“Apa kira-kira kau memiliki sesuatu yang bisa kita gunakan?!” tanya Hansa yang sedikit kesal.Pasalnya dia kira sejak awal Pandya membujuknya, Pandya memiliki rencana yang matang. Namun nyatanya, dia tidak memiliki rencana apapun dan hanya memberi tawaran kepada Hansa untuk bergabung dengannya tanpa persiapan.Pandya yang berpikir keras, akhirnya terpikirkan sebuah ide yang belum dicobanya. Namun, sejak awal dia memang ingin menggunakan benda itu, walaupun masih belum tahu harus bagaimana cara menggunakannya.“Aku punya rencana! Tapi, lebih baik kau berpaling atau menutup mata!” ucap Pandya memberi peringatan.“Rencana apa yang kau maksud? Kenapa aku harus menutup mata?!” tanya Hansa tanpa menghiraukan ucapan Pandya.Pandya mengambil Batu Mana Merah, yang dia simpan di dekat tempat istirahatnya. Dia teringat telah mengambilnya, untuk mencari penawar dari efek yang ditimbulkan saat melihat batu itu.Hansa yang tidak sengaja melihat batu itu, merasakan suasana sekitarnya menjadi merah m
“Bukankah itu perkamen yang kau dapatkan saat membuka peti hitam besar itu?!” teriak Hansa teringat kembali kekesalannya saat rencana yang dibuatnya gagal.“Benar! Aku mendapatkan dua perkamen, tapi aku hanya akan memperlihatkan salah satunya padamu. Semoga ini bisa semakin meyakinkanmu jika kau tidak salah mengambil keputusan dengan mendukungku!” jawab Pandya sambil menyerahkan gulungan perkamen di tangannya pada Hansa.Namun, tepat setelah Pandya menyerahkannya, Sakra melakukan protes karena tidak percaya dengan pilihan yang diambil oleh Pandya.‘Apa kau yakin akan mengatakan semua rahasiamu padanya?!’ tanya Sakra tiba-tiba dengan nada sedikit kesal, karena sebelumnya Pandya tidak membahas hal itu dengannya.'Tidak masalah! Walaupun sangat beresiko, tapi sepertinya memang hanya dengan cara ini bisa meyakinkan seorang calon pewaris Padepokan!’ sahut Pandya dalam hati.'Lalu bagaimana jika dia berkhianat dan menceritakan semuanya pada orang lain?! Kau akan lebih kesulitan dibandingkan
Dalam beberapa hari setelah interogasi para tetua, kelompok lain mulai berhasil menyelesaikan ujian. Walaupun, nyatanya sangat banyak anggota yang gagal, dan hanya para pemimpinnya yang berhasil menyelesaikannya.Para tetua pun belum memberikan reaksi apa-apa setelah interogasi, dan bahkan tidak ada instruksi khusus untuk Pandya setelah hari itu. Pandya hanya memanfaatkan waktu untuk terus berlatih di ruang pelatihan, dengan para pengikutnya yang kini mendominasi akademi.Kini, jika para pemimpin digabungkan pun jumlahnya masih lebih banyak Pandya dengan para pengikutnya. Jadi, tidak ada rasa khawatir sedikitpun bagi Pandya, menjalani kehidupannya di akademi setelah ini.Setelah interogasi itu, Pandya secara khusus meminta Akandra untuk memusnahkan batu Mana Merah yang masih tersembunyi di dalam makam bawah tanah. Dan diwaktu yang bersamaan, dia mendapatkan pengikut baru yang tidak diduga.Agha juga ikut andil dalam pemusnahan itu, dan bersumpah setia pada Pandya. Awalnya, Pandya mer
Pagi berikutnya, setelah semua murid yang menyelesaikan ujian telah beristirahat dengan cukup. Suasana kembali dibuat mencekam, dengan adanya informasi kedatangan pemimpin padepokan ke dalam akademi.Tidak ada informasi untuk berkumpul sama sekali, membuat semua murid penasaran dengan tujuan utama Tuan Urdha datang. Tanpa mereka sadari jika Pandya sudah dipanggil secara terpisah, tanpa ada seorangpun murid yang mengetahuinya.Pandya berjalan di dalam lorong gedung utama akademi, dengan didampingi Akandra dan Agha di sebelahnya. Dua penjaga juga mengikuti mereka di belakang, seakan memastikan kehadiran Pandya tanpa ada komunikasi dengan siapapun sebelumnya.'Kau tidak perlu khawatir? Semua akan baik-baik saja?' ucap Akandra menyalurkan telepatinya pada Pandya, mencoba menenangkannya.'Aku baik-baik saja, Paman! Paman tidak perlu khawatir,' jawab Pandya dengan ekspresi wajah meyakinkan.Tidak lama kemudian, mereka semua sampai di ruangan utama milik Tuan Urdha. Salah satu penjaga ruanga
“Ini sangat luar biasa! Tidak mungkin saya tidak tertarik!” jawab Pandya dengan mata berbinar.Pandya mendekat ke arah rak yang berisi benda-benda keramat, yang bisa menyimpan energi. Bahkan ada peralatan sihir yang digunakan untuk merapal mantra tingkat tinggi tanpa mengeluarkan banyak energi.'Pantas saja hampir semua yang ada disini menggunakan sihir. Ternyata, pemimpin padepokan menyimpan semua benda keramatnya disini!’ pikir Pandya dalam hati.“Kalau begitu pilihlah satu barang yang kau inginkan sebagai hadiah!” ucap Tuan Urdha sembari duduk di kursi besar yang berada di tengah-tengah ruangan itu.Pandya langsung berkeliling, untuk mengamati semua barang yang sangat menggiurkan itu. Kali ini, dia dibuat bingung harus memilih benda yang mana, karena hampir semua benda yang ada di ruangan itu sangat dia inginkan.Namun, setelah mengitari ruangan itu beberapa kali, sudut mata Pandya tertarik pada sebuah benda. Dia belum pernah mendengar tentang benda itu sebelumnya, tapi entah kenap
“Iya itu untukmu! Tapi, kau tidak tahu benda itu akan berguna atau tidak untukmu!” jawab PAndya sambil mengedikkan bahunya. “Apa kau gila?!” teriak Sakra frustasi mendengar ucapan Pandya yang membuatnya tidak habis pikir. Pandya yang mendengar teriakan Sakra hanya mengelus dadanya karena terkejut. Dia tidak tahu apa yang membuat suara Sakra meninggi hingga seperti itu, dan hanya menaikkan alisnya untuk memberi isyarat pada Sakra untuk menjelaskan maksud teriakannya itu. “Benda ini adalah benda keramat yang sangat langka! Bahkan, Tuan Catra dulu sudah berusaha sangat keras untuk mencarinya, namun tidak pernah bisa ditemukan!” jelas Sakra dengan menggebu-gebu. Pandya semakin bingung dengan penjelasan yang Sakra berikan. JIka memang benda itu sangat hebat, tidak mungkin pemimpin akademi membiarkannya begitu saja dengan mudah. “Mungkin itu hanya imitasi!” jawab Pandya asal. “Lagipula bagaimana bisa langsung mengenali benda yang bahkan belum pernah kau lihat sebelumnya?!” Sakra
“Kalian harus membuat klan kalian sendiri! Entah kalian menjadi pengikut atau pemimpin, kalian harus masuk ke dalam salah satu klan milik salah seorang murid!” jelas Agha yang membuat suasana kembali gaduh.Bagaimana mungkin mereka bisa membuat sebuah klan, padahal selama setahun ini mereka hanya berada di dalam akademi tanpa ada komunikasi dengan dunia luar. Pandya mengamati para pangeran yang lain, melihat senyuman di wajah mereka Pandya yakin jika semua calon pewaris sudah mengetahui peraturan itu.‘Aku yakin tidak akan berakhir seperti ini! Sepertinya ini akan menjadi awal pertarungan kita yang sesungguhnya!’ ucap Pandya pada Sakra dengan ekspresi wajah yang menegang.‘Sudah aku ingatkan bukan? Semua tidak akan terus berjalan dengan tenang! Seorang pendekar hanya bisa memilih antara menyerang atau diserang!’ sahut Sakra menggebu-gebu.‘Setidaknya aku masih bisa menikmati masa tenang itu sebelumnya! Walaupun masa tenang, kau yang paling tahu bukan aku selalu mempersiapkan untuk sem
Pandya langsung bertanya tanpa basa-basi kepada seluruh pengikutnya, saat mereka semua sudah berkumpul di ruang pelatihan milik Pandya. Dilihat dari ekspresi wajah para pengikutnya, ada beberapa murid yang terlihat sudah memiliki rencana namun sebagian lagi tampak bingung. “Disini saya sudah pasti akan mengikuti Pangeran Pandya, dan saya memiliki rencana untuk mencari dukungan di ajaran Angin. Saya akan membantu sebisa mungkin agar ayah saya mau untuk membentuk aliansi dengan kita!’ jawab Atreya dengan senyuman mengembang di wajahnya. “Aku sangat berterimakasih padamu! Kita akan tampung dulu semua rencana. Tapi sebelum itu, apa ada diantara kalian yang ingin dicoba untuk menjadi pemimpin Klan?” tanya Pandya untuk memastikan mengubah dari para pengikutnya. “Tidak, Pangeran!” jawab mereka serentak tanpa jeda. Pandya terkekeh kecil, mendengar jawaban para pengikutnya yang bisa serentak seakan takut jika harus menjadi pemimpin Klan. Dia sedikit lega, karena tidak akan ada rasa terp
Ribuan aura berbentuk pedang itu langsung berjatuhan, dan menancap di tubuh semua pasukan beserta Tuan Huda. Tidak ada satu orangpun yang selamat dari pedang-pedang itu.Tuan Urdha yang melihat sang anak, merasa sangat bangga dengan kemampuan yang berhasil dicapainya. Dan dirinya menjadi paham, dengan alasan Pandya memintanya membuat perisai untuk dirinya beserta anak-anak dan para istrinya.Dan bertepatan saat Pandya mengeluarkan jurus itu, para saudaranya telah sadarkan diri setelah dibuat tidak sadarkan diri oleh sang ayah. Dan saat mereka melihat apa yang dilakukan oleh Pandya, mereka semua terdiam takjub dengan apa yang terlihat di depan mata.Tibra pun dalam hati akhirnya mengakui kekuatan Pandya dan kekalahannya. Seberapa keras dirinya berlatih selama ini, dan seberapa besar tuntutan yang harus diembannya, tidak membuat kekuatannya bisa bersaing dengan Pandya.Tibra beserta keempat saudara Pandya yang lain, hanya korban dari keegoisan dan keserakahan para orang-orang tua di seki
Setelah berteriak dengan lantang, Tuan Huda semakin menggencarkan serangannya. Dia bahkan sudah merencanakan serangan, dengan bekerja sama dengan para pasukannya untuk membuat sebuah pola sihir tanpa disadari oleh Pandya.Pandya terus terdorong walaupun tanpa terluka, mengingat jumlah orang yang menyerangnya secara bersamaan bukan hanya puluhan orang—tapi bahkan ratusan orang. Puluhan orang berterbangan setelah satu serangan yang Pandya lakukan, namun puluhan lainnya ganti menyerangnya lagi. Dan itu terus berlanjut, karena sejak awal Tuan Huda merencanakan penyerangan saat Pandya sudah dalam keadaan kelelahan.Apalagi, saat ini tidak ada satu orang pun yang menolong Pandya. Sebenarnya Tuan Urdha yang masih ada di tempat itu berencana untuk keluar dari perisai yang dibuatnya, namun pikirannya itu langsung dihentikan oleh Pandya.‘Aku masih merasa aneh dengan keadaan ini!’ ucap Sakra dalam pikiran Pandya.‘Bukankah dengan ini kita jadi lebih bisa menyatu?!’ sahut Pandya dengan seringa
SRIIING!Sebuah sihir kutukan yang ditujukan pada Pandya, berhasil ditangkis dengan perisai sihir yang dibuat oleh Sakra. Pandya yang melihat itu cukup terkejut, karena sejak tadi dirinya tidak melihat Sakra sama sekali dan tiba-tiba saja muncul dihadapannya.‘Sakra! Darimana saja kau?!’ tanya Pandya bersemangat dalam hati.‘Entahlah, sesuatu terjadi padaku. Tapi, aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi!’ sahut Sakra dengan suara lirih.Pandya menatap pedang Sakra sekilas, sebelum dirinya kembali disibukkan dengan serangan-serangan yang semakin menjadi. Para pendekar, tetua dan bahkan pemimpin dari lima Ajaran menyerbu mereka secara bersamaan.WHUUUUSH!ZHIIIING!BLAAAAR!Pandya dan seluruh pengikutnya semakin terdorong, walaupun Tuan Agha sudah membantu sebagai perisai utama. Namun, dengan kekuatan dan jumlah yang dimiliki musuh jauh lebih banyak dibandingkan jumlah pengikut yang Tuan Urdha dan Pandya miliki. Belum lagi aliansi yang dimiliki saudara-saudaranya yang sudah memilik
“Apa maksud, Pemimpin?!” tanya Tibra terkejut dengan ucapan Tuan Urdha.“Kau sama sekali tidak memperdulikan aku, tapi kau bersikap seolah ingin melindungiku! Apa kau pikir karena aku sudah tua jadi bisa kau bodohi?!” teriak Tuan Urdha yang terlihat kehabisan kesabarannya.Semua terdiam. Tidak ada yang berani menjawab, karena ruangan itu kini penuh sesak dengan tenaga dalam yang luar biasa besar yang dikeluarkan oleh Tuan Urdha. Namun, seperti ada isyarat khusus yang dimiliki oleh Tibra, para tetua yang berada di luar ruangan masuk secara bersamaan sambil menekan tenaga dalam yang besar itu.“Apa yang kalian lakukan?!” teriak Tuan Huda marah, sambil melototkan mata tajam ke arah para tetua.“Maafkan kami, Pemimpin! Tapi, kami setuju dengan ucapan Pangeran Tibra! Jika perkamen itu tersebar, maka akan sangat banyak pemberontakan yang akan terjadi!” jawab salah satu tetua dengan kemampuan yang cukup hebat diantara yang lainnya.“Bukankah pemberontakan ini kalian yang buat?! Aku tidak mel
“Mereka membuat kesepakatan berlainan dari yang aku ajukan. Tapi, mereka berjanji untuk memberikan balasan yang setimpal dari perkamen itu,” jawab Tuan Huda sambil was-was dengan reaksi yang akan diberikan oleh Pandya.“Jadi, maksudmu mereka saat ini mulai mencoba mengambil alih kepemimpinan secara paksa?!” Pandya mulai meninggikan suara, sambil menahan amarahnya.“Bukan hanya padepokan, sanggar Klan milikmu juga mereka datangi saat mereka tahu kau sedang tidak ada di tempat!” tambah Tuan Huda yang membuat Pandya langsung membuka sub ruang yang dibuatnya, dan berlari meninggalkan ruangan itu dengan tergesa.Setelah mendapatkan seluruh senjatanya termasuk pedang Sakra, Pandya langsung menggunakan jurus meringankan tubuh miliknya dan melesat meninggalkan Padepokan Janardana dalam sekejap.WHUUUSH!Sakra yang langsung tahu apa yang terjadi dari pikiran Pandya, ikut merasakan amarah yang tidak jauh berbeda. Begitu pula Akandra, yang sejak tadi masih menunggu mereka di luar gerbang Padepok
“Aku yakin kau akan menggunakan ini untuk membuat kesepakatan dengan para saudaraku. Apa aku salah?!” tanya Pandya dengan santai.Tuan Huda tidak langsung menjawab. Dia cukup terkejut, karena tidak mengira jika pemimpin Padepokan Nagendra memberitahukan aibnya sendiri kepada seseorang.“Hahaha…, ternyata kau cukup cerdik, Nak! Tapi, kalau kau mengetahuinya, apa kau memiliki tawaran yang lebih baik untukku?!” tanya Tuan Huda setelah kembali tertawa untuk menutupi rasa terkejutnya.Bukannya menjawab, Pandya kembali menggulung perkamen yang dibukanya tadi. Setelah memasukkan perkamen itu kembali ke balik jubahnya, dia mengeluarkan sebuah perkamen yang lain.“Sayangnya aku tidak memerlukan tawaran yang lebih baik, karena kau akan membantuku tanpa tawaran apapun!” jawab Pandya santai sambil memperlihatkan perkamen yang baru.Tuan Huda mengernyitkan dahinya, kemudian membaca isi perkamen yang baru saja dibuka oleh Pandya. Dan rasa terkejutnya semakin besar, saat melihat isi perkamen itu.“Ka
“Aaarrghhh! Kenapa kau memukulku Sakra!” teriak Pandya setelah mengerang cukup keras.PLAK! PLAK! PLAK!Bukannya menjawab, Sakra kembali memukuli Pandya namun dengan lebih pelan dibandingkan pukulan pertama. Sedangkan Akandra yang melihat itu, hanya tersenyum tipis dengan tatapan hangat.“Aku kira kau akan mati begitu saja! Kenapa kau mengabaikan retakan itu?!” teriak Sakra setelah puas memukuli Pandya.“Aku tidak akan mati semudah itu!” jawab Pandya sambil kembali menyeringai dengan memperlihatkan deretan giginya.“Kau tahu, tubuhmu sudah hampir meledak! Mungkin, jika terlambat sedikit lagi kau akan menjadi arang!” teriak Sakra yang kembali kesal karena jawaban Pandya yang begitu santaiPandya hanya terkekeh kecil, saat melihat reaksi Sakra yang seperti cacing kepanasan. Namun, tidak lama sudut matanya akhirnya menyadari kehadiran seseorang diantara mereka.Akandra yang menatap mereka sejak tadi, masih tersenyum penuh arti kearah Pandya yang akhirnya menyadari keberadaannya. Pandya
Akandra langsung menghampiri tubuh Pandya yang tergeletak, tanpa menyadari sebuah pedang sedang melayang di hadapannya. Sambil membangunkan sebagian tubuh Pandya dan menyandarkannya di bahunya, Akandra mencoba memeriksa tubuh Pandya dengan tenaga dalamnya.“Sebenarnya apa yang terjadi, Pandya?! Kenapa tenaga dalammu berantakan seperti ini?!” tanya Akandra tanpa berharap mendapat balasan.“Sepertinya, itu karena efek tenaga dari Batu Ratnaraj yang disegel dalam tubuhnya retak!” sahut Sakra yang membuat Akandra terkejut, dan tanpa sadar menarik tubuh Pandya menjauh.“Ba–bagaimana pe–pedang bisa berbicara?!” teriak Akandra terbata dengan suara tercekat.Akandra berusaha untuk meyakinkan diri jika pendengarannya tadi tidaklah salah, dengan mengorek telinganya. Dirinya juga mengucek matanya, untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan hanya halusinasinya saja.“Akulah yang mengirimkan pola sihir pelacak itu padamu!” ucap Sakra kesal karena melihat reaksi Akandra yang seperti melihat hantu.
Sakra mencoba memasukkan energinya untuk membantu Pandya, namun sayangnya semua usahanya tidak membuahkan hasil. Pandya benar-benar sudah tidak sadarkan diri, dengan suhu tubuh yang semakin panas.PLAK! PLAK!Pandya mencoba menampar pipi Pandya dengan badan pedangnya, sambil memanggil-manggil Pandya dengan suara lantang. Namun, Pandya sama sekali tidak memberikan respon.“Apa yang harus aku lakukan?! Bahkan, tidak ada yang mengetahui posisi kami saat ini?” ucap Sakra pada diri sendiri, karena panik dengan kondisi Pandya yang semakin memburuk.ZHIIING!Sakra mencoba memasukkan energinya kembali, sembari mencari penyebab utama kondisi Pandya seperti itu. Dan saat energinya mencapai pusat tubuh Pandya, Sakra menemukan celah di dalam energi Batu Ratnaraj yang di segel sebelumnya.‘Mungkinkah retakan itu muncul saat Pandya tidak sadarkan diri dan muncul cahaya pada tubuhnya?!” pikir Sakra sambil memikirkan cara agar bisa menyelamatkan Pandya.Saat dirinya hendak kembali memukuli Pandya agar