Pandya memberi perintah kepada Atreya dan Dipta menggunakan telepati, untuk mengumpulkan semua pengikut ke lahan kosong dekat ruang pelatihan. Dia meraih sebuah kain hitam bekas pakaiannya yang sudah tidak terpakai, dan merobeknya menjadi beberapa bagian.SHIIIIING!TAAAP!WHUUUSH!Dalam beberapa gerakan, Pandya berhasil sampai ke lahan kosong yang dia maksud terlebih dahulu. Sambil menunggu para pengikutnya, dia kembali melatih perubahan suara yang dia berhasil coba sebelumnya.'Sepertinya aku sudah mulai terbiasa dengan suara ini,' ucap Pandya pada Sakra yang terbang di hadapannya.'Yah, memang lebih baik dari sebelumnya. Tapi, sebenarnya apa rencanamu dengan suara itu?' tanya Sakra penasaran.'Kau juga akan tahu nanti. Aku malas jika harus menjelaskan berkali-kali,' jawab Pandya santai sambil memamerkan deretan giginya.'Terserah kau saja!' teriak Sakra merajuk.Tepat saat Sakra masuk ke dalam sarung pedangnya, para pengikut Pandya terlihat mulai mendekat. Ada perasaan menggelitik
(Kembali saat ini)"Kau tidak perlu tahu, saat ini lebih baik kau pikirkan dengan cara apa kau akan melawanku!" jawab Pandya kembali menyerang Danar.Danar cukup terkejut mendapat serangan mendadak, hingga dia hanya bisa terdorong sambil bertahan selama beberapa saat. Darahnya yang terus keluar dari bekas tebasan pedang Pandya, tidak mau berhenti walaupun dia sudah merapalkan mantra penyembuhan."Kau tidak akan bisa menyembuhkannya semudah itu! Aku sudah membubuhkan racun pelumpuh di pedangku, jadi nikmati saja rasa sakitnya!" ucap Pandya sambil menyeringai."Ternyata kau mempersiapkannya dengan cermat, tapi aku tidak akan kalah hanya karena racun seperti ini!" jawab Danar sambil menatap Pandya dengan tajam.Merasa kesal, Danar kembali menyerang Pandya. Kini dengan beberapa mantra untuk menggerakkan beberapa pedang sekaligus.TRAAAANG!WHUUUSH!BAAATS!CTAAAK!BUUUUK!Serangan dan pertahanan yang berjalan cukup lama, membuat pergerakan Pandya mulai sedikit melambat. Melihat celah itu,
TRAAANG!TRIIING!BHUUUM!BAAATS!Belum ada tanda-tanda pertarungan antara Danar dan Pandya akan berakhir. Padahal, di sisi lain gunung terlihat seluruh pengikut Danar sudah berhasil dilumpuhkan oleh pengikut Gala. Walaupun, hampir semua murid memiliki luka di tubuhnya.Pandya seperti dapat membaca setiap gerakan Danar. Dia menangkis, menghindar dan menyerang disaat yang tepat. Walaupun, hingga kini belum ada satupun dari mereka yang berhasil mengalahkan lawannya."Sepertinya kau tidak terkejut dengan kondisi Gala tadi, apa kau mengetahuinya sejak awal?" tanya Pandya mencoba membuyarkan fokus Danar, sambil menangkis serangan dari Danar.Namun, Danar sama sekali tidak terpengaruh dengan pertanyaan Pandya. Dia masih memasang ekspresi wajah yang sama dan masih terus menyerang."Atau jangan-jangan kau juga mempelajarinya?!" tanya Pandya lagi.Kali ini mata Danar sedikit bergetar, walau hanya sesaat—tapi Pandya dapat menangkap perubahan itu.'Sakra! Kau lihat itu lagi?! Aku yakin pertanyaan
"Apa kalian sudah mengambil papannya?" tanya Pandya setelah bergabung dengan para pengikutnya."Kami mendapatkan 2 papan, Pangeran." jawab Atreya sambil memperlihatkan 2 papan ruang latihan yang dibawanya."Kerja bagus!" ucap Pandya sambil tersenyum puas.Sudut matanya melihat para pengikutnya dan pengikut Danar yang terluka. Dia tidak menyangka jika perasaannya menjadi sangat buruk melihat hasil dari pertarungan tadi.Padahal, disaat ini seharusnya dia ikut berbahagia atas kemenangannya. Tapi, nyatanya perasaannya malah lebih buruk dari sebelumnya. Dia merasa tidak jauh berbeda dengan para saudaranya selama ini, walaupun sebenarnya dia tahu jika pertarungan seperti ini tidak akan terelakkan di kemudian hari."Kalian bawa semua murid yang terluka, termasuk Danar yang membutuhkan pertolongan segera! Tapi, kalian juga kabarkan kepada semua pengikut Danar, untuk memilih setia atau bersumpah setia kepadaku!" Perintah Pandya sambil menatap ke arah tubuh Danar yang masih terkapar."Setelah s
"Apa usul yang kau pikirkan?" tanya Pandya menatap ke arah Raka.Semua tatapan juga mengarah pada Raka, karena menunggunya menyampaikan usul yang membuat mereka semua penasaran."Karena sebelumnya Faruq membutuhkan dua papan untuk kelompoknya, dan dia sudah mendapatkan satu sebelumnya—kita bisa memberikan salah satu papan itu kepada mereka," jawab Raka sambil mengalihkan pandangan pada Faruq dan kelompoknya.Pandya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju sambil ikut menatap ke arah Faruq dan kelompoknya. "Tapi apa di kelompok kalian masih ada pemimpin kelompok selain Faruq?" Pandya bertanya untuk memastikan.BAATS!Salah satu murid mengangkat tangannya tiba-tiba. Awalnya, Pandya mengira jika murid itu ingin menyampaikan sesuatu. Tapi, nyatanya murid itu mengangkat tangan karena bermaksud menjawab pertanyaan Pandya tadi."Saya juga pemimpin kelompok, Pangeran! Papan saya direbut oleh kelompok lain, karena waktu itu kelompok kami dikeroyok setelah Pangeran Atreya meninggalkan kelomp
"Bagaimana kalau kita tawarkan pada para pengikut Pangeran Danar? Bukankah diantara mereka pasti ada yang berusaha untuk bertahan?" usul Dipta menanggapi ucapan Pandya."Apa mereka bisa dipercaya? Bagaimana jika mereka malah menjadi mata-mata nantinya?!" Candra menyanggah usul Dipta dengan wajah polosnya.Pandya tidak merespon ucapan mereka berdua. Karena menurutnya ucapan Dipta tidak salah, tapi ucapan Chandra juga ada benarnya.Walaupun sebelumnya dia membiarkan Faruq dan kelompoknya masuk menjadi pengikutnya. Tapi, Pandya juga perlu waspada dengan kemungkinan yang akan terjadi. Mengingat mereka semua adalah pengikut langsung dari Danar, yang terkenal memiliki pengikut yang cukup setia.'Bagaimana menurutmu, Sakra?' tanya Pandya untuk mendengar pendapatnya.'Itu terserah kau saja. Bukankah selama ini kau mengambil keputusan berdasarkan keyakinannya? Kau malah akan semakin bingung jika aku memberikan saran juga,' jawab Sakra sambil keluar dari sarung pedangnya.'Kali ini aku juga cuku
"Apa yang Pemimpin Padepokan katakan?!" tanya Pandya dengan suara tegas, tanpa mempedulikan tatapan terkejut dari Akandra.Akandra tidak langsung menjawabnya. Dia masih menatap lurus ke arah depan. Terlihat jelas dia sedang berpikir untuk menceritakannya kepada Pandya atau tidak."Aku tidak yakin mana yang lebih baik untukmu. Tapi, sepertinya kamu lebih baik mengetahuinya dari sekarang." Akandra melihat ke arah Pandya dengan tatapan khawatir."Apa maksud Guru?!" tanya Pandya bingung."Sebenarnya, Pemimpin Padepokan sudah mengetahui tentang jurus terlarang yang dipelajari oleh beberapa orang. Dan dari apa yang aku tangkap dalam pembicaraan tadi, beliau tidak menentang hal itu dan malah meminta kami untuk mencari cara agar kejadian tadi tidak bocor keluar akademi." Akandra mencoba menjelaskan dengan hati-hati.Dia yang paling tahu, apa yang Pandya rasakan tentang ayah kandungnya itu. Walaupun mungkin masuk ke akademi adalah pertemuan pertama bagi Pandya, tapi dia sangat menghormati sosok
Setelah pembicaraan itu, semua murid diperintahkan Pandya untuk kembali ke ruang pelatihan masing-masing. Sedangkan di kelompoknya sendiri, dia minta untuk tetap berada di tempat.Sejak awal anggota kelompok sudah dipilih menurut keseimbangannya. Dia tidak ingin nantinya pemilihan anggota kelompok yang diatur menjadi bumerang untuk pemimpinnya saat pertarungan. Walaupun, tidak bisa dipungkiri jika setiap kelompok pasti ada murid dengan kemampuan yang masih di bawah rata-rata, tapi itu akan menjadi tugas pemimpin kelompok untuk menentukan rencana pertarungan mereka masing-masing."Aku memang belum menghafal nama kalian satu persatu, tapi aku masih ingat dengan jelas kemampuan masing-masing dari kalian sebelumnya. Jadi, kalian harus memperlihatkan perkembangan kemampuan kalian saat ini padaku!' perintah Pandya sambil memberi aba-aba pada salah satu murid untuk memulainya.Murid yang ditunjuk oleh Pandya langsung mempersiapkan diri dan memasang kuda-kuda terbaiknya. Namun, belum sempat mu