Tepat setelah Tuan Brama menanyakan maksud ucapan Tuan Catra, dari arah lorong lain muncul para pendekar yang juga selamat. Tanpa menunggu perintah, mereka berkumpul tepat di belakang Tuan Brama berdiri. Melihat dirinya yang kini memiliki lebih banyak pasukan dibanding sebelumnya, seringaian di wajahnya menjadi lebih lebar. Dia melupakan ucapan Tuan Catra sebelumnya, dan malah menunggu reaksi apa yang akan diperlihatkan oleh pendekar nomor satu itu setelah terpojok. “Kau terlihat lebih senang saat mendapat tambahan pasukan? Tapi, seperti ucapanku sebelumnya, aku tidak ada niatan sama sekali untuk menuruti kemauanku! Jadi, lebih baik kau berhenti sampai disini!” ucap Tuan Catra dengan nada tegas. “Sepertinya malah mau yang tidak pandai menilai situasi! Bukankah lebih baik kau menyerahkan diri dengan baik-baik, daripada harus berusaha namun tetap sia-sia?!” sahut Tuan Brama mengejek. “Hahaha…! Karena kau dalam suasana hati yang baik, aku akan memberikan kejutan untukmu!” Tuan Cat
“Rencana apa yang kau pikirkan?” tanya Akandra yang cukup terkejut dengan pernyataan Pandya.Padahal sampai detik itu, Akandra masih belum bisa menemukan alasan agar Pandya masih bisa menjalani kehidupan normalnya di dalam akademi. Karena jika informasi tentang jati diri Pandya terkuak, maka bukan hanya para tetua yang akan memburunya. Tapi, juga para murid akademi yang mengincar kekuatannya.“Tapi, sebelumnya aku harus memastikan sesuatu terlebih dahulu!” jawab Pandya sambil menatap sang paman dengan penuh arti.“Apa yang perlu kau pastikan? Kau tidak mungkin ingin bertemu para tetua untuk menanyakannya bukan?” tanya Akandra khawatir dengan apa yang sedang keponakannya itu pikirkan.“Paman tenang saja, aku juga tidak sebodoh itu sampai menyerahkan nyawaku dengan cuma-cuma!” jawab Pandya sambil terkekeh saat melihat ekspresi Akandra yang khawatir.Akandra mengelus dadanya lega. Sebenarnya, kekhawatiran Akandra bukan tanpa sebab. Siapapun yang mengenal Pandya, pasti tahu jika jalan pik
Pagi harinya, suasana akademi kembali dibuat riuh dengan beredarnya kabar jika kelompok Tibra telah berhasil menyelesaikan ujian. Hal itu bertambah parah, saat informasi tentang kelompok Pandya telah berhasil lebih dahulu menyebar.Tibra yang kesal karena menjadi yang kedua, mencoba mencari informasi lengkap pada salah satu tetua dari Ajaran Api. Namun, tanpa dia kira jika informasi itu jauh lebih mengejutkan dibandingkan dirinya yang menempati posisi kedua dalam ujian.“Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi?!” tanya Tibra dengan suara lantang karena amarah, kepada salah satu tetua di dalam ruang kerja sang tetua.“Hanya ada satu alasan yang bisa menjelaskannya. Tapi, para tetua masih berhati-hati untuk mengambil langkah selanjutnya,” jawab tetua yang sedang duduk di kursi kerjanya.BRAAAAK!Suara rak buku yang dihantam dengan sekuat tenaga, cukup memekakkan telinga. Untung saja, ruangan itu diselubungi dengan mantra sihir pelindung. Sehingga, siapapun tidak akan ada yang bisa menden
“Hah, omong kosong! Aku yakin sebenarnya kau sudah ada rencana bukan?!” sanggah Sakra saat melihat Pandya yang bertanya sambil tersenyum.“Sepertinya aku benar-benar tidak bisa menipumu!” jawab Pandya sambil terkekeh.Pandya mengambil perkamen yang ada di bawah, kemudian menggulungnya kembali dan memasukkan ke balik pakaiannya. Dia merasa ini bukan saat yang tepat untuknya menyerap jurus itu. Apalagi, Sakra baru saja kembali dan banyak yang harus dibicarakan diantara mereka.“Masalah utamaku hanya untuk membuktikan pada para tetua, jika apa yang mereka perkirakan itu salah! Jadi, aku hanya perlu berpura-pura bodoh sampai aku menyelesaikan semua ujian akademi!” jelas Pandya mengutarakan pikirannya.“Apa kau pikir para tetua itu akan percaya ucapanku dengan mudah?!” tanya Sakra dengan nada tinggi karena kesal.Mendengar Sakra yang kesal dengan penjelasannya, Pandya malah kembali terkekeh kecil. Terlihat jelas jika dia yakin apapun yang sudah direncanakannya, akan berjalan lancar tanpa m
Beberapa tatap mata, tertuju pada satu orang di dalam ruangan yang cukup luas. Dengan puluhan pertanyaan yang dilontarkan, membuat satu orang yang menjadi pusat itu merasa terintimidasi. Hal itu terus berulang, dengan berganti orang sebagai pusat disetiap jamnya. Sejak pagi, para pengikut Pandya mulai dipanggil satu persatu, secara bergilir tanpa sepengetahuan yang lain. Namun, hal itu tentu saja langsung diketahui oleh para murid, karena para penjaga terus berkeliaran di sekitar asrama. Pandya sendiri sejak awal, tidak memberikan arahan apapun kepada para pengikutnya. Entah kenapa, dirinya yakin jika para pengikutnya tidak akan memberikan pernyataan yang berdampak buruk padanya. “Pangeran tenang saja! Kami sudah menyamakan dan menyesuaikan jawaban!” ucap Dipta pada Pandya yang masih duduk di tepi tempat istirahatnya. “Jawaban apa yang kau berikan?” tanya Pandya memastikan, walaupun dia tahu jawaban apapun yang diberikan para pengikutnya tidak akan mengarah pada dirinya yang se
Seperti sudah menantikan seseorang yang akan datang, para tetua langsung mempersilahkan orang yang mengetuk pintu untuk masuk. Sebenarnya, Pandya sudah sedikit menebak siapa orang yang ditunggu oleh para ketua. Karena sejak awal, dia memiliki firasat jika orang itu akan menjadi penentu untuk keputusan yang akan diambil oleh para tetua.Dan benar saja, tebakan Pandya sangat tepat. Hansa memasuki ruangan dengan ekspresi wajah tenang, tanpa mempedulikan Pandya yang sedang duduk di tengah ruangan itu.“Kau datang tepat waktu! Duduklah!” perintah salah seorang tetua, sambil mengarahkan tangannya pada salah satu kursi di ruangan itu.Hansa mengikuti perintah tanpa merespon ucapan. Dia masih bertahan dengan mulutnya yang mengatur rapat, walaupun entah sampai kapan dia akan tetap diam seperti itu.Pandya melirik Hansa dengan ujung matanya. Kini riwayat nya ada di tangan saudara perempuannya itu. Walaupun sebelumnya dia berhasil meyakinkan Hansa, namun tetap saja Pandya tidak bisa mengetahui
“Apa kira-kira kau memiliki sesuatu yang bisa kita gunakan?!” tanya Hansa yang sedikit kesal.Pasalnya dia kira sejak awal Pandya membujuknya, Pandya memiliki rencana yang matang. Namun nyatanya, dia tidak memiliki rencana apapun dan hanya memberi tawaran kepada Hansa untuk bergabung dengannya tanpa persiapan.Pandya yang berpikir keras, akhirnya terpikirkan sebuah ide yang belum dicobanya. Namun, sejak awal dia memang ingin menggunakan benda itu, walaupun masih belum tahu harus bagaimana cara menggunakannya.“Aku punya rencana! Tapi, lebih baik kau berpaling atau menutup mata!” ucap Pandya memberi peringatan.“Rencana apa yang kau maksud? Kenapa aku harus menutup mata?!” tanya Hansa tanpa menghiraukan ucapan Pandya.Pandya mengambil Batu Mana Merah, yang dia simpan di dekat tempat istirahatnya. Dia teringat telah mengambilnya, untuk mencari penawar dari efek yang ditimbulkan saat melihat batu itu.Hansa yang tidak sengaja melihat batu itu, merasakan suasana sekitarnya menjadi merah m
“Bukankah itu perkamen yang kau dapatkan saat membuka peti hitam besar itu?!” teriak Hansa teringat kembali kekesalannya saat rencana yang dibuatnya gagal.“Benar! Aku mendapatkan dua perkamen, tapi aku hanya akan memperlihatkan salah satunya padamu. Semoga ini bisa semakin meyakinkanmu jika kau tidak salah mengambil keputusan dengan mendukungku!” jawab Pandya sambil menyerahkan gulungan perkamen di tangannya pada Hansa.Namun, tepat setelah Pandya menyerahkannya, Sakra melakukan protes karena tidak percaya dengan pilihan yang diambil oleh Pandya.‘Apa kau yakin akan mengatakan semua rahasiamu padanya?!’ tanya Sakra tiba-tiba dengan nada sedikit kesal, karena sebelumnya Pandya tidak membahas hal itu dengannya.'Tidak masalah! Walaupun sangat beresiko, tapi sepertinya memang hanya dengan cara ini bisa meyakinkan seorang calon pewaris Padepokan!’ sahut Pandya dalam hati.'Lalu bagaimana jika dia berkhianat dan menceritakan semuanya pada orang lain?! Kau akan lebih kesulitan dibandingkan
Ribuan aura berbentuk pedang itu langsung berjatuhan, dan menancap di tubuh semua pasukan beserta Tuan Huda. Tidak ada satu orangpun yang selamat dari pedang-pedang itu.Tuan Urdha yang melihat sang anak, merasa sangat bangga dengan kemampuan yang berhasil dicapainya. Dan dirinya menjadi paham, dengan alasan Pandya memintanya membuat perisai untuk dirinya beserta anak-anak dan para istrinya.Dan bertepatan saat Pandya mengeluarkan jurus itu, para saudaranya telah sadarkan diri setelah dibuat tidak sadarkan diri oleh sang ayah. Dan saat mereka melihat apa yang dilakukan oleh Pandya, mereka semua terdiam takjub dengan apa yang terlihat di depan mata.Tibra pun dalam hati akhirnya mengakui kekuatan Pandya dan kekalahannya. Seberapa keras dirinya berlatih selama ini, dan seberapa besar tuntutan yang harus diembannya, tidak membuat kekuatannya bisa bersaing dengan Pandya.Tibra beserta keempat saudara Pandya yang lain, hanya korban dari keegoisan dan keserakahan para orang-orang tua di seki
Setelah berteriak dengan lantang, Tuan Huda semakin menggencarkan serangannya. Dia bahkan sudah merencanakan serangan, dengan bekerja sama dengan para pasukannya untuk membuat sebuah pola sihir tanpa disadari oleh Pandya.Pandya terus terdorong walaupun tanpa terluka, mengingat jumlah orang yang menyerangnya secara bersamaan bukan hanya puluhan orang—tapi bahkan ratusan orang. Puluhan orang berterbangan setelah satu serangan yang Pandya lakukan, namun puluhan lainnya ganti menyerangnya lagi. Dan itu terus berlanjut, karena sejak awal Tuan Huda merencanakan penyerangan saat Pandya sudah dalam keadaan kelelahan.Apalagi, saat ini tidak ada satu orang pun yang menolong Pandya. Sebenarnya Tuan Urdha yang masih ada di tempat itu berencana untuk keluar dari perisai yang dibuatnya, namun pikirannya itu langsung dihentikan oleh Pandya.‘Aku masih merasa aneh dengan keadaan ini!’ ucap Sakra dalam pikiran Pandya.‘Bukankah dengan ini kita jadi lebih bisa menyatu?!’ sahut Pandya dengan seringa
SRIIING!Sebuah sihir kutukan yang ditujukan pada Pandya, berhasil ditangkis dengan perisai sihir yang dibuat oleh Sakra. Pandya yang melihat itu cukup terkejut, karena sejak tadi dirinya tidak melihat Sakra sama sekali dan tiba-tiba saja muncul dihadapannya.‘Sakra! Darimana saja kau?!’ tanya Pandya bersemangat dalam hati.‘Entahlah, sesuatu terjadi padaku. Tapi, aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi!’ sahut Sakra dengan suara lirih.Pandya menatap pedang Sakra sekilas, sebelum dirinya kembali disibukkan dengan serangan-serangan yang semakin menjadi. Para pendekar, tetua dan bahkan pemimpin dari lima Ajaran menyerbu mereka secara bersamaan.WHUUUUSH!ZHIIIING!BLAAAAR!Pandya dan seluruh pengikutnya semakin terdorong, walaupun Tuan Agha sudah membantu sebagai perisai utama. Namun, dengan kekuatan dan jumlah yang dimiliki musuh jauh lebih banyak dibandingkan jumlah pengikut yang Tuan Urdha dan Pandya miliki. Belum lagi aliansi yang dimiliki saudara-saudaranya yang sudah memilik
“Apa maksud, Pemimpin?!” tanya Tibra terkejut dengan ucapan Tuan Urdha.“Kau sama sekali tidak memperdulikan aku, tapi kau bersikap seolah ingin melindungiku! Apa kau pikir karena aku sudah tua jadi bisa kau bodohi?!” teriak Tuan Urdha yang terlihat kehabisan kesabarannya.Semua terdiam. Tidak ada yang berani menjawab, karena ruangan itu kini penuh sesak dengan tenaga dalam yang luar biasa besar yang dikeluarkan oleh Tuan Urdha. Namun, seperti ada isyarat khusus yang dimiliki oleh Tibra, para tetua yang berada di luar ruangan masuk secara bersamaan sambil menekan tenaga dalam yang besar itu.“Apa yang kalian lakukan?!” teriak Tuan Huda marah, sambil melototkan mata tajam ke arah para tetua.“Maafkan kami, Pemimpin! Tapi, kami setuju dengan ucapan Pangeran Tibra! Jika perkamen itu tersebar, maka akan sangat banyak pemberontakan yang akan terjadi!” jawab salah satu tetua dengan kemampuan yang cukup hebat diantara yang lainnya.“Bukankah pemberontakan ini kalian yang buat?! Aku tidak mel
“Mereka membuat kesepakatan berlainan dari yang aku ajukan. Tapi, mereka berjanji untuk memberikan balasan yang setimpal dari perkamen itu,” jawab Tuan Huda sambil was-was dengan reaksi yang akan diberikan oleh Pandya.“Jadi, maksudmu mereka saat ini mulai mencoba mengambil alih kepemimpinan secara paksa?!” Pandya mulai meninggikan suara, sambil menahan amarahnya.“Bukan hanya padepokan, sanggar Klan milikmu juga mereka datangi saat mereka tahu kau sedang tidak ada di tempat!” tambah Tuan Huda yang membuat Pandya langsung membuka sub ruang yang dibuatnya, dan berlari meninggalkan ruangan itu dengan tergesa.Setelah mendapatkan seluruh senjatanya termasuk pedang Sakra, Pandya langsung menggunakan jurus meringankan tubuh miliknya dan melesat meninggalkan Padepokan Janardana dalam sekejap.WHUUUSH!Sakra yang langsung tahu apa yang terjadi dari pikiran Pandya, ikut merasakan amarah yang tidak jauh berbeda. Begitu pula Akandra, yang sejak tadi masih menunggu mereka di luar gerbang Padepok
“Aku yakin kau akan menggunakan ini untuk membuat kesepakatan dengan para saudaraku. Apa aku salah?!” tanya Pandya dengan santai.Tuan Huda tidak langsung menjawab. Dia cukup terkejut, karena tidak mengira jika pemimpin Padepokan Nagendra memberitahukan aibnya sendiri kepada seseorang.“Hahaha…, ternyata kau cukup cerdik, Nak! Tapi, kalau kau mengetahuinya, apa kau memiliki tawaran yang lebih baik untukku?!” tanya Tuan Huda setelah kembali tertawa untuk menutupi rasa terkejutnya.Bukannya menjawab, Pandya kembali menggulung perkamen yang dibukanya tadi. Setelah memasukkan perkamen itu kembali ke balik jubahnya, dia mengeluarkan sebuah perkamen yang lain.“Sayangnya aku tidak memerlukan tawaran yang lebih baik, karena kau akan membantuku tanpa tawaran apapun!” jawab Pandya santai sambil memperlihatkan perkamen yang baru.Tuan Huda mengernyitkan dahinya, kemudian membaca isi perkamen yang baru saja dibuka oleh Pandya. Dan rasa terkejutnya semakin besar, saat melihat isi perkamen itu.“Ka
“Aaarrghhh! Kenapa kau memukulku Sakra!” teriak Pandya setelah mengerang cukup keras.PLAK! PLAK! PLAK!Bukannya menjawab, Sakra kembali memukuli Pandya namun dengan lebih pelan dibandingkan pukulan pertama. Sedangkan Akandra yang melihat itu, hanya tersenyum tipis dengan tatapan hangat.“Aku kira kau akan mati begitu saja! Kenapa kau mengabaikan retakan itu?!” teriak Sakra setelah puas memukuli Pandya.“Aku tidak akan mati semudah itu!” jawab Pandya sambil kembali menyeringai dengan memperlihatkan deretan giginya.“Kau tahu, tubuhmu sudah hampir meledak! Mungkin, jika terlambat sedikit lagi kau akan menjadi arang!” teriak Sakra yang kembali kesal karena jawaban Pandya yang begitu santaiPandya hanya terkekeh kecil, saat melihat reaksi Sakra yang seperti cacing kepanasan. Namun, tidak lama sudut matanya akhirnya menyadari kehadiran seseorang diantara mereka.Akandra yang menatap mereka sejak tadi, masih tersenyum penuh arti kearah Pandya yang akhirnya menyadari keberadaannya. Pandya
Akandra langsung menghampiri tubuh Pandya yang tergeletak, tanpa menyadari sebuah pedang sedang melayang di hadapannya. Sambil membangunkan sebagian tubuh Pandya dan menyandarkannya di bahunya, Akandra mencoba memeriksa tubuh Pandya dengan tenaga dalamnya.“Sebenarnya apa yang terjadi, Pandya?! Kenapa tenaga dalammu berantakan seperti ini?!” tanya Akandra tanpa berharap mendapat balasan.“Sepertinya, itu karena efek tenaga dari Batu Ratnaraj yang disegel dalam tubuhnya retak!” sahut Sakra yang membuat Akandra terkejut, dan tanpa sadar menarik tubuh Pandya menjauh.“Ba–bagaimana pe–pedang bisa berbicara?!” teriak Akandra terbata dengan suara tercekat.Akandra berusaha untuk meyakinkan diri jika pendengarannya tadi tidaklah salah, dengan mengorek telinganya. Dirinya juga mengucek matanya, untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan hanya halusinasinya saja.“Akulah yang mengirimkan pola sihir pelacak itu padamu!” ucap Sakra kesal karena melihat reaksi Akandra yang seperti melihat hantu.
Sakra mencoba memasukkan energinya untuk membantu Pandya, namun sayangnya semua usahanya tidak membuahkan hasil. Pandya benar-benar sudah tidak sadarkan diri, dengan suhu tubuh yang semakin panas.PLAK! PLAK!Pandya mencoba menampar pipi Pandya dengan badan pedangnya, sambil memanggil-manggil Pandya dengan suara lantang. Namun, Pandya sama sekali tidak memberikan respon.“Apa yang harus aku lakukan?! Bahkan, tidak ada yang mengetahui posisi kami saat ini?” ucap Sakra pada diri sendiri, karena panik dengan kondisi Pandya yang semakin memburuk.ZHIIING!Sakra mencoba memasukkan energinya kembali, sembari mencari penyebab utama kondisi Pandya seperti itu. Dan saat energinya mencapai pusat tubuh Pandya, Sakra menemukan celah di dalam energi Batu Ratnaraj yang di segel sebelumnya.‘Mungkinkah retakan itu muncul saat Pandya tidak sadarkan diri dan muncul cahaya pada tubuhnya?!” pikir Sakra sambil memikirkan cara agar bisa menyelamatkan Pandya.Saat dirinya hendak kembali memukuli Pandya agar