Share

Part 20

Author: Nurudin Fereira
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Apa, Bu?!"

Jantungku seperti ingin meloncat dari tempatnya setelah mendengar nada kaget dari Melin. Sepertinya ada sesuatu mengerikan yang sudah terjadi.

Duh, Reno kamu kenapa?

"Owh begitu?"

"HAH, APA?"

"Owh belum, ya, Bu." Melin menurunkan nada bicaranya. "Yaudah kalau begitu, Bu. Assalamu'alaikum."

Melin menutup ponselnya.

"Gimana?" tanya Ben.

"Bos Reno belum ke Jakarta. Bukannya kemarin katanya jam 2 nanti ya dia berangkatnya?"

Ben mengepalkan tangannya. "Di rumahnya nggak ada."

"Lah terus di mana?"

"Itu masalahnya, nggak ada kabar." Ben menggigit ujung bibir bawahnya panik. "Coba lo telepon temennya, sih?"

"Nggak punyalah." Melin ikut khawatir.

Sementara aku sudah mulai menitikan air mata karena memikirkan yang tidak-tidak.

"Ayo, Pus!" Ben menarik tanganku keluar dari kafe, menuju ke motornya.

"Ben kenapa nggak lapor polisi aja, mereka pasti tahu. Reno kan polisi," ucapku setelah Ben menjalankan motornya.

"Pus, Reno polisi intelijen. Dia agen rahasia. Jika berhasil tidak dipuji, jika gagal dicaci maki, jika hilang tidak dicari, jika mati tidak ada yang mengakui. Polisi daerah nggak bakalan tahu keberadaan dia."

"Enggak, Ben, pasti Reno sudah bekerja sama dengan polda. Aku yakin polisi yang menangkap Fano kenal dengan Reno. Nggak mungkin kan, seseorang yang menjebloskan penjahat ke penjara tidak kenal dengan polisinya sendiri. Mereka pasti sudah menjalin kerja sama." Aku tetap ngeyel. Sesuai logikaku.

Ben akhirnya putar balik. Menuju ke kantor polisi. "Yaudah deh kalau lo ngeyel."

Beberapa menit kemudian kami sudah sampai ke kantor polisi.

Ben langsung melapor ke polisi dengan memberikan foto Reno. Polisi itu mengaku kenal dengan Reno, tapi tidak tahu Reno kemana. Mereka akan membantu kami mencari Reno.

Aku masih panik. Takut terjadi sesuatu dengan Reno. Pria menyebalkan yang kata-katanya selalu susah ditebak itu ternyata adalah seorang agen rahasia yang pekerjaannya adalah melawan orang-orang jahat.

Polisi bilang, teman satu tim Reno saat menjalankan misi juga tidak bisa dihubungi. Sebelum bergegas untuk mencari. Polisi berpesan kepada kami agar tidak memberitahukan siapa-siapa tentang kejadian ini.

"Kenapa?!" Aku membentak karena panik.

"Reno adalah seorang agen rahasia.

"Sangat membahayakan jika ada oknum-oknum tertentu yang tahu perihal status Reno."

"Walaupun sekarang Reno dalam bahaya? Memberantas kejahatan? Kalau dia mati, tetap tidak dianggap pahlawan? Padahal dia mengabdi untuk negeri ini." Aku menitikan air mata.

"Itu sudah tugas dari seorang intelijen. Bahkan orang-orang terdekatnya saja tidak boleh tahu kalau dia seorang agen rahasia."

"Ini nggak adil!" geramku dengan nada getir.

Ben menarikku keluar dari kantor polisi. Sepertinya dia tidak mau aku memancing keributan.

"Ben kita mau cari dia dimana?" rengekku.

"Kita nunggu kabar dari polisi aja," jawab Ben pelan, tapi langsung membuatku emosi.

"Aku nggak tahan kayak gini terus, Ben. Kita harus mencari Reno. Sekarang!"

"Pus, kita mau cari dimana?"

"Kemanapun! Asal dia ketemu." Nada suaraku semakin meninggi.

Ben menghela napas, mulai melajukan motornya entah kemana. "Gue nggak tahu harus mencari bos Reno kemana, Pus."

Aku mengguncang-guncang bahu Ben. "Kemana aja, Ben, yang penting Reno ketemu!"

Ben membelokkan motoronya ke arah sungai.

"Kenapa ke sini?"

"Tenangin pikiran lo dulu." Ben menghentikkan motornya, kemudian turun.

Aku masih tetap duduk di atas motor. "Kenapa aku harus tenang? Reno dalam bahaya, Ben!" bentakku.

"Biar polisi yang urus semuanya. Kita hanya bisa pasrah dan mendoakan yang terbaik." Ben berjongkok di tepi sungai, lalu menceburkan kakinya ke dalam air.

Aku menggigit ujung bibir bawah kuat-kuat. Bingung harus bagaimana. Lagi-lagi aku selalu bingung.

Ya Rabb, ujian apalagi yang Engkau berikan kepada hamba?

Aku memutuskan menyusul Ben. Rupanya menatap sungai yang mengalir, sedikit membuat pikiranku menjadi agak lebih tenang. Walaupun rasa khawatir tetap mengganjal.

Kemudian hening. Hanya terdengar suara gemericik air.

"Berdoalah, Pus, semoga semuanya baik-baik saja." Ben menunduk. Menatap kakinya yang didekati oleh ikan-ikan kecil.

Aku ikut berjongkok sambil melempar kerikil-kerikil kecil ke dalam sungai. "Kita aneh, ya? Solat aja nggak pernah tapi pengennya doa terus."

Ben menyeka anak rambutnya ke samping sambil melirik ke arahku.

"Menghadap Tuhan aja males, giliran dapat masalah minta tolong." Aku tersenyum miris.

Sepertinya Ben tertegun.

Lihatlah, bagaimana hebatnya Reno menanam virus. Kepada Pita, menular ke aku, kemudian ke Ben, semoga sampai ke lainnya juga. Virus menakjubkan bernama iman. Iman kepada Allah Sang Pemilik alam. Semoga aku bisa berubah menjadi lebih baik. Kembali ke jalan yang lurus.

***

Akhirnya untuk pertama kali. Aku menunaikan solat. Diajari oleh Pita. Rasanya hati ini menjadi sedikit lebih tenang.

Aku berdoa agar Reno dilindungi dari segala marabahaya.

"Yang terpenting, Mbak. Jangan beribadah pas lagi ada maunya aja." Pita memberiku wejangan.

"Ujian yang sesungguhnya bukan saat kita bersedih, tapi saat kita lalai kepada Allah ketika sudah bahagia nanti."

"Kalau di dalam novel. Happy ending yang sesungguhnya itu bukan saat kedua tokoh menikah, tapi ketika para tokoh-tokohnya masuk syurga."

"Makasih, Pit. Sekarang kamu baca Qur'annya lancar?" tanyaku.

"Belum sih, Mbak, lagi belajar."

"Kapan-kapan belajar bareng, ya."

Pita mengangguk. "Setiap subuh, yuk, Mbak, ikut kajian di masjid Jami' dekat lapangan."

"Owh kamu pagi-pagi buta sering keluar, rupanya ke sana, ya?"

Pita mengangguk. "Iya, Mbak. Kapan-kapan mbak ikut, ya."

"Iya, Pit." Aku mengangguk kemudian beranjak melepas mukenah, lalu melipatnya.

Aku mengambil ponselku yang ada di dalam kamar. Ingin bertanya kelada Ben apakah ada kabar dari kepolisian tentang hilangnya Reno.

Namun, air mataku langsung menetes ketika melihat sebuah notif yang dikirim Ben beberapa menit yang lalu. Sekujur tubuhku langsung terasa panas-dingin.

'Pus, lo udah denger kabar tentang seorang pemuda yang tewas di keroyok beberapa preman?'

Ponselku langsung terjatuh ke lantai, karena tanganku gemetaran.

Kerongkonganku terasa tercekik.

Aku tahu maksud pesan yang dikirim oleh Ben, tapi benarkah pemuda yang tewas itu adalah Reno?

Aku langsung keluar rumah dengan tergesa-gesa, setelah memakai hijab. Menyusuri gang berpaving untuk menuju ke jalan raya. Menunggu taksi untuk menuju ke kafe.

Aku ingin Ben mengantarku ke tempat pemuda yang katanya tewas dikeroyok itu. Hanya untuk memastikan apakah itu benar-benar Reno apa bukan.

Bukan taksi yang menghampiriku, justru mobil BMW hitam yang mengerem mendadak tepat di depanku.

Mas Aldi muncul membuka pintu mobil, kemudian menarikku dengan paksa.

"Ikut aku!" bentaknya dengan nada galak.

"Kemana, Mas?" Aku mencoba memberontak, tapi tenagaku masih kalah kuat dengan tangan kokoh mas Aldi. Dia mendorongku masuk ke mobil.

"Mas turunin, aku!" Aku menangis sambil memukuli bahu mas Aldi. Mas Aldi mengisyaratkan temannya yang duduk di kursi kemudi untuk melajukan mobil.

Pria bajingan itu menyeringai lebar. Mengikat kedua tanganku dan memplaster mulutku dengan lakban.

Tubuhku sampai lemas, karena disepanjang perjalanan terus meronta-ronta ingin melepaskan diri.

Sekarang aku hanya bisa pasrah, berharap Tuhan menunjukkan kuasanya.

Entah berhenti dimana, ketika mas Aldi menarikku keluar dari mobil dengan kasar.

"Kamu nggak akan bisa lari lagi dari aku, Pus." Mas Aldi menyeret tubuhku yang sudah dipenuhi dengan keringat ke dalam sebuah rumah kosong.

Aku tidak bisa berbuat apa-apa karena kedua tanganku diikat, dan mulutku diplaster.

Pria bajingan itu menjorokkan tubuhku ke ranjang, kemudian menarik plaster di mulutku dengan kasar.

"Bajingan kamu, Mas!" teriakku sambil menangis terisak-isak.

"APA SEBENARNYA MAUMU?!"

Mas Aldi mengeraskan rahangnya. Wajahnya tampak memerah. Seperti iblis yang kesurupan. "Diam kamu!"

"Orang gila!"

Plakk!!!

Rasa perih langsung menjalar ke seluruh wajah ketika mas Aldi melemparkan tamparan. Tepat mengenai pipi. "Aku belum sempat menikmati keperawananmu, Pus. Padahal kamu perah menikah denganku."

Aku memegangi pipiku yang mungkin sudah memerah. "Aku tidak mau menyerahkan kesucianku padamu!"

Mas Aldi melotot. Pria yang kukenal sangat dingin itu menampakkan wujud aslinya sebagai seorang iblis. "Kamu tidak bisa menolak keinginanku sekarang, Pus."

Aku langsung menjorokkan tubuh mas Aldi ketika dia ingin menyosor wajahku.

"Laki-laki macam apa kamu?! Dulu kamu mengabaikanku ketika masih jelek dan gendut. Sekarang kamu menelan air liurmu sendiri. Aku sudah kamu ceraikan, dan aku bukan hakmu, Mas!"

"Diam!" bentak mas Aldi.

Pria itu langsung melancarkan aksinya menyerangku.

Rumah kosong ini terkunci, dan mungkin tidak ada yang bisa menyelamatkanku.

Bersambung...

Related chapters

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 21

    "Diam!" bentak mas Aldi. Pria itu langsung melancarkan aksinya menyerangku. Rumah kosong ini terkunci, dan mungkin tidak ada yang bisa menyelamatkanku. Pranggg ...!!! Kaca jendela kamar sebelah kami tiba-tiba porak-poranda setelah seorang pria menerjangnya dengan kasar. Aku dan mas Aldi menoleh ke arah pria yang meringis kesakitan karena lengannya terkena pecahan kaca jendela. Mas Aldi tampak ketakutan, Pria itu melangkah dengan wajah geram kemudian memberikan sebuah pukulan yang tepat mengenai rahang mas Aldi hingga jatuh tersungkur ke lantai. Aku bangkit dari posisiku yang berbaring. Sedikit mundur. Menyenderkan punggung pada kepala ranjang dengan napas tersengal-sengal. Melihat Reno yang memukuli mas Aldi hingga babak belur. Aku menangis bukan karena ketakutan disakiti oleh mas Aldi, tapi aku menangis karena Reno sudah kembali. Ya, tangisku sekarang ini adalah tangis bahagia. Lihatlah. Dia begitu beringas saat membelaku. Wajah tampannya tampak begitu emosional. Aku tak sa

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 22

    Seketika aku merasa cemburu. Sementara Reno tampak keberatan dipeluk dan dicium oleh wanita itu. "Ini calon gue," ucap Reno ketus. "Siapa namanya." Perempuan itu mengulurkan tangannya ke arahku. "Puspa.""Owh, hay. Kenalin aku Olivia. Istrinya Reno."Aku langsung terbelalak. Jadi Reno sudah beristri? Aku ke sini hanya untuk jadi madunya? Ini parah!"Nggak usah sembarangan lo kalau ngomong, bikin orang salah sangka nantinya." Reno melewati perempuan itu, kemudian berjongkok, mencium tangan mamanya dengan takzim. Aku mengekor di belakang. "Apa kabar kamu, Reno?" Mama Reno tersenyum ke arah anaknya. "Alhamdulilah, baik, Ma." Reno kemudian bersalaman dengan adiknya, Rani. "Ini calon yang kamu pilih, Kak?" tanya Rani begitu antusias saat bersalaman denganku. Di sudut lain, perempuan bernama Olivia tadi menatapku tidak suka. "Kalian pasti laper. Ibu udah siapin makanan lezat buat kalian."Kami berdua diajak oleh mama Reno dan adik Reno yang bernama Rani menuju meja makan. "Olivi

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 23

    Aku membantu bi Zulfa memasak sayur asam, dan juga ayam goreng beserta sambal terasi. Setelah itu memindahkan menu makanan tersebut ke meja makan. Aku sama sekali tidak berbincang-bincang sedikitpun dengan bi Zulfa. Tampaknya dia bukan sosok yang friendly. Tak berselang lama mama Reno dan Rani datang dari kamar mereka masing-masing. "Sarapan dulu, Pus."Aku mengangguk, kemudian ikut duduk setelah mengelapi piring-piring yang baru saja dicuci bi Zulfa. Masih mengenakan appron putih di tubuh. "Hmm, lumayan enak." Mama Reno mengunyah makanannya dengan rakus. Sementara Rani masih terdiam tanpa mengomentari makanan yang ia lahap. "Kamu pintar masak, Pus." Mama tersenyum semringah. "Nanti sore masakin lagi, ya. Sambal orek bisa kan, Pus?"Aku mengangguk."Sama itu Kak, aku buatin risol." Rani menyahuti. Kembali aku mengangguk. "Owh, iya sama sayur ikan tongkol mantap kayaknya."Mama meneguk air putihnya hingga tandas. "Terbaik deh makanan kamu.""Belajar darimana, Kak?" tanya Rani.

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 24

    Setelah dijelaskan oleh Rani dan mama Reno bahwa aku adalah calon tunangan Reno. Akhirnya Keenan paham. Pria itu tersenyum ke arahku. Tinggal papa Reno saja yang belum aku temui. Katanya beliau sedang dinas di pulau Kalimantan. Jadi, tidak mungkin ketemu. Aku hanya heran saja, berarti Reno dan mamanya hanya numpang di rumah adiknya. Kenapa nggak tinggal di rumah sendiri? Bodo amat! Tubuhku terasa letih sekali setelah mengepel seluruh lantai di dalam rumah. Aku tidak punya energi lagi jika mereka jadi mengajakku jalan-jalan kelilingi ibu kota. Aku mengirim pesan kepada Reno. 'Pulanglah sebentar, antarkan aku ke bandara. Aku sudah sangat lelah disiksa keluargamu. Mereka menganggapku pembantu.'Send. Aku menjatuhkan tubuhku ke ranjang berukuran king size itu. Hufft! Tenagaku sudah terkuras habis. Apa lebih baik aku kabur saja, ya, daripada jadi tendang-tendangan mereka semua. Tapi nanti kesasar. Minta tolong Ben juga nggak mungkin. Ya, kali dia mau berkorban ke sini hanya untuk

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 25

    Keenan masuk ke dalam kamarku sambil menyeringai lebar. "Mau apa kamu ke sini?""Belum tidur sayang?"Aku meneguk ludah dengan susah payah. Seluruh tubuhku langsung gemetar. "Aku ingin bermain-main denganmu!" Keenan mendekat ke arahku dengan perlahan. Aku langsung merasa gugup. Grekk!!! "Happy birthday to you...""Happy birthday to you..."Di belakang punggung Keenan muncul banyak orang yang bersorak soray sambil meniup trompet dan melemparkan balon-balon ke langit kamar. Kedua mata ini membulat. Aku terkejut bukan main. Ada mama Reno, Rani, Olivia, Pita? Ya, ada Pita di sana. Juga Ben, Sevelyn, Cindy, dan Melin. Bagaimana ceritanya mereka bisa ada di Jakarta malam-malam begini? Jam 00.08.Mengucapkan ulang tahun. Mereka berjingkrak-jingkrak heboh sambil menyanyikan lagu ulang tahun untukku. Keenan yang berada tepat di depanku terkekeh. Aku sudah berhasil mereka kerjai. Kemudian muncul dari belakang seorang pria yang membawa kue di tangannya. "Selamat ulang tahun Puspa."Aku

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 26

    "Bismillah, mau mulai sekarang?" tanya Reno saat kami sudah mulai solat. Darah seakan berdesir. Aku mengangguk malu."Bismillah." Reno mengajakku berbaring. Jantungku semakin berdetak tak menentu. Bulu kuduk ini langsung meremang ketika Reno mulai mendekatkan wajahnya. Aku lantas memejamkan mata. Namun, ciuman itu tak kunjung mendarat. Reno menghentikan niatnya setelah mendengar bunyi ponsel yang berdering. "Astaghfirullah, ganggu," desis Reno kesal. Aku mengerucutkan bibir, melihat Reno mengangkat teleponnya. Dia tampak berbincang serius. Aku sempat menahan napas melihat raut wajah khawatirnya. "Oke-oke, saya segera ke sana," ucap Reno setelah memutus teleponnya. Pria tampan itu menghela napas. Kemudian menatap ke arahku dengan wajah sendu. "Sorry, ya, Pus. Kita tunda dulu." Reno kelihatan lesu. "Ada apa?""Aku ada urusan bentar. Ada salah satu pelaku kriminal yang tertangkap.""Nggak bisa ditunda, ya, tugasnya? Ini malam pertama, lho?" Aku memohon. "Pus, tolong ngertiin pro

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 27

    "Reno, skincare-ku ketinggalan semua di rumah.""Terus?" "Ya gimana? Pengertiannya," jawabku malu-malu kucing. "Dilatih aja nggak pakai skincare-skincarean."Aku mengerucutkan bibir. "Kamu tahu sendiri, kan, wajah aku dulu jerawatan. Sekarang kalau nggak pakai skincare jadi kelihatan kusam, lepek. Takutnya malah jerawatnya tumbuh lagi.""Bagus, dong.""Kok bagus, sih?""Ya baguslah, biar nggak ada yang ngelirik-ngelirik kamu lagi.""Aku jadi jelek, dong?""Ya nggak pa-pa.""Halah, ujung-ujungnya nanti kamu selingkuh.""Yang halal aja ada, kenapa harus nyari yang haram?" Reno membalikkan ucapanku. "Kali aja. Kan, biasanya laki-laki begitu. Gampang bosen.""Bosen gimana, sih? Kita aja belum malam pertamaan kok."Aku mengerucutkan bibir. "Aku masih penasaran.""Salah sendiri keluar malam-malam.""Tuntutan pekerjaan.""Ya nasib." Aku melahap apel yang sedari tadi berada digenggaman. Kini kami berdua sedang duduk berdua di gazebo taman rumah Reno yang lumayan luas. Ada beberapa tanaman

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 28

    Komentar kalian tentang Reno dan Puspa?***"Kamu kenapa belum tidur?" tanyaku saat terbangun tengah malam. Melihat Reno yang sedang sibuk di depan laptopnya. "Ada pekerjaan yang harus diselesaikan." Reno masih fokus mengetik sesuatu pada laptopnya. "Kamu juga punya tugas di depan laptop, ya?" Aku mengucek-ngucek mata sayuku. Reno mengangguk. "Hmm, aku sedang menyadap ponsel milik pelaku kriminal.""Kamu bisa?""Agen rahasia banyak yang menjadi hacker. Aku belajar dari mereka untuk mendapatkan informasi dari pelaku."Aku bergidik ngeri. Tidak ingin tahu lebih jauh pekerjaan Reno, dan misi-misi rahasia yang ia jalankan. Karena bagiku itu sangat menakutkan. Reno pasti harus berurusan dengan penjahat-penjahat kelas kakap. "Boleh aku memintamu agar berhenti dari pekerjaan itu?" pintaku dengan wajah memelas. Reno yang membelakangiku masih fokus pada layar laptopnya. Tanpa memberi jawaban. "Kamu punya banyak bisnis, kamu bisa mendapatkan uang tanpa harus bekerja seperti itu.""Reno, k

Latest chapter

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 28 B

    "Eh, Mbak Puspa, ngapain?" ucap Rani setelah turun dari tangga. Melihatku yang sedang menyapu lantai. "Biar bi Surti aja mbak yang nyapu-nyapu." Rani langsung turun dengan tergesa-gesa. "Nggak pa-pa, lagi. Aku udah biasa nyapu-nyapu."Rani merebut sapu yang kupegang. "Udah mbak nggak usah.""Bi Surti!!!" teriak Rani meneriaki Art. Perempuan paruh bayah itu langsung keluar dengan tergesa-gesa. "Ada apa, Non? ""Ini Bibi lantainya disapu, ya. Daripada mbak Puspa yang nyapu. Kasihan.""Eh, nggak papa lagi. Aku malah seneng. Bisa sambil olahraga.""Udah, Mbak Puspa santuy-santuy aja. Duduk manis di sofa sambil nonton tv.""Bosen, Ran. Pengen ada aktivitas apa gitu.""Ngegym aja, Mbak. Aku temenin." Atau jalan-jalan naik sepeda."Aku mengerucutkan bibir. Kami berdua menoleh saat Reno baru saja datang entah darimana. Cowok itu mengenakan celana training dan kaos oblong berwarna hitam. Tangannya menenteng sebungkus plastik. "Ada apa ini?""Ini kak, Mbak Puspa malah nyapu-nyapu," jawab Ra

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 28

    Komentar kalian tentang Reno dan Puspa?***"Kamu kenapa belum tidur?" tanyaku saat terbangun tengah malam. Melihat Reno yang sedang sibuk di depan laptopnya. "Ada pekerjaan yang harus diselesaikan." Reno masih fokus mengetik sesuatu pada laptopnya. "Kamu juga punya tugas di depan laptop, ya?" Aku mengucek-ngucek mata sayuku. Reno mengangguk. "Hmm, aku sedang menyadap ponsel milik pelaku kriminal.""Kamu bisa?""Agen rahasia banyak yang menjadi hacker. Aku belajar dari mereka untuk mendapatkan informasi dari pelaku."Aku bergidik ngeri. Tidak ingin tahu lebih jauh pekerjaan Reno, dan misi-misi rahasia yang ia jalankan. Karena bagiku itu sangat menakutkan. Reno pasti harus berurusan dengan penjahat-penjahat kelas kakap. "Boleh aku memintamu agar berhenti dari pekerjaan itu?" pintaku dengan wajah memelas. Reno yang membelakangiku masih fokus pada layar laptopnya. Tanpa memberi jawaban. "Kamu punya banyak bisnis, kamu bisa mendapatkan uang tanpa harus bekerja seperti itu.""Reno, k

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 27

    "Reno, skincare-ku ketinggalan semua di rumah.""Terus?" "Ya gimana? Pengertiannya," jawabku malu-malu kucing. "Dilatih aja nggak pakai skincare-skincarean."Aku mengerucutkan bibir. "Kamu tahu sendiri, kan, wajah aku dulu jerawatan. Sekarang kalau nggak pakai skincare jadi kelihatan kusam, lepek. Takutnya malah jerawatnya tumbuh lagi.""Bagus, dong.""Kok bagus, sih?""Ya baguslah, biar nggak ada yang ngelirik-ngelirik kamu lagi.""Aku jadi jelek, dong?""Ya nggak pa-pa.""Halah, ujung-ujungnya nanti kamu selingkuh.""Yang halal aja ada, kenapa harus nyari yang haram?" Reno membalikkan ucapanku. "Kali aja. Kan, biasanya laki-laki begitu. Gampang bosen.""Bosen gimana, sih? Kita aja belum malam pertamaan kok."Aku mengerucutkan bibir. "Aku masih penasaran.""Salah sendiri keluar malam-malam.""Tuntutan pekerjaan.""Ya nasib." Aku melahap apel yang sedari tadi berada digenggaman. Kini kami berdua sedang duduk berdua di gazebo taman rumah Reno yang lumayan luas. Ada beberapa tanaman

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 26

    "Bismillah, mau mulai sekarang?" tanya Reno saat kami sudah mulai solat. Darah seakan berdesir. Aku mengangguk malu."Bismillah." Reno mengajakku berbaring. Jantungku semakin berdetak tak menentu. Bulu kuduk ini langsung meremang ketika Reno mulai mendekatkan wajahnya. Aku lantas memejamkan mata. Namun, ciuman itu tak kunjung mendarat. Reno menghentikan niatnya setelah mendengar bunyi ponsel yang berdering. "Astaghfirullah, ganggu," desis Reno kesal. Aku mengerucutkan bibir, melihat Reno mengangkat teleponnya. Dia tampak berbincang serius. Aku sempat menahan napas melihat raut wajah khawatirnya. "Oke-oke, saya segera ke sana," ucap Reno setelah memutus teleponnya. Pria tampan itu menghela napas. Kemudian menatap ke arahku dengan wajah sendu. "Sorry, ya, Pus. Kita tunda dulu." Reno kelihatan lesu. "Ada apa?""Aku ada urusan bentar. Ada salah satu pelaku kriminal yang tertangkap.""Nggak bisa ditunda, ya, tugasnya? Ini malam pertama, lho?" Aku memohon. "Pus, tolong ngertiin pro

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 25

    Keenan masuk ke dalam kamarku sambil menyeringai lebar. "Mau apa kamu ke sini?""Belum tidur sayang?"Aku meneguk ludah dengan susah payah. Seluruh tubuhku langsung gemetar. "Aku ingin bermain-main denganmu!" Keenan mendekat ke arahku dengan perlahan. Aku langsung merasa gugup. Grekk!!! "Happy birthday to you...""Happy birthday to you..."Di belakang punggung Keenan muncul banyak orang yang bersorak soray sambil meniup trompet dan melemparkan balon-balon ke langit kamar. Kedua mata ini membulat. Aku terkejut bukan main. Ada mama Reno, Rani, Olivia, Pita? Ya, ada Pita di sana. Juga Ben, Sevelyn, Cindy, dan Melin. Bagaimana ceritanya mereka bisa ada di Jakarta malam-malam begini? Jam 00.08.Mengucapkan ulang tahun. Mereka berjingkrak-jingkrak heboh sambil menyanyikan lagu ulang tahun untukku. Keenan yang berada tepat di depanku terkekeh. Aku sudah berhasil mereka kerjai. Kemudian muncul dari belakang seorang pria yang membawa kue di tangannya. "Selamat ulang tahun Puspa."Aku

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 24

    Setelah dijelaskan oleh Rani dan mama Reno bahwa aku adalah calon tunangan Reno. Akhirnya Keenan paham. Pria itu tersenyum ke arahku. Tinggal papa Reno saja yang belum aku temui. Katanya beliau sedang dinas di pulau Kalimantan. Jadi, tidak mungkin ketemu. Aku hanya heran saja, berarti Reno dan mamanya hanya numpang di rumah adiknya. Kenapa nggak tinggal di rumah sendiri? Bodo amat! Tubuhku terasa letih sekali setelah mengepel seluruh lantai di dalam rumah. Aku tidak punya energi lagi jika mereka jadi mengajakku jalan-jalan kelilingi ibu kota. Aku mengirim pesan kepada Reno. 'Pulanglah sebentar, antarkan aku ke bandara. Aku sudah sangat lelah disiksa keluargamu. Mereka menganggapku pembantu.'Send. Aku menjatuhkan tubuhku ke ranjang berukuran king size itu. Hufft! Tenagaku sudah terkuras habis. Apa lebih baik aku kabur saja, ya, daripada jadi tendang-tendangan mereka semua. Tapi nanti kesasar. Minta tolong Ben juga nggak mungkin. Ya, kali dia mau berkorban ke sini hanya untuk

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 23

    Aku membantu bi Zulfa memasak sayur asam, dan juga ayam goreng beserta sambal terasi. Setelah itu memindahkan menu makanan tersebut ke meja makan. Aku sama sekali tidak berbincang-bincang sedikitpun dengan bi Zulfa. Tampaknya dia bukan sosok yang friendly. Tak berselang lama mama Reno dan Rani datang dari kamar mereka masing-masing. "Sarapan dulu, Pus."Aku mengangguk, kemudian ikut duduk setelah mengelapi piring-piring yang baru saja dicuci bi Zulfa. Masih mengenakan appron putih di tubuh. "Hmm, lumayan enak." Mama Reno mengunyah makanannya dengan rakus. Sementara Rani masih terdiam tanpa mengomentari makanan yang ia lahap. "Kamu pintar masak, Pus." Mama tersenyum semringah. "Nanti sore masakin lagi, ya. Sambal orek bisa kan, Pus?"Aku mengangguk."Sama itu Kak, aku buatin risol." Rani menyahuti. Kembali aku mengangguk. "Owh, iya sama sayur ikan tongkol mantap kayaknya."Mama meneguk air putihnya hingga tandas. "Terbaik deh makanan kamu.""Belajar darimana, Kak?" tanya Rani.

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 22

    Seketika aku merasa cemburu. Sementara Reno tampak keberatan dipeluk dan dicium oleh wanita itu. "Ini calon gue," ucap Reno ketus. "Siapa namanya." Perempuan itu mengulurkan tangannya ke arahku. "Puspa.""Owh, hay. Kenalin aku Olivia. Istrinya Reno."Aku langsung terbelalak. Jadi Reno sudah beristri? Aku ke sini hanya untuk jadi madunya? Ini parah!"Nggak usah sembarangan lo kalau ngomong, bikin orang salah sangka nantinya." Reno melewati perempuan itu, kemudian berjongkok, mencium tangan mamanya dengan takzim. Aku mengekor di belakang. "Apa kabar kamu, Reno?" Mama Reno tersenyum ke arah anaknya. "Alhamdulilah, baik, Ma." Reno kemudian bersalaman dengan adiknya, Rani. "Ini calon yang kamu pilih, Kak?" tanya Rani begitu antusias saat bersalaman denganku. Di sudut lain, perempuan bernama Olivia tadi menatapku tidak suka. "Kalian pasti laper. Ibu udah siapin makanan lezat buat kalian."Kami berdua diajak oleh mama Reno dan adik Reno yang bernama Rani menuju meja makan. "Olivi

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 21

    "Diam!" bentak mas Aldi. Pria itu langsung melancarkan aksinya menyerangku. Rumah kosong ini terkunci, dan mungkin tidak ada yang bisa menyelamatkanku. Pranggg ...!!! Kaca jendela kamar sebelah kami tiba-tiba porak-poranda setelah seorang pria menerjangnya dengan kasar. Aku dan mas Aldi menoleh ke arah pria yang meringis kesakitan karena lengannya terkena pecahan kaca jendela. Mas Aldi tampak ketakutan, Pria itu melangkah dengan wajah geram kemudian memberikan sebuah pukulan yang tepat mengenai rahang mas Aldi hingga jatuh tersungkur ke lantai. Aku bangkit dari posisiku yang berbaring. Sedikit mundur. Menyenderkan punggung pada kepala ranjang dengan napas tersengal-sengal. Melihat Reno yang memukuli mas Aldi hingga babak belur. Aku menangis bukan karena ketakutan disakiti oleh mas Aldi, tapi aku menangis karena Reno sudah kembali. Ya, tangisku sekarang ini adalah tangis bahagia. Lihatlah. Dia begitu beringas saat membelaku. Wajah tampannya tampak begitu emosional. Aku tak sa

DMCA.com Protection Status