Beberapa hari setelah pembahasan serius dengan ketiga asistennya saat di ruang rawat Elsa, Ryan masih sibuk dengan pekerjaannya di kantor ketika dia menerima telepon dari Tomi yang sedang tugas berjaga di rumah sakit. Kabar yang sudah lama dia nantikan akhirnya datang—Elsa mulai menunjukkan tanda-tanda sadar dari koma. Meskipun belum sepenuhnya pulih, ini adalah perkembangan positif yang sangat berarti."Baik, akan segera ke sana."Ryan langsung bergegas menuju rumah sakit, begitu telepon dengan Tomi selesai. Di dalam kamar, Elsa terbaring dengan selang-selang yang masih terpasang di tubuhnya, namun matanya sudah sedikit terbuka, memandang samar-samar ke sekeliling ruangan. Dokter yang menangani Elsa sedang berdiri di samping ranjangnya, memberikan penjelasan kepada Ryan yang baru tiba."Pak Ryan, pasien sudah menunjukkan perkembangan yang baik. Namun, kondisinya masih sangat lemah, jadi kami sarankan agar ia tetap beristirahat dan tidak banyak beraktivitas. Jangan dulu terlalu banyak
Pagi itu, ruang rapat utama perusahaan dipenuhi oleh ketua divisi perusahaan yang berkumpul untuk mendiskusikan strategi akhir tahun. Tanu, yang biasanya tenang, kali ini merasa sedikit cemas. Meski Ryan telah banyak membantu menyelamatkan perusahaan, rumor kedatangan sepupu yang dari luar kota membuatnya tak bisa menghilangkan rasa tidak nyaman. Ia sudah mendengar kabar bahwa sepupunya, anak dari kakak almarhum papanya, ingin terlibat lebih dalam di perusahaan ini. Namun, Tanu tidak menyangka bahwa hari itu akan menjadi hari yang paling menguji kesabarannya.Di tengah rapat yang sedang berlangsung, pintu ruang rapat terbuka lebar dan seorang pria muda yang usianya tak jauh darinya berpenampilan formal melangkah masuk tanpa diundang. Semua orang langsung terdiam, pandangan mereka tertuju pada pria asing yang baru saja mengganggu pertemuan penting tersebut."Maaf mengganggu," ucap pria itu dengan senyum penuh percaya diri. "Saya di sini untuk memperkenalkan diri. Nama saya adalah Rangg
Dua hari kemudian, di rumah sakit, kondisi Elsa yang semakin membaik memberikan harapan besar bagi Ryan dan ketiga asistennya. Elsa juga sudah mulai bisa diajak bicara, meski masih lemah dan belum bisa banyak berbicara atau bergerak. Namun, kesadaran dan responsnya yang perlahan pulih menjadi pertanda baik bahwa mereka akhirnya bisa mendapatkan jawaban atas banyak pertanyaan yang selama ini menggantung - sebab kunci utama mereka saat ini adalah Elsa."Syukurlah kalau perkembangannya semakin maju, aku senang karena setidaknya dia kembali sehat." Wajah Ryan tampak lebih tenang dan tidak tegang seperti biasa."Iya, pak Ryan. Meskipun responnya tidak seperti semula setidaknya ada harapan," ujar Dedi yang diangguki kedua temannya - Tomi dan Fery.Ryan, yang hampir setiap hari datang menjenguk Elsa - tanpa melupakan kewajibannya pada sang istri, tampak lebih tenang namun juga bersemangat. Baginya, kesehatan Elsa bukan hanya soal menyelamatkan nyawa, tetapi juga kunci untuk mengungkap mister
"Akhirnya aku bisa kembali, melihat bagaimana kebingungannya seorang, Ryan."Julian bergumam sendiri, duduk di kursi kereta yang membawanya kembali ke kota. Dia terpaksa naik kereta karena tidak mendapatkan tiket pesawat hingga 2 hari kedepan. Setelah menyelesaikan pekerjaannya di kantor cabang Tuan Haris yang ada di luar kota.Dalam perjalanan itu, dia tampak termenung, namun bibirnya sedikit tersungging senyuman misterius, yang seperti menunjukkan perasaan puas yang selama ini dia sembunyikan. Kabar tentang kehidupan Ryan yang semakin kacau akibat beberapa kejadian buruk yang menimpa keluarganya, termasuk kecelakaan yang dialami Erika dan Elsa, membuat Julian merasa ada sedikit kemenangan dalam pertarungan panjang mereka.Meski waktu telah berlalu, dendam Julian terhadap Ryan masih membara. Mereka pernah bekerja di perusahaan yang sama di masa lalu, namun perbedaan visi dan ambisi mereka membuat hubungan keduanya hancur. Julian selalu merasa berada jauh lebih tinggi dari pada Ryan y
"Kecelakaan bisa terjadi pada siapa saja," jawab Ryan dengan datar. "Tapi anehnya, kamu tiba-tiba muncul lagi setelah pergi, di saat yang sangat kebetulan."Ryan mengepalkan tangannya di bawah meja, berusaha keras untuk tidak terpancing. Julian selalu punya cara untuk menyinggung titik-titik lemah dalam hidupnya.Tapi bukan Julian namanya, jika tidak bisa memainkan kata dan juga membuat orang semakin jengkel dengan kata-katanya."Kau terlalu banyak curiga, Ryan. Aku hanya sedang kembali ke kota untuk urusan bisnis. Tapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memperhatikan betapa menariknya perkembangan situasimu. Seperti menonton sebuah drama yang sangat seru, bukan? Julian berkata sambil menatap Ryan dengan senyum yang semakin melebar.Ryan mendesah dalam hati. Dia tahu Julian selalu memiliki agenda tersembunyi untuk menjatuhkan dirinya, tetapi tanpa bukti, menuduhnya hanya akan membuat situasi lebih buruk. Namun, rasa curiganya semakin kuat. Semua masalah yang terjadi, dari kecelak
"Sesuai keinginanmu, sayang." Ryan tentunya tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa melepaskan kepenatan dengan bercinta.Erika tersenyum lembut, dan sepertinya, Erika juga menyadari jika kebutuhan biologis suaminya belakangan ini tidak tersalurkan dengan baik. Apalagi insiden kecelakaan yang dialaminya, membuat dirinya harus beristirahat total di rumah sakit.Malam ini, di dalam kamar yang hanya diterangi oleh lampu remang-remang, suasana terasa hangat dan penuh dengan perasaan mendalam di antara mereka berdua. Ryan memeluk Erika dengan lembut, menariknya semakin dekat dalam pelukannya. Rasa rindunya yang terpendam selama beberapa waktu belakangan ini mulai terasa memenuhi pikirannya, namun dia juga sangat berhati-hati, menyadari kondisi istrinya yang masih dalam pemulihan.Perlahan, Ryan menatap wajah istrinya, melihat ke dalam matanya yang penuh dengan kehangatan dan cinta. Dia menundukkan kepalanya, mendekatkan bibirnya ke telinga Erika dan berbisik dengan lembut."Aku merinduk
"Sialan! Brengsek si Tanu bodoh itu!" Julian mengumpat kesel sambil melangkah pergi.Setelah meninggalkan gedung Tanu dengan amarah yang mendidih, Julian langsung meluncur menuju kantornya - kantor pusat, tempat di mana atasannya, Tuan Haris, biasa menerima laporan dari para eksekutifnya. Rasa kecewa dan sakit hati yang dialaminya saat bertemu penolakan dari Tanu segera ia gantikan dengan fokus untuk urusan yang lebih besar. Dia tahu bahwa Tuan Haris sangat menghargai kinerjanya, dan ini akan menjadi kesempatan bagi Julian untuk mendapatkan dukungan penuh dari sang atasan.Sesampainya di kantor, Julian disambut oleh asisten pribadi Tuan Haris yang segera mengarahkan dirinya ke ruang rapat. Di sana, Tuan Haris tengah duduk dengan raut wajah tenang, menatap Julian seolah sudah menunggu kabar baik darinya."Selamat pagi, Tuan Haris." Julian mengucapkan salam sekaligus sapaan hormat untuk sang atasan."Julian, duduklah," kata Tuan Haris, menatapnya tajam namun penuh rasa penasaran - atas
Beberapa hari kemudian, Julian akhirnya mendapatkan kesempatan yang dinantinya - bertemu dengan Tanu. Dan saat itu, Tanu yang selama ini menghindar, tidak punya pilihan selain menemui Julian di sebuah acara bisnis yang mempertemukan para eksekutif papan atas. Di sana, Julian sudah menyiapkan rencana untuk membuat Tanu tunduk padanya - seperti dulu.Acara digelar di sebuah hotel mewah, di mana para tamu yang datang adalah pemimpin-pemimpin perusahaan besar. Julian tiba lebih awal, dengan penampilan yang elegan dan karisma yang memikat. Ia berdiri di tengah ruangan, berbaur dengan eksekutif lain sambil sesekali melempar senyum ke arah rekan bisnis-bisnis yang sudah dikenalnya lama. Matanya terus mencari sosok Tanu, pria yang beberapa waktu lalu menolak secara mentah-mentah untuk bertemu dengannya.Tak lama kemudian, Tanu benar-benar muncul. Pria itu tampak tenang dan percaya diri, seolah penolakan sebelumnya hanyalah angin lalu. Apalagi Tanu juga tidak menyangka jika
"Apa maksudmu, Bang Ded?" tanya Elsa dengan nada heran, menatap Dedi dengan bingung - tidak mengerti arah pembicaraannya tadi.Dedi menghela napas panjang, berhenti sejenak di depan lift yang belum terbuka. Ia memastikan tidak ada orang lain di sekitar mereka sebelum melanjutkan pembicaraannya."Aku tahu kamu dekat dengan Pak Ryan. Kita semua dekat dengannya, tapi aku melihat ada sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan profesional antara kamu dan dia," ujar Dedi dengan serius, menatap langsung ke mata Elsa.Elsa mengerutkan kening. "Maksudmu, aku dan Pak Ryan...?" Ia tertawa kecil, merasa absurd dengan apa yang dipikirkan Dedi. "Bang Ded, kamu salah paham. Aku tidak ada perasaan apa-apa terhadap Pak Ryan. Dia bosku, dan kita hanya bekerja sama. Hubungan kita sebatas profesional, tidak lebih."Namun, Dedi tampak tidak terpengaruh oleh penjelasan Elsa. "El, aku tahu kamu orang yang baik. Tapi terkadang, kedekatan bisa menimbulkan persepsi yang salah, apalagi ketika orang lain melihatny
Beberapa hari setelah perbincangan Ryan dan Rangga, suasana di sekitarnya semakin stabil. Hubungan Ryan dengan orang-orang di sekitarnya mulai membaik, terutama dengan istrinya - Erika, yang sempat syok berat karena mengetahui papanya ikut terlibat dalam konspirasi yang ingin menjatuhkan suaminya. Sementara Nyonya Lee juga ikut syok dan akhirnya harus mengungsi ke luar negeri demi kesehatan mentalnya.Tanu yang sempat khawatir dengan kehadiran Rangga, akhirnya bisa bernapas lega setelah mengetahui bahwa Rangga tidak lagi memiliki ambisi untuk mengambil alih perusahaan. Tindakan Ryan yang memperbaiki hubungan dengan Rangga menjadi kunci untuk menghindari konflik lebih jauh, dan itu membuatnya semakin dihargai oleh keluarga dan orang-orang di sekitarnya.Sementara itu, di rumah, hubungan Ryan dan Erika semakin hangat. Meskipun sibuk dengan urusan perusahaan dan masalah-masalah yang baru saja berlalu, Ryan selalu meluangkan waktu untuk istrinya. Mereka sering menghabiskan waktu bersama d
Beberapa hari setelah Tuan Lee, Tuan Haris, dan Nadia diproses hukum, suasana di perusahaan Ryan mulai stabil. Tidak ada yang bisa lepas begitu saja dari jerat hukum, jika memang mereka bersalah. Dan Ryan, tidak memiliki toleransi bagi mereka yang berkhianat.Berbeda dengan keadaan Ryan, Tanu justru sedang resah. Keberadaan Rangga yang masih berkeliaran di sekitar perusahaan Lee membuatnya merasa terganggu. Meski Rangga tidak lagi membuat keributan atau mencoba mengambil alih perusahaan, kehadirannya tetap memicu ketegangan yang membuat suasana tidak nyaman. Tanu tidak bisa menyembunyikan rasa jengkelnya, sering kali mengeluh pada Ryan atau Erika tentang hal tersebut.Melihat ketidaknyamanan Tanu dan menyadari bahwa permasalahan di antara mereka bisa saja merusak hubungan keluarga yang tersisa, Ryan memutuskan untuk mengambil inisiatif. Dia merasa sudah waktunya berbicara dengan Rangga, bukan sebagai rival bisnis, tetapi sebagai saudara yang masih memiliki ikatan darah dengan istrinya
Ryan berhenti melangkah dan menoleh kembali ke arah Tanu, matanya tampak serius. Pertanyaan yang baru saja dilontarkan Tanu membuat suasana yang semula mulai mereda kembali terasa tegang. Erika, yang berdiri di samping suaminya, menatap Tanu dengan cemas, seakan tahu bahwa pembahasan ini akan membawa kembali ingatan-ingatan buruk yang tentu saja masih membekas dengan jelas.Ryan menghela napas panjang sebelum berbicara. "Kak Tanu, aku tahu ini bukan hal yang mudah untuk kita semua. Apalagi, bagimu dan Erika, dia tetaplah papa kalian." Ryan berbicara dengan hati-hati, tak ingin memancing lebih banyak perasaan keduanya terluka."Tapi, Papa..." Suara Tanu tercekat, menelan ludahnya susah. "Apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana jika dia—""Kita harus menyerahkan semuanya pada hukum, Kak Tanu." Ryan memotong dengan tegas, namun suaranya tetap tenang. "Semua bukti sudah jelas mengarah ke Papa. Dia terlibat dalam rencana bersama Tuan Haris dan melibatkan Nadia juga untuk mencelakak
Erika berjalan anggun memasuki ruang meeting, di sampingnya ada Ryan yang selalu tampak tenang namun penuh wibawa. Suara langkah kaki mereka berdua yang berirama membuat suasana di ruangan itu terasa semakin menegangkan. Tanu yang masih berdiri di depan meja konferensi menatap ke arah keduanya, sementara Rangga yang semula tampak percaya diri, kini mulai terlihat tidak nyaman dengan kehadiran mereka.Ryan, yang memegang saham terbesar di perusahaan ini setelah penyuntikan dana besar-besaran saat perusahaan Lee hampir bangkrut, hanya memberikan anggukan kecil kepada Tanu. Ia kemudian berjalan ke arah kursi di ujung meja, posisi yang biasanya diisi oleh pemegang keputusan tertinggi dalam pertemuan semacam ini.Erika, yang selama ini menjadi sosok penting di balik layar - sebab dirinya juga memiliki beberapa persen saham di perusahaan keluarganya ini, tidak banyak bicara. Namun kehadirannya kali ini jelas menunjukkan bahwa dia bukan sekadar anak perempuan dari Tuan Lee, tetapi juga seora
Tanu berdiri tegak di ruang pertemuan yang luas, matanya menatap dengan tajam ke arah sepupunya - Rangga, yang memaksa ikut dalam pertemuan ini. Rangga duduk di hadapannya dengan sikap percaya diri, merasa menjadi bagian dari perusahaan yang saat ini dipimpin Tanu.Rangga, sepupu Tanu yang juga sekaligus keponakan Tuan Lee, kini berani menunjukkan ketertarikannya untuk mengambil alih kepemimpinan perusahaan yang selama ini dijalankan oleh Tuan Lee. Sementara itu, Tuan Lee, ayah Tanu dan Erika, kini tengah mendekam di penjara, jelas telah membuat keputusan-keputusan yang mempengaruhi banyak hal - termasuk merosotnya harga saham perusahaan. Namun, meskipun hubungan keluarga ini mengikat mereka dalam ikatan darah, Tanu tahu bahwa tidak ada tempat bagi Rangga di dalam dunia bisnisnya ini —terutama dengan segala yang telah terjadi.Tangga sendiri - bersama dengan keluarganya yang lain, sudah mendapatkan bagiannya di luar kota - perusahaan cabang yang selama ini ditangani mendiang ayahnya R
Malam itu, Ryan duduk di tepi tempat tidur mereka, memandangi Erika yang duduk masih betah terpaku di kursi dekat jendela, menatap kosong ke luar. Udara malam yang sejuk tampaknya tidak bisa menenangkan kekacauan yang bergejolak di dalam diri Erika.Ryan bisa melihatnya, bagaimana istrinya itu memendam sesuatu yang besar, sebuah kepedihan yang lebih dalam dari sekadar banyak peristiwa - termasuk kecelakaan yang pernah dia alami beberapa waktu lalu."Aku nggak tahu harus bagaimana, mas Ryan," ujar Erika pelan, suaranya serak."Kenapa, hm?" Ryan bertanya maksud perkataan istrinya."Papa... dia... dia..." Erika terhenti, suaranya hampir hilang ditelan perasaan yang mendalam."Selama ini aku merasa terjebak dalam permainan yang tak aku pahami. Semua ini ternyata sudah direncanakan sejak lama, dan aku... aku tidak pernah tahu apa-apa tentang rencana papa." Akhirnya, Erika bisa mengeluarkan kata-kata yang begitu menyesakkan dadanya.Ryan menghembuskan napas panjang, berjalan mendekat dan du
Setelah peristiwa yang mengguncang mereka semua, hari-hari selanjutnya penuh dengan ketegangan meskipun situasi sudah mulai mereda. Ryan masih berusaha menenangkan Erika dan dirinya sendiri setelah semua yang terjadi, sementara Elsa, Dedi, Fery, dan Tomi berusaha memberikan dukungan moral pada mereka berdua. Namun, ada satu hal yang tak banyak orang ketahui, bahkan Elsa sendiri belum menyadarinya.Dedi selalu memperhatikan Elsa dari kejauhan, bahkan sudah sejak lama. Di tengah segala kecemasan dan ketegangan yang mereka alami, Dedi merasa cemas dengan keberadaan Elsa yang selalu berada di dekat Ryan. Entah mengapa, setiap kali melihat Elsa tertawa atau berbicara dengan Ryan, hatinya terasa teriris. Dedi tahu perasaan ini bukan hal yang bisa ia tunjukkan, apalagi di tengah kesibukan mereka yang terus bergulir. Namun, perasaan itu semakin tak bisa ia bendung."Elsa, bisa bantu aku sebentar?" Dedi memanggil, berusaha tidak terlalu terlihat gelisah.Elsa yang sedang berdiri bersama Fery d
Ketika suasana semakin tegang dan tak terkontrol di ruangan gelap itu, tiba-tiba terdengar suara sirine polisi dari kejauhan, semakin dan mendekat ke lokasi. Ryan, Julian, dan Tuan Lee sama-sama tersentak, menyadari bahwa keadaan akan segera berubah drastis.Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka dengan keras. Dedi, Fery, dan Tomi masuk berbarengan, wajah mereka tegang namun sedikit lega melihat Ryan masih berdiri meskipun dengan wajah yang tampak lelah dan tubuh penuh luka."Kalian?!" seru Ryan, terkejut melihat asistennya. "Bagaimana kalian bisa tahu kami di sini?" tanyanya kemudian.Dedi mendekat cepat, matanya melirik sejenak ke arah Tuan Lee yang masih tersandar di dinding dan Tuan Haris yang tergeletak di lantai, juga Julian yang diam saja seperti tidak melakukan apapun dalam keadaan ini."Kami dapat info dari Elsa, Pak Ryan. Kami segera ke sini begitu tahu kau dalam bahaya," terang Dedi."Kau tamat, selesai sekarang ini, Tuan Haris. Polisi juga sudah di sini," ujar Fery dingi