“Hah? Seriusan, tuh?” Feinata ikut memekik heran.Dia dan Radeva sama-sama melongo heran bercampur bingung melihat ujung mulut botol yang kini terarah ke ….“Aku lagi?” Suara Feinata bergetar.Tadi botol sudah nyaris hendak berhenti di Zafia, tapi ternyata masih bisa bergerak sangat pelan ke arah Feinata.“Kok aku lagi, sih?” Feinata memekik kesal ke Radeva. “Kamu yang benar, dong! Putar botolnya tuh yang benar!”Feinata tak sungkan lagi untuk menepuk keras lengan Radeva.“Njir! Emangnya aku dewa yang bisa menentukan hasil akhir putaran botol?” Radeva mendelik ke Feinata karena lengannya ditabok cukup keras oleh gadis itu. “Aku udah putar kencang, kamu liat sendiri, nggak sih? Kok malah bertingkah anarkis? Aneh, lu!”Dua muda-mudi itu justru mulai bertengkar, saling menyalahkan.“Hei, udah, udah!” Jay melerai kedua muda-mudi itu sebelum pertengkaran semakin menjadi-jadi.Keduanya memang sama-sama berhenti bicara meski wajah masam mereka sama-sama tak enak dilihat. Bahkan dengusan kera
“Aku percayakan adikku ke kamu.” Zafia sempat mengatakan itu pada Radeva sebelum benar-benar pergi bersama Jay.Radeva mengangguk saja dan mulai memapah Feinata keluar dan pergi ke mobilnya sendiri.“Duduk yang manis. Aku nggak tanggung kalau kamu ntar kejedot, loh!” Radeva bicara seusai memakaikan sabuk pengaman ke Feinata di sampingnya.Sedangkan Feinata, matanya masih terbuka meski 50 persen saja, belum sepenuhnya mabuk berat.“Mau ke mana?” tanyanya lirih.Radeva menoleh ke samping sambil memutar kunci mobilnya agar mesin bisa menyala. “Ke rumahmu lah! Nggak mungkin ke rumah presiden, dong!”Terdengar nyinyir, tapi itu karena Radeva cukup kesal karena dia malah diberi tanggung jawab yang berkaitan dengan orang yang membuatnya kesal.Feinata terdiam dan tak banyak bicara seperti biasanya. Dia seperti merenung sembari mobil melaju mulus di jalanan malam Jatayu.“Nah, udah nyampe. Ini kan rumahmu? Udah sesuai sama map yang dikasi kakakmu.” Radeva menghentikan mobil di depan rumah kel
“Kenapa? Kamu nggak takut, kan?” tanya Jay setelah mobil dia hentikan di area bukit pinggir kota. “Tenang aja, ada aku, kok!”Tatapan mereka saling bertaut dalam keremangan malam, hanya mendapatkan sinar dari rembulan dan bias lampu kota di bawah.Zafia menampilkan senyumannya sambil kemudian berkata, “Aku nggak takut suasana sepinya. Aku lebih takut sama kamu.”Mendengar selorohan wanita pujaannya, Jay tertawa ringan.“Kenapa harus takut sama aku?” Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tak perlu ada jawabannya.Sekaligus tak perlu ditanyakan, tapi Jay suka bermain kata dengan Zafia.Sedikit memiringkan kepalanya tanpa memudarkan senyuman di wajah cantiknya, Zafia menjawab, “Aku patut takut, dong, ama orang yang bisa mengatur botol sedemikian rupa macam itu boneka marionette-nya.”Sebuah sindiran yang disampaikan secara halus dan sopan, berbalut pujian secara samar pula. Inilah yang disukai Jay dari Zafia. Wanita itu mampu menyampaikan kalimatnya dengan kesan misterius dan menaikkan adren
“Oh? Duit ‘pajak’, yah?” ejek Jay pelan sambil keluar dari mobil. “Tunggu dulu di sini, Fi.”Mana mungkin dia takut pada preman lokal yang hendak mengganggu acara kencannya?Apalagi dia baru saja mengajak Zafia jadian dan belum mendapatkan jawaban dari wanita itu.“Wah, wah ….” Salah satu preman cukup terkejut, tidak menyangka Jay mengatakan itu sambil keluar dari mobil.“Bos, dia nantangin, tuh! Bwa ha ha ha!” Preman lain menertawakan keberanian Jay.Sepertinya mereka kerap ‘beroperasi’ di area itu hanya karena lokasi tersebut sepi dan memiliki panorama indah ketika malam hari. Sangat cocok untuk pasangan yang ingin merasakan suasana romantis sekaligus dramatis.Preman lokal yang berjumlah 9 orang itu terlihat beringas. Untuk orang biasa, pasti menakutkan jika mereka mendekat dan meminta uang. Beda halnya jika itu Jay.“Bukannya menantang,” sah
"Mereka ada empat mobil." Jay berkata lirih.Dia segera mempercepat laju mobilnya, tatapannya tajam, fokus sepenuhnya pada jalan di depannya.Zafia duduk tenang di sebelahnya, meski situasi mulai menegang. Suara deru mesin mobil-mobil lain yang mengikuti mereka semakin jelas terdengar.“Fi, kayaknya harus ada sedikit extend time untuk kencan kita,” Jay berkata sambil memiringkan kepalanya sedikit ke arah Zafia, tersenyum santai.Zafia tertawa kecil, menanggapi dengan tenang. “Nggak masalah, aku malah senang bisa lebih lama sama kamu.”Jay tersenyum senang, lalu menambah kecepatan mobilnya, melaju menuju area yang dia tahu sepi—daerah yang nantinya akan dikembangkan menjadi smart city. Jalur panjang dan kosong itu sempurna untuk menghadapi situasi ini. Empat mobil yang menguntit mereka mulai lebih agresif, mencoba memepet mereka dari belakang.Jay memutar setirnya dengan lincah, berbelok tajam ke kanan, membuat mobil lawan harus memperlambat lajunya untuk tidak menabrak trotoar. “Merek
"Rupanya sejak tadi kamu ingin membuatku terkesan, yah?" Zafia menoleh ke Jay diiringi senyuman bidadarinya.Jay tertawa kecil, masih memandang Zafia. "Jadi, berhasil nggak bikin kamu terkesan?" tanyanya dengan nada sedikit menggoda.Zafia menghela napas pura-pura sambil memiringkan kepalanya. "Mungkin kamu butuh lebih dari ini untuk benar-benar bikin aku terkesan, Jay."Mata Jay menyipit, merasa tertantang dengan jawaban Zafia. "Oh ya? Kayaknya aku harus mencoba lebih keras, kalau gitu?"Zafia hanya tersenyum tipis, mata mereka saling bertaut dalam kehangatan. Namun, momen itu tak berlangsung lama. Jay melihat sesuatu di spion, membuat ekspresinya berubah drastis.“Fi, kita dapat tamu baru, nih!” gumam Jay, suaranya serius.Zafia menoleh, melihat enam mobil lain yang datang dari belakang. Mereka bergerak cepat dan langsung berusaha mengepung. “Wah, kali ini lebih banyak dari sebelumnya.”Jay menekan pedal gas, mencoba melarikan diri lagi. "Kayaknya mereka emang bener-bener nggak ingi
"Kenapa, Fi? Apakah kamu tidak melihat ini sebagai solusi terbaik kita untuk kabur dari mereka?" Jay menjawab sambil matanya mengerling jenaka.Dia sudah memikirkan ini dan itu, tak mungkin salah perhitungan."Apalagi aku yakin orang-orang itu masih kewalahan naik tangga." Jay menambahkan.Nafas Zafia sedikit terengah, tapi matanya masih tenang dan waspada. Dia memandang ke sekeliling, melihat bahwa tidak ada jalan keluar lagi."Iya, sih. Ini kita di lantai berapa, yah Jay?" tanya Zafia.Yang mengherankan baginya, dia tidak selelah yang dibayangkan ketika berlari naik tangga belasan lantai. Sementara pengejar mereka masih berjuang agar napas tidak putus."Mungkin di lantai 15." Lalu Jay mengangkat cepat bahunya setelah menjawab.Zafia berjalan ke tepian rooftop, menatap ragu ke bawah. Terlalu tinggi untuk melompat, bukan? Memangnya solusi apa yang dibicarakan Jay dengan penuh percaya diri tadi?“Jay, kita terdesak,” ucap Zafia dengan tenang, meski situasi mereka jelas-jelas genting.J
“Me-melompat dari sini?” Zafia makin terkesiap akan jawaban Jay. “Tapi Jay, itu ….”“Gedung di depan sana tidak terlalu jauh jaraknya, kok! Dua gedung yang ini jauh lebih dekat daripada yang sebelumnya. Percaya sama aku, yah Fi!” Jay tersenyum sambil mengedipkan satu matanya ke Zafia.Meski Zafia menyukai hal-hal menantang adrenalin, tapi tak ada dalam bayangannya dia akan melompat dari satu gedung ke gedung lain.Zafia berasumsi bahwa mereka akan melompat bergantian. Ini gila! Dia tak tahu apakah memiliki kemampuan melompat sebaik itu. “Tapi gimana—““Tentu aja kayak tadi, aku akan gendong kamu.” Jay memotong, seakan dia sudah mengerti apa yang hendak diucapkan Zafia.Jay mendekatkan diri ke Zafia sambil tersenyum penuh percaya diri. “Fi, aku bisa gendong kamu kayak sebelumnya, bridal style,” tawarnya, mengingat bagaimana sebelumnya dia membawa Zafia melintasi bahaya.Namun, Zafia ragu. Melihat kondisi rooftop dan jarak yang lumayan jauh ke gedung sebelah, dia khawatir.“Kayaknya ba
“Ah … indahnya ketika tanganku bisa menggenggam apa yang aku ingin.” desah Jay sembari menjulurkan tangan ke depan dan membuat gerakan meremas pelan penuh penghayatan.Di dalam kantor pusat Supreme NeoTech, Jay berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke kota Jatayu. Gedung pencakar langit dan lampu-lampu kota yang berkilauan di malam hari menyimpan kisah tentang krisis yang baru saja dia ciptakan.Jay mengangkat segelas anggur merah, menatap cairan itu dengan senyum tipis."Semua berjalan sesuai rencana," gumamnya.Atin, Rabbit, Arunika, dan Restu berada di ruangan yang sama, memantau situasi terbaru melalui layar besar yang menampilkan berita dan data ekonomi.Laporan menunjukkan tingkat pengangguran melonjak tajam, sementara perusahaan-perusahaan kecil dan menengah berguguran satu per satu."Bos, perusahaan-perusahaan yang kita akuisisi dalam krisis ini tidak akan lama menjadi aset mati. Banyak yang kehilangan kepercayaan terhadap sistem," kata Restu, sedikit khawatir.Jay men
“Mereka harus diberi sedikit guncangan, agar sadar bahwa mereka bukan yang paling kuasa di dunia ini.” Jay menyeringai.Di balik layar, Jay tersenyum puas. Bersama tim keuangannya di Supreme NeoTech, dia telah menyebarkan rumor tentang kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar.Berita palsu tentang skandal korupsi, laporan keuangan yang dimanipulasi, dan krisis manajemen membuat para investor panik.Saham dijual besar-besaran, menciptakan peluang emas bagi Jay.“Eksekusi short selling berhasil, Bos! Mereka tidak akan bisa bangkit dalam waktu dekat,” lapor Erlangga, matanya berbinar puas.Jay mengangguk. “Saat mereka sibuk menyelamatkan diri, kita akan mengambil alih satu per satu. Mulai dari perusahaan teknologi kecil, hingga pilar-pilar ekonomi kota ini.”Supreme NeoTech, dengan dana melimpah dan jaringan luas, diam-diam membeli saham perusahaan-perusahaan yang sedang bangkrut.Mereka mengambil alih aset berharga dengan harga jauh di bawah nilai pasar. Beberapa perusahaan besar sepert
“Kamu beneran Deri, kan?” tanya Jay sekali lagi sambil membuka mantel panjangnya untuk diberikan ke Erlangga yang menyertainya sebagai pengemudi.Deri mengangkat wajah kuyunya dan pandangannya bertemu dengan Jay. Dia tentu mengenali Jay sebagai mantan suami Vanya, orang yang pernah dia hina.“Kayaknya sih emang Bos Deri,” sindir halus Jay.Jay memandang Deri yang hanya berpakaian lusuh dan wajah penuh kelelahan. Tatapan mereka bertemu untuk kedua kalinya sebelum Deri menundukkan kepala lagi, tak sanggup menahan rasa malu.Sosok yang dulu begitu sombong kini berada di titik terendah dalam hidupnya, dan di hadapannya berdiri pria yang pernah dia hina tanpa ampun.“Erlangga,” Jay menoleh ke orang kepercayaannya, “ambilkan uang dari mobil.”Erlangga mengangguk tanpa kata, berjalan ke mobil dan kembali dengan segepok uang.Jay menerima uang itu dan berjalan mendekati Deri. Dia menjatuhkan uang tersebut di depan Deri tanpa nada mengejek dalam suaranya, tetapi setiap kata yang dia ucapkan ba
“Jek, kamu … ingin ikut pertarungan Pemilihan Gubernur Jatayu?” tanya Atin dengan kedua alis terangkat tinggi.Dia tidak mengira Jay akan memiliki ambisi sebagai salah satu petinggi di Jatayu. Yah, itu bukan hal yang buruk, tentu saja.Dengan Jay menjadi gubernur Jatayu, bukankah akan ada banyak hal yang lebih mudah bagi mereka di kemudian hari?“Ya, Pak. Aku berencana seperti itu.” Jay mengangguk sambil menoleh ke Atin di dekatnya. “Bagaimana menurutmu, Pak?”Setelah itu, Jay menopang dagunya menggunakan kedua punggung tangan membentuk sudut siku-siku, lalu senyum iblisnya muncul.Akan sangat menarik apabila Jay ikut terjun dalam pemilihan gubernur Jatayu kali ini. Seorang pengusaha muda yang sukses merintis karir dari nol, tentu saja akan sangat dinantikan aksinya dalam persaingan antar calon gubernur.“Aku pasti mendukung keputusanmu, Jek. Lagipula, kita akan banyak diuntungkan apabila kamu berhasil memenangkan dirimu di pemilihan gubernur Jatayu nantinya.” Atin memberikan pendapat
“Eh?!” Jay tak siap dengan kecupan Phoenix.Wanita itu bergerak sangat cepat sampai Jay tak berhasil menghindar. Ini benar-benar di luar dugaan Jay.Sedangkan Zafia di samping Jay hanya bisa membelalakkan mata selama sekian detik, tak bisa melakukan apa-apa.“Maafkan sikapku, Nyonya.” Phoenix memberikan salam soja dengan menangkupkan dua tangan di depan tubuh ke Zafia.Dia menggunakan bahasa internasional agar Zafia paham apa yang diucapkannya.Karena sudah begitu, Zafia tersenyum sambil menanggapinya menggunakan bahasa internasional juga, “Tidak mengapa, Nona Phoenix. Tak perlu meminta maaf.”Setelah itu, Jay dan rombongan kecilnya naik ke jet pribadinya. Tak berapa lama kemudian, pintu pesawat pun mulai ditutup dan bergerak di landasan pacu.“Hong’er … kamu menyukainya, bukan?” tanya Dragon di samping putrinya.Phoenix menoleh cepat ke ayahnya, cukup terkejut dengan penilaian Dragon.“Ayah, kecupan tadi itu … bukan mengenai perasaan, tapi … itu memang sudah menjadi perjanjian yang k
“Kamu dengar aku, Rabbit? Ikutlah aku ke Astronesia dan menjadi bawahanku!” ulang Jay tanpa menjeda tatapannya ke Rabbit.Mata Rabbit terus tertuju pada Jay dengan tatapan kosong. Di sanalah Jay sedang menggempur kesadaran Rabbit, mengikis logika wanita itu menggunakan sebuah ajian kuat yang dia pelajari dari Atin.Ajian yang mampu membuat orang tunduk dan takluk sepenuhnya. Ajian yang bisa mengambil alih kesadaran orang lain.“Ikut Jay … ke Astronesia … menjadi bawahan … Jay.” Setelah beberapa menit yang terasa sangat panjang bagi mereka bertiga, akhirnya muncullah ucapan tersebut dari Rabbit.Jay tersenyum, lega karena ajiannya berhasil. Tidak sia-sia dia mengorbankan energi kanuragannya sebanyak 50 persen lebih hanya untuk bisa melancarkan ajian ilusi perenggut kesadaran tersebut.Sedangkan Phoenix, dia mengerutkan kening, raut wajahnya menunjukkan ketidakpercayaan atas apa yang dia saksikan di depan mata.“Apa-apaan adikku? Kenapa dia begitu?” tanya Pheonix ke Jay.Ketika lengan J
“Membawa Rabbit ke Astronesia?” Dragon sampai menaikkan kedua alisnya tinggi-tinggi.Pria paruh baya itu tidak menyangka bahwa hal yang diminta darinya dari Jay adalah salah satu putrinya yang kebetulan sedang dihukum.“Benar, Tuan Dragon. Itu pun jika Anda berkenan.” Jay menatap lurus ke mata Dragon.Bahkan Phoenix saja sampai membelalakkan matanya ketika mendengarnya. Berani sekali Jay meminta sesuatu sejauh itu!“Tuan Jay, bukankah permintaan Anda terlalu berlebihan? Kenapa Anda menginginkan anak saya yang itu untuk Anda bawa ke negara Anda?” tanya Dragon sembari menyipitkan matanya.Nada suaranya rendah dan berat, dengan membawa sekilas raut wajah curiga.Supaya tidak menimbulkan asumsi liar dari Dragon, maka Jay lekas mengatakan alasannya. “Tuan Dragon, saya tidak bermaksud ingin menyakiti atau berbuat hal yang sekiranya berlawanan dengan norma. Saya hanya ingin menjadikan dia salah satu anak buah saya. Itu pun jika Anda memperbolehkan.”Mendengar penjelasan dari Jay, Dragon diam
“Jay!” Zafia terkejut ketika tubuhnya diangkat sang suami dan mulai direbahkan di kasur besar nan mewah di sana.Jay bergerak cekatan melucuti celana jins istrinya, beserta kain segitiga mungil berwarna putih, dan menikmati pemandangan luar biasa indah yang tergolek pasrah di atas ranjang.Mata Zafia basah dengan mulut terbuka sedikit, menimbulkan sensasi birahi tersendiri untuk Jay.“Fi … kamu keterlaluan godain aku kayak gitu.” Jay mulai mengurai semua lapisan pakaiannya sendiri dan menjatuhkan secara sembarangan di lantai.Dia sudah tak sabar ingin menjadikan Zafia miliknya, utuh dan sempurna.“Hi hi! Aku ingin belajar menggoda kamu, Jay.” Zafia tersenyum binal sambil menggigit jarinya. Mata mengerling nakal ke Jay. "Gimana? Apakah udah lulus?"Yang membuat jantung Jay serasa digedor palu Thor, ketika Zafia membuka kedua kakinya dan memperlihatkan keutuhan dari surga dunia pada Jay, meski kemudian dia merayapkan tangan untuk menutupi lembah suburnya, menaikkan rasa penasaran Jay.“
“Zafia?” Betapa terkejutnya Jay ketika mendengar nama istrinya disebutkan.Karena Dragon menghargai Jay, maka Zafia tentu saja diizinkan masuk ke ruangan.“Silakan, Nona.” Pelayan membungkuk, mempersilakan Zafia masuk.Ketika Jay melihat kedatangan istrinya yang dirindukan, dia langsung maju. “Fi ….” Kemudian dia memeluk erat Zafia.Sebenarnya Zafia sudah bersiap untuk bertempur mati-matian andaikan memang diharuskan jika dia dipersulit bertemu Jay.“Jay ….” Zafia membalas pelukan erat suaminya. Matanya terpejam dengan pelupuknya basah oleh air mata.Dia lega, sangat lega karena ternyata Jay baik-baik saja, tidak terluka ataupun tersandera.Setelah pelukan itu diurai satu sama lain, Jay memperkenalkan Zafia. “Tuan Dragon, Phoenix, perkenalkan … ini istriku, Zafia.”Ada kilat keterkejutan di mata Phoenix, meski setelah itu reda dengan cepat.“Wah, selamat datang kepada Nyonya Jay.” Dragon menyambut disertai senyuman.Atas kuasa Dragon, Jay dan Zafia diberikan kamar tamu yang layak. Bag