Jay terdiam sejenak saat mendengar kabar dari Erlangga. "Wartawan?" tanyanya, tidak percaya. "Mereka pikir ini apa, festival atau parade?"Erlangga mengangguk, meski wajahnya juga menandakan ketidaksetujuan yang sama. "Ya, Bos. Katanya mereka datang untuk melihat langsung penggunaan rompi NanoCorium di medan tempur dan ingin mewawancarai Anda."Jay mendengus dengan ekspresi sedikit kesal. "Konyol! Ini medan perang, bukan tempat untuk mencari sensasi atau berita eksklusif!" Dia menatap Baskara yang ada di layar. "Baskara, kamu sudah melaporkan ini ke Komandan?"Baskara di tempatnya, mengangguk. "Sudah, Bos. Komandan Rahul langsung memerintahkan anak buahnya untuk menghentikan para wartawan itu di Kota Mahoni sebelum mereka mendekat ke area konflik."Jay menghela napas, mencoba menenangkan pikirannya. "Bagus. Yang terakhir kita butuhkan adalah lebih banyak gangguan di sini." Dia menoleh ke arah Erlangga. "Kita sudah cukup sibuk mengatasi musuh tanpa harus mengkhawatirkan orang-orang bodo
Jay terus melangkah dengan cepat, tak ingin menyia-nyiakan waktu setelah menemukan wartawan dan kameramannya.Pikirannya masih terganggu oleh kebodohan mereka yang nekat menyusup ke area konflik. Dua orang itu tidak hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga mengganggu strategi militer yang sedang berlangsung."Bos, ada musuh lain yang mendekat dari arah barat," suara Baskara terdengar di telinga melalui alat komunikasi. Jay langsung merapatkan rahangnya, wajahnya menunjukkan ketegangan."Seberapa banyak?" tanya Jay, tatapannya menyapu hutan sekeliling."Banyak, sekitar satu regu penuh. Mereka tampaknya mencari rekan mereka yang sudah Anda kalahkan tadi," jawab Baskara.Jay menghela napas panjang. Situasi ini semakin rumit. "Erlangga, bawa wartawan ini kembali ke tenda utama. Aku akan menahan mereka di sini," ucap Jay, suaranya rendah namun penuh ketegasan.Erlangga menoleh, matanya terbelalak. "Bos, biar saya bantu—""Tidak! Kamu yang tanggung jawab membawa mereka keluar dari sini.
"Ma-maafkan kami, Tuan Jay." Lina, si wartawan wanita berkata dengan suara menyesal. "Kakiku ... kakiku mendadak terasa sakit, mungkin terkilir, makanya kami ... lambat berjalan."Jay menatap Lina sebentar. Matanya menyipit, memeriksa kondisi wartawan yang berdiri di hadapannya dengan wajah penuh rasa bersalah.Kaki Lina tampak baik-baik saja, tetapi dia tahu betapa berbahayanya berada di medan perang tanpa daya, dan siapa pun bisa merasakan nyeri mendadak akibat kelelahan atau stres. Tidak ada waktu untuk berdebat. Ketika Jay hendak menyentuh kaki Lina untuk disembuhkan, suara Baskara sudah terdengar lagi melalui ear-piece dia. "Bos, musuh mendekat lagi ke lokasi Anda berempat. Sekitar 20 meter. Ada belasan orang," Baskara memberitahukan ancaman yang semakin mendekat.Jay menghela napas dalam-dalam, menyiapkan diri. Dia menoleh ke Erlangga. "Kita harus bertindak cepat. Kamu fokus bertarung. Aku akan membawa mereka."Erlangga mengangguk tegas, menghunus sangkurnya. "Baik, Bos."Denga
“Kenapa? Apa udah sembuh?” Jay bergerak menjauh.Sebenarnya dari tadi Jay sudah mengetahui bahwa kaki sakit Lina hanyalah sekedar sandiwara dari si wartawan wanita.Tujuannya apalagi kalau bukan ingin tetap dekat dengan Jay untuk mendapatkan berita paling akurat?“Itu … iya, sepertinya … udah sembuh, Tuan Jay.” Lina menundukkan kepalanya.“Pakai aja tendaku untukmu tidur. Besok aku antar kamu ke kota.” Jay berjalan keluar diikuti Erlangga dan kameraman.Lina hanya terdiam dan menerima.Besok dia dipulangkan? Ini terlalu rugi baginya. Tapi mau bagaimana lagi? Atau dia mungkin bisa melakukan sesuatu agar hal itu bisa ditunda?Lina mulai merebahkan dirinya di ranjang sederhana yang ada di tenda Jay.“Hm?” Lina mengernyitkan keningnya, tapi bukan dalam ekspresi negatif, justru sebaliknya. “Aroma Tuan Jay,” bisiknya.Bau tubuh Jay masih tertinggal di seprai itu, membawa aroma maskulin yang khas—perpaduan antara keringat, debu medan perang, dan sedikit wangi kayu dari parfum yang samar.Saa
“Baik, Bos!”Erlangga mengangguk dan mulai menyiapkan peralatan untuk Lina.Lina pun mulai mempersiapkan diri untuk meliput berita tentang NanoCorium dan Jay Mahawira.Setelah percakapan pagi itu, mereka kembali ke rutinitas harian di kamp.Jay terlihat sibuk, berbicara dengan Erlangga tentang strategi pertahanan jika musuh kembali menyerang.Lina, di sisi lain, memutuskan untuk ikut serta dalam kegiatan di kamp. Dia berpura-pura berinteraksi dengan tentara lainnya, mengambil gambar sesekali, sambil mencari celah untuk mendekati Jay.Di sela-sela kesibukan sore harinya, Lina menemukan Jay sedang memperbaiki senjata bersama Erlangga di salah satu tenda peralatan.Dengan penuh keberanian, dia mendekat, berusaha untuk tidak terlihat mencurigakan."Apakah aku bisa membantu dengan sesuatu, Tuan Jay?" tanyanya, mencoba terdengar tulus.Matanya memperhatikan peralatan yang sedang diperbaiki Jay dan Erlangga.Jay menoleh sekilas, lalu tersenyum tipis. "Enggak perlu. Ini pekerjaan teknis, kamu
“Gawat!” Jay bergegas keluar dari tenda begitu mendengar panggilan darurat dari Baskara.Hujan yang semakin menggila memaksa mereka untuk cepat bertindak. Semua prajurit mulai mengemasi tenda dan peralatan dengan cepat, memanggul ransel besar yang berisi peralatan bertahan hidup.Mereka tahu waktu sangat terbatas. Aliran air dari pegunungan akan segera datang dan bisa menyeret apa saja yang berada di jalurnya.“Pakai ini, Tuan.” Kolonel Hangga berkata seraya menyerahkan sesuatu ke Jay.Jay dan Erlangga diberi tas ransel serupa seperti yang dibawa para prajurit.“Terima kasih.” Jay mengangguk.Mereka bersiap bergerak, namun belum sempat mereka mengatur strategi lebih jauh, terdengar suara gemuruh yang mengerikan dari kejauhan.Air dari pegunungan datang seperti tembok besar, menerjang apa pun yang ada di jalurnya.“Cepat! Banjir datang!” salah satu prajurit berteriak dengan panik, memperingatkan yang lain untuk bergerak lebih cepat.Namun, di tengah kekacauan itu, terdengar suara tembak
“Lina!” Jay meluncur turun dari pohon dengan kecepatan tinggi, hatinya berdebar kencang melihat Lina tergeletak tak bergerak di atas pohon tumbang.Setibanya di dekatnya, Jay menilai keadaan Lina dengan cepat.Kening Lina terluka, darah mengalir tipis dari luka yang tampaknya disebabkan oleh hantaman keras. Namun yang lebih mencemaskan adalah Lina tak sadarkan diri."Astaga, Lina ...," gumam Jay sembari berlutut di sampingnya.Untung saja, tas ransel besar yang Jay serahkan sebelumnya, masih melekat di punggung Lina.Tanpa membuang waktu, Jay mengambil tas itu dan memakainya di punggung.Setelah memastikan tas itu aman, dia memeriksa napas Lina.“Masih ada, meski lemah.”Jay memutuskan untuk menggendong Lina ala bridal, dan segera mencari tempat yang lebih aman dan kering untuk berlindung.Jay bergerak cepat di antara pepohonan basah, tanah berlumpur di bawah kakinya membuat perjalanan semakin berat.“Aku harus segera menemukan tempat yang lebih tinggi sebelum air datang lagi.”Setelah
“Bisakah kamu berhenti melakukan itu?” tanya Jay dengan suara menahan sesuatu.Lina terdiam seketika dan mendongak.“Maksudnya, Tuan Jay?” Wanita itu seakan masih belum paham akibat dari perbuatannya.“Berhenti mengusap-usap dadaku menggunakan wajahmu.” Jay terpaksa mengatakannya secara lugas.Memangnya harus dengan bahasa yang seperti bagaimana lagi?“O-ohh! Maaf!” Lina jadi tak enak sendiri. Kepalanya langsung tertunduk dan berusaha mengendalikan debaran jantungnya.Jay menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan ‘Jenderal Joni’ di bawah sana yang sudah terbangun dari tidur panjangnya.“Tu-Tuan Jay, bolehkah … bolehkah begini dulu untuk … untuk beberapa saat?” tanya Lina dengan hati-hati, takut Jay marah.“Hm?” Jay melirik ke bawah.Lina memberanikan diri mendongak untuk mempertemukan netra mereka.“Aku … aku merasa hangat dan nyaman … di … di ….” Lina gagap dan gugup.Dia tidak menemukan kalimat yang lebih terhormat untuk menggantikan yang ada di benaknya saat ini.“Aku harus me
“Eh?!” Jay tak siap dengan kecupan Phoenix.Wanita itu bergerak sangat cepat sampai Jay tak berhasil menghindar. Ini benar-benar di luar dugaan Jay.Sedangkan Zafia di samping Jay hanya bisa membelalakkan mata selama sekian detik, tak bisa melakukan apa-apa.“Maafkan sikapku, Nyonya.” Phoenix memberikan salam soja dengan menangkupkan dua tangan di depan tubuh ke Zafia.Dia menggunakan bahasa internasional agar Zafia paham apa yang diucapkannya.Karena sudah begitu, Zafia tersenyum sambil menanggapinya menggunakan bahasa internasional juga, “Tidak mengapa, Nona Phoenix. Tak perlu meminta maaf.”Setelah itu, Jay dan rombongan kecilnya naik ke jet pribadinya. Tak berapa lama kemudian, pintu pesawat pun mulai ditutup dan bergerak di landasan pacu.“Hong’er … kamu menyukainya, bukan?” tanya Dragon di samping putrinya.Phoenix menoleh cepat ke ayahnya, cukup terkejut dengan penilaian Dragon.“Ayah, kecupan tadi itu … bukan mengenai perasaan, tapi … itu memang sudah menjadi perjanjian yang k
“Kamu dengar aku, Rabbit? Ikutlah aku ke Astronesia dan menjadi bawahanku!” ulang Jay tanpa menjeda tatapannya ke Rabbit.Mata Rabbit terus tertuju pada Jay dengan tatapan kosong. Di sanalah Jay sedang menggempur kesadaran Rabbit, mengikis logika wanita itu menggunakan sebuah ajian kuat yang dia pelajari dari Atin.Ajian yang mampu membuat orang tunduk dan takluk sepenuhnya. Ajian yang bisa mengambil alih kesadaran orang lain.“Ikut Jay … ke Astronesia … menjadi bawahan … Jay.” Setelah beberapa menit yang terasa sangat panjang bagi mereka bertiga, akhirnya muncullah ucapan tersebut dari Rabbit.Jay tersenyum, lega karena ajiannya berhasil. Tidak sia-sia dia mengorbankan energi kanuragannya sebanyak 50 persen lebih hanya untuk bisa melancarkan ajian ilusi perenggut kesadaran tersebut.Sedangkan Phoenix, dia mengerutkan kening, raut wajahnya menunjukkan ketidakpercayaan atas apa yang dia saksikan di depan mata.“Apa-apaan adikku? Kenapa dia begitu?” tanya Pheonix ke Jay.Ketika lengan J
“Membawa Rabbit ke Astronesia?” Dragon sampai menaikkan kedua alisnya tinggi-tinggi.Pria paruh baya itu tidak menyangka bahwa hal yang diminta darinya dari Jay adalah salah satu putrinya yang kebetulan sedang dihukum.“Benar, Tuan Dragon. Itu pun jika Anda berkenan.” Jay menatap lurus ke mata Dragon.Bahkan Phoenix saja sampai membelalakkan matanya ketika mendengarnya. Berani sekali Jay meminta sesuatu sejauh itu!“Tuan Jay, bukankah permintaan Anda terlalu berlebihan? Kenapa Anda menginginkan anak saya yang itu untuk Anda bawa ke negara Anda?” tanya Dragon sembari menyipitkan matanya.Nada suaranya rendah dan berat, dengan membawa sekilas raut wajah curiga.Supaya tidak menimbulkan asumsi liar dari Dragon, maka Jay lekas mengatakan alasannya. “Tuan Dragon, saya tidak bermaksud ingin menyakiti atau berbuat hal yang sekiranya berlawanan dengan norma. Saya hanya ingin menjadikan dia salah satu anak buah saya. Itu pun jika Anda memperbolehkan.”Mendengar penjelasan dari Jay, Dragon diam
“Jay!” Zafia terkejut ketika tubuhnya diangkat sang suami dan mulai direbahkan di kasur besar nan mewah di sana.Jay bergerak cekatan melucuti celana jins istrinya, beserta kain segitiga mungil berwarna putih, dan menikmati pemandangan luar biasa indah yang tergolek pasrah di atas ranjang.Mata Zafia basah dengan mulut terbuka sedikit, menimbulkan sensasi birahi tersendiri untuk Jay.“Fi … kamu keterlaluan godain aku kayak gitu.” Jay mulai mengurai semua lapisan pakaiannya sendiri dan menjatuhkan secara sembarangan di lantai.Dia sudah tak sabar ingin menjadikan Zafia miliknya, utuh dan sempurna.“Hi hi! Aku ingin belajar menggoda kamu, Jay.” Zafia tersenyum binal sambil menggigit jarinya. Mata mengerling nakal ke Jay. "Gimana? Apakah udah lulus?"Yang membuat jantung Jay serasa digedor palu Thor, ketika Zafia membuka kedua kakinya dan memperlihatkan keutuhan dari surga dunia pada Jay, meski kemudian dia merayapkan tangan untuk menutupi lembah suburnya, menaikkan rasa penasaran Jay.“
“Zafia?” Betapa terkejutnya Jay ketika mendengar nama istrinya disebutkan.Karena Dragon menghargai Jay, maka Zafia tentu saja diizinkan masuk ke ruangan.“Silakan, Nona.” Pelayan membungkuk, mempersilakan Zafia masuk.Ketika Jay melihat kedatangan istrinya yang dirindukan, dia langsung maju. “Fi ….” Kemudian dia memeluk erat Zafia.Sebenarnya Zafia sudah bersiap untuk bertempur mati-matian andaikan memang diharuskan jika dia dipersulit bertemu Jay.“Jay ….” Zafia membalas pelukan erat suaminya. Matanya terpejam dengan pelupuknya basah oleh air mata.Dia lega, sangat lega karena ternyata Jay baik-baik saja, tidak terluka ataupun tersandera.Setelah pelukan itu diurai satu sama lain, Jay memperkenalkan Zafia. “Tuan Dragon, Phoenix, perkenalkan … ini istriku, Zafia.”Ada kilat keterkejutan di mata Phoenix, meski setelah itu reda dengan cepat.“Wah, selamat datang kepada Nyonya Jay.” Dragon menyambut disertai senyuman.Atas kuasa Dragon, Jay dan Zafia diberikan kamar tamu yang layak. Bag
“Ayah!” jerit Phoenix.Sayang sekali, Phoenix terlalu jauh untuk menjangkau ayahnya.Burfhh!Sebuah sapuan energi kuat melanda tubuh Tiger, menyebabkan dia terpental cukup jauh ke belakang. Ternyata itu Jay yang menghantamkan energi kanuragannya ke Tiger.“Buhaahh!” Tiger berteriak kaget.Brakk!Tiger jatuh dengan kedua lutut terlebih dahulu mendarat ke lantai dengan keras.“Arrghhh!” Tiger meraung kesakitan disertai bunyi retakan renyah di bagian kedua lututnya.Di saat dia sedang dalam kondisi paling lemah karena belum pulihnya energi tenaga dalam dia, justru mendapatkan tragedi pada lututnya.“Hui’er!” seru Dragon pada putranya dengan mata melebar.Dia lekas mendekat ke Tiger dengan raut wajah cemas. Putra tercinta mengalami keretakan tulang di kedua lutut, akan sesakit apa itu?“Arrghhh! Sialan kalian semua! Jek, awas saja kamu! Akan kubuat NeoTech milikmu hancur! Arghhh! Kultivasiku! Dantianku pecah! Arghhh!” Tiger berteriak-teriak penuh amarah.Dia menatap nyalang ke Jay yang be
Jay paham dan menebaskan telapak tangannya di udara, seakan memutus sesuatu.Swuung!Dari atas, tiba-tiba saja muncul sebuah jaring yang jatuh di atas Tiger, sedangkan Phoenix sudah menyingkir.“Apa maksudmu ini?” Tiger marah karena sadar bahwa itu jaring khusus pelemah tenaga dalam.Ini sama halnya dengan jarum yang diterima Jay sebelumnya, hanya saja kekuatan pelemahannya lebih kuat sehingga Tiger yang sudah kalah dominasi, semakin tak berdaya.“Kamu harus menerima hukuman mati, Tiger!” seru Phoenix.Meski Tiger merupakan half brother dia, tapi apa yang sudah dilakukan Tiger sudah terlalu jauh untuk bisa dimaafkan.Sementara, Rabbit yang sedang bertarung melawan Jay, melihat kakak tercintanya terkena jaring pelemah tenaga dalam. “Kakak!” serunya.Rabbit menembakkan energinya untuk bisa terlepas dari dominasi Jay. Dia bermaksud ingin menolong kakaknya.“Argh!” Rabbit berteriak ketika mendadak saja kakinya terjerat sesuatu. “Sialan!”Dia berteriak ketika menyadari bahwa ada tali energ
Rabbit mendekat dan ikut berbicara, “Ayah, jangan salahkan kami. Jangan bilang kami kejam karena meracuni Ayah, yah! Ini semua karena kebodohan Ayah sendiri. Sudah jelas Kak Tiger lebih hebat dan lebih mampu mengurus organisasimu, tapi Ayah justru melimpahkan kuasa penerus ke wanita sialan itu.”Dengan lancarnya, Rabbit mengakui dosanya di depan Dragon.“Ayah, jangan khawatir, kalau kamu kesepian di alam baka, aku akan mengirim si sialan anak jalang itu untuk menemanimu.” Kemudian Tiger terkekeh.Dia benar-benar menyampaikan semua kejahatannya di hadapan Dragon, bahkan tersirat mengenai rencana hendak membunuh Phoenix pula. Sedangkan Rabbit tertawa kecil di sebelah kakaknya.Yang mengejutkan, mendadak saja mereka saling tatap dan kemudian berciuman mesra seakan itu bukan hal aneh lagi bagi mereka. Tiger mndekap erat pinggang adiknya.Sedangkan Rabbit mengalungkan lengannya ke leher kakaknya dengan sikap manja agresifnya.“Kamu sepertinya sudah melupakan kakakmu ini, bermain dengan bud
“Satu hal penting lainnya, Tuan Dragon … bahwa Anda patut waspada terhadap putra Anda, Tiger.” Jay tidak menahan diri dari menyampaikan informasi ini.Mata Dragon menyala akan keterkejutan. Mana pernah dia menyangka bahwa dia diminta waspada pada salah satu anaknya?!“Tuan Jay dari Astronesia, bukankah Anda sudah keterlaluan, hanya karena Tiger menindasmu?” Suara berat Dragon keluar disertai wajah curiganya.“Ayah, aku sudah melihat memorinya ketika dia menguping pembicaraan Tiger dengan pelayanku yang berkhianat.Kemudian, Phoenix menceritakan apa yang dia dengar dari berbagi ingatan dengan Jay. Raut wajah Dragon semakin terkejut atas apa yang dituturkan putrinya.Rasanya Dragon tidak ingin percaya tapi ketika putrinya ini sudah meyakini sesuatu hal, tak ada alasan baginya untuk menyangsikannya. Phoenix merupakan orang yang paling teliti dan bisa diandalkan dari semua orang di sekelilingnya. Itulah kenapa Dragon memilih Phoenix menjadi penerusnya.Dragon mengembuskan napas panjang se