berjajar rapi mungkin lebih dari 10.000 prajurit ada di sana. Mereka dipimpin oleh Raja Quattro dan para jenderalnya.“Melawan mereka rasanya seperti menggali kubur sendiri,” gumam Rosaline.Sekuat-kuatnya mereka jika lawannya begitu banyak tetap saja akan sangat sulit.Pangeran Yuasa melihat pergerakan pasukan Damian dan yang lain menuju Istana Mawar. Pasukan mereka hany
Pangeran Yuasa terbang bersama dengan kedua adik kembarnya. Mereka mendarat di depan sebuah pintu besar yang terletak di tengah hutan.“Kurasa Aurum tidak akan muat,” ucap Pangeran Yuasa melihat sebuah pintu yang lebih besar dari pintu rumah pada umumnya, tetapi lebih kecil jika dibandingkan dengan gerbang dimensi.Pangeran Yuan tersenyum, “Dia bisa berubah, kan,” sambung Pangeran Yuan.Aurum berubah wujud. Dia terlihat seperti Pangeran Yuasa, yang berbeda hanya warna matanya, tetap keemasan.“Aku pasti muat dengan wujud ini,” ucap Aurum tersenyum simpul.“Rosaline,” panggil Pangeran Yuasa dan gadis itu mengangguk. Dia tahu dirinya diminta memasang barrier.“Tidak perlu,” tolak Pangeran Yuan saat gadis berambut merah itu akan memasangkan barrier padanya.“Tapi, Pangeran bisa terluka,” balas Rosaline.Pemuda dengan wajah yang sama seperti Putri Yui itu tersenyum, “Aku tidak apa-apa. Berikan pada Yui dan yang lainnya.”Rosaline berbalik dan membuat barrier untuk Putri Yui dan juga Aurum
Xavier menghadang mereka yang semuanya berpakaian hitam. Satu lawan sekumpulan orang tak membuat pria bersenjata tombak hitam ini gentar.“Kenapa kalian tidak menyerang saat kami sedang terlelap, sungguh baik hati sekali menunggu hingga kami bangun.” Xavier merasa mereka ternyata masih punya hati nurani.Salah satu dari mereka terlihat terluka oleh luka bakar, Xavier merasa mengenal luka tersebut, luka yang di akibatkan oleh api hitam.“Apa Rafael berjaga tadi malam? Bukankah dia tidur lebih dulu dariku,” batin Xavier.Malam itu mereka berusaha menyerang, menunggu mereka terlelap. Saat kaki mereka melangkah cukup dekat dengan rumah pohon, sebuah barrier tujuh lapis ternyata menyelubungi tempat itu. Barrier itu sangat keras dan dengan usaha yang cukup besar mereka menghancurkan ke tujuh lapis pelindung tersebut.“Tuan Xavier, kami masih segan dengan Anda. Mereka kristal berwarna tidak seharusnya Anda membelanya,” ucap salah satu dari pria berpakaian hitam di depan Xavier.“Kalian belum
Malam semakin larut, Damian menggigil seakan seluruh tubuhnya diselimuti salju.“Kak!” Adrian berusaha membuat barrier untuk membuat udara sekitar Damian lebih hangat, tetapi percuma hal itu tidak berdampak sedikitpun.Seperti para korban yang lain, Damian mulai meracau, mengatakan hal-hal aneh. Bahkan bahasa yang digunakan juga bukan bahasa yang biasa digunakan, dia seperti bersenandung kadang berteriak dan sesaat kemudian menangis.“Kak Damian?!”Adrian berusaha menyadarkan Damian yang seperti orang lain saat tengah malam tiba, dia sangat aneh.“Adrian, tidak ada yang bisa kita lakukan, dia bukan Damian saat ini, kontaminasi di tubuhnya sedang menguasainya, ingatan dari noda-noda kristal yang diserapnya tidak bisa dikendalikan. Percuma, dia akan kembali lagi esok hari, kita hanya bisa menjaganya agar tidak melukai dirinya sendiri.” Menteri Feng Zhui membuat suhu udara sekitar Damian menjadi hangat. Pria berambut merah itu terlihat tidak terlalu menggigil lagi. Adrian membuat barrier