“Lina!” Jay meluncur turun dari pohon dengan kecepatan tinggi, hatinya berdebar kencang melihat Lina tergeletak tak bergerak di atas pohon tumbang.Setibanya di dekatnya, Jay menilai keadaan Lina dengan cepat.Kening Lina terluka, darah mengalir tipis dari luka yang tampaknya disebabkan oleh hantaman keras. Namun yang lebih mencemaskan adalah Lina tak sadarkan diri."Astaga, Lina ...," gumam Jay sembari berlutut di sampingnya.Untung saja, tas ransel besar yang Jay serahkan sebelumnya, masih melekat di punggung Lina.Tanpa membuang waktu, Jay mengambil tas itu dan memakainya di punggung.Setelah memastikan tas itu aman, dia memeriksa napas Lina.“Masih ada, meski lemah.”Jay memutuskan untuk menggendong Lina ala bridal, dan segera mencari tempat yang lebih aman dan kering untuk berlindung.Jay bergerak cepat di antara pepohonan basah, tanah berlumpur di bawah kakinya membuat perjalanan semakin berat.“Aku harus segera menemukan tempat yang lebih tinggi sebelum air datang lagi.”Setelah
“Bisakah kamu berhenti melakukan itu?” tanya Jay dengan suara menahan sesuatu.Lina terdiam seketika dan mendongak.“Maksudnya, Tuan Jay?” Wanita itu seakan masih belum paham akibat dari perbuatannya.“Berhenti mengusap-usap dadaku menggunakan wajahmu.” Jay terpaksa mengatakannya secara lugas.Memangnya harus dengan bahasa yang seperti bagaimana lagi?“O-ohh! Maaf!” Lina jadi tak enak sendiri. Kepalanya langsung tertunduk dan berusaha mengendalikan debaran jantungnya.Jay menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan ‘Jenderal Joni’ di bawah sana yang sudah terbangun dari tidur panjangnya.“Tu-Tuan Jay, bolehkah … bolehkah begini dulu untuk … untuk beberapa saat?” tanya Lina dengan hati-hati, takut Jay marah.“Hm?” Jay melirik ke bawah.Lina memberanikan diri mendongak untuk mempertemukan netra mereka.“Aku … aku merasa hangat dan nyaman … di … di ….” Lina gagap dan gugup.Dia tidak menemukan kalimat yang lebih terhormat untuk menggantikan yang ada di benaknya saat ini.“Aku harus me
“Takut? Ke kamu? Enggak, tuh.” Lina tersenyum. “Aku percaya kamu orang baik, kok. Lagipula, bukannya kamu pernah menjelaskan kalau kamu mendapatkan framing makanya bisa dijebloskan ke penjara?”Ah ya, Jay terlupa bahwa dulu dia sudah pernah mengadakan konferensi pers mengenai apa yang diucapkan Lina.“Latar belakang masalahku bisa masuk ke penjara memang itu. Tapi bisa aja aku terkontaminasi dengan karakter keras dan kejam penghuni penjara, kan?” Jay masih ingin mengetahui sejauh mana penilaian Lina terhadap dirinya.Lina menggeleng.“Kalau kamu terkontaminasi mereka, kamu nggak akan bantu tentara Astronesia di sini sampai sejauh ini. Kamu nggak akan mengupayakan keselamatan aku dan kameramanku kayak gini.”Rupanya wanita ini sudah mempersiapkan jawabannya.“Aku percaya … Jay orang baik dulu maupun sekarang ….” Lina bergerak lebih proaktif.Dia beringsut ke hadapan Jay dan dengan santai memeluk Jay.“Maaf, aku … aku agak kedinginan. Boleh peluk, kan?” Lina langsung saja membelitkan ked
“Eh? Kamu prajurit, Jay?” Lina sampai melongo mendengar ‘pengakuan’ Jay.Ini benar-benar sesuatu yang baru dari Jay. Apakah Lina bisa mengambil ini sebagai artikel khusus nantinya?Muncul senyum kecil dari Jay sebelum dia menjawab, "Aku terbiasa berlatih, Lina. Kalau hidup di lingkunganku, kamu harus siap menghadapi bahaya. Jadi, ya, aku seperti 'prajurit' dalam caraku sendiri."Jay adalah prajurit dalam hidupnya sendiri.Lina yang awalnya antusias akan menemukan rahasia lain dari Jay untuk bahan beritanya, kini mengendur, terlihat kecewa.“Kukira kamu prajurit sungguhan yang menyamar, Jay.” Lina tak bisa menyembunyikan kekecewaannya."Bisa dibilang aku prajurit ... tapi bukan yang resmi. Lebih ke arah menjaga diriku dan orang-orang terdekat." Jay masih menambahkan. “Jangan anggap serius bercandaku tadi, Lina.”Mau tak mau, Lina memberikan senyum meski terasa hambar dan dipaksakan. Meski begitu, dia meyakini bahwa Jay tidak sesederhana yang terlihat. Hanya saja, dia belum memiliki arah
“Selamat pagi, Lina,” sapa Jay.“Pagi, Nona Lina.” Ini datang dari Kolonel Hangga.Mata Lina menatap pasukan tentara Astronesia dan helikopter di kejauhan yang mendekat.“Apakah suara kami terlalu mengganggu tidurmu?” goda Jay setengah menyindir.Mendapat pertanyaan semacam itu, Lina malu bukan main. Dia yang bergaya ingin gantian berjaga dengan Jay, malah tidur hingga keesokan paginya.Memahami rasa malu Lina, Jay tersenyum tipis dan berkata, “Ayo, kita kembali ke kota.”Seperti kerbau linglung yang dicucuk hidungnya, Lina mengangguk dan patuh naik ke helikopter yang sudah mendarat di tanah cukup lapang tak jauh dari gua.Di helikopter itu ada Jay, Erlangga, Baskara, Lina, kameraman, dan Kolonel Hangga. Destinasi adalah Kota Mahoni.“Selamat datang di markas pusat komando Kota Mahoni.” Komandan Rahul menyambut begitu mereka keluar dari helikopter.Jay menjabat tangan Komandan Rahul yang terjulur padanya, disusul yang lain juga.Mereka dibawa ke ruang santai dan disediakan kamar untuk
“Ah, benar! Itu belum diuji di medan ekstrim seperti bencana kebakaran.” Bintang tamu lainnya menyahut.Kemudian, pembawa acara menimpali, “Kita bisa tunggu jawaban ini dari Tuan Jay Mahawira, apakah Beliau bersedia mengujinya dalam lahan kebakaran untuk NanoCorium? Mungkin nanti akan kita coba sambungkan dengan Beliau.”Jay duduk diam sambil menonton acara tersebut, meskipun hatinya sedikit tergelitik oleh pernyataan bintang tamu yang meragukan kemampuan NanoCorium di medan panas ekstrem.Atin yang duduk di sebelahnya melirik sekilas, mencoba menebak apa yang dipikirkan oleh Jay.Namun, Jay tetap tenang, wajahnya tak menunjukkan emosi apa pun.“Apakah ini bisa menjadi masalah, Jek?” tanya Atin akhirnya, tidak tahan dengan keheningan Jay yang cenderung mengintimidasi.Jay hanya menggeleng pelan, lalu menyesap teh yang sudah mulai dingin di depannya."Bukan masalah besar," ujarnya singkat. "Semua produk pasti diuji, dan keraguan itu wajar. Aku lebih tertarik bagaimana mereka merespon ha
Tim Jay tidak bergerak lambat. Dalam waktu beberapa jam saja, mereka sudah siap dengan apa yang diminta Jay.“Jek, apakah akan mengirim boneka-boneka itu ke Pulau Cendrawasih?” tanya Atin.“Ya. NanoCorium harus diuji di sana secara langsung,” tanggap Jay pada Atin.“Apakah kau akan pergi ke sana lagi?” Atin kembali bertanya.Jay kali ini menggelengkan kepala.“Tidak, Pak. Biarkan Erlangga saja yang ke sana. Aku butuh melakukan sesuatu di sini.” Jay berkata. “Lagipula, aku udah meminta Komandan Rahul melakukan sesuatu sambil menunggu bonekaku datang ke sana.”Atin tidak lagi bertanya dan diam di samping Jay.Tak lama, Jay menerima panggilan dari Komandan Rahul. “Tuan Jay.”“Komandan Rahul. Bagaimana?” tanya Jay saat membalas sapaan melalui panggilan video sang komandan.“Kami sudah melemparkan beberapa rompi produk Anda ke dalam kebakaran hutan itu. Hasilnya harus menunggu sampai hutan berhasil ditangani. Kuharap Anda bersabar.” Komandan Rahul memberikan informasi.Ini sesuai yang dimin
“Kita bisa bicarakan lagi ketika nanti hasil uji dari api keluar. Anda setuju itu, Pak Jay?” tanya Jenderal Wiguna.“Tidak masalah, Pak. Nanti kami akan datang kembali sambil membawa NanoCorium untuk ketahanan militer kita.” Jay menekankan mengenai itu agar Jenderal Wiguna memiliki bayangan mengenai militer yang lebih kuat dari sebelumnya.Pemimpin mana yang tidak ingin melihat anak buahnya menjadi lebih kuat bertahan di medan perang? Apalagi Astronesia mengalami beberapa pemberontakan di perbatasan dan pulau paling ujung.“Kami menantikan kabar baik dari produk Anda, Pak Jay.” Jenderal Wiguna sungguh berharap Jay dan produknya bisa menguatkan militer mereka.Jika benar NanoCorium sehebat yang dikatakan, maka akan ada masa depan cemerlang untuk militer Astronesia. Mereka tidak perlu lagi minder dengan tentara negara lain yang lebih mendominan di global.Setelah pertemuan pribadi itu, Jay merasa tenang di mobil yang membawanya pulang. Dia tersenyum.Pada malam harinya, Jay menerima kab