Setelah sedikit bersitegang, tuan Lee dan istri, akhirnya setuju dengan rencana Ryan yang ingin membawa Erika untuk tinggal di rumahnya sendiri. Dan pagi hari ini, mereka berdua justru ikut membantu persiapan mereka.
Meski Ryan sudah meminta pada istrinya untuk tidak banyak membawa barang dari rumah orang tuanya, tapi Erika bilang itu adalah barang-barang pribadi miliknya untuk kebutuhannya sendiri. "Ini cuma barang-barang kebutuhan wanita, mas Ryan. Aku gak bawa perabotan," kata Erika memperlihatkan bawaannya yang ada dua koper. "Keperluan dan kebutuhan wanita itu banyak, Ryan. Jadi, ya begitulah. Makanya, papa tidak mau Erika mendapatkan suami yang tidak bisa memenuhi kebutuhan dan keinginannya." Tuan Lee tersenyum canggung mengingat kejadian yang dulu, saat memberikan penawaran pada Ryan sebelum menikah. "Itulah kenapa, banyak orang tua yang merasa sedikit tidak rela jika anak gadisnya diperistri laki-laki yang tidak sepadan atau setara dengan keluarganya. Ya, karena itu!" Nyonya Lee ikut menanggapi. Ryan hanya mengangguk saja tanpa banyak bicara lagi. Sekarang ia sudah cukup paham bagaimana cara pikir orang tua, apalagi mereka dari kalangan orang kaya, yang memandang sesuatu dari "kacamata" harta. Sebab kebanyakan orang juga menghormati orang-orang yang memiliki kelebihan harta. Dan itu sudah dibuktikan oleh Ryan sendiri, sekarang ini. "Pa, Ma, Erika berangkat dulu. Besok, kalian datanglah untuk kami jamu makan malam. Oh ya, ajak kakak juga. Biar dia juga tahu, jika mas Ryan lebih baik dan juga sudah kaya dibanding dengan kakak yang masih bersembunyi di ketiak papa," sindir Erika, melirik ke arah kakaknya yang sedari tadi diam. Mendengar sindiran tersebut, Tanu langsung melihat dengan tatapan tajam ke arah adiknya. Tapi tuan Lee dan istrinya langsung menggeleng sambil melihat ke arah anak laki-lakinya. "Bela aja terussss! Aku juga yang akan dimintai tolong untuk membuat usaha keluarga tetap sukses, bukan dia!" ketus Tanu, dengan senyum sinis. "Bilang aja kakak, jika tidak sanggup. Aku juga bisa urus perusahaan!" sahut Yurika, ikut kesal. "Sudah-sudah! Kalian ini," potong tuan Lee meminta kedua anaknya untuk tidak lagi berdebat. Ryan hanya diam memperhatikan. Ia tahu jika Erika memang tidak pernah terlibat dalam urusan bisnis keluarga, sebab ia sudah memiliki usaha sendiri yang bergerak di bidang kecantikan dan fashion. Semua bisnis keluarga Lee, dijalankan oleh tuan Lee dan Tanu. Dan untuk saat ini, tuan Lee sudah lebih banyak di rumah sebab Tanu yang sudah diberikan wewenang untuk mengatur perusahaan. Di masa lalu, Ryan tidak diperbolehkan untuk bergabung di perusahaan keluarga dan tetap berada di perusahaan tempatnya bekerja sebelum menikahi Erika. Dan di perusahaan tersebut, Ryan menjadi bawahan Julian. "Kami berangkat, Pa, Ma." Ryan pamit. "Kalian hati-hati, ya!" pesan nyonya Lee dengan mata berkaca-kaca. "Ma ..." Yurika kembali memeluk mamanya. "Drama!" ketus Tanu - mencibir. Tapi Ryan dan Erika tidak peduli. Mereka kembali berpelukan dengan tuan Lee dan nyonya Lee secara bergantian. Dan saat Ryan ingin berpamitan dengan Tanu, kakak iparnya itu justru melengos dan masuk ke dalam rumah. Akhirnya, tuan Lee meminta Ryan untuk segera pergi dan tidak usah mengambil hati sikap Tanu. Ia memberikan alasan bahwa Tanu sedang banyak pekerjaan sehingga banyak beban pikiran. "Ya, Pa. Kami pergi dulu." Sekali lagi Ryan pamit, dan segera melajukan mobilnya setelah istrinya masuk dan duduk di kursi sebelahnya. Tuan Lee dan istrinya masih melambaikan tangan ke arah anak dan menantunya, yang baru saja meninggalkan rumah besar mereka. Setelah beberapa saat kemudian, baru mereka masuk dan langsung memanggil Tanu untuk berbicara. "Tanu! Tidak seharusnya kamu bersikap ketus dan dingin pada adik iparmu itu. Apakah kamu tidak punya waktu untuk bersikap baik dengannya?" tanya tuan Lee mempertanyakan sikap anaknya. "Buat apa aku bersikap baik pada dia? Pada si miskin itu!" tegas Tanu dengan sinis. "Tidak. Ryan tidak lagi miskin, dan kamu - Tanu, harus ingat bahwa saham perusahaan sedang turun. Kamu perlu suntikan dana yang cukup besar untuk menutupi kerugian. Jadi ... apakah kamu sudah menemukan investor atau modal tambahan?" tanya tuan Lee memperingatkan anak laki-lakinya. Tanu terkejut mendengar pertanyaan tersebut, sebab ia justru menutupi rahasia ini dari papanya supaya tidak mendapatkan amarah. Tanu sedang berusaha keras untuk mendapatkan modal tambahan dengan bantuan Julian agar bisa bekerja sama dengan pengusaha dan para investor kenalan sahabatnya itu. "Jika kamu bisa bersikap baik kepada Ryan, tentu kamu bisa meminta bantuannya untuk tambahan modal. Apa kamu tidak bisa berpikir sejauh itu, Tanu?" Tuan Lee, kembali memberikan penjelasan pada anak laki-lakinya. "Dalam bisnis, kamu harus bisa mengolah emosi. Dalam keadaan apapun itu, Tanu!" Sekali lagi, tuan Lee memperingatkan dengan tegas. Pria matang itu memberikan peringatan dan nasehat kepada anak laki-lakinya, yang dinilai kekanak-kanakan dan tidak memikirkan jauh ke depan tentang situasi mereka saat ini. Sementara nyonya Lee mengangguk bangga dengan pendapat suaminya, yang memang sudah banyak pengalaman dalam keadaan apapun. Akhirnya, tuan Lee mengajak anak dan istrinya untuk berdiskusi tentang situasi yang sedang mereka hadapi. Mereka tidak mau jika keadaan ini sampai terdengar oleh orang lain, meskipun itu adalah Erika - apalagi Ryan. 'Oh, jadi ini adalah strategi papa?' batin Tanu."Selamat datang, Sayangku. Istriku ..." Ryan membuka pintu rumah lebar-lebar, mempersilahkan istrinya untuk masuk ke dalam rumahnya yang sudah dipersiapkan untuk mereka tempati setelah menikah. "Kamu, suka?" tanya Ryan kemudian, saat melihat istrinya terdiam meskipun matanya tampak berbinar-binar saat melihat sekeliling. "Mas, ini ..." Erika tidak bisa melanjutkan kalimatnya dengan lancar karena ini jauh berbeda dari ekspektasinya, mengenai rumah suaminya. Meskipun tahu jika suaminya bukan lagi karyawan biasa, dan sudah menjadi seorang pengusaha tapi ia tidak pernah menyangka jika Ryan telah menjadi sangat kaya raya. Saat melamar dan menikahinya, Ryan memang telah mengembalikan uang 5 Milyar pada papanya. Jadi, Erika berpikir bahwa suaminya itu harus kembali berjuang untuk mendapatkan kekayaan agar usahanya berjalan lancar. Apalagi pesta pernikahan mereka, semua biaya pesta juga ditanggung sendiri oleh Ryan. Orang tuanya tidak ikut membiayai pesta sama sekali, dan itu perm
"Kata papaku, kekayaan Ryan saat ini setara dengan para "sembilan naga" yang menguasai bisnis Indonesia. Tapi, entah itu dari mana papa mendapatkan informasi," ungkap Tanu - beberapa saat setelah mereka saling diam, membuat Julian kembali membelalakkan mata tidak percaya. "Yakin itu Ryan yang kita maksudkan?" tanya Julian cepat. Bukan tanpa alasan jika Julian tidak percaya dengan kekayaan yang dimiliki oleh Ryan saat ini, sebab sebagai eksekutif muda yang cukup memiliki lingkungan pertemanan yang juga sama-sama eksekutif dan pembisnis, tentunya ia sedikit banyak tahu siapa-siapa saja orang yang paling sukses dalam waktu terakhir ini. Tapi jika informasi Tanu ini dari tuan Lee sendiri yang mengatakannya, tentu saja Julian juga tidak bisa menyangkal. Tuan Lee pastinya memiliki informasi yang akurat dan bukan hanya sekedar isapan jempol belaka. "Bukankah usaha Ryan hanya SPBU kecil di jalan utama arah tol menuju Jawa Tengah?" Julian kembali memastikan. "Ya, aku tahunya juga cuma itu
Lima pria dengan pakaian rapi layaknya eksekutif, menunggu di tempat duduk untuk acara meeting pagi ini. Meja persegi panjang dari kayu jati pilihan, tampak mengkilat mewah dengan berbagai alat-alat di atasnya, peralatan yang digunakan untuk kebutuhan meeting. Clek!Pintu ruangan terbuka, tampaklah seorang pria yang masih muda dan gagah berjalan dengan elegan ke tempat duduk yang kosong di ujung meja. Dia adalah pemimpin meeting, yang merupakan ketua lima pria yang kini berdiri menyambut kedatangannya."Kita mulai meeting pagi ini," ucap pria tersebut lalu disambut anggukan kepala kelima orang yang memang menunggunya.Pria dengan setelan jas hitam yang rapi kini memimpin jalannya rapat, sementara yang lain disibukkan dengan berbagai alat-alat penunjang meeting seperti laptop, handphone dan alat tulis lainnya.Arah pandang mereka, fokus pada layar plasma presentasi, membuat mereka semua terlihat tegang karena laya
Dreet dreet dreet ...Ponsel Ryan kembali bergetar, saat ia sudah berada di dalam ruangan kerjanya sendiri. Dan yang melakukan panggilan telepon saat ini juga adalah papa mertuanya, sesuai dengan pesan sebelumnya."Ya, Pa. Ada apa?" tanya Ryan, begitu panggilan telepon tersambung."Ryan. Papa... sebenarnya papa tidak ingin merepotkan kamu dengan terlibat dalam urusan perusahaan keluarga Lee. T-api ..." Tuan Lee, ragu untuk mengatakan maksudnya menghubungi Ryan."Ryan siap mendengarkan, pa."Akhirnya, setelah beberapa saat terdiam, tuan Lee mengutarakan maksud panggilan teleponnya kali ini. Pria paruh baya itu menceritakan keadaan perusahaannya yang sudah bisa dikatakan bangkrut, karena harga saham perusahaan keluarga Lee telah jatuh.Pemilik saham lama, yang diluar keluarga Lee sendiri, ternyata sudah menjual saham-saham mereka. Dan ini terjadi dalam waktu singkat karena adanya isu kebangkrutan perus
"Tanu, bisa tidak kamu itu menahan diri?" geram tuan Lee saat mereka sudah berada di dalam mobil. Pulang dari kantornya Ryan, siang ini."Apa sih, papa ini?" Tanu gusar dengan wajah masam."Seharusnya papa memukulmu tadi, sebab kamu tidak bisa membaca situasi. Kita sedang mencari dana pinjaman untuk menyelamatkan perusahaan kita, Tanu!"Sebenarnya, tuan Lee mendengar gumaman anaknya yang masih saja merendahkan Ryan. Untungnya, anak menantunya tidak merespon apapun yang dilakukan oleh Tanu - tadi.Ryan tetap sopan dan ramah pada tuan Lee, memberikan dana pinjaman yang diminta untuk menyelamatkan perusahaan keluarga mereka. Dan Ryan juga memberikan waktu pengembalian dalam jangka yang relatif lama."Sebaiknya kamu belajar banyak dari adik iparmu, Tanu! Jangan sampai dana pinjaman ini kamu pakai untuk ambisimu yang ingin membuat perusahaan game sendiri." Tuan Lee tegas memperingatkan anaknya."Ck, sanjung saja terus. Lama-lama juga
"Sayang, aku mau beliin ini buat mama. Nggak apa-apa, kan?" tanya Erika sambil menunjuk sebuah tas branded."Ambil saja yang kamu inginkan, sayang. Jika kamu tahu apa yang disukai mama, ambil juga." Ryan, memberikan kebebasan pada istrinya untuk memilih barang belanjaan yang diinginkan.Saat ini mereka berdua sedang berada di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di ibu kota. Tepatnya di sebuah counter branded yang sedang trend di kalangan sosial atas dengan produk unggulan tas, yang harganya bisa melebihi harga sebuah mobil.Tapi Erika ragu untuk mengambil tas tersebut, kerena harga yang tertera sangat mahal. Ia yakin jika suaminya tidak melihat harga tas tersebut, jadi asal setuju saja tanpa pikir panjang.Wanita itu tidak mau jika suaminya kehabisan uang hanya untuk sebuah tas yang ingin dihadiahkan pada mamanya. Tapi ia ingat jika tas ini yang diinginkan mamanya beberapa hari kemarin."Kenapa, sayang?" tanya Ryan, karena istrinya tidak j
"Erika, sebaiknya kamu jalan sama aku aja, bagaimana? Kamu tidak perlu khawatir dengan harga makanan atau mau barang belanjaan yang kamu inginkan, aku pasti bisa bayar," ujar Julian sambil tersenyum sinis - melirik ke arah Ryan."Huh, mimpi saja sana!" sahut Erika - ketus. Tak suka cara Julian menyapa mereka.Julian berpikir jika Ryan tidak sanggup membayar makanan yang mereka makan di restoran Chinese. Itulah sebabnya, Julian berbicara demikian karena mencoba menyadarkan wanita pujaannya tersebut agar memilih dirinya dibandingkan dengan suaminya sendiri. Dia berpikir bahwa saat ini, pasti Erika yang mengeluarkan uang untuk keperluan selama berada di mall.Pria itu gelap mata, sehingga tidak berpikir bahwa ini ada di tempat umum yang pastinya perselisihan kecil mereka mendapat perhatian dari orang banyak. Dan secara terang-terangan dia berusaha menjatuhkan Ryan, sama seperti dulu saat masih menjadi bawahannya."Julian! Aku selama ini menghormati h
Di rumah keluarga Lee."Kamu harus bisa bersikap fleksibel, jadi seharusnya kamu bisa bersikap lebih baik pada Ryan agar dia juga melunak, Tanu!"Tuan Lee berbicara dengan nada sedikit tinggi, saat kembali menasehati anaknya. Padahal mereka baru saja turun dari mobil, tapi emosi pria setengah baya itu menggebu-gebu karena anak laki-lakinya juga tidak mau menurut."Pa, ada apa ini?" tanya nyonya Lee yang kebetulan ada di teras depan membaca pesan-pesan wa dari teman sosialitanya."Itu anakmu, Tanu! Tidak becus urus perusahaan, cari pinjaman modal juga keras kepala!" jawab tuan Lee - mengomel."Eh, jika sukses dan berhasil papa bilang dengan bangga dengan menyebutnya sebagai "anakku" tapi giliran kayak gini aja, dia anakku! Papa gimana ini, gak konsisten."Nyonya Lee tidak terima karena begitu suami dan anaknya datang, dia justru kena omelan - yang tidak dia ketahui penyebab pastinya.Dengan membuang nafas kasar, tuan Lee