Faruq menelan salivanya dengan susah payah. Dia masih ragu untuk mengatakan semua yang dia ketahui. Apalagi tidak ada jaminan dirinya dan teman-temannya akan selamat saat dia mengatakannya.Pandya yang masih menunggu Faruq mengatakan sesuatu, langsung paham dengan keraguan yang terlihat jelas dari sorot matanya. Ancaman yang sebelumnya dia ucapkan nyatanya belum bisa membuat murid itu mengatakan semuanya.'Sakra, apa kau ada saran untuk membuat dia buka mulut?' Pandya mencoba mencari saran.'Bukankah ancamanmu tadi sudah cukup berhasil? Lanjut ancam dia lagi, agar dia bisa segera membuka mulutnya!' Pandya menggelengkan kepala mendengar jawaban Sakra.'Aku sudah cukup merasa bersalah melukai orang-orang itu. Walaupun orang di hadapanku ini memang bersalah, tapi aku rasa itu bukan hal tepat untuk dilakukan.' pikir Pandya masih menunggu jawaban dari Faruq.'Apa kau berpikir karena mereka mirip denganmu dulu?' tebak Sakra.'Ucapannya tadi benar. Jika yang lemah tidak berusaha melakukan apa
***"Apa kau bercanda?! Aku tidak mungkin pergi begitu saja setelah kesal melihat sikapmu ini. Seharusnya status calon pewaris kau berikan saja padaku yang jauh lebih bertenaga ini!" ucap Gala sambil menyeringai."Hahaha… Omong kosongmu terdengar jauh lebih besar dibandingkan kemampuanmu," sahut Pandya sambil tertawa mengejek."Kurang ajar! Tamat riwayatku kali ini!" teriak Gala sembari mengayunkan pedang kayunya ke arah Pandya.WHUUUSH!Namun, hanya dalam satu kedipan mata, Pandya berhasil menghindar. Di detik berikutnya Pandya sudah berada di balik punggung Gala dan langsung mencoba menyerangnya. Tapi, dengan ujung matanya yang menyadari keberadaan Pandya, dia langsung merubah posisi menjadi bertahan.Pertarungan kedua pemimpin itu, menjadi isyarat para pengikut untuk ikut menyerang. Semua tampak sibuk dengan pertarungan masing-masing.Keadaan langsung terlihat perbedaannya. Walaupun jumlah pengikut Pandya tidak terlalu banyak, tapi nyatanya para pengikut Gala tampak kesulitan mengha
Sedetik berikutnya Atreya sudah melakukan serangan dari balik tubuhnya. Falan yang tidak menyadari kedatangannya, terlambat untuk menangkis serangan itu. Tubuhnya terpental cukup jauh, dengan luka dalam yang cukup parah.Namun dengan tenaga dalam yang dimilikinya, Falan menyalurkan api miliknya ke dalam pedang kayu yang dipegangnya sejak tadi. Walaupun api yang dimilikinya tidak bisa terlalu melukai seseorang. Namun, beda cerita jika api itu dia salurkan ke sebuah benda dengan berbagai elemen."Bukankah cukup curang jika menyerang tiba-tiba seperti itu?!" ucap Falan sambil mengusap darah yang mengalir di ujung bibirnya."Hah! Lucu mendengarmu mengatakan hal itu, bukankah kata-kata itu lebih tepat kau ucapkan pada diri sendiri?!" jawab Atreya sambil tersenyum sinis.Kesal dengan ucapan Atreya, Falan memegang pedangnya dengan lebih erat dan langsung menyerang ke arah Atreya. Api yang menjalar di pedang kayu itu tampak sangat mematikan. Namun, serangannya dapat dipatahkan oleh Atreya dal
BLAAAR!Suara kedua tenaga dalam yang saling bertubrukan terdengar menggema di seluruh area gunung. Semua hewan-hewan yang tinggal di tempat itu, langsung pergi berlari terbirit-birit—setelah merasakan sisa gelombang energi yang telah meratakan area tempat pertarungan Pandya dan Gala.Gala yang sudah menyatu dengan jurus terlarang langsung menyerang Pandya, untunglah tenaga dalam yang digabungkannya dengan Sakra dapat menahan serangan itu. Pandya yang baru merasakan tenaga dalam sebesar itu cukup takjub. Namun, dia juga merasakan perasaan khawatir disaat bersamaan.'Bagaimana setelah ini Sakra?' tanya Pandya yang mulai panik.'Tenanglah! Seperti yang aku katakan sebelumnya, jurus terlarang juga memiliki kelemahan.' Sakra mencoba menenangkan.'Lalu apa kelemahannya? Aku tidak melihat kita bisa melawannya dengan kekuatannya yang seperti itu?!' sanggah Pandya meragukan.'Lihatlah! Dia juga membutuhkan waktu untuk bisa melakukan serangan berikutnya, jadi kita bisa melawannya di jeda waktu
Pandya tidak menjawab pertanyaan itu dan hanya tersenyum miring, sambil menggendong tubuh Gala di pundaknya. Dengan jurus meringankan tubuh, Pandya langsung berpindah tempat dalam satu hentakan kaki.Sakra yang sejak tadi melayang, langsung mengikuti pergerakan Pandya tanpa kesulitan sedikitpun. Hanya dalam beberapa langkah, Pandya berhasil sampai di tempat para pengikutnya berkumpul.Semua tatapan langsung mengarah pada Pandya, beserta seseorang yang kini sedang ada di pundaknya—yang mereka yakin jika itu tubuh Gala yang telah menggunakan jurus terlarang. Senyuman mengembang pada semua wajah para pengikut, karena senang pada akhirnya sang pangeran berhasil mengalahkan seseorang yang menggunakan jurus terlarang yang terkenal sangat kuat itu."Apa Pangeran baik-baik saja?" tanya Atreya khawatir, walaupun dia tahu jika pada akhirnya Pandya berhasil mengalahkan Gala."Aku baik-baik saja seperti yang kau lihat. Bagaimana dengan kalian semua?!" tanya Pandya sambil mengedarkan pandangan ke
Akandra bertanya pada diri sendiri, masih menundukkan kepalanya memberi hormat. Padahal, Pemimpin Padepokan hanya akan datang ke akademi disaat penerimaan murid atau acara besar tertentu. Namun, kini beliau datang secara tiba-tiba dengan aura yang sangat menekan.'Sepertinya memang ada yang tidak aku ketahui. Mereka terlihat masih tenang, walau hal yang mengejutkan seperti ini terjadi,' pikir Akandra sambil ujung matanya melirik gerak-gerik semua orang yang ada di ruangan itu.Pemimpin Padepokan duduk di kursi yang memang disiapkan untuk dirinya. Sedangkan para guru dan tetua ikut duduk mengikuti sang pemimpin.KRIEEET!Suara decitan kursi yang ditarik secara bersamaan membuat Akandra semakin cemas. Dia yang masih khawatir dengan kondisi Pandya, tidak bisa berbuat apapun saat ini. Dan dia hanya bisa mengikuti perintah tidak langsung itu untuk ikut duduk di kursinya.Sang pemimpin yang kini berada di ujung ruangan sebagai pusatnya, terlihat secuil amarah di wajahnya. Entah alasan apa y
BRUUK!Murid itu tidak memberikan jawaban, dan hanya menjatuhkan seseorang yang ada di gendongannya dengan kasar. Danar yang melihat sosok yang dijatuhkan adalah Falan yang sudah tidak sadarkan diri, cukup terkejut walaupun hanya beberapa saat—yang langsung ditutupinya dengan kembali bersikap biasa."Falan?" tanya Danar tanpa membutuhkan jawaban.BRUUK!BRUUK!BRUUK!Para pengikut murid itu juga menjatuhkan orang-orang yang mereka panggul sejak tadi. Wajah orang-orang yang sedang terkapar tidak sadarkan diri, membuat Danar cukup tercekat."Dipta, Atreya…, Bukankah mereka semua para pengikut Pandya?" tanya Danar memastikan."Benar Pangeran. Mereka semua pengikut Pangeran Pandya," jawab murid itu dengan santai."Lalu siapa dia?" tanya Danar kembali sambil menunjuk salah satu orang yang tergeletak dengan penutup wajah—yang sama seperti yang digunakan murid itu."Dia Pangeran Pandya." Murid itu menjawab singkat."Pandya?! Bagaimana kau bisa melakukannya?" sahut Danar dengan senyum lebar m
Pandya memberi perintah kepada Atreya dan Dipta menggunakan telepati, untuk mengumpulkan semua pengikut ke lahan kosong dekat ruang pelatihan. Dia meraih sebuah kain hitam bekas pakaiannya yang sudah tidak terpakai, dan merobeknya menjadi beberapa bagian.SHIIIIING!TAAAP!WHUUUSH!Dalam beberapa gerakan, Pandya berhasil sampai ke lahan kosong yang dia maksud terlebih dahulu. Sambil menunggu para pengikutnya, dia kembali melatih perubahan suara yang dia berhasil coba sebelumnya.'Sepertinya aku sudah mulai terbiasa dengan suara ini,' ucap Pandya pada Sakra yang terbang di hadapannya.'Yah, memang lebih baik dari sebelumnya. Tapi, sebenarnya apa rencanamu dengan suara itu?' tanya Sakra penasaran.'Kau juga akan tahu nanti. Aku malas jika harus menjelaskan berkali-kali,' jawab Pandya santai sambil memamerkan deretan giginya.'Terserah kau saja!' teriak Sakra merajuk.Tepat saat Sakra masuk ke dalam sarung pedangnya, para pengikut Pandya terlihat mulai mendekat. Ada perasaan menggelitik
Ribuan aura berbentuk pedang itu langsung berjatuhan, dan menancap di tubuh semua pasukan beserta Tuan Huda. Tidak ada satu orangpun yang selamat dari pedang-pedang itu.Tuan Urdha yang melihat sang anak, merasa sangat bangga dengan kemampuan yang berhasil dicapainya. Dan dirinya menjadi paham, dengan alasan Pandya memintanya membuat perisai untuk dirinya beserta anak-anak dan para istrinya.Dan bertepatan saat Pandya mengeluarkan jurus itu, para saudaranya telah sadarkan diri setelah dibuat tidak sadarkan diri oleh sang ayah. Dan saat mereka melihat apa yang dilakukan oleh Pandya, mereka semua terdiam takjub dengan apa yang terlihat di depan mata.Tibra pun dalam hati akhirnya mengakui kekuatan Pandya dan kekalahannya. Seberapa keras dirinya berlatih selama ini, dan seberapa besar tuntutan yang harus diembannya, tidak membuat kekuatannya bisa bersaing dengan Pandya.Tibra beserta keempat saudara Pandya yang lain, hanya korban dari keegoisan dan keserakahan para orang-orang tua di seki
Setelah berteriak dengan lantang, Tuan Huda semakin menggencarkan serangannya. Dia bahkan sudah merencanakan serangan, dengan bekerja sama dengan para pasukannya untuk membuat sebuah pola sihir tanpa disadari oleh Pandya.Pandya terus terdorong walaupun tanpa terluka, mengingat jumlah orang yang menyerangnya secara bersamaan bukan hanya puluhan orang—tapi bahkan ratusan orang. Puluhan orang berterbangan setelah satu serangan yang Pandya lakukan, namun puluhan lainnya ganti menyerangnya lagi. Dan itu terus berlanjut, karena sejak awal Tuan Huda merencanakan penyerangan saat Pandya sudah dalam keadaan kelelahan.Apalagi, saat ini tidak ada satu orang pun yang menolong Pandya. Sebenarnya Tuan Urdha yang masih ada di tempat itu berencana untuk keluar dari perisai yang dibuatnya, namun pikirannya itu langsung dihentikan oleh Pandya.‘Aku masih merasa aneh dengan keadaan ini!’ ucap Sakra dalam pikiran Pandya.‘Bukankah dengan ini kita jadi lebih bisa menyatu?!’ sahut Pandya dengan seringa
SRIIING!Sebuah sihir kutukan yang ditujukan pada Pandya, berhasil ditangkis dengan perisai sihir yang dibuat oleh Sakra. Pandya yang melihat itu cukup terkejut, karena sejak tadi dirinya tidak melihat Sakra sama sekali dan tiba-tiba saja muncul dihadapannya.‘Sakra! Darimana saja kau?!’ tanya Pandya bersemangat dalam hati.‘Entahlah, sesuatu terjadi padaku. Tapi, aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi!’ sahut Sakra dengan suara lirih.Pandya menatap pedang Sakra sekilas, sebelum dirinya kembali disibukkan dengan serangan-serangan yang semakin menjadi. Para pendekar, tetua dan bahkan pemimpin dari lima Ajaran menyerbu mereka secara bersamaan.WHUUUUSH!ZHIIIING!BLAAAAR!Pandya dan seluruh pengikutnya semakin terdorong, walaupun Tuan Agha sudah membantu sebagai perisai utama. Namun, dengan kekuatan dan jumlah yang dimiliki musuh jauh lebih banyak dibandingkan jumlah pengikut yang Tuan Urdha dan Pandya miliki. Belum lagi aliansi yang dimiliki saudara-saudaranya yang sudah memilik
“Apa maksud, Pemimpin?!” tanya Tibra terkejut dengan ucapan Tuan Urdha.“Kau sama sekali tidak memperdulikan aku, tapi kau bersikap seolah ingin melindungiku! Apa kau pikir karena aku sudah tua jadi bisa kau bodohi?!” teriak Tuan Urdha yang terlihat kehabisan kesabarannya.Semua terdiam. Tidak ada yang berani menjawab, karena ruangan itu kini penuh sesak dengan tenaga dalam yang luar biasa besar yang dikeluarkan oleh Tuan Urdha. Namun, seperti ada isyarat khusus yang dimiliki oleh Tibra, para tetua yang berada di luar ruangan masuk secara bersamaan sambil menekan tenaga dalam yang besar itu.“Apa yang kalian lakukan?!” teriak Tuan Huda marah, sambil melototkan mata tajam ke arah para tetua.“Maafkan kami, Pemimpin! Tapi, kami setuju dengan ucapan Pangeran Tibra! Jika perkamen itu tersebar, maka akan sangat banyak pemberontakan yang akan terjadi!” jawab salah satu tetua dengan kemampuan yang cukup hebat diantara yang lainnya.“Bukankah pemberontakan ini kalian yang buat?! Aku tidak mel
“Mereka membuat kesepakatan berlainan dari yang aku ajukan. Tapi, mereka berjanji untuk memberikan balasan yang setimpal dari perkamen itu,” jawab Tuan Huda sambil was-was dengan reaksi yang akan diberikan oleh Pandya.“Jadi, maksudmu mereka saat ini mulai mencoba mengambil alih kepemimpinan secara paksa?!” Pandya mulai meninggikan suara, sambil menahan amarahnya.“Bukan hanya padepokan, sanggar Klan milikmu juga mereka datangi saat mereka tahu kau sedang tidak ada di tempat!” tambah Tuan Huda yang membuat Pandya langsung membuka sub ruang yang dibuatnya, dan berlari meninggalkan ruangan itu dengan tergesa.Setelah mendapatkan seluruh senjatanya termasuk pedang Sakra, Pandya langsung menggunakan jurus meringankan tubuh miliknya dan melesat meninggalkan Padepokan Janardana dalam sekejap.WHUUUSH!Sakra yang langsung tahu apa yang terjadi dari pikiran Pandya, ikut merasakan amarah yang tidak jauh berbeda. Begitu pula Akandra, yang sejak tadi masih menunggu mereka di luar gerbang Padepok
“Aku yakin kau akan menggunakan ini untuk membuat kesepakatan dengan para saudaraku. Apa aku salah?!” tanya Pandya dengan santai.Tuan Huda tidak langsung menjawab. Dia cukup terkejut, karena tidak mengira jika pemimpin Padepokan Nagendra memberitahukan aibnya sendiri kepada seseorang.“Hahaha…, ternyata kau cukup cerdik, Nak! Tapi, kalau kau mengetahuinya, apa kau memiliki tawaran yang lebih baik untukku?!” tanya Tuan Huda setelah kembali tertawa untuk menutupi rasa terkejutnya.Bukannya menjawab, Pandya kembali menggulung perkamen yang dibukanya tadi. Setelah memasukkan perkamen itu kembali ke balik jubahnya, dia mengeluarkan sebuah perkamen yang lain.“Sayangnya aku tidak memerlukan tawaran yang lebih baik, karena kau akan membantuku tanpa tawaran apapun!” jawab Pandya santai sambil memperlihatkan perkamen yang baru.Tuan Huda mengernyitkan dahinya, kemudian membaca isi perkamen yang baru saja dibuka oleh Pandya. Dan rasa terkejutnya semakin besar, saat melihat isi perkamen itu.“Ka
“Aaarrghhh! Kenapa kau memukulku Sakra!” teriak Pandya setelah mengerang cukup keras.PLAK! PLAK! PLAK!Bukannya menjawab, Sakra kembali memukuli Pandya namun dengan lebih pelan dibandingkan pukulan pertama. Sedangkan Akandra yang melihat itu, hanya tersenyum tipis dengan tatapan hangat.“Aku kira kau akan mati begitu saja! Kenapa kau mengabaikan retakan itu?!” teriak Sakra setelah puas memukuli Pandya.“Aku tidak akan mati semudah itu!” jawab Pandya sambil kembali menyeringai dengan memperlihatkan deretan giginya.“Kau tahu, tubuhmu sudah hampir meledak! Mungkin, jika terlambat sedikit lagi kau akan menjadi arang!” teriak Sakra yang kembali kesal karena jawaban Pandya yang begitu santaiPandya hanya terkekeh kecil, saat melihat reaksi Sakra yang seperti cacing kepanasan. Namun, tidak lama sudut matanya akhirnya menyadari kehadiran seseorang diantara mereka.Akandra yang menatap mereka sejak tadi, masih tersenyum penuh arti kearah Pandya yang akhirnya menyadari keberadaannya. Pandya
Akandra langsung menghampiri tubuh Pandya yang tergeletak, tanpa menyadari sebuah pedang sedang melayang di hadapannya. Sambil membangunkan sebagian tubuh Pandya dan menyandarkannya di bahunya, Akandra mencoba memeriksa tubuh Pandya dengan tenaga dalamnya.“Sebenarnya apa yang terjadi, Pandya?! Kenapa tenaga dalammu berantakan seperti ini?!” tanya Akandra tanpa berharap mendapat balasan.“Sepertinya, itu karena efek tenaga dari Batu Ratnaraj yang disegel dalam tubuhnya retak!” sahut Sakra yang membuat Akandra terkejut, dan tanpa sadar menarik tubuh Pandya menjauh.“Ba–bagaimana pe–pedang bisa berbicara?!” teriak Akandra terbata dengan suara tercekat.Akandra berusaha untuk meyakinkan diri jika pendengarannya tadi tidaklah salah, dengan mengorek telinganya. Dirinya juga mengucek matanya, untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan hanya halusinasinya saja.“Akulah yang mengirimkan pola sihir pelacak itu padamu!” ucap Sakra kesal karena melihat reaksi Akandra yang seperti melihat hantu.
Sakra mencoba memasukkan energinya untuk membantu Pandya, namun sayangnya semua usahanya tidak membuahkan hasil. Pandya benar-benar sudah tidak sadarkan diri, dengan suhu tubuh yang semakin panas.PLAK! PLAK!Pandya mencoba menampar pipi Pandya dengan badan pedangnya, sambil memanggil-manggil Pandya dengan suara lantang. Namun, Pandya sama sekali tidak memberikan respon.“Apa yang harus aku lakukan?! Bahkan, tidak ada yang mengetahui posisi kami saat ini?” ucap Sakra pada diri sendiri, karena panik dengan kondisi Pandya yang semakin memburuk.ZHIIING!Sakra mencoba memasukkan energinya kembali, sembari mencari penyebab utama kondisi Pandya seperti itu. Dan saat energinya mencapai pusat tubuh Pandya, Sakra menemukan celah di dalam energi Batu Ratnaraj yang di segel sebelumnya.‘Mungkinkah retakan itu muncul saat Pandya tidak sadarkan diri dan muncul cahaya pada tubuhnya?!” pikir Sakra sambil memikirkan cara agar bisa menyelamatkan Pandya.Saat dirinya hendak kembali memukuli Pandya agar