Share

Part 17

Penulis: Nurudin Fereira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Terdengar suara cekikikan di dalam sana. Lalu turun Reno dan Pita dengan wajah bahagia. Dari mana mereka?

Dengan raut wajah bahagia?

Jam 2 dini hari?

Rasa kantukku langsung hilang.

Aku berdiri dari duduk kemudian menghadang mereka yang akan masuk. "Keterlaluan ya kalian berdua!"

"Jam segini kalian dari mana?" Aku benar-benar geram dengan tingkah mereka berdua.

Pita tampak menunduk. "Kami baru saja mengunjungi sholawat akbar, Mbak. Habib Syekh datang ke Lampung. Ramai banget, sampai macet desak-desakan, jadi pulangnya agak molor."

"Bohong! Mana mungkin menghadiri acara sholawat Reno pakai baju biasa."

"Gue ganti baju. Nggak nyaman aja nyetir mobil sambil pakai sarung," sahut Reno datar. "Lo kalau cemburu bilang aja."

Aku menganga. "Siapa yang cemburu?"

Reno menatapku sewot. "Gue mau pulang dulu, Pit. Lo buruan masuk sana."

Pita mengangguk, kemudian menunduk saat melangkah melewatiku memasuki rumah.

Kini di depan rumah, hanya ada aku dan Reno dalam keheningan. Jika amarahku berkobar, Reno justru menampilkan ekspresi dingin.

"Kenapa? Ini, kan, yang lo mau?" Reno berujar santai, sambil menyelipkan kedua tangan ke dalam saku.

"Lo pengen adek lo bahagia, kan?"

"Kurang sayang apa gue sama lo?"

"Semua yang lo pengen selalu gue turuti, Pus."

Aku masih terdiam kaku di teras rumah. "Tapi, nggak gitu caranya Ren."

"Lo selalu berpikiran negatif tentang kami. Padahal lo nggak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi." Reno mengeraskan rahangnya.

"Ini sudah malam, dan kalian belum menikah."

"Udah gue bilang kalau cemburu ngomong aja!" Ada kilatan emosi di wajah Reno.

Aku menghela napas sesak. "Pulanglah," ucapku kemudian berbalik badan meninggalkan Reno di depan rumah.

"Gue kasih waktu lo 2 hari untuk berubah pikiran, Pus. Lo nerima gue atau gue yang bakalan pergi."

Aku langsung berhenti melangkah, kemudian menoleh ke arah Reno. "Lalu, Pita?"

"Gue nggak akan nikahin dia. Kami berdua cuma temen."

"Kenapa?" tanyaku serak.

"Logikanya mana ada laki-laki yang mau menikahi perempuan yang sudah hamil dengan orang lain. Angge-angge orong-orong itu namanya. Tidak ikut bikin, tapi ikut ngurusin."

Aku terenyuh.

"Pita juga nggak mau nikah sama gue. Dia ingin fokus membesarkan anaknya sendiri."

"Lalu kenapa kalian berdua kelihatan begitu mesra?"

"Gue udah bilang, kan, kami berdua cuma bekerjasama buat manas-manasin lo."

"Termasuk malam ini?"

"Bisa jadi. Tapi niat gue ngajak dia emang benar-benar buat hadir di acara majelis sholawat. Pita orang baik, semoga dia dapat hidayah dari Allah. Dia juga penurut. Asal itu baik pasti dia lakukan. Walaupun harus lo benci."

Aku dibuat membeku lagi oleh Reno.

"So, gue cuma mau nikah sama lo."

"Kalau lo tetap keukeuh dengan pendirian lo terserah."

"Jam 2 siang besok lusa, di bandara Raden Intan, kalau lo berubah pikiran," lanjut Reno dengan nada getir.

Sejujurnya aku ingin bertanya mau ke mana dia. Namun, ego sudah mengalahkan semuanya. Reno sudah masuk ke dalam mobil, kemudian melenggang pergi dari halaman rumah.

Aku menghela napas sesak. Kemudian masuk ke dalam rumah.

Pintu kamar Pita sedikit terbuka. Aku mengintipnya yang ternyata sedang melaksanakan solat malam. Biasanya Pita tidak pernah melakukan itu. Reno memang sudah memberi perubahan baik bagi keluargaku, walaupun dengan caranya yang terkesan absurd. Aku menyenderkan tubuh pada tembok dibalik kamar Pita.

Tubuhku merosot, terduduk di lantai. Mendengarkan Pita melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Tidak begitu lancar, tapi aku salut kepada Pita karena mau belajar.

Air mataku menetes. Kakak macam apa aku Pit, yang selalu berprasangka buruk padamu.

Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang.

***

Aku masih terdiam dengan tatapan kosong saat kami berdua sarapan di meja makan.

"Mbak Puspa kenapa?"

Aku langsung terbangun dari lamunan, kemudian kembali melahap makanan dengan tidak berselera.

"Maafin Pita ya, Mbak." Pita menatapku dengan tatapan penuh harap.

"Enggak, harusnya Mbak yang minta maaf sama kamu."

"Pita udah bikin mbak Puspa sedih." Pita tertunduk lesu.

"Mbak minta maaf, karena terlalu curiga sama kamu."

"Mbak Puspa beneran nggak cinta sama kak Reno?" tanya Pita sembari menuangkan air putih ke dalam gelas. "Dia selalu baik ke kita Mbak. Bahkan kak Reno ngajarin Pita ngaji, terus ngasih nasihat supaya aku nanti juga ngajarin mbak Puspa ngaji."

"Aku bingung, Pit."

"Bingung kenapa, Mbak?"

"Dengan perasaanku sendiri."

"Tidak ada yang perlu diragukan lagi dari kak Reno."

Aku memejamkan mata. "Kelakuannya tidak bisa ditebak."

"Begitulah cara dia menunjukkan kasih sayang, Mbak."

"Hmmm, lalu mbak harus gimana, Pit?"

"Kejar dia Mbak. Kak Reno pantas diperjuangkan. Aku tahu kok kalau mbak Puspa suka sama dia, kelihatan dari kecemburuan kakak ketika kami berdua pura-pura mesra."

Hening beberapa saat.

Sampai aku membuka suara lagi. "Sebenarnya dia mau ke mana, Pit."

"Aku nggak tahu, Mbak."

"Dia sebenarnya berprofesi sebagai apa sih, Pit?"

"Aku juga kurang tahu, Mbak. Yang jelas profesinya bisa sampai bikin kak Reno buka banyak bisnis di kota ini. Kayak kafe, butik, dan juga toko kelontong."

Aku menggigit bibir bawah. Bukan kekayaannya yang aku inginkan, tapi dirinya.

"Pokoknya Pita pengen mbak Puspa sama kak Reno aja, jangan sama mas Aldi, atau yang lain."

Apakah masih ada kesempatan untuk berubah pikiran?

Jam 2 siang besok lusa. Bandara Raden Intan. Aku teringat ucapan yang dikatakan Reno.

Tapi perempuan suka gengsi mengucapkan perasaan lebih dulu. Aku benar-benar dibuat bimbang karena dua pilihan. Takut kehilangan atau mementingkan gengsiku.

Apa masih cukup waktu untuk meminta maaf kepada Reno?

***

PoV Reno.

Aku adalah seorang agen rahasia yang beroperasi dibawah kendali Badan Intelijen Nasional. BIN.

Tugasku adalah menyelidiki berbagai tindak kejahatan dengan melakukan sebuah penyamaran.

Mulai hari ini aku ditugaskan beroperasi di kampung halamanku sendiri. Di sebuah kota berkembang yang terletak di sudut kota Bandar Lampung.

Ada berbagai misi yang harus aku selesaikan bersama teman-teman yang lain. Yakni memberantas sindikat penjualan narkoba, dan menumpas begal-begal yang berkeliaraan sampai ke akar-akarnya.

Aku sudah punya rumah mewah di kawasan Way Halim. Rumah kosong yang sebelumnya ditinggali oleh kedua orangtuaku. Mereka kini pindah ke Jakarta, dan tinggal bersama adik perempuanku yang sedang hamil muda.

Aku menyewa beberapa pembantu, untuk membersihkan rumah itu. Karena selama menjalankan misi, aku akan tinggal di sini. Aku juga memiliki beberapa usaha di kota ini, untuk tabungan masa tua jika aku sudah pensiun nanti.

Begal dan pelaku curanmor sudah sangat meresahkan. Aku dan beberapa teman yang lain langsung membantu polisi membabat para pelaku kriminal. Jika, polisi bekerja memakai seragam, kami para agen rahasia melakukan penyamaran untuk menumpas dari dalam. Tidak ada yang tahu bahwa kami adalah polisi intelijen yang sedang menyamar.

Terdapat beberapa type pelaku curanmor. Ada yang berkelompok, adapula yang beroperasi secara mandiri. Karena tekanan ekonomi.

Aku tersenyum dari kejauhan ketika melihat seorang perempuan bertubuh gendut keluar dari mobil bersama suaminya. Wajah perempuan bertubuh gendut itu sangat tidak asing. Namanya Puspa. Teman sekelasku di SMA dulu.

Aku kagum sekali dengan dirinya yang begitu tegar, ketika di bully oleh teman-teman sekelas setiap hari. Dari sekian banyaknya perempuan yang pernah aku temui di muka bumi ini, dia termasuk yang terkeren menurutku. Bukankah, keistimewaan seseorang tidak diukur dari fisik?

Dari ketegarannya menghadapi cobaan misal.

"Itu Aldi si penadah barang curian."

Aku tersenyum miris, ketika sadar bahwa suami Puspa adalah seorang kriminal. "Dan, istrinya tidak tahu kalau suaminya adalah seorang kriminal?"

"Mungkin."

"Lebih baik kita telusuri dulu anak buah Aldi. Kita tidak punya bukti yang cukup untuk menangkapnya."

Aku dan kedua temanku terus melakukan penyisiran. Sampai bertemu dengan seorang pemuda yang bekerja di toko material. Menurut data-data yang didapatkan oleh salah satu temanku, dia pernah beberapa kali melakukan pembegalan. Lagi-lagi kami tidak bisa sembarangan menangkap, karena belum memiliki bukti yang cukup.

Mungkin sesekali kami harus menyamar menjadi salah satu dari mereka. Ikut menjadi pelaku pembegalan untuk mendapatkan bukti yang kuat.

Kami juga menyelidiki siapa istri Fano, salah satu penjahat yang bekerja di toko material itu, rupanya dia bukan orang jahat. Hanya seorang istri yang sedang hamil muda, kemudian terpaksa bekerja karena nafkah suaminya sering dihabiskan untuk berjudi.

Meski pendapatan seorang pencuri sangat lumayan, tapi begitu cepat habisnya karena tidak berkah. Hal apapun kalau tidak berkah, tidak akan memberi banyak manfaat untuk masa depan. Buktinya Fano sendiri masih tidak mampu mencukupi kebutuhan istrinya.

Aku mendatangi istri Fano yang bernama Pita yang berkerja sebagai penjaga toko parfum di pinggir jalan. Aku menawarinya pekerjaan dengan gaji lumayan.

Hanya menyetrika baju di rumahku. Berangkatnya bisa kapan saja. Juga tidak perlu setiap hari. Pita menyanggupi.

Aku mencoba menginterogasi Pita secara tidak langsung. Membicarakan tentang keluarganya. Terutama tentang Fano suaminya. Meski dia tidak tahu kalau tujuan utamaku sebenarnya untuk menangkap suaminya.

Cukup menarik sekali, karena ternyata Pita adalah adik kandung Puspa. Aku mengaku sebagai teman sekolah Puspa. Kami bercerita banyak. Termasuk tentang Puspa yang tidak diperlakukan selayaknya seorang istri oleh Aldi. Aku sempat terenyuh mendengar cerita dari Pita.

Hingga suatu ketika Pita tidak pernah datang lagi bekerja di rumahku. Dia bilang kakaknya sedang depresi karena baru saja diceraikan Aldi. Kemudian, Pita kembali mengabari bahwa Puspa pergi dari rumahnya karena tidak kuat mendengar cibiran Fano yang pedas.

Aku diam-diam mengikuti ke mana Puspa melangkah dengan mobil. Entah karena menjalankan misi, atau karena bagian dari rasa empati.

Gerak-gerik wanita gendut itu tampak mencurigakan. Sepertinya dia ingin bunuh diri. Aku akhirnya dengan cepat menyelamatkannya dan membawanya ke rumahku.

Puspa memang tidak menarik. Aku hanya menganggumi ketegarannya di sekolah dulu. Keren sekali rasanya jika aku membuat misi hiburan, yakni merubah penampilan Puspa menjadi cantik.

Sulit memang jika melihat kondisi badannya yang membengkak seperti gajah, tapi ini akan menjadi sensasi yang menyenangkan jika aku berhasil menyulapnya.

Beberapa minggu berlalu, kami berhasil menggrebek para pelaku kriminal, termasuk Fano yang baru saja menceraikan Pita. Tinggal Aldi saja yang sangat licin untuk ditangkap. Bertahap. Pelan-pelan, sambil menunggu penampilan Puspa berubah memesona dan membuat Aldi menyesal telah menceraikannya.

Hari demi hari berlalu, kami berhasil menangkap salah satu gembong narkoba yang beroperasi di kota ini. Tak terasa sudah hampir tiga bulan aku di sini, dan Puspa semakin hari semakin terlihat cantik.

Mirip seperti Pita adiknya. Aku memberikan waktu kepada Puspa untuk balas dendam kepada Aldi, sebelum kami menjebloskan Aldi ke penjara.

Penangkapan Aldi adalah akhir dari misi kami di kota ini. Sebelum kami dipindah tugaskan ke kota yang lain. Aldi bukan penjahat kelas kakap, dia lebih mudah ditangkap daripada penjahat yang lain.

Aku hanya mementingkan urusan Puspa. Rupanya malah aku yang mulai terkena virus cinta. Puspa semakin hari semakin membuatku terpesona.

Dia memang terlihat sangat-sangat cantik dan anggun. Jangankan Aldi, aku saja mulai terjebak dalam keindahan wajahnya. Puspa yang gendut itu sudah tidak ada, adanya si cantik Puspa yang berdiri tegar bak seorang bidadari.

Sambil menjalankan misi memberantas berbagai tindak kejahatan di kota ini. Aku juga menjalankan misi pribadi.

Aku sangat penasaran dengan apa yang dirasakan Puspa saat ini. Akan sangat menjengkelkan jika saat aku sudah meninggalkan kota ini, tidak mendapat jawaban dari pertanyaan yang aku inginkan. Apakah Puspa juga mencintaiku?

Pertama, hal yang harus dilakukan untuk mengetahui bahwa seseorang menyukai kita adalah membuatnya cemburu. Akhirnya aku bekerjasama dengan Pita untuk membuat Puspa cemburu.

Namun, ternyata itu adalah kesalahan fatal dalam hidup. Setelah aku tahu bahwa Puspa juga mencintaiku.

Puspa malah tidak percaya dan menganggapku sebagai seorang pembohong besar. Sungguh menyedihkan. Puspa menolakku mentah-mentah. Puspa ingin aku bersama Pita saja, adiknya.

Aku akhirnya membawa Pita ke acara-acara majelis, agar perempuan itu bisa sedikit tahu tentang tata cara beribadah.

Ketika sudah mendapatkan banyak ilmu, aku ingin Pita mengajari kakaknya beribadah. Aku ingin nantinya Puspa dan Pita menjadi wanita muslimah. Itu sudah cukup membuatku puas.

Karena kesalahanku sendiri, Puspa menjauh. Aku menyesal, benar-benar menyesal. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Takdir juga sudah digariskan oleh Sang Maha Pemberi Waktu. Kita sebagai manusia hanya bisa pasrah.

Lagipula cinta tidak harus memiliki, karena menyimpan namamu dalam hati, itu sudah cukup memiliki.

Sekarang, di sinilah aku berada. Di kepung oleh sepuluh preman di gang sempit di pinggir pabrik. Sepertinya mereka adalah pembunuh bayaran, yang diutus untuk membunuhku karena sudah berhasil menjebloskan bos-bos mereka ke penjara.

Aku meraih pistol yang diselipkan pada celana belakang. Aku sudah terkepung karena jalan yang dilalui buntu.

Napasku tersengal-sengal saat menabrak tembok. Mereka semua menyeringai lebar, sambil membawa senjata tajam di tangan mereka.

Aku menelan ludah dengan susah payah. Ketika langkah-langkah mereka mulai mendekat.

Tamat riwayatku?

Bersambung...

Mampir juga yuk, ke ceritaku yang judulnya Salah Jodoh.

Sinopsis :

Bagaimana mungkin seorang guru  dipaksa menikah dengan siswanya yang paling bandel di sekolah?

Salisah (23) terkurung di ruang UKS bersama Reyhan (17) yang sekujur tubuhnya babak belur dipukuli kakak kelas. Entah siapa yang menjebak Salisah saat videonya yang menyuruh Reyhan membuka baju tersebar ke media sosial.

Karena orangtua Salisah adalah orang beragama akhirnya Salisah dinikahkan dengan Reyhan agar Salisah tidak lagi melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Padahal itu semua adalah salah paham.

Bagaimana kedua insan yang saling bertolak belakang ini menjalani rumah tangganya?

Bagaimana Salisah menghadapi beratnya hidup membimbing suaminya yang masih terbilang sangat muda untuk menjadi imam keluarga?

Bab terkait

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 18

    Apakah aku harus mencari Reno sekarang untuk meminta maaf, tapi aku takut kalau pria itu cuma mempermainkan. Arghhh, aku mengusap-usap wajah lelah. Bingung harus bagaimana. "Kalian udah denger kabar bos Reno yang sebentar lagi bakalan balik ke Jakarta?" tanya Ben yang duduk sambil menyilangkan kaki. Aku, Sevelyn, dan Cindy yang duduk tak jauh darinya langsung menoleh secara serempak. "Iya, tahu. Sedih deh kita nggak dapat banyak bonus lagi kalau bos Reno nggak datang langsung ke kafe ini.""Kirain pulang ke Jakartanya sama Puspa. Mau dinikahin gitu, eh ternyata enggak." Cindy menyahuti. Aku terdiam, mendengarkan obrolan mereka tentang Reno. "Emang rumah aslinya di Jakarta, ya?" tanyaku penasaran. "Iya, keluarganya tinggal di sana semua, tapi bos Reno membuka banyak bisnis di sini. Biasanya dia ke sini 3 bulan sekali. Cuma buat ngontrol kerjaan aja," jelas Ben sambil menyugar rambut panjangnya. "Tapi biasanya dia nggak lama, kok, kalau ke Lampung. Paling lama cuma satu minggu.

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 19

    Aku mulai melangkahkan kaki perlahan menghampiri pria itu. Membuat orang-orang seisi ruangan langsung histeris."Yang kupunya hanyalah hati yang setia..., tulus padamu...,"Tepuk tangan kembali bergemuruh saat pria itu mengakhiri lagunya. Pria tampan itu langsung tersenyum menatapku yang melangkah menghampirinya.Satu langkah...Dua langkah...Tiga langkah...Dan...Plakkk!!!Seluruh orang di dalam kafe langsung terperangah. Ketika aku menampar wajah pria itu dengan kasar. "Kamu udah bikin aku malu tau nggak?!" Aku berbalik badan kemudian berlari keluar dari kafe.Mas Aldi menghempaskan gitarnya ke sembarang arah. Kemudian berlari mengejarku. "Puspa tunggu!" Mas Aldi dengan cepat mencekal lenganku."Lepasin!" pekikku dengan wajah yang sudah berlinangan air mata."Aku nggak bermaksud bikin kamu malu." Mas Aldi mengeraskan rahangnya. "Aku masih cinta sama kamu." "Kita sudah cerai, Mas!" Jawabku melenguh kasar. "Tidak ada yang bisa kita selamatkan dari rumah tangga kita."Mas Aldi men

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 20

    "Apa, Bu?!" Jantungku seperti ingin meloncat dari tempatnya setelah mendengar nada kaget dari Melin. Sepertinya ada sesuatu mengerikan yang sudah terjadi. Duh, Reno kamu kenapa?"Owh begitu?""HAH, APA?""Owh belum, ya, Bu." Melin menurunkan nada bicaranya. "Yaudah kalau begitu, Bu. Assalamu'alaikum."Melin menutup ponselnya. "Gimana?" tanya Ben. "Bos Reno belum ke Jakarta. Bukannya kemarin katanya jam 2 nanti ya dia berangkatnya?"Ben mengepalkan tangannya. "Di rumahnya nggak ada.""Lah terus di mana?""Itu masalahnya, nggak ada kabar." Ben menggigit ujung bibir bawahnya panik. "Coba lo telepon temennya, sih?""Nggak punyalah." Melin ikut khawatir. Sementara aku sudah mulai menitikan air mata karena memikirkan yang tidak-tidak. "Ayo, Pus!" Ben menarik tanganku keluar dari kafe, menuju ke motornya. "Ben kenapa nggak lapor polisi aja, mereka pasti tahu. Reno kan polisi," ucapku setelah Ben menjalankan motornya. "Pus, Reno polisi intelijen. Dia agen rahasia. Jika berhasil tidak

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 21

    "Diam!" bentak mas Aldi. Pria itu langsung melancarkan aksinya menyerangku. Rumah kosong ini terkunci, dan mungkin tidak ada yang bisa menyelamatkanku. Pranggg ...!!! Kaca jendela kamar sebelah kami tiba-tiba porak-poranda setelah seorang pria menerjangnya dengan kasar. Aku dan mas Aldi menoleh ke arah pria yang meringis kesakitan karena lengannya terkena pecahan kaca jendela. Mas Aldi tampak ketakutan, Pria itu melangkah dengan wajah geram kemudian memberikan sebuah pukulan yang tepat mengenai rahang mas Aldi hingga jatuh tersungkur ke lantai. Aku bangkit dari posisiku yang berbaring. Sedikit mundur. Menyenderkan punggung pada kepala ranjang dengan napas tersengal-sengal. Melihat Reno yang memukuli mas Aldi hingga babak belur. Aku menangis bukan karena ketakutan disakiti oleh mas Aldi, tapi aku menangis karena Reno sudah kembali. Ya, tangisku sekarang ini adalah tangis bahagia. Lihatlah. Dia begitu beringas saat membelaku. Wajah tampannya tampak begitu emosional. Aku tak sa

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 22

    Seketika aku merasa cemburu. Sementara Reno tampak keberatan dipeluk dan dicium oleh wanita itu. "Ini calon gue," ucap Reno ketus. "Siapa namanya." Perempuan itu mengulurkan tangannya ke arahku. "Puspa.""Owh, hay. Kenalin aku Olivia. Istrinya Reno."Aku langsung terbelalak. Jadi Reno sudah beristri? Aku ke sini hanya untuk jadi madunya? Ini parah!"Nggak usah sembarangan lo kalau ngomong, bikin orang salah sangka nantinya." Reno melewati perempuan itu, kemudian berjongkok, mencium tangan mamanya dengan takzim. Aku mengekor di belakang. "Apa kabar kamu, Reno?" Mama Reno tersenyum ke arah anaknya. "Alhamdulilah, baik, Ma." Reno kemudian bersalaman dengan adiknya, Rani. "Ini calon yang kamu pilih, Kak?" tanya Rani begitu antusias saat bersalaman denganku. Di sudut lain, perempuan bernama Olivia tadi menatapku tidak suka. "Kalian pasti laper. Ibu udah siapin makanan lezat buat kalian."Kami berdua diajak oleh mama Reno dan adik Reno yang bernama Rani menuju meja makan. "Olivi

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 23

    Aku membantu bi Zulfa memasak sayur asam, dan juga ayam goreng beserta sambal terasi. Setelah itu memindahkan menu makanan tersebut ke meja makan. Aku sama sekali tidak berbincang-bincang sedikitpun dengan bi Zulfa. Tampaknya dia bukan sosok yang friendly. Tak berselang lama mama Reno dan Rani datang dari kamar mereka masing-masing. "Sarapan dulu, Pus."Aku mengangguk, kemudian ikut duduk setelah mengelapi piring-piring yang baru saja dicuci bi Zulfa. Masih mengenakan appron putih di tubuh. "Hmm, lumayan enak." Mama Reno mengunyah makanannya dengan rakus. Sementara Rani masih terdiam tanpa mengomentari makanan yang ia lahap. "Kamu pintar masak, Pus." Mama tersenyum semringah. "Nanti sore masakin lagi, ya. Sambal orek bisa kan, Pus?"Aku mengangguk."Sama itu Kak, aku buatin risol." Rani menyahuti. Kembali aku mengangguk. "Owh, iya sama sayur ikan tongkol mantap kayaknya."Mama meneguk air putihnya hingga tandas. "Terbaik deh makanan kamu.""Belajar darimana, Kak?" tanya Rani.

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 24

    Setelah dijelaskan oleh Rani dan mama Reno bahwa aku adalah calon tunangan Reno. Akhirnya Keenan paham. Pria itu tersenyum ke arahku. Tinggal papa Reno saja yang belum aku temui. Katanya beliau sedang dinas di pulau Kalimantan. Jadi, tidak mungkin ketemu. Aku hanya heran saja, berarti Reno dan mamanya hanya numpang di rumah adiknya. Kenapa nggak tinggal di rumah sendiri? Bodo amat! Tubuhku terasa letih sekali setelah mengepel seluruh lantai di dalam rumah. Aku tidak punya energi lagi jika mereka jadi mengajakku jalan-jalan kelilingi ibu kota. Aku mengirim pesan kepada Reno. 'Pulanglah sebentar, antarkan aku ke bandara. Aku sudah sangat lelah disiksa keluargamu. Mereka menganggapku pembantu.'Send. Aku menjatuhkan tubuhku ke ranjang berukuran king size itu. Hufft! Tenagaku sudah terkuras habis. Apa lebih baik aku kabur saja, ya, daripada jadi tendang-tendangan mereka semua. Tapi nanti kesasar. Minta tolong Ben juga nggak mungkin. Ya, kali dia mau berkorban ke sini hanya untuk

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 25

    Keenan masuk ke dalam kamarku sambil menyeringai lebar. "Mau apa kamu ke sini?""Belum tidur sayang?"Aku meneguk ludah dengan susah payah. Seluruh tubuhku langsung gemetar. "Aku ingin bermain-main denganmu!" Keenan mendekat ke arahku dengan perlahan. Aku langsung merasa gugup. Grekk!!! "Happy birthday to you...""Happy birthday to you..."Di belakang punggung Keenan muncul banyak orang yang bersorak soray sambil meniup trompet dan melemparkan balon-balon ke langit kamar. Kedua mata ini membulat. Aku terkejut bukan main. Ada mama Reno, Rani, Olivia, Pita? Ya, ada Pita di sana. Juga Ben, Sevelyn, Cindy, dan Melin. Bagaimana ceritanya mereka bisa ada di Jakarta malam-malam begini? Jam 00.08.Mengucapkan ulang tahun. Mereka berjingkrak-jingkrak heboh sambil menyanyikan lagu ulang tahun untukku. Keenan yang berada tepat di depanku terkekeh. Aku sudah berhasil mereka kerjai. Kemudian muncul dari belakang seorang pria yang membawa kue di tangannya. "Selamat ulang tahun Puspa."Aku

Bab terbaru

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 28 B

    "Eh, Mbak Puspa, ngapain?" ucap Rani setelah turun dari tangga. Melihatku yang sedang menyapu lantai. "Biar bi Surti aja mbak yang nyapu-nyapu." Rani langsung turun dengan tergesa-gesa. "Nggak pa-pa, lagi. Aku udah biasa nyapu-nyapu."Rani merebut sapu yang kupegang. "Udah mbak nggak usah.""Bi Surti!!!" teriak Rani meneriaki Art. Perempuan paruh bayah itu langsung keluar dengan tergesa-gesa. "Ada apa, Non? ""Ini Bibi lantainya disapu, ya. Daripada mbak Puspa yang nyapu. Kasihan.""Eh, nggak papa lagi. Aku malah seneng. Bisa sambil olahraga.""Udah, Mbak Puspa santuy-santuy aja. Duduk manis di sofa sambil nonton tv.""Bosen, Ran. Pengen ada aktivitas apa gitu.""Ngegym aja, Mbak. Aku temenin." Atau jalan-jalan naik sepeda."Aku mengerucutkan bibir. Kami berdua menoleh saat Reno baru saja datang entah darimana. Cowok itu mengenakan celana training dan kaos oblong berwarna hitam. Tangannya menenteng sebungkus plastik. "Ada apa ini?""Ini kak, Mbak Puspa malah nyapu-nyapu," jawab Ra

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 28

    Komentar kalian tentang Reno dan Puspa?***"Kamu kenapa belum tidur?" tanyaku saat terbangun tengah malam. Melihat Reno yang sedang sibuk di depan laptopnya. "Ada pekerjaan yang harus diselesaikan." Reno masih fokus mengetik sesuatu pada laptopnya. "Kamu juga punya tugas di depan laptop, ya?" Aku mengucek-ngucek mata sayuku. Reno mengangguk. "Hmm, aku sedang menyadap ponsel milik pelaku kriminal.""Kamu bisa?""Agen rahasia banyak yang menjadi hacker. Aku belajar dari mereka untuk mendapatkan informasi dari pelaku."Aku bergidik ngeri. Tidak ingin tahu lebih jauh pekerjaan Reno, dan misi-misi rahasia yang ia jalankan. Karena bagiku itu sangat menakutkan. Reno pasti harus berurusan dengan penjahat-penjahat kelas kakap. "Boleh aku memintamu agar berhenti dari pekerjaan itu?" pintaku dengan wajah memelas. Reno yang membelakangiku masih fokus pada layar laptopnya. Tanpa memberi jawaban. "Kamu punya banyak bisnis, kamu bisa mendapatkan uang tanpa harus bekerja seperti itu.""Reno, k

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 27

    "Reno, skincare-ku ketinggalan semua di rumah.""Terus?" "Ya gimana? Pengertiannya," jawabku malu-malu kucing. "Dilatih aja nggak pakai skincare-skincarean."Aku mengerucutkan bibir. "Kamu tahu sendiri, kan, wajah aku dulu jerawatan. Sekarang kalau nggak pakai skincare jadi kelihatan kusam, lepek. Takutnya malah jerawatnya tumbuh lagi.""Bagus, dong.""Kok bagus, sih?""Ya baguslah, biar nggak ada yang ngelirik-ngelirik kamu lagi.""Aku jadi jelek, dong?""Ya nggak pa-pa.""Halah, ujung-ujungnya nanti kamu selingkuh.""Yang halal aja ada, kenapa harus nyari yang haram?" Reno membalikkan ucapanku. "Kali aja. Kan, biasanya laki-laki begitu. Gampang bosen.""Bosen gimana, sih? Kita aja belum malam pertamaan kok."Aku mengerucutkan bibir. "Aku masih penasaran.""Salah sendiri keluar malam-malam.""Tuntutan pekerjaan.""Ya nasib." Aku melahap apel yang sedari tadi berada digenggaman. Kini kami berdua sedang duduk berdua di gazebo taman rumah Reno yang lumayan luas. Ada beberapa tanaman

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 26

    "Bismillah, mau mulai sekarang?" tanya Reno saat kami sudah mulai solat. Darah seakan berdesir. Aku mengangguk malu."Bismillah." Reno mengajakku berbaring. Jantungku semakin berdetak tak menentu. Bulu kuduk ini langsung meremang ketika Reno mulai mendekatkan wajahnya. Aku lantas memejamkan mata. Namun, ciuman itu tak kunjung mendarat. Reno menghentikan niatnya setelah mendengar bunyi ponsel yang berdering. "Astaghfirullah, ganggu," desis Reno kesal. Aku mengerucutkan bibir, melihat Reno mengangkat teleponnya. Dia tampak berbincang serius. Aku sempat menahan napas melihat raut wajah khawatirnya. "Oke-oke, saya segera ke sana," ucap Reno setelah memutus teleponnya. Pria tampan itu menghela napas. Kemudian menatap ke arahku dengan wajah sendu. "Sorry, ya, Pus. Kita tunda dulu." Reno kelihatan lesu. "Ada apa?""Aku ada urusan bentar. Ada salah satu pelaku kriminal yang tertangkap.""Nggak bisa ditunda, ya, tugasnya? Ini malam pertama, lho?" Aku memohon. "Pus, tolong ngertiin pro

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 25

    Keenan masuk ke dalam kamarku sambil menyeringai lebar. "Mau apa kamu ke sini?""Belum tidur sayang?"Aku meneguk ludah dengan susah payah. Seluruh tubuhku langsung gemetar. "Aku ingin bermain-main denganmu!" Keenan mendekat ke arahku dengan perlahan. Aku langsung merasa gugup. Grekk!!! "Happy birthday to you...""Happy birthday to you..."Di belakang punggung Keenan muncul banyak orang yang bersorak soray sambil meniup trompet dan melemparkan balon-balon ke langit kamar. Kedua mata ini membulat. Aku terkejut bukan main. Ada mama Reno, Rani, Olivia, Pita? Ya, ada Pita di sana. Juga Ben, Sevelyn, Cindy, dan Melin. Bagaimana ceritanya mereka bisa ada di Jakarta malam-malam begini? Jam 00.08.Mengucapkan ulang tahun. Mereka berjingkrak-jingkrak heboh sambil menyanyikan lagu ulang tahun untukku. Keenan yang berada tepat di depanku terkekeh. Aku sudah berhasil mereka kerjai. Kemudian muncul dari belakang seorang pria yang membawa kue di tangannya. "Selamat ulang tahun Puspa."Aku

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 24

    Setelah dijelaskan oleh Rani dan mama Reno bahwa aku adalah calon tunangan Reno. Akhirnya Keenan paham. Pria itu tersenyum ke arahku. Tinggal papa Reno saja yang belum aku temui. Katanya beliau sedang dinas di pulau Kalimantan. Jadi, tidak mungkin ketemu. Aku hanya heran saja, berarti Reno dan mamanya hanya numpang di rumah adiknya. Kenapa nggak tinggal di rumah sendiri? Bodo amat! Tubuhku terasa letih sekali setelah mengepel seluruh lantai di dalam rumah. Aku tidak punya energi lagi jika mereka jadi mengajakku jalan-jalan kelilingi ibu kota. Aku mengirim pesan kepada Reno. 'Pulanglah sebentar, antarkan aku ke bandara. Aku sudah sangat lelah disiksa keluargamu. Mereka menganggapku pembantu.'Send. Aku menjatuhkan tubuhku ke ranjang berukuran king size itu. Hufft! Tenagaku sudah terkuras habis. Apa lebih baik aku kabur saja, ya, daripada jadi tendang-tendangan mereka semua. Tapi nanti kesasar. Minta tolong Ben juga nggak mungkin. Ya, kali dia mau berkorban ke sini hanya untuk

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 23

    Aku membantu bi Zulfa memasak sayur asam, dan juga ayam goreng beserta sambal terasi. Setelah itu memindahkan menu makanan tersebut ke meja makan. Aku sama sekali tidak berbincang-bincang sedikitpun dengan bi Zulfa. Tampaknya dia bukan sosok yang friendly. Tak berselang lama mama Reno dan Rani datang dari kamar mereka masing-masing. "Sarapan dulu, Pus."Aku mengangguk, kemudian ikut duduk setelah mengelapi piring-piring yang baru saja dicuci bi Zulfa. Masih mengenakan appron putih di tubuh. "Hmm, lumayan enak." Mama Reno mengunyah makanannya dengan rakus. Sementara Rani masih terdiam tanpa mengomentari makanan yang ia lahap. "Kamu pintar masak, Pus." Mama tersenyum semringah. "Nanti sore masakin lagi, ya. Sambal orek bisa kan, Pus?"Aku mengangguk."Sama itu Kak, aku buatin risol." Rani menyahuti. Kembali aku mengangguk. "Owh, iya sama sayur ikan tongkol mantap kayaknya."Mama meneguk air putihnya hingga tandas. "Terbaik deh makanan kamu.""Belajar darimana, Kak?" tanya Rani.

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 22

    Seketika aku merasa cemburu. Sementara Reno tampak keberatan dipeluk dan dicium oleh wanita itu. "Ini calon gue," ucap Reno ketus. "Siapa namanya." Perempuan itu mengulurkan tangannya ke arahku. "Puspa.""Owh, hay. Kenalin aku Olivia. Istrinya Reno."Aku langsung terbelalak. Jadi Reno sudah beristri? Aku ke sini hanya untuk jadi madunya? Ini parah!"Nggak usah sembarangan lo kalau ngomong, bikin orang salah sangka nantinya." Reno melewati perempuan itu, kemudian berjongkok, mencium tangan mamanya dengan takzim. Aku mengekor di belakang. "Apa kabar kamu, Reno?" Mama Reno tersenyum ke arah anaknya. "Alhamdulilah, baik, Ma." Reno kemudian bersalaman dengan adiknya, Rani. "Ini calon yang kamu pilih, Kak?" tanya Rani begitu antusias saat bersalaman denganku. Di sudut lain, perempuan bernama Olivia tadi menatapku tidak suka. "Kalian pasti laper. Ibu udah siapin makanan lezat buat kalian."Kami berdua diajak oleh mama Reno dan adik Reno yang bernama Rani menuju meja makan. "Olivi

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 21

    "Diam!" bentak mas Aldi. Pria itu langsung melancarkan aksinya menyerangku. Rumah kosong ini terkunci, dan mungkin tidak ada yang bisa menyelamatkanku. Pranggg ...!!! Kaca jendela kamar sebelah kami tiba-tiba porak-poranda setelah seorang pria menerjangnya dengan kasar. Aku dan mas Aldi menoleh ke arah pria yang meringis kesakitan karena lengannya terkena pecahan kaca jendela. Mas Aldi tampak ketakutan, Pria itu melangkah dengan wajah geram kemudian memberikan sebuah pukulan yang tepat mengenai rahang mas Aldi hingga jatuh tersungkur ke lantai. Aku bangkit dari posisiku yang berbaring. Sedikit mundur. Menyenderkan punggung pada kepala ranjang dengan napas tersengal-sengal. Melihat Reno yang memukuli mas Aldi hingga babak belur. Aku menangis bukan karena ketakutan disakiti oleh mas Aldi, tapi aku menangis karena Reno sudah kembali. Ya, tangisku sekarang ini adalah tangis bahagia. Lihatlah. Dia begitu beringas saat membelaku. Wajah tampannya tampak begitu emosional. Aku tak sa

DMCA.com Protection Status