Sheila terdiam, napasnya berat. Meski arogansinya tak sepenuhnya hilang, dia tahu Rendy sudah memenangkan pertarungan ini. Kekuatan Rendy, jurus-jurus mematikannya yang begitu sempurna, tak bisa ia tandingi kali ini."Terserah kamu, Rendy. Tapi lain kali… aku tak akan kalah." Sheila berkata dengan suara rendah, sebelum akhirnya mundur perlahan, meninggalkan medan pertempuran dengan tubuh penuh luka dan rasa kecewa.Rendy hanya menatapnya pergi, ekspresinya tetap tenang. “Kita lihat nanti, Sheila.”Rendy memandang Sheila yang masih terengah-engah, tubuhnya penuh luka dan keringat, namun sorot matanya tetap menyala. Kekuatan Sheila, meskipun takluk, jelas tidak boleh diremehkan. Dalam benaknya, Rendy tahu bahwa Sheila lebih dari sekadar lawan—dia bisa menjadi sekutu yang sangat berharga.Tadinya Rendy sempat ragu untuk merekrut Sheila karena khawatir ia akan sulit mengendalikan talenta hebat dari Negeri Malam ini tapi setelah bertarung melawan Sheila, harus ia akui kalau kemampuan Sheil
Jessy berdiri di kejauhan, menyaksikan dari balik bayangan dengan mata penuh kewaspadaan. Sepanjang pertarungan tadi, dia tetap di tempatnya, mengamati setiap gerak Rendy—atau Naga Perang—dan Sheila. Dia sudah lama mengetahui kelicikan Sheila Tanoto, sifatnya yang licin seperti belut, selalu siap memutarbalikkan keadaan demi keuntungannya sendiri. Sekarang, hanya dalam beberapa menit, Sheila setuju untuk bergabung dengan Rendy begitu saja? Itu tidak masuk akal.Tatapan Jessy mengeras, bibirnya tertarik ke dalam senyum tipis yang penuh kecurigaan. Dia tahu betul bahwa Sheila bukan tipe orang yang mudah diyakinkan, apalagi jika itu melibatkan pengkhianatan terhadap Sang Pewaris. Namun, di depan matanya, Sheila tampak menyerah begitu saja, mengulurkan tangan untuk berdamai dengan seseorang yang baru saja menghancurkannya di medan pertarungan.“Tidak mungkin semudah itu,” gumam Jessy pelan, sambil menyilangkan tangan di dadanya. Mata elangnya menelusuri tiap ekspresi Sheila, mencoba memba
Javali, kota yang dipahat dari sejarah panjang agama Hindu, memancarkan pesona yang berbeda dari kota-kota lain di Negeri Khatulistiwa. Di sepanjang jalan utama, patung-patung dewa berjaga, memberikan aura sakral yang menyatu dengan suasana kota. Udara sejuk dari pegunungan menyapa lembut, dan deburan ombak pantai yang menawan memanggil turis dari Negeri Cakrawala, tertarik oleh nilai tukar yang menguntungkan. Kota ini, dengan keindahan alamnya dan tata kota yang rapi, menjadi magnet bagi mereka yang mencari keindahan dan kemewahan.Rendy, di tengah hiruk-pikuk Kota Javali, merasakan keinginan untuk menyendiri. Namun, tugas menunggunya. Dengan tenang, ia memerintahkan Sheila menyelidiki keberadaan Sang Pewaris di Underground City, tapi gadis itu, dengan senyum liciknya, menunda tugas itu, memilih kembali ke Negeri Malam. Rendy, atau yang lebih dikenal sebagai Naga Perang, tak punya pilihan selain membiarkan Sheila pergi, sementara pikirannya teralihkan pada sesuatu yang lebih mendesak
Keraguan Wayan membangkitkan sisi kegelapan dalam diri Rendy yang biasanya bisa ditekannya saat bersama Keluarga Huang.“Apakah aku terlihat bercanda?” Rendy menatap Wayan dingin, lalu mengeluarkan teleponnya dan menekan beberapa tombol. “Aku akan mengurus transfernya sekarang. Siapkan dokumen-dokumennya.”"Maaf, apa Tuan hendak membayar cash? kami juga menyediakan cicilan ringan apabila Tuan menginginkannya?" jawab Wayan dengan sedikit derdiplomasi. menurutnya, tidak mungkin ada orang kaya yang bisa mengeluarkan uang sebesar 150 milyar dengan mudahnya. Pasti ada pertanyaan dari pihak Bank."Kamu masih tidak percaya dengan kekayaanku? Baiklah, aku izinkan Kau melihat saldo rekeningku!" ucap Naga Perang sambil memperlihatkan saldo tabungannya di Bank Niaga yang mencapai 200 trilyun.Wayan masih tercengang, tubuhnya kaku di tempat. Pria ini—yang tadi dianggapnya hanya turis iseng yang naik sepeda listrik sewaan—sebenarnya adalah orang yang memiliki kekayaan luar biasa. Pelajaran pahit m
Wayan seakan tak percaya nasib baik yang menimpanya saat Rendy menyelesaikan pembayaran apartemen penthouse itu tanpa sedikit pun keraguan. Tidak hanya itu, bonus seratus juta langsung ditransfer ke rekeningnya dalam sekejap. Pikirannya melayang, seolah dunia yang biasa ia kenal berputar sedikit lebih cepat.“Maafkan kebodohanku, Tuan. Tadinya aku sempat meragukan kemampuan Tuan untuk membayar penthouse ini,” ucap Wayan dengan suara sedikit bergetar, sambil menyerahkan kunci elektronik.Rendy hanya tersenyum tipis. “Tidak masalah. Kamu sudah memilih keputusanmu dengan baik. Alex Huang hanya pura-pura kaya, perusahaannya hampir bangkrut.”Wayan menatapnya dengan perasaan malu. Dia merasa seperti orang bodoh yang telah menghina seseorang yang benar-benar kaya. “Enaknya jadi orang kaya,” batinnya, sambil menundukkan kepala.“Tak pernah dengar tentang Tuan atau perusahaan Tuan di Khatulistiwa… Apakah Tuan berasal dari luar negeri?” tanya Wayan, masih merasa penasaran, sementara ia mengant
Sambil membiarkan nada-nada terakhir dari piano menghilang, Rendy bangkit, meninggalkan kesunyian elegan di belakangnya. Langkahnya terhenti di depan dinding kaca yang menghadap ke pemandangan kota di bawah, di mana gedung-gedung tinggi terlihat seperti deretan mainan kecil yang tunduk pada keheningan malam. Dari ketinggian ini, hiruk-pikuk kehidupan kota terasa begitu jauh, seakan ia berada di dunia yang berbeda—dunia yang dirancang untuk kenyamanan dan kemewahan tanpa batas.Rendy menyentuh layar sentuh di dinding, kali ini membuka akses ke sistem rumah pintar. Layar holografis muncul, menampilkan berbagai opsi mulai dari pencahayaan, suhu ruangan, hingga keamanan. Ia menggeser jari ke salah satu menu, dan ruangan perlahan meredupkan cahayanya. Suhu udara sedikit meningkat, membuatnya nyaman, seolah penthouse ini beradaptasi dengan keinginannya. Dengan gerakan cepat, Rendy memeriksa sistem keamanan yang begitu canggih, layar menampilkan sudut-sudut ruangan dan pintu masuk, memastika
Rendy tiba di depan Menara Naga Perang, dan Katrin sudah menunggunya dengan sikap tenang namun tegas. Ia menghampirinya, pandangan matanya tajam namun penuh pengertian."Aku akan mengenalkan Ketua sebagai CEO Wang Industries kepada para dewan. Dengan begitu, Ketua bisa mengendalikan mereka dengan mudah," ujar Katrin sambil membetulkan dasi dan pakaian Rendy dengan hati-hati, memastikan penampilan sang Naga Perang sempurna.Rendy tersenyum tipis, menghela napas sejenak. "Kamu memang yang terbaik, Kat. Aku tak tahu bagaimana jadinya tanpa kamu yang mengendalikan semua perusahaan ini saat aku harus menyamar menjadi menantu tak berguna di keluarga Huang."Katrin hanya menanggapi pujian itu dengan senyum kecil. Meskipun ia menyimpan perasaan terhadap Rendy, profesionalitas selalu menjadi prioritasnya. Dalam benaknya, urusan perusahaan selalu berada di depan segalanya."Apa Ketua sudah siap?" tanyanya, sambil menyodorkan lengannya, bersiap menggandeng sang Naga Perang menuju dunia bisnis ya
Rendy merenung sejenak saat lift bergerak naik. Divisi ini sangat penting untuk masa depan perusahaannya, tapi juga untuk misinya yang lebih besar: memastikan keamanan dirinya dan orang-orang terdekatnya dari ancaman yang tidak terlihat. Teknologi semacam ini bisa menjadi kunci utama dalam melindungi mereka dari musuh yang mungkin bersembunyi di balik bayangan.Saat pintu lift terbuka, Rendy disambut oleh pemandangan yang futuristik dan canggih. Lantai 88 dipenuhi oleh dinding-dinding kaca yang menampilkan layar digital raksasa. Tim divisi startup dan teknologi informasi, terdiri dari beberapa pakar yang diboyong dari berbagai negara, tengah bekerja dengan intensif di meja mereka, memantau sistem keamanan dan teknologi yang sedang dikembangkan.Katrin memandu Rendy menuju ruang presentasi khusus, tempat prototype teknologi terbaru yang akan diuji. Di sana, beberapa perangkat canggih sudah ditata rapi di atas meja, siap dipresentasikan kepada Rendy. "Ini, Ketua. Kami sudah menyiapkan p