Pandya langsung bertanya tanpa basa-basi kepada seluruh pengikutnya, saat mereka semua sudah berkumpul di ruang pelatihan milik Pandya. Dilihat dari ekspresi wajah para pengikutnya, ada beberapa murid yang terlihat sudah memiliki rencana namun sebagian lagi tampak bingung. “Disini saya sudah pasti akan mengikuti Pangeran Pandya, dan saya memiliki rencana untuk mencari dukungan di ajaran Angin. Saya akan membantu sebisa mungkin agar ayah saya mau untuk membentuk aliansi dengan kita!’ jawab Atreya dengan senyuman mengembang di wajahnya. “Aku sangat berterimakasih padamu! Kita akan tampung dulu semua rencana. Tapi sebelum itu, apa ada diantara kalian yang ingin dicoba untuk menjadi pemimpin Klan?” tanya Pandya untuk memastikan mengubah dari para pengikutnya. “Tidak, Pangeran!” jawab mereka serentak tanpa jeda. Pandya terkekeh kecil, mendengar jawaban para pengikutnya yang bisa serentak seakan takut jika harus menjadi pemimpin Klan. Dia sedikit lega, karena tidak akan ada rasa terp
“Apa benar ada kejadian yang sama?!” tanya Pandya tampak lebih bersemangat dibanding sebelumnya.“Aku juga tidak terlalu yakin. Tapi, yang aku ingat hanya seseorang pernah memiliki aliran energi yang tampak aneh, dan tidak ada yang pernah melihat aliran energi yang begitu menyeramkan,” jelas Sakra masih sambil mengingat-ingat.“Memang tidak bisa dikatakan sama, tapi sepertinya memang mirip. Lalu, apa yang sehari dengan orang itu?!” Pandya semakin penasaran dan menyimak.Sakra tidak langsung menjawab, karena ingatan itu sudah sangat lama dan dirinya tidak terlalu menganggapnya sesuatu yang penting. Namun, tatapan Pandya yang terlihat menunggu kelanjutan ceritanya, membuatnya bekerja keras untuk mengingat apapun yang bisa menjadi petunjuk bagi Pandya.“Sepertinya aku harus mengecewakanmu. Orang itu pada akhirnya meninggal, tanpa ada yang tahu penyebabnya. Dulu sangat berbeda dengan sekarang yang serba mudah, jadi hal itu cukup menjadi aib bagi keluarganya,” jawab Sakra mencoba menjelask
“Tugas apa yang akan kau berikan pada kami?!” tanya Akandra mewakili.“Aku ingin Paman dan Tuan Agha bisa mencari lebih banyak pengikut baru, dengan kemampuan di atas rata-rata. Aku yakin kita akan sangat membutuhkannya nanti!” jawab Pandya penuh perhitungan.“Jadi, kau bermaksud untuk menambah kekuatan dari dalam untuk melawan mereka?!” tanya Tuan Agha mencoba membaca rencana Pandya.Pandya mengangguk menyetujui ucapan Agha, dia harus memiliki rencana cadangan mengingat banyak pihak yang sangat menginginkan kematiannya. Apalagi, kekuatan yang dimiliki calon pewaris lain tidaklah main-main. Sudah banyak tetua dengan kemampuan luar biasa berada di pihak mereka.“Bukan berarti aku akan melakukan penyerangan tanpa sebab, tapi aku tidak bisa diam saja jika pertarungan tidak bisa dihindari! Aku akan sangat bersyukur jika tidak ada satupun orang yang terluka!” ucap Pandya mencoba menjelaskan.Agha dan Akandra mengangguk mengerti, malah mereka tidak menyangka Pandya bisa berpikiran panjang s
“Ternyata kau tau tentang ini?!” tanya Pandya yang tidak menyangka Sakra langsung mengetahuinya.“Aku juga sudah mempelajari banyak hal, saat kau juga mempelajarinya! Tentu aku tahu tentang tempat itu!” jawab Sakra sedikit tersinggung.“Kalau begitu, kau pasti sudah paham bukan apa yang akan aku lakukan?! Bagaimana menurutmu?” Pandya mencoba menanyakan pendapat.“Lakukanlah! Aku yakin kau sudah memperhitungkan semuanya!” jawab Sakra yakin.Pandya tersenyum mendengar jawaban Sakra. Jika Sakra sudah tidak berkomentar, itu berarti rencana yang sudah dibuat oleh Pandya jauh melebihi ekspektasinya.Pandya pergi meninggalkan ruang pelatihan, untuk segera bergabung dengan kelompok Dipta. Sedangkan kelompok lain sudah berangkat terlebih dulu, untuk menjalankan tugas mereka masing-masing.Dengan perbekalan yang sudah disiapkan Dipta dan kelompoknya, mereka berjalan meninggalkan akademi dan menuju tempat yang sudah ditentukan. Mereka tampak sangat bersemangat, mengingat ini pertama kalinya bagi
Pandya dan kelompok Dipta kembali melanjutkan perjalanan mereka, dengan jarak tempuh yang jauh lebih panjang dibanding sebelumnya. Sesuai rencana awal mereka, Pandya akan menyusul Atreya dan kelompoknya yang sudah terlebih dulu menuju Ajaran Angin.Mereka pun secara bertahap terus mendapat laporan-laporan dari kelompok lain, tentang kemajuan tugas mereka melalui sihir pemindah yang sudah dirancang Pandya sebelumnya. Pandya membuat sebuah pola dan dibagikan pada setiap kelompok, yang bisa digunakan untuk mengirimkan secarik kertas langsung kepada Pandya dimanapun dirinya berada.“Sepertinya kita sudah harus memilih nama untuk Klan kita, Pangeran!” ucap Dipta setelah melihat isi laporan dari kelompok lain yang diberikan padanya oleh Pandya.“Apa kalian memiliki ide?” tanya Pandya, saat mereka sedang beristirahat di pinggir jalan setapak yang mereka lewati.Tidak ada yang menjawab, mereka yakin jika nama Klan merupakan hal besar yang harus memiliki arti. Dan mereka tidak bisa memikirkan
“Maafkan saya, Pangeran! Ini semua untuk memastikan saya tidak salah memilih!” ucap Tuan Waata merasa bersalah.Namun, baru saja Tuan Waata memberi aba-aba pada seorang tabib yang sudah dipersiapkan di dekat sana, dirinya malah dikejutkan dengan respon yang diberikan oleh Pandya. Di hadapannya Pandya hanya bersikap santai, sambil mengusap bekas minum di sudut bibirnya.“Ba– bagaimana bisa?!” tanya Tuan Waata tercekat.“Tuan Waata tidak perlu meminta maaf! Racun yang Tuan Waata berikan masih tergolong lemah, dan saya yakin Tuan Waata tidak berniat untuk membunuh saya!” jawab Pandya dengan santai.Tuan Waata terlihat sedikit panik, karena tidak menyangka semua berjalan tidak sesuai dengan rencananya. Walaupun dengan demikian, dirinya bisa meyakini jika ucapan anaknya tentang perubahan Pandya memanglah benar.“Saya sungguh minta maaf! Namun, saya tidak menyesali perbuatan saya tadi! Bukan tanpa alasan saya melakukan hal itu, dan saya yakin Pangeran memahami hal itu sebagai pemimpin!” jel
“Justru karena aku anak rakyat jelata, jadi aku bisa mengatakan apapun yang aku mau! Bukankah kau harus menjaga martabat anak bangsawan? Kenapa kau bisa selancang itu?!” sahut Pandya dengan santai, tanpa memikirkan ucapan Tibra dengan serius. Sebenarnya Pandya sudah terbiasa dengan panggilan anak rakyat jelata dulu, dan kini dirinya kembali diingatkan dengan sebutan itu setelah hampir satu tahun dia tidak pernah mendengarnya lagi. Tapi, entah kenapa sudah tidak ada rasa sakit yang dia rasakan saat mendengar ejekan itu, yang dulu membuatnya merasa sangat frustasi. Pandya terkekeh kecil saat melihat ekspresi Tibra dengan wajah merahnya. Sedangkan Tibra berusaha menahan amarahnya, saat tubuhnya di tahan oleh tetua yang ada di sebelahnya. “Tertawalah sesukamu! Kita lihat sampai kapan kau bisa tertawa seperti itu!” ucap Tibra sambil menyeringai. Dengan isyarat mata, Tibra membuat sang tetua mengeluarkan sebuah perkamen dengan pita merah yang mengikatnya. Pandya dan Tuan Waata yang m
“Tuan Waata, sepertinya Pangeran Tibra salah bicara karena masih muda…” Ucap tetua Ajaran Api yang langsung disanggah oleh Tuan Data.“Apa itu bisa menjadi alasan yang cukup?!” sahut Tuan Waata dengan nada tinggi dan tatapan tajam yang menusuk.“Tuan Waata, apa anda akan menyerang kami?!” tanya Tibra dengan tatapan tidak bersahabat.Tuan Waata yang seakan mendapatkan ancaman yang tersirat, merasa jika dirinya dianggap bukan lawan yang sulit dihadapi. Membuat Tuan Waata semakin geram, dengan tangan yang mengepal kencang.“Tak ada yang tidak mungkin!” jawab Tuan Waata sambil mengeluarkan tenaga dalamnya.ZHIIIING!Seketika tempat itu dilingkupi dengan tenaga dalam dari Tuan Waata dan Pangeran Tibra secara bersamaan, membuat suasana menjadi mencekam. Mereka sama-sama menatap satu sama lain, dengan tatapan tajam seolah ingin melampiaskan kekesalan mereka pada satu sama lain.WHUUUUSH!ZHIIIING!Suasana semakin memanaskan, dengan semakin bertambahnya tekanan dari tenaga dalam yang mereka b