Beberapa tatap mata, tertuju pada satu orang di dalam ruangan yang cukup luas. Dengan puluhan pertanyaan yang dilontarkan, membuat satu orang yang menjadi pusat itu merasa terintimidasi. Hal itu terus berulang, dengan berganti orang sebagai pusat disetiap jamnya. Sejak pagi, para pengikut Pandya mulai dipanggil satu persatu, secara bergilir tanpa sepengetahuan yang lain. Namun, hal itu tentu saja langsung diketahui oleh para murid, karena para penjaga terus berkeliaran di sekitar asrama. Pandya sendiri sejak awal, tidak memberikan arahan apapun kepada para pengikutnya. Entah kenapa, dirinya yakin jika para pengikutnya tidak akan memberikan pernyataan yang berdampak buruk padanya. “Pangeran tenang saja! Kami sudah menyamakan dan menyesuaikan jawaban!” ucap Dipta pada Pandya yang masih duduk di tepi tempat istirahatnya. “Jawaban apa yang kau berikan?” tanya Pandya memastikan, walaupun dia tahu jawaban apapun yang diberikan para pengikutnya tidak akan mengarah pada dirinya yang se
Seperti sudah menantikan seseorang yang akan datang, para tetua langsung mempersilahkan orang yang mengetuk pintu untuk masuk. Sebenarnya, Pandya sudah sedikit menebak siapa orang yang ditunggu oleh para ketua. Karena sejak awal, dia memiliki firasat jika orang itu akan menjadi penentu untuk keputusan yang akan diambil oleh para tetua.Dan benar saja, tebakan Pandya sangat tepat. Hansa memasuki ruangan dengan ekspresi wajah tenang, tanpa mempedulikan Pandya yang sedang duduk di tengah ruangan itu.“Kau datang tepat waktu! Duduklah!” perintah salah seorang tetua, sambil mengarahkan tangannya pada salah satu kursi di ruangan itu.Hansa mengikuti perintah tanpa merespon ucapan. Dia masih bertahan dengan mulutnya yang mengatur rapat, walaupun entah sampai kapan dia akan tetap diam seperti itu.Pandya melirik Hansa dengan ujung matanya. Kini riwayat nya ada di tangan saudara perempuannya itu. Walaupun sebelumnya dia berhasil meyakinkan Hansa, namun tetap saja Pandya tidak bisa mengetahui
“Apa kira-kira kau memiliki sesuatu yang bisa kita gunakan?!” tanya Hansa yang sedikit kesal.Pasalnya dia kira sejak awal Pandya membujuknya, Pandya memiliki rencana yang matang. Namun nyatanya, dia tidak memiliki rencana apapun dan hanya memberi tawaran kepada Hansa untuk bergabung dengannya tanpa persiapan.Pandya yang berpikir keras, akhirnya terpikirkan sebuah ide yang belum dicobanya. Namun, sejak awal dia memang ingin menggunakan benda itu, walaupun masih belum tahu harus bagaimana cara menggunakannya.“Aku punya rencana! Tapi, lebih baik kau berpaling atau menutup mata!” ucap Pandya memberi peringatan.“Rencana apa yang kau maksud? Kenapa aku harus menutup mata?!” tanya Hansa tanpa menghiraukan ucapan Pandya.Pandya mengambil Batu Mana Merah, yang dia simpan di dekat tempat istirahatnya. Dia teringat telah mengambilnya, untuk mencari penawar dari efek yang ditimbulkan saat melihat batu itu.Hansa yang tidak sengaja melihat batu itu, merasakan suasana sekitarnya menjadi merah m
“Bukankah itu perkamen yang kau dapatkan saat membuka peti hitam besar itu?!” teriak Hansa teringat kembali kekesalannya saat rencana yang dibuatnya gagal.“Benar! Aku mendapatkan dua perkamen, tapi aku hanya akan memperlihatkan salah satunya padamu. Semoga ini bisa semakin meyakinkanmu jika kau tidak salah mengambil keputusan dengan mendukungku!” jawab Pandya sambil menyerahkan gulungan perkamen di tangannya pada Hansa.Namun, tepat setelah Pandya menyerahkannya, Sakra melakukan protes karena tidak percaya dengan pilihan yang diambil oleh Pandya.‘Apa kau yakin akan mengatakan semua rahasiamu padanya?!’ tanya Sakra tiba-tiba dengan nada sedikit kesal, karena sebelumnya Pandya tidak membahas hal itu dengannya.'Tidak masalah! Walaupun sangat beresiko, tapi sepertinya memang hanya dengan cara ini bisa meyakinkan seorang calon pewaris Padepokan!’ sahut Pandya dalam hati.'Lalu bagaimana jika dia berkhianat dan menceritakan semuanya pada orang lain?! Kau akan lebih kesulitan dibandingkan
Dalam beberapa hari setelah interogasi para tetua, kelompok lain mulai berhasil menyelesaikan ujian. Walaupun, nyatanya sangat banyak anggota yang gagal, dan hanya para pemimpinnya yang berhasil menyelesaikannya.Para tetua pun belum memberikan reaksi apa-apa setelah interogasi, dan bahkan tidak ada instruksi khusus untuk Pandya setelah hari itu. Pandya hanya memanfaatkan waktu untuk terus berlatih di ruang pelatihan, dengan para pengikutnya yang kini mendominasi akademi.Kini, jika para pemimpin digabungkan pun jumlahnya masih lebih banyak Pandya dengan para pengikutnya. Jadi, tidak ada rasa khawatir sedikitpun bagi Pandya, menjalani kehidupannya di akademi setelah ini.Setelah interogasi itu, Pandya secara khusus meminta Akandra untuk memusnahkan batu Mana Merah yang masih tersembunyi di dalam makam bawah tanah. Dan diwaktu yang bersamaan, dia mendapatkan pengikut baru yang tidak diduga.Agha juga ikut andil dalam pemusnahan itu, dan bersumpah setia pada Pandya. Awalnya, Pandya mer
Pagi berikutnya, setelah semua murid yang menyelesaikan ujian telah beristirahat dengan cukup. Suasana kembali dibuat mencekam, dengan adanya informasi kedatangan pemimpin padepokan ke dalam akademi.Tidak ada informasi untuk berkumpul sama sekali, membuat semua murid penasaran dengan tujuan utama Tuan Urdha datang. Tanpa mereka sadari jika Pandya sudah dipanggil secara terpisah, tanpa ada seorangpun murid yang mengetahuinya.Pandya berjalan di dalam lorong gedung utama akademi, dengan didampingi Akandra dan Agha di sebelahnya. Dua penjaga juga mengikuti mereka di belakang, seakan memastikan kehadiran Pandya tanpa ada komunikasi dengan siapapun sebelumnya.'Kau tidak perlu khawatir? Semua akan baik-baik saja?' ucap Akandra menyalurkan telepatinya pada Pandya, mencoba menenangkannya.'Aku baik-baik saja, Paman! Paman tidak perlu khawatir,' jawab Pandya dengan ekspresi wajah meyakinkan.Tidak lama kemudian, mereka semua sampai di ruangan utama milik Tuan Urdha. Salah satu penjaga ruanga
“Ini sangat luar biasa! Tidak mungkin saya tidak tertarik!” jawab Pandya dengan mata berbinar.Pandya mendekat ke arah rak yang berisi benda-benda keramat, yang bisa menyimpan energi. Bahkan ada peralatan sihir yang digunakan untuk merapal mantra tingkat tinggi tanpa mengeluarkan banyak energi.'Pantas saja hampir semua yang ada disini menggunakan sihir. Ternyata, pemimpin padepokan menyimpan semua benda keramatnya disini!’ pikir Pandya dalam hati.“Kalau begitu pilihlah satu barang yang kau inginkan sebagai hadiah!” ucap Tuan Urdha sembari duduk di kursi besar yang berada di tengah-tengah ruangan itu.Pandya langsung berkeliling, untuk mengamati semua barang yang sangat menggiurkan itu. Kali ini, dia dibuat bingung harus memilih benda yang mana, karena hampir semua benda yang ada di ruangan itu sangat dia inginkan.Namun, setelah mengitari ruangan itu beberapa kali, sudut mata Pandya tertarik pada sebuah benda. Dia belum pernah mendengar tentang benda itu sebelumnya, tapi entah kenap
“Iya itu untukmu! Tapi, kau tidak tahu benda itu akan berguna atau tidak untukmu!” jawab PAndya sambil mengedikkan bahunya. “Apa kau gila?!” teriak Sakra frustasi mendengar ucapan Pandya yang membuatnya tidak habis pikir. Pandya yang mendengar teriakan Sakra hanya mengelus dadanya karena terkejut. Dia tidak tahu apa yang membuat suara Sakra meninggi hingga seperti itu, dan hanya menaikkan alisnya untuk memberi isyarat pada Sakra untuk menjelaskan maksud teriakannya itu. “Benda ini adalah benda keramat yang sangat langka! Bahkan, Tuan Catra dulu sudah berusaha sangat keras untuk mencarinya, namun tidak pernah bisa ditemukan!” jelas Sakra dengan menggebu-gebu. Pandya semakin bingung dengan penjelasan yang Sakra berikan. JIka memang benda itu sangat hebat, tidak mungkin pemimpin akademi membiarkannya begitu saja dengan mudah. “Mungkin itu hanya imitasi!” jawab Pandya asal. “Lagipula bagaimana bisa langsung mengenali benda yang bahkan belum pernah kau lihat sebelumnya?!” Sakra