Pangeran Yuasa memenuhi janjinya mengantar Putri Yui ke tempat seseorang yang bisa melatihnya, melatih kristal tanpa warna. Mereka sudah berada di tengah perjalanan menuju ke kota Onyx. Tujuan mereka adalah hutan Onyx yang sering dikatakan sebagai hutan yang berbahaya penuh dengan monster.
"Apa dia tinggal di sini?" tanya Putri Yui saat kereta kuda berhenti di hutan Onyx. Pangeran Tiasa mengangguk."Cepat, kita harus sampai sebelum malam," ajak Pangeran Yuasa yang ditemani Rosaline dan Adrian."Benar, akan banyak makhluk menyeramkan di malam hari," imbuh Adrian yang kini bulu kuduknya sudah berdiri membayangkan monster malam yang saat itu pernah mereka temui.Pangeran Yuasa segera mempercepat langkahnya diikuti Rosaline dan Adrian serta kedua adik kembarnya."Hutan ini sungguh menarik," ucap Light yang terlihat antusias dan selalu mengarah ke tempat yang salah sehingga Pangeran Yuasa terpaksa harus menariknya kembali ke jalan yang benar. Mereka tiba di sebuah rumRafael mengendarai Fury dengan kecepatan penuh. Bagaikan kilat dia sampai dalam waktu kurang dari satu jam ke Kerajaan Cahaya. Fury mendarat di tempat yang sudah disiapkan khusus untuk seekor naga. Seseorang telah berada di sana saat naga hitam ini mendarat."Kau sudah menunggu di sini, artinya kau tahu aku akan datang." Rafael melompat dengan sorot mata tajam penuh amarah, dia segera menghampiri Raja Yuichi bahkan mencengkram kerah bajunya dengan geram. "Jelaskan!""Apa kau tidak ingin menyapa dulu kakakmu dengan pelukan? Kakak sangat merindukanmu, Rafael," balas lembut Raja Yuichi yang sedikit pun tidak merasa takut dengan tindakan Rafael bahkan masih tersenyum."Katakan padaku siapa Light!" ulang Rafael tidak sabar semakin mengeratkan tangannya hingga hampir mencekik leher Raja Yuichi."Bukankah sudah jelas, kau bisa melihat wajahnya pada wajah Light," jawab Raja Yuichi."Keterlaluan!" teriak Rafael keras.Sebuah pukulan keras mendarat di perut Raja Y
Pangeran Yuasa melihat Putri Yui berlari tergesa-gesa ke rumah. Dia membuka pintu dan berteriak, "Kak Yuasa, tolong Light!""Ada apa Yui?" tanya Pangeran Yuasa langsung mendekati Putri Yui."Light tidak bisa bergerak," balas Putri Yui dan Pangeran Yuasa bersama dengan Putri Yui segera ke tempat Pangeran Light yang terkapar di tanah."Light!" Pangeran Yuasa segera memeriksa adik laki-lakinya. Dengan kemampuan yang dia miliki, Pangeran Yuasa menyalurkan energinya sehingga Light sehat kembali."Terima kasih, Kak," ucap Pangeran Light yang kini sudah bisa duduk. Mereka bertiga kembali ke rumah."Di mana Paman Rafael?" tanya Yui yang tidak melihat pelatihnya di rumah."Dia pergi, mungkin besok baru kembali," jawab Pangeran Yuasa. Hari mulai petang dan mereka tidak tahu harus berbuat apa."Apa kau bisa memasak?" tanya Pangeran Light kepada Adrian."Aku? Tidak bisa," jawab Adrian menyilangkan tangannya. "Biar aku saja yang masak," sambung Rosaline
Pangeran Yuasa turun bersama Rafael. Dia sudah merasakan ketakutan dalam dirinya. Sementara Pamannya terlihat tenang dan tidak ada sedikitpun tanda kemarahan. "Ada apa Yuasa?" tanya Rafael yang langsung berbelok ke arah dapur setelah melewati ruang tengah."Ti–tidak ada apa-apa," jawab cepat Pangeran Yuasa yang melihat ruang tengah kembali utuh. Tidak ada bekas cakaran naga maupun perabot pecah, benar-benar utuh kembali."Bagaimana bisa ini terjadi?" batin Pangeran Yuasa."Kemarin siapa yang masak?" tanya Rafael yang sudah sibuk di dapur."Yui dan Rosaline, meskipun wortel nya masih utuh tanpa dipotong tapi rasanya lumayan," jawab Pangeran Yuasa."Owh, Yui mau masak. Apa dia suka memasak?" tanya Rafael sambil mencuci sayuran yang akan dia masak."Tidak, dia tidak pernah ke dapur. Di istana ada koki jadi tidak pernah sekalipun ke dapur untuk masak."Hm," balas singkat Rafael.Beberapa menit berlalu dan satu persatu dari penghuni rumah itu bangun.
Pangeran Yuasa sudah kembali menjadi Ryu. Dia menyapa teman-teman satu kamarnya. "Sayang sekali kau tidak hadir kemarin, orang itu jadi makin sombong. Menyebalkan," ucap Dhirtand yang terlihat kesal."Bukankah dia memang seperti itu," balas Ryu. Dia masih saja merasa kesal dengan Rafael yang menyuruhnya segera kembali untuk melanjutkan pertandingan. "Ya, dia memang seperti itu tapi …." Dhirtand terlihat gusar dia seakan menyembunyikan sesuatu, antara ingin mengatakan dan juga menyembunyikannya."Ryu kenapa? Tidak biasanya dia terlihat ketus seperti itu," bisik Greir kepada Aegaeon yang melihat Ryu duduk di kasurnya dan bahkan sedikitpun tidak melihat ke arah Dhirtand yang sedang berbicara padanya."Kau benar, wajahnya terlihat murung." Aegaeon mengangguk membenarkan perkataan Greir. Meskipun tertutup masker hitam masih terlihat jelas suasana hati yang mendung di wajah Ryu."Dhirtand, biarkan saja si pemuda kota Onyx itu. Dia anak Jenderal, tak perlu kau mas
Dhirtand terpaksa pulang dengan wajah lesu. Dia gagal menjadi prajurit tingkat satu padahal selangkah lagi, satu kemenangan saja. Quinso yang melihat Dhirtand pulang tertawa merendahkan.Dia begitu angkuh dengan kemenangan mutlak tanpa kekalahan satu pun."Lihatlah badan besar saja tidak jaminan," sindir Quinso mencibir dan tertawa sinis kepada Dhirtand yang kalah telak dari pemuda tampan ini."Berhentilah menghina, Quinso!" teriak Ryu yang sudah sangat kesal atas perbuatan pemuda ini."Oh kau juga, Chrysoberyl bukankah aku juga mengalahkanmu meski tanpa pertandingan," ucap Quinso yang juga merendahkan Ryu dengan ucapannya."Bersikaplah yang sopan, Quinso." Suara berat dan berwibawa dari pria dewasa yang mengenakan pakaian lengkap seorang jenderal berjalan ke arah Quinso."Ayahanda!” seru quinso menoleh ke sumber suara. “Salam dan hormat saya, Ayahanda," sapa dan salam Quinso memberikan penghormatan kepada Jenderal Quattro.Ryu dan teman-temannya juga memberik
Leonidas merasa bersalah dengan apa yang telah terjadi. Dia merasa membalas madu dengan racun. Orang yang pernah menolongnya justru terluka parah di tangannya. "Aku harus tahu kondisinya sekarang. Bagaimana bisa aku melakukan ini. Melukai Ryu dengan sangat parah," batin Leonidas. Dia mencari informasi di mana Ryu dirawat. Tim medis mengatakan jika Ryu tidak dirawat oleh mereka, sehingga Leonidas mencari kamar Ryu.Saat ini Leonidas sudah berdiri di depan pintu kamar barak di mana Ryu biasanya menginap.Dia menghela napas panjang sebelum mengetuk pintu. Tiga kali ketukan telah dia lakukan, perlahan pintu itu terbuka.Pintu dibuka oleh pria tinggi besar dan kekar yang berambut merah. Dia menatap Leonidas dengan tatapan mengancam dan tajam."Mau apa kau kemari? Belum puas melukai Ryu?" geram Aegaeon menyilangkan tangan di depan dadanya."Apa Ryu baik-baik saja?" tanya Leonidas. Dia berharap bisa bertemu dan menenangkan hatinya yang cemas dengan kondisi Ryu."Dia belum kembali, aku tidak
Leonidas mencari tahu dimanakah kediaman Sersan Adrian. Dengan berbagai alasan yang diungkapkan Leonidas, akhirnya mereka memberitahu letak kediaman Adrian."Seharusnya setelah ini," gumam Leonidas yang melihat sebuah paviliun dan di samping pintunya bertuliskan Sersan Adrian yang hurufnya diukir dengan kayu."Akhirnya ketemu juga." Leonidas tersenyum dan segera mengetuk pintu itu. Tidak ada jawaban dari dalam sementara pintu tidak tertutup rapat. Karena rasa penasaran dan cemas akan keadaan Ryu dia nekat masuk ke dalam."Permisi!""Sersan Adrian!"Leonidas memanggil Adrian tetapi tidak ada jawaban. Hal yang dia lihat kali ini sungguh luar biasa. Sosok cantik nan rupawan yang tertidur di kursi.
Rosaline sudah mempersiapkan kereta kuda untuk kembali ke istana. Mereka kini sudah berada di dalam kereta kuda yang berjalan menuju ke istana kerajaan."Sayang harus pulang sekarang, tadinya berharap sedikit lebih lama dan menjadi peserta terbaik," keluh Pangeran Yuasa sedikit menyesal bertemu dengan Leonidas di awal pertandingan keempat. Meskipun semua yang lolos pertandingan ketiga sudah bisa dipastikan lolos menjadi prajurit tingkat satu, tapi ada keinginan menjadi yang terbaik dalam hatinya."Tuan Rafael hanya meminta Pangeran lulus prajurit tingkat satu tanpa harus menjadi yang terbaik," balas Rosaline mencoba mengingatkan tujuan awal Pangeran Yuasa mengikuti ujian tersebut."Kau benar, Rosaline." Pangeran Yuasa menganggukkan kepalanya. Pandangannya beralih pada kotak makan yang dibawa Rosaline dan penasaran dengan isinya."Apa itu?""Ah, sampai lupa. Ini manisan buah. Tidak ada menu yang sesuai dan manisan sepertinya cocok dengan Pangeran. Setidaknya sedi