Beranda / Urban / Kebangkitan Naga Perang / 103. Larasati vs Katrin - Hasutan

Share

103. Larasati vs Katrin - Hasutan

Penulis: Zhu Phi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-08 04:28:55

Larasati Wijaya berdiri mematung di bawah langit malam yang mendung, tubuhnya yang ramping berbalut mantel hitam menyatu dengan kegelapan, namun kulitnya—putih bersih, seakan memancarkan cahaya dari dalam—berbeda jauh dari penduduk Negeri Malam di sekelilingnya. Mereka, dengan wajah pucat dan tatapan kosong, bergerak lamban, sementara Laras tersenyum sinis, memperlihatkan gigi-giginya yang biasa, tidak seperti taring tajam yang sering muncul di wajah warga Negeri Malam saat berbicara.

"Katrin Chow," Laras memulai dengan suara yang hampir berbisik, tapi penuh arti. Udara di sekitar mereka terasa dingin, menusuk tulang. "Aku sudah lama mengagumi caramu berbisnis. Bagaimana dalam waktu singkat, Wang Industries menelan habis semua yang ada di hadapannya, seperti monster yang lapar tak terpuaskan. Tapi aku tak pernah menyangka, selain pengusaha, kau juga petarung hebat. Pasukan Bayanganmu... mengerikan. Mereka bisa membantai pasukan Negeri Malam tanpa berkedip. Jika saja kita bukan musuh,
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Kebangkitan Naga Perang   104. Larasati vs Katrin - Wing Chun

    Laras mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat, tatapannya tajam dan dingin. “Bagaimana kalau suatu hari, kau harus memilih antara Naga Perang dan dirimu sendiri? Apa kau masih akan setia? Atau kau akan menyelamatkan dirimu sendiri?”Kata-kata itu menggantung di udara, berat dan tajam, menusuk malam yang semakin pekat. Katrin tidak segera menjawab. Ia menatap Laras dengan tatapan yang sulit ditebak, seolah menimbang-nimbang makna di balik pertanyaan itu.“Aku tidak pernah memilih antara diriku dan Naga Perang,” jawab Katrin akhirnya, suaranya rendah tapi tegas. “Karena kami adalah satu. Apa yang terjadi pada Naga Perang, terjadi pada kami semua. Kami akan menang atau jatuh bersama.”Laras memandang Katrin dengan mata menyipit, mencoba membaca setiap getaran dalam suara dan gerakan tubuh lawannya. Namun, ia hanya menemukan ketenangan yang tak tergoyahkan, seperti batu karang yang diterjang ombak ribuan kali namun tetap berdiri kokoh.“Sungguh tangguh,” gumam Laras, hampir kepada diri

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Kebangkitan Naga Perang   105. Lintang vs Jessy

    Di bawah cahaya remang-remang, Jessy berdiri berhadapan dengan Lintang Kalani, salah satu pengawal Sheila yang dikenal sebagai anggota Empat Penjuru Angin. Wajah Lintang memancarkan pesona eksotik, perpaduan kecantikan oriental dan tropis, membuatnya tampak luar biasa memikat. Kulitnya kecokelatan, ciri khas penduduk Kepulauan Tropis di Negeri Khatulistiwa—tempat di mana garis keturunan Khatulistiwa dan Negeri Cakrawala bertemu. Namun, Jessy tidak bisa mengabaikan rasa heran melihat gadis ini bergabung dengan Negeri Malam. Bagaimana bisa gadis yang terlihat begitu polos ini terlibat di dunia kelam itu? Pasti Sang Pewaris yang merekrutnya, mungkin saat pria itu berada di Khatulistiwa.Lintang memang lebih mungil dibandingkan Laras. Rambutnya dikuncir kuda seperti Renata, memberinya kesan manis dan tanpa ancaman. Namun, Jessy tahu lebih baik daripada percaya penampilan. Sebuah bisikan dingin dari Naga Perang mengingatkan, "Jangan tertipu wajahnya yang imut. Lintang jauh lebih berbahaya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-09
  • Kebangkitan Naga Perang   106. Lily vs Renata - Teknologi Gadget

    Lilian Sanjaya berwajah pucat tapi tidak menyembunyikan kecantikan alaminya di tengah kegelapan malam. Saat terkena sinar mentari maka wajah pucatnya akan kembali merona merah dan berseri-seri layaknya gadis biasa di Khatulistiwa. Lily memang dilahirkan unik karena ia adalah putri dari Lord Drakuleton dengan wanita dari Negeri Khatulistiwa bernama Tania Kang yang juga bukan wanita sembarangan.Tania Kang adalah pengusaha sekaligus penguasa Kepulauan Greenwich yang masih termasuk Negeri Khatulistiwa tapi memiliki otonomi penuh untuk mengatur pemerintahannya sendiri. Tania Kang adalah Gubernur Negeri Greenwich yang telah berpisah dengan Lord Drakuleton karena masalah pribadi. Saat Lord Drakuleton tewas oleh Naga Perang, Tania Kang langsung menjemput putri satu-satunya untuk dibawa ke negerinya. Tania tidak memiliki dendam terhadap Naga Perang tapi berbeda dengan Lilian yang masih menyimpan dendam terhadap pria yang telah membunuh ayahnya. Tania sendiri telah menikah lagi dengan Setiawan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-09
  • Kebangkitan Naga Perang   107. Lily vs Renata - Ahli Teknologi Atau Pendekar?

    Lilian mengatupkan rahangnya, matanya menatap Renata dengan penuh kebencian. Sang Walet Putih yang membela Naga Perang mati-matian menjadi sasaran kebenciannya karena siapapun yang membantu Naga Perang merupakan musuh besarnya yang harus dihabisi.Kipas besinya terbuka lebar, siap menangkis serangan berikutnya. Namun, ia tak bisa menyangkal, Renata lebih tangguh daripada yang ia perkirakan. Di balik senyum dinginnya, Renata menekan tombol lain di gadget-nya, dan tiba-tiba, puluhan bola cahaya muncul, melayang-layang di sekitar tubuhnya seperti bintang-bintang kecil yang siap meledak kapan saja."Bersiaplah, Lilian," ucap Renata tenang, tangannya menggerakkan bola-bola cahaya itu dengan ketukan jari yang halus. Dalam sekejap, bola-bola itu melesat dengan kecepatan kilat, membelah udara menuju Lilian."Sialan! Kamu menggunakan teknologi lagi ... dasar pendekar rendahan, tidak tahu diri!"Segala makian keluar dari mulut Lily yang tampak putus asa menghadapi serangan teknologi yang dikelu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-09
  • Kebangkitan Naga Perang   108. Lena vs Kristin - Dendam Lama

    Kristin berdiri tegak, menatap Lena yang berkacak pinggang, tampak puas dengan sikap angkuhnya. Selendang merah Lena melambai pelan tertiup angin, seakan bersiap menghantam. Di mata Lena, Kristin hanyalah sosok lemah, tidak ada tanda-tanda kebesaran atau kekuatan yang terpancar dari tubuhnya. Bukan seperti seorang Jenderal Besar Negeri Khatulistiwa, pemimpin ratusan ribu prajurit yang menjaga perbatasan Kepulauan Tropis.“Lebih baik kau sujud di hadapanku, perempuan lemah!” Lena mendesis, suaranya penuh kesombongan. Tubuhnya tegap, kekar, setiap otot tampak jelas di balik pakaiannya. "Kalau kau melakukannya, mungkin aku akan mengampunimu."Kristin hanya tersenyum tipis, menatap Lena seolah dirinya sebuah lelucon. Tawanya kecil, namun cukup untuk membuat Lena gusar. “Kau sungguh percaya diri, Lena. Tadi saja kau hampir kalah melawan Jessy, dan sekarang kau pikir bisa menghinaku? Aku kagum dengan kelenturan tubuhmu—untuk seorang yang kekar berisi seperti itu.”Nada Kristin meluncur halu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Kebangkitan Naga Perang   109. Lena vs Kristin - Selendang vs Bayonet

    Lena menggerakkan selendangnya dengan satu kibasan cepat, seperti ular yang meliuk di udara. Suara desis selendang yang menyapu angin memecah keheningan di antara mereka. Satu putaran sederhana, namun penuh dengan ancaman. Selendang itu, meskipun tampak lembut, bergerak bagaikan cambuk besi yang siap merobek kulit.Kristin dengan tenang mengangkat bayonetnya, sebuah senjata dengan bilah tajam yang berkilauan di bawah sinar matahari. Posisi kuda-kuda yang kokoh membuat tubuhnya seakan terpaku pada tanah, tak tergoyahkan oleh angin selendang Lena yang melibas ke arahnya.Whip! Kibasan selendang pertama mendarat dengan kekuatan besar, memburu kepala Kristin. Dengan gerakan gesit, Kristin mengayunkan bayonetnya secara horizontal, menahan serangan itu. Suara dentingan logam bertemu kain terdengar aneh di udara. Namun, selendang Lena bukan kain biasa; setiap seratnya ditanamkan kekuatan tenaga dalam yang membuatnya sekuat baja, memantul sedikit, tetapi kembali dengan kibasan yang lebih kuat

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Kebangkitan Naga Perang   110. Rendy vs Sheila

    Sheila Tanoto berdiri di tengah reruntuhan kekuatan yang dulu ia andalkan. Empat Penjuru Angin, teknik pamungkasnya, telah dipatahkan oleh empat Elemental Naga milik Rendy Wang—si Naga Perang. Namun, meskipun napasnya masih berat akibat kekalahan yang nyata di depan mata, senyum angkuh di bibirnya tidak pernah pudar.Plok!Plok!Tepukan tangan Sheila bergema, bunyinya tajam di antara keheningan medan tempur. Ia melangkah maju, sikapnya seolah tidak tergoyahkan oleh hasil yang baru saja terjadi.Keangkuhan Sheila sangat terasa, yang membuatnya terus meremehkan kemampuan Naga Perang.“Aku harus mengakui, Rendy Wang,” suaranya tegas namun penuh sindiran, “Elemental Naga memang lebih dari sekadar legenda. Tadinya aku kira Empat Penjuru Anginku sudah tidak tertandingi, tapi nyatanya, di atas langit masih ada langit.”Rendy—Naga Perang—hanya tertawa, tawa dalam yang menggetarkan udara di sekitar mereka. Matanya menyipit, tatapannya dingin namun penuh tantangan. "Sheila, Sheila," gumamnya, “

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Kebangkitan Naga Perang   111. Rendy vs Sheila - Sengatan Hantu Hitam

    Rendy Wang berdiri diam, matanya tajam mengawasi Sheila yang masih berdiri dengan penuh arogansi. Kali ini, bukan empat Elemental Naga yang ia andalkan, melainkan jurus-jurus sakti yang ia pelajari saat masih menjadi pembunuh profesional. Keheningan mendebarkan mendahului benturan kekuatan mereka."Aku akui, kamu memang tangguh, Sheila," kata Rendy, suaranya tenang namun berbahaya. "Tapi aku tidak butuh banyak tenaga untuk menghentikanmu."Sheila menyipitkan matanya, terkejut sejenak, tetapi kesombongannya tak mengendur. "Kamu masih sombong saja, Rendy. Kali ini, aku akan menghancurkanmu."Dengan gerakan kilat, Sheila melesat ke depan, tubuhnya berbaur dengan kilatan petir yang membungkusnya. Dia menyerang dari segala arah, bergerak begitu cepat hingga sosoknya nyaris tak terlihat. Setiap pukulan dan tendangannya menghantam dengan kekuatan petir yang berderak, menghujani Rendy tanpa henti.Namun, Rendy tidak bergerak sedikit pun. Saat serangan Sheila mendekat, dia hanya menggeser tubu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11

Bab terbaru

  • Kebangkitan Naga Perang   514. Penyergapan The Killer

    Namun, di tengah keheningan yang sakral, di antara debu-debu yang melayang pelan bagai abu dupa, sebuah aura kelam menyusup perlahan. Tak seperti kebencian Azerith yang membara dan membuncah, aura ini dingin… nyaris tak terdeteksi, namun menyusup ke dalam setiap pori-pori dunia, seperti kabut maut yang tak menyuarakan langkahnya.Rendy jatuh berlutut. Pedang Kabut Darah tertancap lemah di sampingnya, menahan tubuhnya yang gemetar karena kelelahan. Luka-lukanya belum sembuh, dan energi spiritualnya hampir habis, terkuras oleh Segel Jiwa dan tebasan terakhir yang nyaris membelah dunia.Tiba-tiba, udara di belakangnya bergetar—bukan oleh angin, melainkan oleh kehadiran yang tidak seharusnya ada.Sebuah bisikan lirih mengalir di antara angin.“Akhirnya… saatnya menuai bayangan terakhir dari Naga Perang.”Rendy mengangkat kepala, pelan.Dari balik kegelapan yang masih menyelimuti sebagian Negeri Malam, muncul sosok yang menyatu dengan bayangannya sendiri. Hitam pekat tanpa bentuk jelas, wa

  • Kebangkitan Naga Perang   513. Segel Jiwa

    Azerith terdorong mundur, wajahnya kini lebih menyerupai bayangan iblis daripada manusia. Dengan tatapan penuh amarah dan kebencian, ia memutar tubuhnya. Pedang Iblis Merah ditebaskan dalam gerakan spiral yang nyaris mustahil ditangkap mata telanjang. Setiap sabetan memotong udara, menciptakan bilah-bilah energi merah gelap yang melesat seperti anak panah roh—menyasar bukan tubuh, tapi langsung pada jiwa.Namun, Rendy tak mundur.Dengan satu putaran cepat, Pedang Kabut Darah menyapu seluruh bilah serangan. Dalam sekejap, tercipta pusaran merah-putih yang menghisap dan membelokkan serangan itu, meledakkannya menjadi hujan cahaya yang luruh ke tanah seperti bintang jatuh yang kehabisan nyala.Azerith tertegun. Napasnya berat, jiwanya tergerus perlahan.Rendy berdiri di tengah pusaran cahaya yang perlahan mereda, tubuhnya luka namun tak gentar. Ia menatap lawannya—mata yang tak lagi menyimpan rasa benci, hanya keteguhan.“Aku tidak akan melawan kutukanmu dengan sihir,” gumamnya pelan namu

  • Kebangkitan Naga Perang   512. Pedang Iblis Merah Azerith

    Angin terhenti begitu saja, seperti makhluk hidup yang menahan napas. Debu menggantung di udara, tak sempat jatuh. Waktu—biasanya tak terbendung—kini seperti dipaksa berhenti, membeku dalam ketegangan yang mencekam.Dari balik semburan cahaya yang menyilaukan mata, dan langit yang retak seperti kaca dihantam palu raksasa, dua sosok berdiri. Tak sempurna. Tak utuh. Namun masih tegak—meski dunia seolah menolak keberadaan mereka.Rendy terhuyung, nafasnya tersengal seolah paru-parunya terbakar dari dalam. Darah mengalir dari pelipis dan sudut bibirnya, menggurat merah pekat di wajah yang dipenuhi luka dan debu pertempuran. Namun, cahaya merah menyala di sekeliling tubuhnya, tak padam sedikit pun. Justru semakin membara.Aura naga itu bukan lagi sekadar energi—ia menjadi bagian dari dirinya. Sisik merah menyala terbentuk dari cahaya murni, mengilap seperti batu rubi. Tanduk melengkung memanjang dari pelipisnya, sementara sayap raksasa perlahan mekar dari punggungnya, mengepak pelan seperti

  • Kebangkitan Naga Perang   511. Pertarungan Negeri Malam - II

    “Jangan menyerah!” Suara itu meluncur membelah senyap, nyaring dan penuh nyawa. Gaungnya memantul di tebing-tebing gelap Negeri Malam, menghentak dada siapa pun yang mendengarnya. Tegas. Tak tergoyahkan. “Kekuatan mereka memang besar… tapi bukan tak terbatas! Jika kita mampu bertahan, maka mereka akan tumbang—oleh kesombongan dan kekuatan mereka sendiri!”Laras berdiri terpaku. Nafasnya berat, terseret di antara angin dingin dan aroma darah yang menggantung di udara. Kepalanya menunduk perlahan, bayangan luka dan kehilangan berkecamuk di matanya. Dengan gerakan lirih, ia membuka payung ungu kesayangannya—gerakan kecil yang mengandung ribuan kutukan.“Ini sudah melewati batas…” ucapnya, suara nyaris tak lebih dari bisikan yang terbawa angin. Lalu, dengan ketenangan yang menakutkan, ia menancapkan payung itu ke tanah.KRAAAK ...Begitu ujung payung menyentuh tanah, suara retakan halus terdengar—seolah bumi sendiri merintih. Aura ungu merembes keluar dari celah tanah, melilit udara sepert

  • Kebangkitan Naga Perang   510. Pertarungan Negeri Malam

    Langit Negeri Malam seakan telah robek.Azerith melesat keluar dari kawah api yang ia ciptakan sendiri. Tubuhnya diselimuti aura hitam pekat, berkilauan seperti logam cair yang mendidih. Sayap iblis terbuka lebar di punggungnya—bukan sayap biasa, tapi sayap yang terbuat dari bayangan penderitaan ribuan jiwa. Di belakangnya, dua mata raksasa tanpa kelopak muncul di langit, menatap ke segala arah.“Rendy…” suara Azerith menggema seperti jeritan dari dasar neraka, “Aku sudah mati... berkali-kali... untuk negeri ini. Tapi ayah kami—ayahku—dibunuh olehmu. Kau dan ambisimu untuk perdamaian, hanya menyisakan pembantaian!”Rendy tak menjawab. Sorot matanya tajam, dan api merah dari Pedang Kabut Darah makin membara. Aura spiritual di sekeliling tubuhnya membentuk cincin cahaya merah tua yang berdenyut seirama dengan detak jantungnya.“Kau ingin kebenaran, Azerith?” seru Rendy, melayang perlahan maju. “Bukankah aku sudah bilang kalau ayahmu ingin menghancurkan dunia dan bersekutu dengann kekuata

  • Kebangkitan Naga Perang   509. Kehebatan Empat Penjuru Angin

    Tak jauh dari situ, Lintang mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi. Tongkat itu memancarkan cahaya biru langit, lalu menyala terang seperti bintang meledak.“Wahai semesta! Beri aku kekuatan!”Lintang menghentak tanah dengan ujung tongkat. Seketika, dari bawah tanah muncul jaring akar-akar bercahaya yang menjulur dan menyambar para prajurit tanpa jiwa, menarik mereka masuk ke dalam bumi yang menganga. Suara jeritan mengerikan bergema ketika tubuh-tubuh itu ditelan tanah.Tiga prajurit melompat dari sisi kanan—Lintang memutar tongkatnya, mengubahnya menjadi cambuk cahaya. Dengan gerakan cepat dan presisi, cambuk itu membelit leher dan tangan lawan-lawannya, lalu ditarik ke satu arah hingga mereka saling bertabrakan dan meledak menjadi abu.*****Dari atas reruntuhan, melayanglah Lily, gaunnya mengepak, kipas giok di tangan kanannya terbuka perlahan.“Jangan meremehkan kelembutan…”Ia mengibaskan kipas sekali. Angin yang keluar bukan sekadar angin—ia adalah gelombang serangan berbentuk kelo

  • Kebangkitan Naga Perang   508. Kekuatan Naga Perang

    Rendy tak bergeming. Ia melangkah ke depan, dan setiap langkahnya seperti membangunkan tanah yang tertidur. Aura panas merambat dari tubuhnya, membuat udara di sekitarnya bergetar samar. Lalu, suara hatinya menggema—keras, tegas, mengguncang lebih dari sekadar suara.“Aku tidak takut pada mereka!” serunya, dan dalam sekejap, tubuhnya diselimuti oleh cahaya merah yang membakar. Dari balik punggung dan dadanya, muncul siluet seekor naga—merah membara, melingkar seperti pusaran petir yang hendak menerkam. Matanya menyala, dan setiap sisiknya memantulkan kilatan kekuatan purba.Lintang membeku. Matanya membelalak tak percaya. Di sebelahnya, Laras mundur satu langkah, tubuhnya bergetar hebat.“Mustahil…” bisiknya dengan suara tercekat. “Ras Naga sudah punah… jutaan tahun yang lalu…”Rendy menatap lurus ke mata Azerith. Tak ada keraguan. Tak ada gentar. Hanya kepercayaan yang tak tergoyahkan.“Ini bukan tentang balas dendam,” katanya pelan, namun suaranya mengandung kekuatan yang tak bisa di

  • Kebangkitan Naga Perang   507. Rahasia Keluarga Tanoto

    Kilatan petir terakhir mencabik langit, menyambar reruntuhan yang hangus di belakang Azerith. Sekilas, cahaya itu memahat siluet sosoknya yang menjulang tinggi, berdiri laksana dewa penghancur dengan pedang terangkat ke langit. Dari bilah senjata itu, lidah-lidah api neraka melompat liar, memekik dalam nyala yang bukan hanya membakar udara, tapi juga jiwa. Tangisan lirih bergema dari logamnya—jeritan ribuan roh yang terperangkap di dalam, merintih antara harapan akan kebebasan… atau kehancuran abadi.Sheila tersentak. Tumitnya bergeser ke belakang, satu langkah kecil yang nyaris tak terdengar. Bukan ketakutan yang membuatnya mundur, tapi sesuatu yang lebih kompleks—kesadaran akan kekuatan yang berdiri di hadapannya.“Rendy…” bisiknya, tangan refleks terangkat. Tapi sebelum ia bergerak lebih jauh, sebuah tangan menggenggam pergelangannya.“Jangan,” ujar Rendy pelan, suaranya rendah tapi tegas, nyaris seperti bisikan petir sebelum badai.Tatapannya tertuju penuh pada Azerith, dan di mata

  • Kebangkitan Naga Perang   506. Satria Tanpa Jiwa

    Azerith melangkah maju, jubahnya berkibar perlahan seiring gerakannya. Suhu ruangan turun drastis. Nafas menjadi uap putih.“Itu semua hanya... umpan. Seleksi alam, Sheila. Dunia Bawah tidak butuh simpati. Ia menuntut kekuatan. Yang lemah... hilang. Yang kuat... bertahan. Itu hukum satu-satunya di sini.”Ia berhenti tepat di depan Sheila. Mereka hanya dipisahkan oleh helai napas.“Tapi kau... masih terlalu naif untuk mengerti.”Sheila menggertakkan gigi, menahan amarah. Tapi matanya tidak berpaling.“Kau bukan Tuhan, Azerith. Dan aku di sini... untuk menjatuhkan dewa palsu.”Langkah Rendy menggema di antara debu dan reruntuhan menara tua. Bayangan dari nyala obor menari di wajahnya yang tegang, rahangnya mengeras. Matanya tajam, penuh kemarahan yang tak bisa lagi ditahan.“Kau menyebut kehancuran sebagai seleksi?” suaranya memotong keheningan seperti kilatan petir. “Kau buang anak-anak, wanita, dan turis tak berdosa hanya untuk eksperimen sosial?”Angin mendesis, membawa aroma tanah ba

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status