Share

83. Dilarang

Penulis: Tompealla Kriweall
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-02 23:25:52

Segera, Tanu berjalan cepat menuju pintu, kunci mobil sudah tergenggam di tangannya. Ia harus segera memastikan bahwa Erika aman, terutama setelah telepon misterius itu. Langkahnya penuh dengan kegelisahan, namun ketika ia membuka pintu, sosok yang tak disangka muncul di hadapannya.

"Tanu? Mau ke mana kamu tengah malam begini?" Suara berat ayahnya, Tuan Lee, menghentikan langkahnya. Lelaki tua itu berdiri di lorong dengan mengenakan piyama, matanya sedikit menyipit karena kantuk yang masih melekat, tapi jelas tergambar kekhawatiran di wajahnya.

Tanu mendadak tegang. Dia tak ingin membuat ayahnya cemas, terutama setelah dirinya baru saja keluar dari rumah sakit. Meskipun kondisinya sudah pulih, sang ayah masih sering memantau kesehatannya dengan ketat. Dan Tuan Lee bukanlah orang yang mudah diyakinkan jika itu menyangkut keluarganya, apalagi anak-anaknya.

“Papa, aku cuma mau keluar sebentar,” jawab Tanu, mencoba bersikap santai, meski hatinya dipenuhi kecemasan karena takut ketahuan ni
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   84. Musuh Dalam Selimut

    Di rumah sakit, suasana malam terasa lebih sunyi daripada biasanya. Lampu-lampu di koridor menyala terang tapi tampak remang-remang bagi orang yang ada di tempat tersebut, hanya terdengar suara langkah-langkah kecil para perawat yang sedang berjaga. Di ruang tunggu dekat kamar rawat Elsa, Dedi dan Tomi duduk berdampingan, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri.Tomi melirik Dedi yang sedang mengamati ponselnya, seolah menunggu sesuatu. Keheningan di antara mereka membuat suasana semakin terasa tegang. Elsa yang masih terbaring di ruang rawat intensif telah melalui masa-masa kritis, namun keadaannya tetap belum stabil sepenuhnya. Dan ini membuat kecemasan mereka tak kunjung mereda.“Tomi. Kamu pikir, ini semua kebetulan nggak?” Dedi akhirnya berbicara lebih dulu, memecah keheningan. Suaranya rendah, tapi jelas terisi dengan kecurigaan.“Apa maksudmu, Ded?” Tomi menoleh, sedikit kaget mendengar pertanyaan itu.Dedi memandang Tomi serius, lalu menunduk sejenak sebelum melan

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   85. Dilarang

    Pagi hari di rumah Tuan Lee, suasana sarapan terasa sedikit canggung. Tanu duduk di meja makan bersama ayah dan ibunya. Di depannya, semangkuk bubur yang hampir tidak tersentuh. Matanya terus melirik jam dinding dan jam di tangannya, tampak resah. Dia sudah memikirkan ini sejak semalam, jadi dia harus segera ke rumah Erika untuk memastikan semuanya baik-baik saja, terutama setelah telepon misterius dan kecelakaan yang hampir merenggut nyawa adiknya itu.Tuan Lee yang duduk di ujung meja, memandang putranya dengan tatapan tajam. Dia menyadari ketidaksabaran Tanu sejak dari tadi, bukan-bukan. Tanu tidak sabar sejak semalam.“Tanu, kamu kenapa? Dari tadi kok kelihatan terburu-buru, tapi saat makan justru melamun. Lihat isi mangkukmu!" tanya Tuan Lee sambil meletakkan cangkir tehnya.“Aku mau mampir ke rumah Erika, Pa. Aku ingin memastikan dia baik-baik saja. Semalam aku nggak bisa tenang," jawab Tanu setelah menghela napas pelan, berusaha bersikap tenang meskipun hatinya tidak bisa.Mend

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   86. Cepatlah Bangun

    Di kantor perusahaan Lee, suasana sibuk sebelum jam kerja seperti biasanya. Ada beberapa karyawan yang mengerombol, membentuk blok-blok sendiri dengan topik yang berbeda juga - banyak hal yang dibicarakan, seperti gosip-gosip artis atau gosip teman mereka sendiri. Tanu baru saja tiba, setelah menyelesaikan sarapan yang penuh ketegangan di rumah bersama papanya. Meskipun pikirannya masih terpaut pada kondisi Erika, ia mencoba untuk fokus pada pekerjaannya. Hari ini, ada pertemuan penting dengan calon klien besar, dan dia harus berada dalam kondisi terbaik - mempersiapkan segala sesuatunya untuk presentasi. Beberapa saat kemudian - setelah 1 jam dari jam kerja, Tanu masuk ke ruang rapat. Tanu melihat beberapa stafnya sudah menunggu, bersiap untuk presentasi. Namun, tatapannya tertuju pada seorang tamu yang duduk di sudut ruangan. Seorang pria berpakaian formal dengan senyum tipis di wajahnya. Tamu tersebut memperkenalkan dirinya sebagai Mr. Han, wakil dari sebuah perusahaan besar yan

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   87. Tak Disangka

    Di kantor Ryan, suasana tidak jauh berbeda dengan hari-hari sebelumnya—kesibukan khas yang menyelimuti seluruh ruangan. Namun, di balik rutinitas tersebut, ada ketegangan yang tak kasat mata. Kecelakaan Erika dan Elsa terus membayangi semua orang, terutama Tomi dan Fery, yang kini duduk di ruangan kerja Elsa, memeriksa komputer dan laptopnya.Mereka berusaha menemukan petunjuk apa pun yang bisa menjelaskan kecelakaan Erika dan apakah Elsa sempat menemukan sesuatu sebelum dirinya sendiri terlibat dalam kecelakaan itu. Tomi menatap layar komputer dengan intens, mencoba membuka beberapa file yang terkunci dengan password, sementara Fery menyisir folder-folder yang tersimpan di laptop.“Kau yakin Elsa sempat menyimpan sesuatu di sini? Karena sejauh ini aku belum menemukan apa-apa,” ujar Fery, merasa sedikit tertekan - frustrasi.“Aku nggak yakin seratus persen, tapi berdasarkan obrolan terakhir kami, Elsa memang sedang menyelidiki sesuatu yang berhubungan dengan kecelakaan Bu Erika. Dia b

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   88. Elsa Adalah Kunci

    Selesai makan siang, Ryan akhirnya meninggalkan rumah untuk menuju rumah sakit. Dia berpikir tentang semua yang terjadi belakangan ini, terutama setelah mendapatkan pesan dari Tomi dan Fery. Isinya singkat, namun membuat Ryan was-was. Mereka - Tomi dan Fery, telah menemukan sesuatu yang sudah ditemukan Elsa saat penyelidikan.Kini, pikiran Ryan tidak bisa berhenti memikirkan apa yang dimaksud oleh Tomi dan Fery. Apakah Elsa menemukan sesuatu yang penting sebelum kecelakaan? Atau nyawa Elsa terancam karena "dalang" dari semua itu sudah mengetahui keberhasilan Elsa, sehinga berusaha melenyapkan Elsa dengan alasan kecelakaan?Setibanya di rumah sakit, Ryan langsung menuju kamar tempat Elsa dirawat. Di depan pintu, dia melihat Dedi yang terlihat lelah setelah berjaga semalaman. Dedi segera berdiri ketika melihat bosnya datang."Bagaimana keadaannya?" Ryan bertanya dengan suara tenang, meski sebenarnya hatinya berdebar kencang."Belum ada perubahan, Pak. Dokter bilang kondisinya masih stab

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   89. Jawab Saja

    Jam sembilan malam, di ruang tunggu rumah sakit yang sepi, Ryan, Tomi, Fery, dan Dedi duduk mengelilingi sebuah meja kecil. Keempatnya berbicara dengan suara pelan, memastikan bahwa diskusi mereka tidak terdengar oleh siapa pun. Ada ketegangan di udara—suasana serius yang penuh kewaspadaan.Ruangan ini adalah ruang tunggu pasien, seperti sebuah kamar untuk beristirahat karena ruang rawat Elsa ini memang VVIP sehingga pihak keluarga atau yang menunggu pasien bisa nyaman saat istirahat sambil menunggu si sakit.Akhirnya Ryan memulai pembicaraan, suaranya dalam dan mantap. "Kita tidak bisa membiarkan siapa pun tahu apa yang sudah kita temukan sampai semuanya jelas. Saya tidak ingin ada kebocoran informasi. Apa pun yang terjadi, Elsa harus aman."Fery mengangguk, matanya menyapu ruangan seolah memastikan tidak ada orang yang mendengarkan. Mereka, sudah mengunci pintu terlebih dahulu dan berpesan pada dokter maupun perawat agar tidak melakukan pemeriksaan. Jika ada sesuatu yang terjadi pad

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   90. Negatif Thinking

    "Namanya... Reza, Pa. Kami dulu sering main bareng sebelum akhirnya dia kerja di luar negeri," jawab Tanu beralasan.Mendapat pertanyaan tak terduga ini membuat Tanu sedikit gugup, namun dia cepat menguasai diri sehingga bisa menemukan alasan yang tepat."Oh, Reza. Ya, Mama ingat. Kalau kamu memang perlu ketemu, ya sudah, tapi hati-hati di jalan. Jangan terlalu larut pulangnya," sahut Mamanya ikut angkat bicara. Dan untungnya, memang ada nama Reza di list pertemanannya yang tidak begitu diketahui oleh sang papa."Iya, Ma. Nanti juga segera pulang kalau acaranya selesai," jawab Tanu tersenyum, lega karena mereka tidak terlalu curiga. Setelah itu, Tanu berpamitan dan segera keluar dari rumah, menyiapkan dirinya untuk perjalanan ke rumah Erika. Sambil menyetir, pikirannya kembali ke pesan misterius yang dia terima semalam. Isi pesan tersebut singkat namun jelas.“Jika kamu ingin keluargamu tetap aman, berhenti menggali lebih dalam.”Ancaman ini membuat Tanu berpikir, apakah ini ada hub

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   91. Tidak Ingat

    Di kantor Ryan, suasana tampak seperti hari-hari biasanya. Karyawan sibuk dengan tugas-tugas mereka, dan tidak ada tanda-tanda ketegangan yang mungkin dirasakan sebab gara-gara memang tidak tahu apa-apa. Namun, Ryan tahu bahwa apa yang terlihat di luar hanyalah sebuah kepura-puraan. Di dalam pikirannya, segala sesuatunya jauh lebih rumit. Elsa masih belum sadar dari koma, dan ancaman yang terus berdatangan mulai mempersempit ruang geraknya.Ryan duduk di ruang kantornya, matanya fokus pada layar laptop di depannya. Bersama asistennya, Dedi, mereka sudah mulai menyusun rencana untuk menggali lebih dalam tentang siapa yang berada di balik semua ancaman ini. Namun, Ryan menyadari bahwa mereka tidak bisa terburu-buru. Setiap langkah harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menarik perhatian musuh yang mereka hadapi."Pak, saya baru saja dapat kabar dari orang dalam yang kita tanam. Ada gerakan dari pihak lawan, tapi sejauh ini mereka masih belum tahu kita sedang menyelidiki mereka."De

Bab terbaru

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   115. Menggali Ingatan

    Waktu jam kantor sudah usai, sementara Ryan duduk termenung sendirian di ruang kantornya yang sepi - semua asistennya sudah pergi dan melakukan tugasnya masing-masing.Lampu meja yang redup memberikan suasana muram pada ruangan, seolah mencerminkan kegelisahan yang tak pernah pergi dari benaknya Ryan. Tangannya menggenggam pena, tapi pikirannya melayang jauh, menembus waktu, ke kehidupan yang pernah ia jalani. Suatu kehidupan yang membuatnya mati dengan cara yang tragis—dikhianati oleh orang-orang yang seharusnya berada di sisinya.Ryan masih ingat dengan jelas, hari itu adalah hari yang kelam. Saat semua yang ia bangun perlahan hancur berantakan, dan ia tidak pernah sempat menemukan siapa yang berada di balik semua penderitaannya. Ryan tersenyum pahit, mengingat detik-detik menjelang kecelakaan yang merenggut nyawanya. Tubuhnya terlempar dari mobil yang tergelincir di tikungan tajam jalan raya, dan saat kesadarannya perlahan memudar, hanya satu pikiran yang memenuhi benaknya saat itu

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   104. Tertekan Situasi

    Erika sedang duduk di teras rumahnya - sendiri karena Ryan masih berada di kantor, menikmati sore yang tenang dengan secangkir teh di tangannya. Udara sejuk sedikit membantu meredakan pikirannya yang sejak beberapa hari terakhir terus dipenuhi oleh kekacauan yang menimpa dirinya dan Elsa. Belum lagi pikiran tentang ancaman demi ancaman yang diterimanya - juga Tanu yang sering membuatnya khawatir, terutama setelah kegagalan perusahaan yang sempat membebani kakak laki-lakinya itu."Atau, kegagalan kakak ada kaitannya dengan semua ini?" gumam Erika yang sedang berpikir.Ketika sedang tenggelam dalam pikirannya, terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Erika menoleh dan mendapati Nyonya Lee turun dari mobil mewahnya dengan elegan. Sosok wanita paruh baya itu tampak anggun dalam balutan busana mahal, namun senyum yang menghiasi wajahnya kali ini berbeda—ada sesuatu yang nampaknya ingin ia sampaikan.“Ma…” Erika berdiri, menyambut kedatangan ibu mereka dengan sedikit canggung. Biasany

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   113. Fakta Baru

    Ceklek!"Tanu!" panggil seseorang yang baru saja masuk ke ruangannya - dengan nada tinggi."Kau..." Tanu tidak sanggup menyebutkan sebuah nama, yang baru saja masuk ke dalam ruangannya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.Tanu mematung di tempatnya, matanya terpaku pada sosok yang berdiri di ambang pintu. Wajah itu tidak asing baginya—begitu akrab hingga membawa kenangan yang sempat ia kubur dalam-dalam."Mei..." gumam Tanu, suaranya serak.Wanita itu melangkah masuk dengan tatapan penuh emosi. Dia tampak berbeda dari terakhir kali mereka bertemu. Raut wajahnya tidak hanya memancarkan kemarahan, tetapi juga keteguhan, seolah dia datang dengan tujuan yang jelas."Tanu, kita harus bicara," kata Mei tegas, tanpa basa-basi."Kalau ini soal masa lalu, Maya, aku sudah selesai dengan semua itu. Aku sudah minta maaf..." Tanu menghela napas panjang, lalu kembali duduk di kursinya.Maya mendengus tak suka dengan jawaban Tanu, sebab dia ingin bicara sesuatu yang lebih besar daripada masalah yan

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   112. Banyak Yang Dipikirkan

    Perusahaan keluarga Lee.Di ruangannya, Tanu duduk termenung di balik meja kerjanya. Laporan keuangan yang sebelumnya memenuhi pikirannya kini hanya seperti bayangan kabur. Kata-kata mamanya, "Keluarga Lee membutuhkan penerus," terus terngiang di kepalanya. Meski ia tahu maksud mamanya baik, tapi rasanya terlalu banyak beban yang harus ia pikul.Bukannya Tanu tidak tertarik dengan Clara. Gadis itu anggun dan terlihat cerdas. Namun, pikirannya terlalu penuh dengan masalah perusahaan. Di balik pintu tertutup ruangannya, Tanu merasa sendirian, memikul harapan keluarganya yang begitu besar."Hm..."Dia menatap ponselnya yang tergeletak di meja, ada panggilan tak terjawab dari papanya - Tuan Lee. Mungkin sang papa ingin membahas situasi perusahaan, atau lebih buruk lagi, tentang rencana perjodohan ini.Bisa jadi, kan? Nyonya Lee tentu meminta dukungan dari suaminya, dengan alasan jika sudah waktunya Tanu menikah dan memiliki keluarga agar punya anak juga. Dan Nyonya Lee pastinya mengompor-

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   111. Dia Terlibat

    Rumah Sakit.Di kamar rawat inap Elsa, suasana terasa tenang meski udara dingin dari AC sedikit menusuk kulit. Elsa masih terbaring dengan selimut menutupi tubuhnya. Wajahnya tampak lelah, tetapi sorot matanya tetap menunjukkan tekadnya yang kuat. Di kursi sebelah tempat tidurnya, Dedi duduk dengan serius, tangannya memegang laptop kecil yang terhubung dengan ponsel Elsa.“Mas Dedi,” panggil Elsa, suaranya pelan namun tetap terdengar pasti.“Ya, El?” Dedi langsung menoleh, mengalihkan perhatiannya dari layar laptop.“Aku butuh bantuanmu untuk menyelidiki seseorang,” ujar Elsa tanpa basa-basi. Ia berusaha duduk, tetapi Dedi segera membantunya agar tidak terlalu memaksakan diri - karena Elsa masih belum cukup kuat.“Siapa yang harus aku selidiki, El?” tanya Dedi, wajahnya menunjukkan kesiapan penuh.“Diana,” jawab Elsa sambil menarik napas dalam. “Dia staf keuangan di perusahaan, mas. Beberapa waktu lalu, aku menemukan bukti kalau dia melakukan penyelewengan dana. Tapi sebelum aku bisa

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   110. Dijodohkan

    Di tengah kesibukannya di kantor keluarga Lee, Tanu sibuk memeriksa tumpukan laporan keuangan yang harus ia teliti. Ia mengerjakan setiap angka dengan teliti, memastikan tidak ada kesalahan yang terlewatkan. Fokusnya penuh, meski kelelahan mulai terasa. Namun, keseriusannya tiba-tiba terhenti ketika pintu ruangannya diketuk keras, dan masuklah mamanya, Nyonya Lee, bersama seorang gadis muda yang cantik dan anggun.“Mama?” Tanu menatap mamanya dengan sedikit bingung, apalagi melihat kehadiran tamu tak diundang itu.Nyonya Lee tersenyum, tampak sangat senang dengan apa yang dilakukannya. "Tanu, sayang, Mama ingin mengenalkan seseorang padamu." Ia memandang gadis di sebelahnya dengan bangga."Ini Clara, anak temannya Mama. Kalian harus saling mengenal lebih baik, ya!" Nyonya Lee memperkenalkan gadis yang berada di sampingnya.Tanu menghela napas dalam-dalam. Ia bisa menebak ke mana arah percakapan ini akan menuju. Ya, sama seperti beberapa waktu lalu sebelum adiknya - Erika, resmi menika

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   109. Red Flag

    Dia hari berlalu, suasana yang menegangkan perlahan-lahan mulai tenang. Erika, yang sebelumnya diteror dengan ancaman dan rasa takut, kini bisa sedikit bernapas lega. Tidak ada lagi pesan-pesan menakutkan atau kejadian aneh yang mengancam keselamatan keluarganya. Meski begitu, Ryan tidak mau lengah. Dia tetap waspada dengan keselamatan istrinya. Dia tahu bahwa meskipun keadaan terlihat tenang, ancaman bisa datang kapan saja.Ryan mengambil keputusan untuk meningkatkan pengamanan bagi Erika. Ia mempekerjakan tim keamanan pribadi - yang memang dimiliki dan dipimpin Tomi untuk menjaga rumah mereka, memastikan Erika selalu ditemani oleh pengawal setiap kali ia keluar rumah. Meskipun Erika sempat merasa tidak nyaman dengan langkah ini, Ryan bersikeras bahwa ini adalah langkah pencegahan yang memang diperlukan."Aku tidak ingin mengambil risiko, Erika. Kita belum tahu siapa yang benar-benar ada di balik semua ini," terang Ryan saat istrinya protes.Erika masih mencoba meyakinkan Ryan bahwa

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   108. Benar Dia

    Elsa terdiam sejenak, menggigit bibirnya sambil menatap Erika dan Nyonya Lee yang sedang menunggu jawabannya dengan penuh harap. Namun, sebelum dia sempat membuka mulut, pintu ruang rawat terbuka. Ryan masuk dengan langkah tergesa, diikuti oleh Fery yang tampak membawa beberapa dokumen.Wajah Ryan langsung mencari Elsa begitu dia masuk. Tapi dia tersenyum begitu melihat keberadaan isteri dan mertuanya, Nyonya Lee. Setelah menyapa dan memberikan kecupan di kening, Ryan beralih pada Elsa. Dia ingin mengajukan beberapa pertanyaan pada asistennya yang seorang ahli IT tersebut, meskipun saat ini Elsa masih berbaring di rumah sakit."Elsa, apa kabar?" tanyanya dengan nada kekhawatiran, tapi tetap tegas. Ia lalu menoleh sekilas ke arah Erika dan Nyonya Lee, memberi mereka senyum singkat sebelum akhirnya berjalan mendekat ke tempat tidur Elsa."Saya baik, Pak Ryan. Terima kasih sudah datang," jawab Elsa pelan, sedikit ragu dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia merapikan selimut di pan

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   107. Jawaban Elsa

    Ryan tiba di kantor dengan suasana hati yang masih dipenuhi kekhawatiran tentang istrinya, Erika yang pergi ke rumah sakit untuk menemui Elsa. Meskipun ia berusaha fokus pada pekerjaan, pikirannya terus melayang pada Erika dan ancaman-ancaman yang mereka hadapi.Kantor pusat Ryan terletak di gedung perkantoran modern di pusat kota, lantai paling atas dengan pemandangan kota yang luas. Begitu ia masuk ke ruang kerjanya, dua asistennya, Dedi dan Fery, sudah menunggunya dengan tumpukan laporan yang perlu diselesaikan."Selamat pagi, Pak Ryan," sapa Dedi, sambil memberikan setumpuk dokumen yang sudah dirapikan. "Semua berkas sudah siap untuk presentasi pagi ini. Meeting dengan tim akan mulai lima belas menit lagi."Ryan mengangguk singkat, mengambil dokumen itu dan mulai membacanya sekilas. "Terima kasih, Dedi. Fery, pastikan kamu tetap standby selama meeting. Ada beberapa detail yang mungkin perlu kita diskusikan lebih lanjut setelah itu."Fery yang

DMCA.com Protection Status