Larasati Wijaya berdiri mematung di bawah langit malam yang mendung, tubuhnya yang ramping berbalut mantel hitam menyatu dengan kegelapan, namun kulitnya—putih bersih, seakan memancarkan cahaya dari dalam—berbeda jauh dari penduduk Negeri Malam di sekelilingnya. Mereka, dengan wajah pucat dan tatapan kosong, bergerak lamban, sementara Laras tersenyum sinis, memperlihatkan gigi-giginya yang biasa, tidak seperti taring tajam yang sering muncul di wajah warga Negeri Malam saat berbicara."Katrin Chow," Laras memulai dengan suara yang hampir berbisik, tapi penuh arti. Udara di sekitar mereka terasa dingin, menusuk tulang. "Aku sudah lama mengagumi caramu berbisnis. Bagaimana dalam waktu singkat, Wang Industries menelan habis semua yang ada di hadapannya, seperti monster yang lapar tak terpuaskan. Tapi aku tak pernah menyangka, selain pengusaha, kau juga petarung hebat. Pasukan Bayanganmu... mengerikan. Mereka bisa membantai pasukan Negeri Malam tanpa berkedip. Jika saja kita bukan musuh,
Laras mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat, tatapannya tajam dan dingin. “Bagaimana kalau suatu hari, kau harus memilih antara Naga Perang dan dirimu sendiri? Apa kau masih akan setia? Atau kau akan menyelamatkan dirimu sendiri?”Kata-kata itu menggantung di udara, berat dan tajam, menusuk malam yang semakin pekat. Katrin tidak segera menjawab. Ia menatap Laras dengan tatapan yang sulit ditebak, seolah menimbang-nimbang makna di balik pertanyaan itu.“Aku tidak pernah memilih antara diriku dan Naga Perang,” jawab Katrin akhirnya, suaranya rendah tapi tegas. “Karena kami adalah satu. Apa yang terjadi pada Naga Perang, terjadi pada kami semua. Kami akan menang atau jatuh bersama.”Laras memandang Katrin dengan mata menyipit, mencoba membaca setiap getaran dalam suara dan gerakan tubuh lawannya. Namun, ia hanya menemukan ketenangan yang tak tergoyahkan, seperti batu karang yang diterjang ombak ribuan kali namun tetap berdiri kokoh.“Sungguh tangguh,” gumam Laras, hampir kepada diri
Di bawah cahaya remang-remang, Jessy berdiri berhadapan dengan Lintang Kalani, salah satu pengawal Sheila yang dikenal sebagai anggota Empat Penjuru Angin. Wajah Lintang memancarkan pesona eksotik, perpaduan kecantikan oriental dan tropis, membuatnya tampak luar biasa memikat. Kulitnya kecokelatan, ciri khas penduduk Kepulauan Tropis di Negeri Khatulistiwa—tempat di mana garis keturunan Khatulistiwa dan Negeri Cakrawala bertemu. Namun, Jessy tidak bisa mengabaikan rasa heran melihat gadis ini bergabung dengan Negeri Malam. Bagaimana bisa gadis yang terlihat begitu polos ini terlibat di dunia kelam itu? Pasti Sang Pewaris yang merekrutnya, mungkin saat pria itu berada di Khatulistiwa.Lintang memang lebih mungil dibandingkan Laras. Rambutnya dikuncir kuda seperti Renata, memberinya kesan manis dan tanpa ancaman. Namun, Jessy tahu lebih baik daripada percaya penampilan. Sebuah bisikan dingin dari Naga Perang mengingatkan, "Jangan tertipu wajahnya yang imut. Lintang jauh lebih berbahaya
Lilian Sanjaya berwajah pucat tapi tidak menyembunyikan kecantikan alaminya di tengah kegelapan malam. Saat terkena sinar mentari maka wajah pucatnya akan kembali merona merah dan berseri-seri layaknya gadis biasa di Khatulistiwa. Lily memang dilahirkan unik karena ia adalah putri dari Lord Drakuleton dengan wanita dari Negeri Khatulistiwa bernama Tania Kang yang juga bukan wanita sembarangan.Tania Kang adalah pengusaha sekaligus penguasa Kepulauan Greenwich yang masih termasuk Negeri Khatulistiwa tapi memiliki otonomi penuh untuk mengatur pemerintahannya sendiri. Tania Kang adalah Gubernur Negeri Greenwich yang telah berpisah dengan Lord Drakuleton karena masalah pribadi. Saat Lord Drakuleton tewas oleh Naga Perang, Tania Kang langsung menjemput putri satu-satunya untuk dibawa ke negerinya. Tania tidak memiliki dendam terhadap Naga Perang tapi berbeda dengan Lilian yang masih menyimpan dendam terhadap pria yang telah membunuh ayahnya. Tania sendiri telah menikah lagi dengan Setiawan
Lilian mengatupkan rahangnya, matanya menatap Renata dengan penuh kebencian. Sang Walet Putih yang membela Naga Perang mati-matian menjadi sasaran kebenciannya karena siapapun yang membantu Naga Perang merupakan musuh besarnya yang harus dihabisi.Kipas besinya terbuka lebar, siap menangkis serangan berikutnya. Namun, ia tak bisa menyangkal, Renata lebih tangguh daripada yang ia perkirakan. Di balik senyum dinginnya, Renata menekan tombol lain di gadget-nya, dan tiba-tiba, puluhan bola cahaya muncul, melayang-layang di sekitar tubuhnya seperti bintang-bintang kecil yang siap meledak kapan saja."Bersiaplah, Lilian," ucap Renata tenang, tangannya menggerakkan bola-bola cahaya itu dengan ketukan jari yang halus. Dalam sekejap, bola-bola itu melesat dengan kecepatan kilat, membelah udara menuju Lilian."Sialan! Kamu menggunakan teknologi lagi ... dasar pendekar rendahan, tidak tahu diri!"Segala makian keluar dari mulut Lily yang tampak putus asa menghadapi serangan teknologi yang dikelu
Kristin berdiri tegak, menatap Lena yang berkacak pinggang, tampak puas dengan sikap angkuhnya. Selendang merah Lena melambai pelan tertiup angin, seakan bersiap menghantam. Di mata Lena, Kristin hanyalah sosok lemah, tidak ada tanda-tanda kebesaran atau kekuatan yang terpancar dari tubuhnya. Bukan seperti seorang Jenderal Besar Negeri Khatulistiwa, pemimpin ratusan ribu prajurit yang menjaga perbatasan Kepulauan Tropis.“Lebih baik kau sujud di hadapanku, perempuan lemah!” Lena mendesis, suaranya penuh kesombongan. Tubuhnya tegap, kekar, setiap otot tampak jelas di balik pakaiannya. "Kalau kau melakukannya, mungkin aku akan mengampunimu."Kristin hanya tersenyum tipis, menatap Lena seolah dirinya sebuah lelucon. Tawanya kecil, namun cukup untuk membuat Lena gusar. “Kau sungguh percaya diri, Lena. Tadi saja kau hampir kalah melawan Jessy, dan sekarang kau pikir bisa menghinaku? Aku kagum dengan kelenturan tubuhmu—untuk seorang yang kekar berisi seperti itu.”Nada Kristin meluncur halu
Lena menggerakkan selendangnya dengan satu kibasan cepat, seperti ular yang meliuk di udara. Suara desis selendang yang menyapu angin memecah keheningan di antara mereka. Satu putaran sederhana, namun penuh dengan ancaman. Selendang itu, meskipun tampak lembut, bergerak bagaikan cambuk besi yang siap merobek kulit.Kristin dengan tenang mengangkat bayonetnya, sebuah senjata dengan bilah tajam yang berkilauan di bawah sinar matahari. Posisi kuda-kuda yang kokoh membuat tubuhnya seakan terpaku pada tanah, tak tergoyahkan oleh angin selendang Lena yang melibas ke arahnya.Whip! Kibasan selendang pertama mendarat dengan kekuatan besar, memburu kepala Kristin. Dengan gerakan gesit, Kristin mengayunkan bayonetnya secara horizontal, menahan serangan itu. Suara dentingan logam bertemu kain terdengar aneh di udara. Namun, selendang Lena bukan kain biasa; setiap seratnya ditanamkan kekuatan tenaga dalam yang membuatnya sekuat baja, memantul sedikit, tetapi kembali dengan kibasan yang lebih kuat
Sheila Tanoto berdiri di tengah reruntuhan kekuatan yang dulu ia andalkan. Empat Penjuru Angin, teknik pamungkasnya, telah dipatahkan oleh empat Elemental Naga milik Rendy Wang—si Naga Perang. Namun, meskipun napasnya masih berat akibat kekalahan yang nyata di depan mata, senyum angkuh di bibirnya tidak pernah pudar.Plok!Plok!Tepukan tangan Sheila bergema, bunyinya tajam di antara keheningan medan tempur. Ia melangkah maju, sikapnya seolah tidak tergoyahkan oleh hasil yang baru saja terjadi.Keangkuhan Sheila sangat terasa, yang membuatnya terus meremehkan kemampuan Naga Perang.“Aku harus mengakui, Rendy Wang,” suaranya tegas namun penuh sindiran, “Elemental Naga memang lebih dari sekadar legenda. Tadinya aku kira Empat Penjuru Anginku sudah tidak tertandingi, tapi nyatanya, di atas langit masih ada langit.”Rendy—Naga Perang—hanya tertawa, tawa dalam yang menggetarkan udara di sekitar mereka. Matanya menyipit, tatapannya dingin namun penuh tantangan. "Sheila, Sheila," gumamnya, “
Rendy Wang berdiri tegak di antara puing-puing kediaman keluarga Zhao. Angin malam berdesir, membawa aroma debu dan darah yang masih hangat. Kedua pedangnya—Pedang Kabut Darah dan Pedang Penakluk Iblis—berkilauan tajam di bawah cahaya bulan. Di hadapannya, Zhao Tiangxin menatap tajam, jubah patriarknya berkibar ditiup energi qi yang bergetar di sekelilingnya."Naga Perang!" suara Zhao Tiangxin bergema seperti guntur. "Aku akan menunjukkan padamu mengapa aku disebut sebagai Patriark Zhao!"Tangannya terangkat tinggi, telapak tangannya bersinar emas. Dengan satu gerakan sigil tangan, ia menarik energi langit dan bumi. "Formasi Penghancur Langit!"Awan di atas mereka bergolak, berputar membentuk pusaran yang menyedot kekuatan dari sekelilingnya. Udara bergetar, dan dalam sekejap, ratusan tombak qi berwarna emas terbentuk di langit, melayang dengan ujungnya mengarah lurus ke tubuh Rendy.Rendy mengangkat satu alis. "Begitu? Kau pikir formasi ini bisa menghentikanku?"Dengan satu hentakan
Dengan kecepatan yang tak terbayangkan, Rendy melesat ke depan seperti kilatan petir yang menyambar langit. Pedang Penakluk Iblis di tangannya bergetar, memancarkan cahaya merah menyala yang menebarkan hawa kematian di sekelilingnya. Dalam satu tebasan, gelombang energi memancar deras, menggetarkan udara dan menciptakan pusaran angin yang menghantam para praktisi keluarga Zhao dengan kekuatan dahsyat."Kalian yang mencari kematian kalian sendiri! Aku telah memberi kalian kesempatan untuk hidup! Kini, kesempatan itu telah hilang!" teriak Rendy yang bergerak dengan sangat cepat sehingga tidak kelihatan oleh mata biasa.Wuuusssh!Clash!Jeritan kesakitan menggema saat beberapa dari mereka terpental ke belakang, menghantam dinding dengan keras hingga retakan besar terbentuk di sekitarnya. Sementara itu, yang lain bahkan tak sempat menghindar—hanya ada kilatan merah yang membelah tubuh mereka, meninggalkan sisa-sisa tubuh yang jatuh dengan suara berdebum ke tanah."Apa ini? Dasar iblis! Ti
Malam itu, kediaman Keluarga Besar Zhao dipenuhi ketegangan yang merayap di setiap sudut benteng megah mereka. Cahaya lentera berkelap-kelip, memantulkan bayangan tajam dari para kultivator dan praktisi bela diri yang berjaga. Mata mereka tajam, napas tertahan, tangan menggenggam erat senjata seolah bersiap menghadapi bahaya yang sewaktu-waktu bisa menerjang.Di tengah ruang utama yang dipenuhi aroma dupa, seorang pria tua duduk di singgasananya dengan tenang. Rambut dan janggut putihnya tergerai panjang, namun tubuhnya yang bercahaya menunjukkan bahwa usia bukanlah batasan bagi kekuatannya. Zhao Tiangxin, pemimpin Keluarga Besar Zhao, menatap tajam ke arah seorang pengintai yang baru saja kembali dari misi penyelidikan."Siapa yang cukup kejam menghancurkan Keluarga Besar Xie?" Suaranya berat, penuh wibawa, bergema di seluruh ruangan.Kultivator pengintai itu menelan ludah sebelum menjawab, tubuhnya sedikit gemetar. "Lapor, Tuan Besar! Pembunuh Patriark Xie adalah seorang pemuda yang
Rendy Wang berdiri tegap, tubuhnya dikelilingi aura merah dan emas yang berkobar liar, seolah mencerminkan amarah yang membakar dalam dirinya. Luka di bahunya menghangat, darah menetes perlahan, tetapi tatapannya tetap dingin, penuh determinasi.Xie Wu Jie, terhuyung di atas tanah yang retak, mencengkeram dadanya yang kini tercabik oleh tebasan Pedang Penakluk Iblis. Napasnya berat, tetapi di balik wajahnya yang penuh luka, senyum tipis terukir. "Kau pikir ini sudah berakhir?" suaranya parau, tapi penuh kepastian.Tiba-tiba, udara di sekitar mereka bergetar hebat. Gelombang energi hitam membuncah dari tubuh Xie Wu Jie, menyelimuti langit malam yang semakin kelam. Bayangan-bayangan pekat menjulur dari tanah, berputar-putar seperti tentakel yang mencari mangsa."Roh Pembalasan... Bangkitlah!"Teriakan Xie Wu Jie menggema, dan dari balik bayangan, sesosok entitas raksasa mulai terbentuk. Wujudnya menyerupai iblis bertaring dengan mata merah menyala dan tanduk berliku. Udara menjadi semak
Langit malam membentang kelam, hanya dihiasi bulan pucat yang menggantung dingin di antara gumpalan awan gelap. Udara terasa berat, dipenuhi ketegangan yang nyaris tak tertahankan. Energi bertabrakan di udara, menggetarkan tanah dan membuat dedaunan berdesir liar seakan gemetar ketakutan. Aroma besi yang samar tercium, bercampur dengan hawa panas dari pertarungan yang akan segera meletus.Rendy Wang berdiri dengan kedua kakinya tertanam kokoh di tanah yang mulai retak akibat tekanan kekuatan mereka. Kedua tangannya menggenggam senjata masing-masing—Pedang Kabut Darah yang memancarkan aura merah pekat di tangan kiri, dan Pedang Penakluk Iblis yang berpendar keemasan di tangan kanan. Matanya menyala tajam, penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan.Di hadapannya, Xie Wu Jie melangkah maju, auranya semakin pekat, seperti kabut hitam yang siap melahap segala yang mendekat. Ia memegang tombak hitam dengan ukiran naga yang melilit sepanjang gagangnya, sementara tangan satunya menggenggam tong
Angin malam berembus liar, menggugurkan dedaunan kering yang beterbangan di antara dua sosok yang berdiri berhadapan. Mata Rendy Wang menyala tajam, kilatan emas berpendar di irisnya, sementara Xie Wu Jie berdiri tegap dengan senyum meremehkan. Tidak tampak rasa takut sedikit pun terhadap Naga Perang padahal Rendy telah berhasil menghancurkan segel kunonya yaitu Formasi Tujuh Dewa Iblis Langit yang membuat kediaman Keluarga Xie terbuka untuk umum.Tanpa aba-aba, Rendy mengayunkan Pedang Penakluk Iblisnya. Kilatan keemasan membelah udara, meledak ke arah lawannya seperti ombak yang mengamuk. Gelombang energi yang ia lepaskan begitu kuat hingga tanah di bawahnya retak, menciptakan pola pecahan yang berpusat di kakinya.Namun, Xie Wu Jie tetap bergeming. Dengan satu tangan, ia membentuk segel aneh di udara, menciptakan perisai energi transparan yang menyerap serangan itu seakan tidak berarti."Hah!" Xie Wu Jie terkekeh meremehkan. "Pedangmu memang legendaris, tapi kekuatanmu masih belum
Langkah Rendy menggema di sepanjang jalan berbatu menuju kediaman Keluarga Xie. Setiap derap kakinya terasa berat, namun tak ada keraguan dalam sorot matanya. Cahaya bulan menggantung pucat di langit, memantulkan bayangan tubuhnya yang berlumuran darah—bukan darahnya, melainkan darah para lawan yang telah ia tumbangkan. Aroma anyir masih melekat di bajunya yang terkoyak, namun itu tak menghambat langkahnya.Udara malam dipenuhi kesunyian yang menyesakkan, seolah alam pun menahan napas, menyaksikan kehadiran seorang lelaki yang datang membawa badai. Di halaman luas kediaman Xie, bayangan manusia mulai bergerak. Satu per satu, para praktisi bela diri Keluarga Xie bermunculan dari kegelapan, mengenakan jubah hitam bersulam lambang keluarga mereka. Mata mereka, penuh dengan kilatan kebencian yang telah mengendap bertahun-tahun, menatapnya tanpa sedikit pun rasa gentar.Seorang lelaki bertubuh tegap melangkah ke depan, wajahnya dipenuhi bekas luka yang menandakan pengalaman tempurnya. Suar
Langit malam tampak seperti sobekan tinta hitam yang dilumuri cahaya merah menyala. Pusaran energi iblis berputar di atas kepala Rendy, menciptakan tekanan dahsyat yang membuat tanah di sekitarnya retak dan bergetar. Dari dalam pusaran itu, tujuh sosok berjubah gelap turun perlahan, tubuh mereka diselimuti kabut pekat yang berdenyut dengan kekuatan jahat.Mata mereka bersinar merah seperti bara neraka, menatap Rendy dengan pandangan yang penuh kebencian. Setiap langkah mereka meninggalkan bekas hitam di tanah, seolah bumi sendiri menolak keberadaan mereka. Angin berdesir, membawa aroma darah dan kematian."Kami adalah Penjaga Formasi Tujuh Dewa Iblis Langit," suara salah satu dari mereka bergema, seakan berasal dari kedalaman jurang tak berdasar. "Jika kau ingin menghancurkan formasi ini, kau harus melewati kami lebih dulu."Rendy menggenggam pedangnya erat, merasakan energi spiritualnya berputar liar di dalam meridian. Jubahnya berkibar diterpa badai energi yang berkecamuk. Dari keja
Guardian mengangkat wajahnya, menatap langit yang kini berdenyut dengan energi gelap. Cahaya ungu berputar-putar di atas mereka, membentuk lingkaran raksasa dengan simbol-simbol kuno yang berpendar di setiap sisinya. Formasi Tujuh Dewa Iblis Langit mulai aktif sepenuhnya.Rendy mengeratkan genggamannya pada pedang, tubuhnya masih dipenuhi luka dari bentrokan sebelumnya. Namun, semangatnya tidak redup sedikit pun. Sebaliknya, auranya semakin menggelegar, menyelimuti sekelilingnya dengan tekanan luar biasa. Ia menatap Guardian dengan penuh keteguhan."Jika aku tidak menghancurkan formasi ini sekarang, kehancuran akan menelan dunia ini," gumamnya.Guardian berdiri perlahan, tubuhnya gemetar karena luka yang ia derita. Namun, tatapan matanya masih menyala dengan tekad. "Kau memang luar biasa, Rendy. Tapi aku belum mengeluarkan seluruh kekuatanku."Sekelebat, Guardian mengangkat kedua tangannya ke atas. Energi hitam berputar di sekelilingnya, membentuk pusaran yang semakin membesar. Dari p