Sheila Tanoto berdiri di tengah reruntuhan kekuatan yang dulu ia andalkan. Empat Penjuru Angin, teknik pamungkasnya, telah dipatahkan oleh empat Elemental Naga milik Rendy Wang—si Naga Perang. Namun, meskipun napasnya masih berat akibat kekalahan yang nyata di depan mata, senyum angkuh di bibirnya tidak pernah pudar.Plok!Plok!Tepukan tangan Sheila bergema, bunyinya tajam di antara keheningan medan tempur. Ia melangkah maju, sikapnya seolah tidak tergoyahkan oleh hasil yang baru saja terjadi.Keangkuhan Sheila sangat terasa, yang membuatnya terus meremehkan kemampuan Naga Perang.“Aku harus mengakui, Rendy Wang,” suaranya tegas namun penuh sindiran, “Elemental Naga memang lebih dari sekadar legenda. Tadinya aku kira Empat Penjuru Anginku sudah tidak tertandingi, tapi nyatanya, di atas langit masih ada langit.”Rendy—Naga Perang—hanya tertawa, tawa dalam yang menggetarkan udara di sekitar mereka. Matanya menyipit, tatapannya dingin namun penuh tantangan. "Sheila, Sheila," gumamnya, “
Rendy Wang berdiri diam, matanya tajam mengawasi Sheila yang masih berdiri dengan penuh arogansi. Kali ini, bukan empat Elemental Naga yang ia andalkan, melainkan jurus-jurus sakti yang ia pelajari saat masih menjadi pembunuh profesional. Keheningan mendebarkan mendahului benturan kekuatan mereka."Aku akui, kamu memang tangguh, Sheila," kata Rendy, suaranya tenang namun berbahaya. "Tapi aku tidak butuh banyak tenaga untuk menghentikanmu."Sheila menyipitkan matanya, terkejut sejenak, tetapi kesombongannya tak mengendur. "Kamu masih sombong saja, Rendy. Kali ini, aku akan menghancurkanmu."Dengan gerakan kilat, Sheila melesat ke depan, tubuhnya berbaur dengan kilatan petir yang membungkusnya. Dia menyerang dari segala arah, bergerak begitu cepat hingga sosoknya nyaris tak terlihat. Setiap pukulan dan tendangannya menghantam dengan kekuatan petir yang berderak, menghujani Rendy tanpa henti.Namun, Rendy tidak bergerak sedikit pun. Saat serangan Sheila mendekat, dia hanya menggeser tubu
Sheila terdiam, napasnya berat. Meski arogansinya tak sepenuhnya hilang, dia tahu Rendy sudah memenangkan pertarungan ini. Kekuatan Rendy, jurus-jurus mematikannya yang begitu sempurna, tak bisa ia tandingi kali ini."Terserah kamu, Rendy. Tapi lain kali… aku tak akan kalah." Sheila berkata dengan suara rendah, sebelum akhirnya mundur perlahan, meninggalkan medan pertempuran dengan tubuh penuh luka dan rasa kecewa.Rendy hanya menatapnya pergi, ekspresinya tetap tenang. “Kita lihat nanti, Sheila.”Rendy memandang Sheila yang masih terengah-engah, tubuhnya penuh luka dan keringat, namun sorot matanya tetap menyala. Kekuatan Sheila, meskipun takluk, jelas tidak boleh diremehkan. Dalam benaknya, Rendy tahu bahwa Sheila lebih dari sekadar lawan—dia bisa menjadi sekutu yang sangat berharga.Tadinya Rendy sempat ragu untuk merekrut Sheila karena khawatir ia akan sulit mengendalikan talenta hebat dari Negeri Malam ini tapi setelah bertarung melawan Sheila, harus ia akui kalau kemampuan Sheil
Jessy berdiri di kejauhan, menyaksikan dari balik bayangan dengan mata penuh kewaspadaan. Sepanjang pertarungan tadi, dia tetap di tempatnya, mengamati setiap gerak Rendy—atau Naga Perang—dan Sheila. Dia sudah lama mengetahui kelicikan Sheila Tanoto, sifatnya yang licin seperti belut, selalu siap memutarbalikkan keadaan demi keuntungannya sendiri. Sekarang, hanya dalam beberapa menit, Sheila setuju untuk bergabung dengan Rendy begitu saja? Itu tidak masuk akal.Tatapan Jessy mengeras, bibirnya tertarik ke dalam senyum tipis yang penuh kecurigaan. Dia tahu betul bahwa Sheila bukan tipe orang yang mudah diyakinkan, apalagi jika itu melibatkan pengkhianatan terhadap Sang Pewaris. Namun, di depan matanya, Sheila tampak menyerah begitu saja, mengulurkan tangan untuk berdamai dengan seseorang yang baru saja menghancurkannya di medan pertarungan.“Tidak mungkin semudah itu,” gumam Jessy pelan, sambil menyilangkan tangan di dadanya. Mata elangnya menelusuri tiap ekspresi Sheila, mencoba memba
Javali, kota yang dipahat dari sejarah panjang agama Hindu, memancarkan pesona yang berbeda dari kota-kota lain di Negeri Khatulistiwa. Di sepanjang jalan utama, patung-patung dewa berjaga, memberikan aura sakral yang menyatu dengan suasana kota. Udara sejuk dari pegunungan menyapa lembut, dan deburan ombak pantai yang menawan memanggil turis dari Negeri Cakrawala, tertarik oleh nilai tukar yang menguntungkan. Kota ini, dengan keindahan alamnya dan tata kota yang rapi, menjadi magnet bagi mereka yang mencari keindahan dan kemewahan.Rendy, di tengah hiruk-pikuk Kota Javali, merasakan keinginan untuk menyendiri. Namun, tugas menunggunya. Dengan tenang, ia memerintahkan Sheila menyelidiki keberadaan Sang Pewaris di Underground City, tapi gadis itu, dengan senyum liciknya, menunda tugas itu, memilih kembali ke Negeri Malam. Rendy, atau yang lebih dikenal sebagai Naga Perang, tak punya pilihan selain membiarkan Sheila pergi, sementara pikirannya teralihkan pada sesuatu yang lebih mendesak
Keraguan Wayan membangkitkan sisi kegelapan dalam diri Rendy yang biasanya bisa ditekannya saat bersama Keluarga Huang.“Apakah aku terlihat bercanda?” Rendy menatap Wayan dingin, lalu mengeluarkan teleponnya dan menekan beberapa tombol. “Aku akan mengurus transfernya sekarang. Siapkan dokumen-dokumennya.”"Maaf, apa Tuan hendak membayar cash? kami juga menyediakan cicilan ringan apabila Tuan menginginkannya?" jawab Wayan dengan sedikit derdiplomasi. menurutnya, tidak mungkin ada orang kaya yang bisa mengeluarkan uang sebesar 150 milyar dengan mudahnya. Pasti ada pertanyaan dari pihak Bank."Kamu masih tidak percaya dengan kekayaanku? Baiklah, aku izinkan Kau melihat saldo rekeningku!" ucap Naga Perang sambil memperlihatkan saldo tabungannya di Bank Niaga yang mencapai 200 trilyun.Wayan masih tercengang, tubuhnya kaku di tempat. Pria ini—yang tadi dianggapnya hanya turis iseng yang naik sepeda listrik sewaan—sebenarnya adalah orang yang memiliki kekayaan luar biasa. Pelajaran pahit m
Wayan seakan tak percaya nasib baik yang menimpanya saat Rendy menyelesaikan pembayaran apartemen penthouse itu tanpa sedikit pun keraguan. Tidak hanya itu, bonus seratus juta langsung ditransfer ke rekeningnya dalam sekejap. Pikirannya melayang, seolah dunia yang biasa ia kenal berputar sedikit lebih cepat.“Maafkan kebodohanku, Tuan. Tadinya aku sempat meragukan kemampuan Tuan untuk membayar penthouse ini,” ucap Wayan dengan suara sedikit bergetar, sambil menyerahkan kunci elektronik.Rendy hanya tersenyum tipis. “Tidak masalah. Kamu sudah memilih keputusanmu dengan baik. Alex Huang hanya pura-pura kaya, perusahaannya hampir bangkrut.”Wayan menatapnya dengan perasaan malu. Dia merasa seperti orang bodoh yang telah menghina seseorang yang benar-benar kaya. “Enaknya jadi orang kaya,” batinnya, sambil menundukkan kepala.“Tak pernah dengar tentang Tuan atau perusahaan Tuan di Khatulistiwa… Apakah Tuan berasal dari luar negeri?” tanya Wayan, masih merasa penasaran, sementara ia mengant
Sambil membiarkan nada-nada terakhir dari piano menghilang, Rendy bangkit, meninggalkan kesunyian elegan di belakangnya. Langkahnya terhenti di depan dinding kaca yang menghadap ke pemandangan kota di bawah, di mana gedung-gedung tinggi terlihat seperti deretan mainan kecil yang tunduk pada keheningan malam. Dari ketinggian ini, hiruk-pikuk kehidupan kota terasa begitu jauh, seakan ia berada di dunia yang berbeda—dunia yang dirancang untuk kenyamanan dan kemewahan tanpa batas.Rendy menyentuh layar sentuh di dinding, kali ini membuka akses ke sistem rumah pintar. Layar holografis muncul, menampilkan berbagai opsi mulai dari pencahayaan, suhu ruangan, hingga keamanan. Ia menggeser jari ke salah satu menu, dan ruangan perlahan meredupkan cahayanya. Suhu udara sedikit meningkat, membuatnya nyaman, seolah penthouse ini beradaptasi dengan keinginannya. Dengan gerakan cepat, Rendy memeriksa sistem keamanan yang begitu canggih, layar menampilkan sudut-sudut ruangan dan pintu masuk, memastika
Rendy Wang berdiri tegak di antara puing-puing kediaman keluarga Zhao. Angin malam berdesir, membawa aroma debu dan darah yang masih hangat. Kedua pedangnya—Pedang Kabut Darah dan Pedang Penakluk Iblis—berkilauan tajam di bawah cahaya bulan. Di hadapannya, Zhao Tiangxin menatap tajam, jubah patriarknya berkibar ditiup energi qi yang bergetar di sekelilingnya."Naga Perang!" suara Zhao Tiangxin bergema seperti guntur. "Aku akan menunjukkan padamu mengapa aku disebut sebagai Patriark Zhao!"Tangannya terangkat tinggi, telapak tangannya bersinar emas. Dengan satu gerakan sigil tangan, ia menarik energi langit dan bumi. "Formasi Penghancur Langit!"Awan di atas mereka bergolak, berputar membentuk pusaran yang menyedot kekuatan dari sekelilingnya. Udara bergetar, dan dalam sekejap, ratusan tombak qi berwarna emas terbentuk di langit, melayang dengan ujungnya mengarah lurus ke tubuh Rendy.Rendy mengangkat satu alis. "Begitu? Kau pikir formasi ini bisa menghentikanku?"Dengan satu hentakan
Dengan kecepatan yang tak terbayangkan, Rendy melesat ke depan seperti kilatan petir yang menyambar langit. Pedang Penakluk Iblis di tangannya bergetar, memancarkan cahaya merah menyala yang menebarkan hawa kematian di sekelilingnya. Dalam satu tebasan, gelombang energi memancar deras, menggetarkan udara dan menciptakan pusaran angin yang menghantam para praktisi keluarga Zhao dengan kekuatan dahsyat."Kalian yang mencari kematian kalian sendiri! Aku telah memberi kalian kesempatan untuk hidup! Kini, kesempatan itu telah hilang!" teriak Rendy yang bergerak dengan sangat cepat sehingga tidak kelihatan oleh mata biasa.Wuuusssh!Clash!Jeritan kesakitan menggema saat beberapa dari mereka terpental ke belakang, menghantam dinding dengan keras hingga retakan besar terbentuk di sekitarnya. Sementara itu, yang lain bahkan tak sempat menghindar—hanya ada kilatan merah yang membelah tubuh mereka, meninggalkan sisa-sisa tubuh yang jatuh dengan suara berdebum ke tanah."Apa ini? Dasar iblis! Ti
Malam itu, kediaman Keluarga Besar Zhao dipenuhi ketegangan yang merayap di setiap sudut benteng megah mereka. Cahaya lentera berkelap-kelip, memantulkan bayangan tajam dari para kultivator dan praktisi bela diri yang berjaga. Mata mereka tajam, napas tertahan, tangan menggenggam erat senjata seolah bersiap menghadapi bahaya yang sewaktu-waktu bisa menerjang.Di tengah ruang utama yang dipenuhi aroma dupa, seorang pria tua duduk di singgasananya dengan tenang. Rambut dan janggut putihnya tergerai panjang, namun tubuhnya yang bercahaya menunjukkan bahwa usia bukanlah batasan bagi kekuatannya. Zhao Tiangxin, pemimpin Keluarga Besar Zhao, menatap tajam ke arah seorang pengintai yang baru saja kembali dari misi penyelidikan."Siapa yang cukup kejam menghancurkan Keluarga Besar Xie?" Suaranya berat, penuh wibawa, bergema di seluruh ruangan.Kultivator pengintai itu menelan ludah sebelum menjawab, tubuhnya sedikit gemetar. "Lapor, Tuan Besar! Pembunuh Patriark Xie adalah seorang pemuda yang
Rendy Wang berdiri tegap, tubuhnya dikelilingi aura merah dan emas yang berkobar liar, seolah mencerminkan amarah yang membakar dalam dirinya. Luka di bahunya menghangat, darah menetes perlahan, tetapi tatapannya tetap dingin, penuh determinasi.Xie Wu Jie, terhuyung di atas tanah yang retak, mencengkeram dadanya yang kini tercabik oleh tebasan Pedang Penakluk Iblis. Napasnya berat, tetapi di balik wajahnya yang penuh luka, senyum tipis terukir. "Kau pikir ini sudah berakhir?" suaranya parau, tapi penuh kepastian.Tiba-tiba, udara di sekitar mereka bergetar hebat. Gelombang energi hitam membuncah dari tubuh Xie Wu Jie, menyelimuti langit malam yang semakin kelam. Bayangan-bayangan pekat menjulur dari tanah, berputar-putar seperti tentakel yang mencari mangsa."Roh Pembalasan... Bangkitlah!"Teriakan Xie Wu Jie menggema, dan dari balik bayangan, sesosok entitas raksasa mulai terbentuk. Wujudnya menyerupai iblis bertaring dengan mata merah menyala dan tanduk berliku. Udara menjadi semak
Langit malam membentang kelam, hanya dihiasi bulan pucat yang menggantung dingin di antara gumpalan awan gelap. Udara terasa berat, dipenuhi ketegangan yang nyaris tak tertahankan. Energi bertabrakan di udara, menggetarkan tanah dan membuat dedaunan berdesir liar seakan gemetar ketakutan. Aroma besi yang samar tercium, bercampur dengan hawa panas dari pertarungan yang akan segera meletus.Rendy Wang berdiri dengan kedua kakinya tertanam kokoh di tanah yang mulai retak akibat tekanan kekuatan mereka. Kedua tangannya menggenggam senjata masing-masing—Pedang Kabut Darah yang memancarkan aura merah pekat di tangan kiri, dan Pedang Penakluk Iblis yang berpendar keemasan di tangan kanan. Matanya menyala tajam, penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan.Di hadapannya, Xie Wu Jie melangkah maju, auranya semakin pekat, seperti kabut hitam yang siap melahap segala yang mendekat. Ia memegang tombak hitam dengan ukiran naga yang melilit sepanjang gagangnya, sementara tangan satunya menggenggam tong
Angin malam berembus liar, menggugurkan dedaunan kering yang beterbangan di antara dua sosok yang berdiri berhadapan. Mata Rendy Wang menyala tajam, kilatan emas berpendar di irisnya, sementara Xie Wu Jie berdiri tegap dengan senyum meremehkan. Tidak tampak rasa takut sedikit pun terhadap Naga Perang padahal Rendy telah berhasil menghancurkan segel kunonya yaitu Formasi Tujuh Dewa Iblis Langit yang membuat kediaman Keluarga Xie terbuka untuk umum.Tanpa aba-aba, Rendy mengayunkan Pedang Penakluk Iblisnya. Kilatan keemasan membelah udara, meledak ke arah lawannya seperti ombak yang mengamuk. Gelombang energi yang ia lepaskan begitu kuat hingga tanah di bawahnya retak, menciptakan pola pecahan yang berpusat di kakinya.Namun, Xie Wu Jie tetap bergeming. Dengan satu tangan, ia membentuk segel aneh di udara, menciptakan perisai energi transparan yang menyerap serangan itu seakan tidak berarti."Hah!" Xie Wu Jie terkekeh meremehkan. "Pedangmu memang legendaris, tapi kekuatanmu masih belum
Langkah Rendy menggema di sepanjang jalan berbatu menuju kediaman Keluarga Xie. Setiap derap kakinya terasa berat, namun tak ada keraguan dalam sorot matanya. Cahaya bulan menggantung pucat di langit, memantulkan bayangan tubuhnya yang berlumuran darah—bukan darahnya, melainkan darah para lawan yang telah ia tumbangkan. Aroma anyir masih melekat di bajunya yang terkoyak, namun itu tak menghambat langkahnya.Udara malam dipenuhi kesunyian yang menyesakkan, seolah alam pun menahan napas, menyaksikan kehadiran seorang lelaki yang datang membawa badai. Di halaman luas kediaman Xie, bayangan manusia mulai bergerak. Satu per satu, para praktisi bela diri Keluarga Xie bermunculan dari kegelapan, mengenakan jubah hitam bersulam lambang keluarga mereka. Mata mereka, penuh dengan kilatan kebencian yang telah mengendap bertahun-tahun, menatapnya tanpa sedikit pun rasa gentar.Seorang lelaki bertubuh tegap melangkah ke depan, wajahnya dipenuhi bekas luka yang menandakan pengalaman tempurnya. Suar
Langit malam tampak seperti sobekan tinta hitam yang dilumuri cahaya merah menyala. Pusaran energi iblis berputar di atas kepala Rendy, menciptakan tekanan dahsyat yang membuat tanah di sekitarnya retak dan bergetar. Dari dalam pusaran itu, tujuh sosok berjubah gelap turun perlahan, tubuh mereka diselimuti kabut pekat yang berdenyut dengan kekuatan jahat.Mata mereka bersinar merah seperti bara neraka, menatap Rendy dengan pandangan yang penuh kebencian. Setiap langkah mereka meninggalkan bekas hitam di tanah, seolah bumi sendiri menolak keberadaan mereka. Angin berdesir, membawa aroma darah dan kematian."Kami adalah Penjaga Formasi Tujuh Dewa Iblis Langit," suara salah satu dari mereka bergema, seakan berasal dari kedalaman jurang tak berdasar. "Jika kau ingin menghancurkan formasi ini, kau harus melewati kami lebih dulu."Rendy menggenggam pedangnya erat, merasakan energi spiritualnya berputar liar di dalam meridian. Jubahnya berkibar diterpa badai energi yang berkecamuk. Dari keja
Guardian mengangkat wajahnya, menatap langit yang kini berdenyut dengan energi gelap. Cahaya ungu berputar-putar di atas mereka, membentuk lingkaran raksasa dengan simbol-simbol kuno yang berpendar di setiap sisinya. Formasi Tujuh Dewa Iblis Langit mulai aktif sepenuhnya.Rendy mengeratkan genggamannya pada pedang, tubuhnya masih dipenuhi luka dari bentrokan sebelumnya. Namun, semangatnya tidak redup sedikit pun. Sebaliknya, auranya semakin menggelegar, menyelimuti sekelilingnya dengan tekanan luar biasa. Ia menatap Guardian dengan penuh keteguhan."Jika aku tidak menghancurkan formasi ini sekarang, kehancuran akan menelan dunia ini," gumamnya.Guardian berdiri perlahan, tubuhnya gemetar karena luka yang ia derita. Namun, tatapan matanya masih menyala dengan tekad. "Kau memang luar biasa, Rendy. Tapi aku belum mengeluarkan seluruh kekuatanku."Sekelebat, Guardian mengangkat kedua tangannya ke atas. Energi hitam berputar di sekelilingnya, membentuk pusaran yang semakin membesar. Dari p