“Kenapa? Kamu nggak takut, kan?” tanya Jay setelah mobil dia hentikan di area bukit pinggir kota. “Tenang aja, ada aku, kok!”Tatapan mereka saling bertaut dalam keremangan malam, hanya mendapatkan sinar dari rembulan dan bias lampu kota di bawah.Zafia menampilkan senyumannya sambil kemudian berkata, “Aku nggak takut suasana sepinya. Aku lebih takut sama kamu.”Mendengar selorohan wanita pujaannya, Jay tertawa ringan.“Kenapa harus takut sama aku?” Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tak perlu ada jawabannya.Sekaligus tak perlu ditanyakan, tapi Jay suka bermain kata dengan Zafia.Sedikit memiringkan kepalanya tanpa memudarkan senyuman di wajah cantiknya, Zafia menjawab, “Aku patut takut, dong, ama orang yang bisa mengatur botol sedemikian rupa macam itu boneka marionette-nya.”Sebuah sindiran yang disampaikan secara halus dan sopan, berbalut pujian secara samar pula. Inilah yang disukai Jay dari Zafia. Wanita itu mampu menyampaikan kalimatnya dengan kesan misterius dan menaikkan adren
“Oh? Duit ‘pajak’, yah?” ejek Jay pelan sambil keluar dari mobil. “Tunggu dulu di sini, Fi.”Mana mungkin dia takut pada preman lokal yang hendak mengganggu acara kencannya?Apalagi dia baru saja mengajak Zafia jadian dan belum mendapatkan jawaban dari wanita itu.“Wah, wah ….” Salah satu preman cukup terkejut, tidak menyangka Jay mengatakan itu sambil keluar dari mobil.“Bos, dia nantangin, tuh! Bwa ha ha ha!” Preman lain menertawakan keberanian Jay.Sepertinya mereka kerap ‘beroperasi’ di area itu hanya karena lokasi tersebut sepi dan memiliki panorama indah ketika malam hari. Sangat cocok untuk pasangan yang ingin merasakan suasana romantis sekaligus dramatis.Preman lokal yang berjumlah 9 orang itu terlihat beringas. Untuk orang biasa, pasti menakutkan jika mereka mendekat dan meminta uang. Beda halnya jika itu Jay.“Bukannya menantang,” sah
"Mereka ada empat mobil." Jay berkata lirih.Dia segera mempercepat laju mobilnya, tatapannya tajam, fokus sepenuhnya pada jalan di depannya.Zafia duduk tenang di sebelahnya, meski situasi mulai menegang. Suara deru mesin mobil-mobil lain yang mengikuti mereka semakin jelas terdengar.“Fi, kayaknya harus ada sedikit extend time untuk kencan kita,” Jay berkata sambil memiringkan kepalanya sedikit ke arah Zafia, tersenyum santai.Zafia tertawa kecil, menanggapi dengan tenang. “Nggak masalah, aku malah senang bisa lebih lama sama kamu.”Jay tersenyum senang, lalu menambah kecepatan mobilnya, melaju menuju area yang dia tahu sepi—daerah yang nantinya akan dikembangkan menjadi smart city. Jalur panjang dan kosong itu sempurna untuk menghadapi situasi ini. Empat mobil yang menguntit mereka mulai lebih agresif, mencoba memepet mereka dari belakang.Jay memutar setirnya dengan lincah, berbelok tajam ke kanan, membuat mobil lawan harus memperlambat lajunya untuk tidak menabrak trotoar. “Merek
"Rupanya sejak tadi kamu ingin membuatku terkesan, yah?" Zafia menoleh ke Jay diiringi senyuman bidadarinya.Jay tertawa kecil, masih memandang Zafia. "Jadi, berhasil nggak bikin kamu terkesan?" tanyanya dengan nada sedikit menggoda.Zafia menghela napas pura-pura sambil memiringkan kepalanya. "Mungkin kamu butuh lebih dari ini untuk benar-benar bikin aku terkesan, Jay."Mata Jay menyipit, merasa tertantang dengan jawaban Zafia. "Oh ya? Kayaknya aku harus mencoba lebih keras, kalau gitu?"Zafia hanya tersenyum tipis, mata mereka saling bertaut dalam kehangatan. Namun, momen itu tak berlangsung lama. Jay melihat sesuatu di spion, membuat ekspresinya berubah drastis.“Fi, kita dapat tamu baru, nih!” gumam Jay, suaranya serius.Zafia menoleh, melihat enam mobil lain yang datang dari belakang. Mereka bergerak cepat dan langsung berusaha mengepung. “Wah, kali ini lebih banyak dari sebelumnya.”Jay menekan pedal gas, mencoba melarikan diri lagi. "Kayaknya mereka emang bener-bener nggak ingi
"Kenapa, Fi? Apakah kamu tidak melihat ini sebagai solusi terbaik kita untuk kabur dari mereka?" Jay menjawab sambil matanya mengerling jenaka.Dia sudah memikirkan ini dan itu, tak mungkin salah perhitungan."Apalagi aku yakin orang-orang itu masih kewalahan naik tangga." Jay menambahkan.Nafas Zafia sedikit terengah, tapi matanya masih tenang dan waspada. Dia memandang ke sekeliling, melihat bahwa tidak ada jalan keluar lagi."Iya, sih. Ini kita di lantai berapa, yah Jay?" tanya Zafia.Yang mengherankan baginya, dia tidak selelah yang dibayangkan ketika berlari naik tangga belasan lantai. Sementara pengejar mereka masih berjuang agar napas tidak putus."Mungkin di lantai 15." Lalu Jay mengangkat cepat bahunya setelah menjawab.Zafia berjalan ke tepian rooftop, menatap ragu ke bawah. Terlalu tinggi untuk melompat, bukan? Memangnya solusi apa yang dibicarakan Jay dengan penuh percaya diri tadi?“Jay, kita terdesak,” ucap Zafia dengan tenang, meski situasi mereka jelas-jelas genting.J
“Me-melompat dari sini?” Zafia makin terkesiap akan jawaban Jay. “Tapi Jay, itu ….”“Gedung di depan sana tidak terlalu jauh jaraknya, kok! Dua gedung yang ini jauh lebih dekat daripada yang sebelumnya. Percaya sama aku, yah Fi!” Jay tersenyum sambil mengedipkan satu matanya ke Zafia.Meski Zafia menyukai hal-hal menantang adrenalin, tapi tak ada dalam bayangannya dia akan melompat dari satu gedung ke gedung lain.Zafia berasumsi bahwa mereka akan melompat bergantian. Ini gila! Dia tak tahu apakah memiliki kemampuan melompat sebaik itu. “Tapi gimana—““Tentu aja kayak tadi, aku akan gendong kamu.” Jay memotong, seakan dia sudah mengerti apa yang hendak diucapkan Zafia.Jay mendekatkan diri ke Zafia sambil tersenyum penuh percaya diri. “Fi, aku bisa gendong kamu kayak sebelumnya, bridal style,” tawarnya, mengingat bagaimana sebelumnya dia membawa Zafia melintasi bahaya.Namun, Zafia ragu. Melihat kondisi rooftop dan jarak yang lumayan jauh ke gedung sebelah, dia khawatir.“Kayaknya ba
“Kalian sudah menemukan siapa dalang di balik mereka?” tanya Jay ke Baskara dan Erlangga.Pagi ini dia sudah bersantai bermandi matahari di taman samping sembari menikmati hamparan hijau nan mahal di sekitarnya.“Sudah, Bos.” Baskara sebagai kepala divisi intelijen mengangguk. “Mereka bawahan Viktor Raditya.”Jay tersenyum sinis ketika mendengarnya.“Sesuai dugaanku,” ucap Jay sambil mendongakkan kepala dan memejamkan mata, menerima sinar hangat mentari menerpa wajahnya.Dia sedang mandi cahaya matahari sembari melakukan ‘senam kebugaran’. Hanya memakai celana pendek ketat, membiarkan otot-ototnya terlihat sambil dia menggerakkan tangan dan kaki ke kanan juga kiri secara perlahan.“Lalu … apa kalian menemukan alasan Viktor menyerangku?” tanya Jay tanpa menghentikan gerakan slow motion-nya. “Ah, biar aku tebak, itu karena Viktor marah komposisi rompi NanoCorium yang dikasi Kalista masih belum sempurna, makanya melampiaskan kekesalannya ke aku karena nggak menemukan Kalista.”Baskara da
“Hm? Menyatukannya bersama Carbophene?” Kening Jay berkerut ketika mendengar solusi yang diberikan Haydan.Haydan dan dua lainnya mengangguk.“Kami sudah menelitinya bersama tim Arimbi, dan setuju bahwa komposisi Carbophene sangat tepat untuk dilekatkan ke rompi NanoCorium.” Ghea ikut bicara.Hal tersebut sungguh di luar perkiraan Jay. NanoCorium bersatu dengan Carbophene!“Bagaimana menurutmu, Eldric?” tanya Jay ke Direktur Teknologinya.Sebagai orang yang bertanggung jawab atas pengembangan dan penerapan teknologi perusahaan, Eldric tentu menuangkan opininya.“Saya sudah melihat komposisi kedua bahan itu dan ternyata memang cocok, sangat sesuai untuk diintegrasikan menjadi sebuah produk yang kuat dan jauh lebih baik dari sebelumnya.” Eldric memaparkan pendapat profesionalnya.Karena sudah seperti itu, Jay semakin puas dan mempercayakannya pada mereka.“Lakukan yang terbaik dan berikan hasilnya dalam minggu ini. Aku percaya kalian bisa.” Setelah mengucapkan itu, Jay meminta mereka ke