“Fei?” Jay dan Zafia sama-sama menoleh ketika sosok dari dalam rumah memunculkan dirinya.Di sana, Feinata mengembangkan senyuman pada wajahnya sambil dia berjalan mendekat. Sepertinya dia sudah mempersiapkan diri dengan baik.“Aku ikut, nggak apa-apa, kan?” tanya Feinata.Wajahnya dibuat selugu mungkin agar tidak ada penolakan dari dua orang di depannya.“Fei, ya ampun ….” Kini ada lagi yang muncul dari dalam rumah.“Selamat malam, Pak Tristan,” sapa Jay hormat pada kepala keluarga Narendra.Di belakang Tristan, ada Yoana yang ikut serta.“Malam, Bu Yoana.” Jay juga menyapa sang nyonya rumah.Tristan dan Yoana serempak membalas sapaan Jay disertai senyuman.Kemudian, Tristan fokus kembali pada anak bungsunya. “Fei, biarkan kakakmu pergi, untuk apa kamu ikut?”Tak perlu meminta ahli untuk menganalisis bahwa Tristan sedang membukakan jalan lebar bagi Zafia agar bisa memiliki hubungan yang lebih erat dengan Jay.“Ugh … Pa, aku hari ini bosan banget, ingin hiburan setelah seharian kuliah
Zafia menoleh ke adiknya untuk berkata, “Loh, tadi kan kakak udah nawarin kamu untuk beli popcorn waktu kita beli minum ini?”Sang Ratu Kota Jatayu berusaha menahan kekesalan atas perilaku adiknya.Menggunakan wajah menyesal, Feinata beralasan, “Tadi belum kepingin, Kak. Sekarang kok mendadak ingin. Please, yah Kak, please ….”Rengekan Feinata membuat Jay emosi di hatinya. Tidak bisakah Feinata tak perlu menggunakan cara-cara culas untuk mengusir kakaknya pergi? Di sini bintang utamanya adalah Zafia, bukan Feinata!“Ya udah, aku beli dulu kalau gitu. Yang pedas atau manis?” tanya Zafia, tak mau salah.Dia mengalah lagi pada adiknya. Sudah sejak kecil dia terbiasa dididik ibunya untuk banyak mengalah pada sang adik.“Manis aja, Kak!” Feinata mulai tersenyum lebar. "Aku mau popcorn manis."Sudah terbayang olehnya, dia bisa berduaan saja dengan Jay. Meski singkat beberapa menit, tak masalah. Mungkin dia bisa menggunakan waktu singkat itu untuk memikat Jay.Zafia pun pergi keluar ruangan
“Eh?” Zafia termangu sejenak ketika mendengar ucapan Jay baru saja.Apakah Jay sedang melamarnya menjadi kekasih? Atau ….“Aku hanya bercanda, Fia,” jawab Jay dengan nada santai, mencoba mencairkan ketegangan. “Kita kan bukan lagi anak SMA yang suka main-main dengan cinta. Lagipula, aku lebih suka aksi nyata daripada sekadar kata-kata manis.”Jay tersenyum tipis, menahan gejolak di dalam dirinya. Dia tahu betul situasinya bisa jadi canggung jika dia tidak mengalihkan suasana dengan sedikit kelakar.Zafia tertawa kecil, namun sorot matanya tak lepas dari Jay. Dia bisa merasakan getaran yang tersembunyi di balik sikap Jay yang terlihat santai. “Oh, jadi kamu lebih suka aksi, ya? Menarik.”Jay mengangguk sembari memberikan tatapan dengan senyuman jahil. “Ya, karena bagiku … tindakan lebih bisa menunjukkan apa yang sebenarnya kurasakan. Tapi tentu aja, aku nggak mau buru-buru. Semuanya butuh waktu, ya kan?”Dengan begitu, suasana antara mereka tetap ringan dan akrab, tanpa memaksa percaka
“Double date?” Jay menoleh ke Zafia. “Kamu yakin?”Jay melihat Zafia yang menganggukkan kepala sembari mengulum senyuman manis padanya.…“Pesan aja apa yang kalian mau.” Jay mempersilakan 3 lainnya memilih menu hidangan di sebuah restoran seafood pinggir jalan yang cukup besar dan ternama.Sebagai yang mengajak keluar untuk kencan, tentu saja dia yang harus bertanggung jawab membuat tamu undangannya nyaman dan terfasilitasi semuanya dengan baik.“Sini aku tuliskan semuanya.” Zafia mengambil nota pesanan dan mulai menulis apa saja yang ingin dipesan mereka.Melihat sikap Zafia, Jay tersenyum, melihat wanita itu begitu bermental dewasa dan dia membayangkan mungkin begitulah sikap seorang ibu yang baik.Alam pikir Jay mendadak melayang ke Zafia sebagai ibu dari anak-anaknya kelak. Sungguh impian yang terlalu indah, karena setelahnya Jay segera menyingkirkan impian itu.“Oke, ini aja, benar?” Zafia selesai menuliskan pesanan mereka dan menyerahkan ke pelayan yang menunggu.Sementara itu,
“Aku ….” Radeva bingung sendiri.Dia tak mengira ucapannya akan menyulut emosi personal Feinata sampai sejauh itu. Apakah dia memang sudah terlalu jauh?“Udah, Fei … jangan berpikiran seperti itu.” Zafia menyentuh punggung tangan adiknya di atas meja. “Kakak ingin kamu jadi diri sendiri, nggak perlu meniru Kakak atau orang lain, siapa pun itu.”Feinata melirik Zafia dengan pandangan curiga, penuh antisipasi. Apakah kakaknya tak mau ditiru agar Zafia tak ada duanya?“Aku setuju.” Jay turun bicara. “Lebih baik kamu jadi dirimu apa adanya, itu justru lebih menarik dan genuine.”Namun, begitu Jay sudah bicara demikian, meski sama seperti Zafia, Feinata jauh lebih bisa menerimanya.Feinata menatap Jay dengan mata berbinar-binar senang. “Iya, Kak Jay. Aku juga lebih suka jadi diriku sendiri, ogah niru orang lain siapa pun itu!”Kekuatan idola hati memang dahsyat!“Nah, Radeva, nggak boleh lagi bicara begitu, yah! Apalagi ke cewek semanis adikku ini. Oke?” Zafia memberikan senyuman ke Radeva
“Ngapain ke kelab?” sahut Radeva ketika mendengar usulan Feinata.Dengan lirikan judes, Feinata berkata ke Radeva, “Kalau kamu nggak pengen ikut, juga nggak apa-apa. Justru bagus kalau nggak ada kamu! Huh!”Feinata terang-terangan mendengus untuk Radeva.“Radeva ikut aja, yuk!” ajak Zafia.Duhai, ingin sekali Jay menjerit untuk mencegah Zafia.…Atmosfer kelab malam langsung menerpa menyapa empat orang itu ketika mereka menjejakkan kaki di sana.“Fairy Dust.” Jay membaca pelan nama kelab malam itu dan melangkah lebih masuk ke dalamnya bersama tiga lainnya.Setelah mereka memilih meja, mereka mulai memesan minuman.“Fei, jangan pesan minuman beralkohol agar kamu nggak mabuk, yah!” saran Zafia.Namun, karena tak ingin diatur-atur kakaknya seperti bocah cilik, Feinata justru bertingkah sebaliknya.“Ah, Kakak. Aku ini udah gede. Udah 20 tahun lebih! Kakak nggak perlu ngatur aku kayak aku anak kecil lagi,” sahut Feinata.Kalimat pedas Feinata untuk Zafia ternyata cukup mengejutkan Jay dan
“Kalau kalian nggak berani, lebih baik kita lekas pulang saja, yuk!” imbuh Jay.Karena tak ingin kebersamaan dengan Jay berlalu terlalu singkat, Feinata lekas menyahut, “Aku! Aku berani!”Jay tersenyum, ide liciknya memang sudah diperhitungkan akan sukses menjerat Feinata.“Radeva? Fia? Ikut?” tanya Jay sambil menatap mereka berdua.Baru saja Radeva hendak mengatakan sesuatu, Jay sudah memotong lebih dulu, “Oke, aku dan Fei aja kalau gitu, yah!”Ini memang sudah diatur Jay. Permainan ini memang diatur untuk dia dan Feinata saja.“Aku ikut.” Mendadak Zafia malah bersuara.“Aku juga!” Radeva tak mau tinggal diam sebagai penonton.Jiwa lelaki yang suka tantangan membara di dada pemuda itu.Jay menarik napas panjang. Tak apa. Dia sudah memiliki tindakan cadangan jika rencana inti kurang berhasil.“Oke!” Jay mengangguk tegas dan tangannya menekan tombol di meja untuk memanggil pelayan. “Berikan kami Zombie! Ukuran double.”Pelayan mengangguk dan pergi. Sedangkan Jay menahan seruan puasnya
“Atau kamu takut nyoba Zombie?” tanya Jay dengan sikap provokatif ke Feinata.Menambahkan senyum liciknya, Jay masih tetap terlihat memesona di mata Feinata yang memujanya.Maka, tak butuh menit berganti, tangan Feinata langsung meraih gelas Tiki berisi koktail Zombie dan meneguk untuk pertama kalinya.“Urgh!” Feinata terkejut dengan sensasi keras yang mengalir di tenggorokannya.“Kurang dua lagi, Fei.” Jay memberikan semangat di balik kelicikannya.Akhirnya, Feinata menahan rasa di tenggorokannya dan meneguk dua tegukan berikutnya.“Argh!” Feinata menggeram keras setelah berhasil menghabiskan tiga tegukan sebagai hukumannya.Kemudian, botol kembali diputar oleh Jay.“Fei!” Jay kembali berseru ketika ujung mulut botol terarah ke Feinata.Wajah Feinata menjadi tak enak.“Kok aku lagi?” tanya Feinata dengan nada penolakan.Jay berlagak tak tahu menahu.“Yah, nggak tau, Fei. Botolnya bilang gitu, kan? Aku cuma memutarnya aja, dan bisa dilihat sendiri hasilnya.” kilah Jay sambil mengangka