"Dulu saya memilih untuk tidak menikahi Erika, karena saya tidak yakin bisa memberikan kebahagiaan yang pantas untuknya. Tapi saya telah berusaha keras dan berhasil membangun bisnis yang cukup sukses dan saya siap untuk membahagiakan Erika," jelas Ryan dengan tegas di depan sepasang suami istri Lee itu.
Mereka masih tidak yakin tentang niat Ryan. Namun, Ryan sudah memperlihatkan hasil bisnisnya dengan data dan fakta yang cukup meyakinkan mereka berdua. "Aku tahu aku telah salah pada awalnya. Tapi aku ingin meminta maaf dan memperbaiki semuanya," ucap Ryan dengan rendah hati, menatap Erika dengan penuh cinta. Tuan Lee dan istrinya saling pandang, berbicara sebentar lalu meminta waktu untuk mendiskusikan hal ini dengan putrinya - Erika. Sementara Erika sendiri melihat dengan tatapan tidak percaya pada kedua orang tuanya. Dan setelah beberapa saat, mereka ingin memberikan kesempatan untuk Ryan yang kini telah sukses dan pantas bergabung dengan keluarga besar mereka. "Kami melihat usaha dan keberhasilan yang telah kau capai dalam bisnis. Kami akan memberikan kesempatan untukmu, Ryan," ucap tuan Lee dengan tegas. Ryan merasa senang dan bersyukur, akhirnya diberikan kesempatan untuk menikahi gadis yang ia cintai. "Terima kasih banyak, tuan Lee. Saya tidak akan mengecewakanmu," ucap Ryan dengan tegas. Erika tersenyum bahagia, merasa ada harapan baru untuk hubungannya dengan Ryan. Ia memeluk pria yang dulu dianggapnya pecundang, karena lari dari kenyataan dan tidak mau memperjuangkan cinta mereka. "Aku masih mencintaimu, mas Ryan. Aku akan memberikan kesempatan kedua padamu. Kita akan memulai semuanya dari awal dengan cinta yang sama seperti dulu," ucap Erika dengan haru. Mereka berpelukan, merasakan kehangatan dari cinta yang telah lama menghilang. Kini semua masalah yang pernah mereka alami sirna seketika. Ryan merasa lega dan bahagia, keputusannya untuk datang kembali dan memperbaiki semuanya ternyata berhasil. Apalagi ia telah menjadi pengusaha sukses yang tidak akan pernah mendapatkan hinaan dan cacian dari keluarga besar Lim lagi. "Mari kita makan malam bersama-sama, aku sudah menyiapkan makan malam untuk keluarga kita," ucap nyonya Lee memecah keheningan. "Ya, ayo!" ajak tuan Lee yang berubah ramah. Mereka semua berkumpul di meja makan dan menikmati hidangan keluarga yang lezat. Ryan merasa seperti kembali ke masa lalu, tetapi kali ini dengan kebahagiaan yang lebih besar. Semua orang tersenyum bahagia, menikmati momen indah ini bersama-sama, berbanding terbalik dengan masa lalunya. *** Akhirnya, dua bulan kemudian Ryan dan Erika menikah dengan megah dan mewah. Mereka berbahagia dan saling mencintai, bahkan keluarga mereka yang dulunya merendahkan Ryan, kini merubah pendapatnya dan menerima Ryan dengan hangat. Ryan memang telah membuktikan bahwa ia bisa memperbaiki diri dan membangun bisnis yang sukses, tapi yang paling penting adalah ia telah memperbaiki hubungannya dengan Erika dan keluarganya Erika. Mereka kini menikmati kebahagiaan yang nyata dan berharap dapat hidup bahagia selamanya. "Aku yang ingin menikahi Erika, tapi justru Erika kembali pada pria brengsek itu!" geram seseorang yang melihat kebahagiaan Ryan dengan Erika di atas panggung pelaminan.Seseorang itu bernama Julian, Dia adalah teman sekaligus mantan atasan Ryan, yang merasa terluka melihat Erika dan Ryan bersatu kembali. Selama ini, ia diam-diam mencintai Erika dan berharap dapat menjadi pria yang memiliki hati gadis tersebut.
Selama ini, diam-diam pria itu merasa jika Ryan tidak pantas untuk mendapatkan Erika. Pria itu menilai jika Ryan hanyalah seorang pecundang yang mudah menyerah pada situasi sulit dan tidak berusaha untuk memperjuangkan cintanya - dulu. Sementara Julian, juga tidak berani mengungkapkan rasa cintanya pada Erika karena merasa belum siap dengan segala "modal" supaya bisa diterima keluarga Lee.
"Dua tahun sejak Ryan menghilang aku berusaha mendekati Erika, tapi ia justru datang lagi dan mendapatkan perhatian darinya. Sial!" umpat Julian, merasa usahanya selama ini sia-sia.
Di kehidupan sebelumnya, saat Ryan belum kembali ke masa lalu, Julian adalah orang yang sering memprovokasi tuan Lee dan istrinya dengan berbagai cara. Apalagi di kantor tempatnya Ryan bekerja, Julian memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan Ryan.
Akhirnya, Julian mencoba mencari tahu bagaimana Ryan bisa menjadi sukses dalam waktu singkat. Bahkan bisa memberikan mahar dan pesta yang besar, padahal sudah mengembalikan uang 5 Milyar juga pada tuan Lee. Setelah berbicara dengan beberapa orang yang ada di lingkungan usaha Ryan, Julian menemukan fakta bahwa Ryan sudah memanfaatkan uang yang diberikan oleh tuan Lee yang sebesar 5 Milyar tersebut - dua tahun lalu.
"Oh, jadi dia pergi waktu itu untuk membuat usaha. Tapi kenapa dia tidak pernah memberi kabar, hingga Erika seperti gadis frustasi. Dan aku yang selama ini ada di sampingnya, memberikan dukungan padanya. Tapi ternyata semua sia-sia karena kemunculan Ryan lagi! Jancok, emang!"
Julian mengumpat, merasa kesal dan merasa tak terima. Dia tidak percaya, bagaimana bisa Ryan menggunakan uang dari tuan Lee - yang memintanya untuk pergi, justru membangun usaha dan mengumpulkan kekayaan hingga keberhasilannya diakui oleh tuan Lee juga. Hal itu dirasa Julian sangat tidak fair dan membuatnya terus mencari cara untuk menjatuhkan Ryan, agar ia bisa mendekati Erika dan bisa kembali kepadanya suatu saat nanti.
Sebagai orang yang memiliki nama dalam lingkungan sosial orang-orang sukses, Julian tentu bisa dengan mudah mendapatkan informasi-informasi terkait kondisi usaha Ryan.
Akhirnya, pria itu mulai mencari celah dari kelemahan-kelemahan Ryan, mencari informasi tentang situasi yang berbeda untuk ketidakberhasilan usaha Ryan agar bisa dijadikan sebagai senjata - kelemahan Ryan. Pria itu mencari kelemahan Ryan dalam bisnis dan memanfaatkannya untuk merusak nama baik Ryan di dalam dan luar perusahaan.
"Aku akan membuat informasi palsu untuk membuat usaha Ryan memburuk. Sepertinya, informasi di media massa akan lebih mudah diambil masyarakat Konoha yang bodoh. Hahaha ... aku menang genius!"
Tawa Julian bergema, memuji dirinya sendiri. Pria itu membayangkan keberhasilan usahanya untuk menjatuhkan bisnis temannya sendiri - yang kini dianggapnya sebagai saingan. Namun, Julian tidak menyadari jika perbuatan jahatnya akan berdampak pada orang-orang di sekitarnya. Terutama para karyawan yang bekerja di tempat usahanya Ryan, yang tentunya tidak sedikit.
Beberapa minggu setelah Julian mulai menyebarkan informasi palsu sehingga bisnis Ryan mulai goyah dan karyawannya mulai merasa khawatir tentang masa depan mereka, takut jika Ryan bangkrut dan mem-PHK mereka. "Apakah Andal tahu apa yang terjadi dengan bisnis kita?" tanya salah satu karyawan kepada Ryan. "Saya rasa semua berjalan seperti biasa saja, Tapi, saya juga tidak tahu apa yang sedang terjadi. Jangan khawatir dengan kondisi ini, saya pasti akan segera mencari tahu dan mengatasinya." Ryan mencoba menenangkan karyawan tersebut. Ryan yang kebingungan dan tidak tahu apa yang sedang terjadi, belum bisa memberikan solusi apa-apa selain kata-kata menenangkan. Tapi dengan cepat ia mencoba mencari tahu lebih lanjut dan akhirnya mengetahui bahwa informasi palsu sedang beredar tentang bisnisnya. Tentu saja penemuan itu membuat Ryan marah, sebab informasi yang beredar adalah informasi hoax yang dilakukan oleh orang lain dan kemudian disebarkan lagi oleh orang-orang lainnya juga. Rota
Tuan Lee mengajak menantu prianya ke ruang kerja, lalu mempersilahkan Ryan untuk duduk di depannya. Pria setengah tua itu tidak segera mengatakan apapun, dan ini membuat Ryan merasa cemas serta khawatir. Ia tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkan oleh papa mertuanya itu. Tapi Ryan juga tidak langsung bertanya, membiarkan papa mertuanya yang memulai terlebih dahulu. Setelah saling diam dalam beberapa menit, barulah Tuan Lee mengeluarkan suara yang ternyata tidak seperti yang dipikirkan Ryan. "Ryan. Jujur, papa cukup merasa bangga dengan keberhasilan usaha dan bisnis yang kau rintis. Kamu juga sudah membuktikan bisa sukses dalam waktu singkat," kata tuan Lee dengan nada suara yang rendah. "Terima kasih, pa." Ryan mengangguk, merespon pernyataan tersebut. Ryan cukup merasa lega mendengar kata-kata papa mertuanya itu. Tapi ia belum bisa tenang, merasa bahwa tuan Lee pastinya punya maksud lain dengan mengajaknya untuk menepi dari yang lainnya, bicara di ruang kerja ini. "Lalu,
Malam ini Ryan berkesempatan untuk menikmati makan malam di rumah mertuanya bersama sang istri untuk yang terakhir kali, sebab malam ini juga mereka akan mengatakan rencananya untuk pindah ke rumah miliknya sendiri. Ruang makan yang dipenuhi dengan perabotan mebel dan perabotan makan yang mahal memang tampak istimewa, khas milik keluarga kaya. Aneka macam makanan lezat juga tertata rapi di atas meja, dengan berdampingan dengan buah-buahan premium. "Ayo, mas Ryan." Erika menggandeng tangan suaminya menuju meja makan. "Ya," jawab Ryan pendek. Setibanya di meja makan, baru ada Tanu - kakaknya Erika, yang duduk sambil makan buah anggur. Sedangkan tuan Lee dan istrinya datang setelah Ryan dan Erika baru saja duduk. Tuan Lee, meminta pada istrinya untuk mengambilkan makanan untuknya terlebih dahulu. Setelah itu yang lain baru mengikuti, sebab seperti itulah memang kebiasaan mereka jika sedang makan bersama. Ryan yang sudah mengetahui kebiasaan ini di kehidupannya yang dulu, tent
Setelah sedikit bersitegang, tuan Lee dan istri, akhirnya setuju dengan rencana Ryan yang ingin membawa Erika untuk tinggal di rumahnya sendiri. Dan pagi hari ini, mereka berdua justru ikut membantu persiapan mereka. Meski Ryan sudah meminta pada istrinya untuk tidak banyak membawa barang dari rumah orang tuanya, tapi Erika bilang itu adalah barang-barang pribadi miliknya untuk kebutuhannya sendiri. "Ini cuma barang-barang kebutuhan wanita, mas Ryan. Aku gak bawa perabotan," kata Erika memperlihatkan bawaannya yang ada dua koper. "Keperluan dan kebutuhan wanita itu banyak, Ryan. Jadi, ya begitulah. Makanya, papa tidak mau Erika mendapatkan suami yang tidak bisa memenuhi kebutuhan dan keinginannya." Tuan Lee tersenyum canggung mengingat kejadian yang dulu, saat memberikan penawaran pada Ryan sebelum menikah. "Itulah kenapa, banyak orang tua yang merasa sedikit tidak rela jika anak gadisnya diperistri laki-laki yang tidak sepadan atau setara dengan keluarganya. Ya, karena itu!"
"Selamat datang, Sayangku. Istriku ..." Ryan membuka pintu rumah lebar-lebar, mempersilahkan istrinya untuk masuk ke dalam rumahnya yang sudah dipersiapkan untuk mereka tempati setelah menikah. "Kamu, suka?" tanya Ryan kemudian, saat melihat istrinya terdiam meskipun matanya tampak berbinar-binar saat melihat sekeliling. "Mas, ini ..." Erika tidak bisa melanjutkan kalimatnya dengan lancar karena ini jauh berbeda dari ekspektasinya, mengenai rumah suaminya. Meskipun tahu jika suaminya bukan lagi karyawan biasa, dan sudah menjadi seorang pengusaha tapi ia tidak pernah menyangka jika Ryan telah menjadi sangat kaya raya. Saat melamar dan menikahinya, Ryan memang telah mengembalikan uang 5 Milyar pada papanya. Jadi, Erika berpikir bahwa suaminya itu harus kembali berjuang untuk mendapatkan kekayaan agar usahanya berjalan lancar. Apalagi pesta pernikahan mereka, semua biaya pesta juga ditanggung sendiri oleh Ryan. Orang tuanya tidak ikut membiayai pesta sama sekali, dan itu perm
"Kata papaku, kekayaan Ryan saat ini setara dengan para "sembilan naga" yang menguasai bisnis Indonesia. Tapi, entah itu dari mana papa mendapatkan informasi," ungkap Tanu - beberapa saat setelah mereka saling diam, membuat Julian kembali membelalakkan mata tidak percaya. "Yakin itu Ryan yang kita maksudkan?" tanya Julian cepat. Bukan tanpa alasan jika Julian tidak percaya dengan kekayaan yang dimiliki oleh Ryan saat ini, sebab sebagai eksekutif muda yang cukup memiliki lingkungan pertemanan yang juga sama-sama eksekutif dan pembisnis, tentunya ia sedikit banyak tahu siapa-siapa saja orang yang paling sukses dalam waktu terakhir ini. Tapi jika informasi Tanu ini dari tuan Lee sendiri yang mengatakannya, tentu saja Julian juga tidak bisa menyangkal. Tuan Lee pastinya memiliki informasi yang akurat dan bukan hanya sekedar isapan jempol belaka. "Bukankah usaha Ryan hanya SPBU kecil di jalan utama arah tol menuju Jawa Tengah?" Julian kembali memastikan. "Ya, aku tahunya juga cuma itu
Lima pria dengan pakaian rapi layaknya eksekutif, menunggu di tempat duduk untuk acara meeting pagi ini. Meja persegi panjang dari kayu jati pilihan, tampak mengkilat mewah dengan berbagai alat-alat di atasnya, peralatan yang digunakan untuk kebutuhan meeting. Clek!Pintu ruangan terbuka, tampaklah seorang pria yang masih muda dan gagah berjalan dengan elegan ke tempat duduk yang kosong di ujung meja. Dia adalah pemimpin meeting, yang merupakan ketua lima pria yang kini berdiri menyambut kedatangannya."Kita mulai meeting pagi ini," ucap pria tersebut lalu disambut anggukan kepala kelima orang yang memang menunggunya.Pria dengan setelan jas hitam yang rapi kini memimpin jalannya rapat, sementara yang lain disibukkan dengan berbagai alat-alat penunjang meeting seperti laptop, handphone dan alat tulis lainnya.Arah pandang mereka, fokus pada layar plasma presentasi, membuat mereka semua terlihat tegang karena laya
Dreet dreet dreet ...Ponsel Ryan kembali bergetar, saat ia sudah berada di dalam ruangan kerjanya sendiri. Dan yang melakukan panggilan telepon saat ini juga adalah papa mertuanya, sesuai dengan pesan sebelumnya."Ya, Pa. Ada apa?" tanya Ryan, begitu panggilan telepon tersambung."Ryan. Papa... sebenarnya papa tidak ingin merepotkan kamu dengan terlibat dalam urusan perusahaan keluarga Lee. T-api ..." Tuan Lee, ragu untuk mengatakan maksudnya menghubungi Ryan."Ryan siap mendengarkan, pa."Akhirnya, setelah beberapa saat terdiam, tuan Lee mengutarakan maksud panggilan teleponnya kali ini. Pria paruh baya itu menceritakan keadaan perusahaannya yang sudah bisa dikatakan bangkrut, karena harga saham perusahaan keluarga Lee telah jatuh.Pemilik saham lama, yang diluar keluarga Lee sendiri, ternyata sudah menjual saham-saham mereka. Dan ini terjadi dalam waktu singkat karena adanya isu kebangkrutan perus
Ceklek!"Tanu!" panggil seseorang yang baru saja masuk ke ruangannya - dengan nada tinggi."Kau..." Tanu tidak sanggup menyebutkan sebuah nama, yang baru saja masuk ke dalam ruangannya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.Tanu mematung di tempatnya, matanya terpaku pada sosok yang berdiri di ambang pintu. Wajah itu tidak asing baginya—begitu akrab hingga membawa kenangan yang sempat ia kubur dalam-dalam."Mei..." gumam Tanu, suaranya serak.Wanita itu melangkah masuk dengan tatapan penuh emosi. Dia tampak berbeda dari terakhir kali mereka bertemu. Raut wajahnya tidak hanya memancarkan kemarahan, tetapi juga keteguhan, seolah dia datang dengan tujuan yang jelas."Tanu, kita harus bicara," kata Mei tegas, tanpa basa-basi."Kalau ini soal masa lalu, Maya, aku sudah selesai dengan semua itu. Aku sudah minta maaf..." Tanu menghela napas panjang, lalu kembali duduk di kursinya.Maya mendengus tak suka dengan jawaban Tanu, sebab dia ingin bicara sesuatu yang lebih besar daripada masalah yan
Perusahaan keluarga Lee.Di ruangannya, Tanu duduk termenung di balik meja kerjanya. Laporan keuangan yang sebelumnya memenuhi pikirannya kini hanya seperti bayangan kabur. Kata-kata mamanya, "Keluarga Lee membutuhkan penerus," terus terngiang di kepalanya. Meski ia tahu maksud mamanya baik, tapi rasanya terlalu banyak beban yang harus ia pikul.Bukannya Tanu tidak tertarik dengan Clara. Gadis itu anggun dan terlihat cerdas. Namun, pikirannya terlalu penuh dengan masalah perusahaan. Di balik pintu tertutup ruangannya, Tanu merasa sendirian, memikul harapan keluarganya yang begitu besar."Hm..."Dia menatap ponselnya yang tergeletak di meja, ada panggilan tak terjawab dari papanya - Tuan Lee. Mungkin sang papa ingin membahas situasi perusahaan, atau lebih buruk lagi, tentang rencana perjodohan ini.Bisa jadi, kan? Nyonya Lee tentu meminta dukungan dari suaminya, dengan alasan jika sudah waktunya Tanu menikah dan memiliki keluarga agar punya anak juga. Dan Nyonya Lee pastinya mengompor-
Rumah Sakit.Di kamar rawat inap Elsa, suasana terasa tenang meski udara dingin dari AC sedikit menusuk kulit. Elsa masih terbaring dengan selimut menutupi tubuhnya. Wajahnya tampak lelah, tetapi sorot matanya tetap menunjukkan tekadnya yang kuat. Di kursi sebelah tempat tidurnya, Dedi duduk dengan serius, tangannya memegang laptop kecil yang terhubung dengan ponsel Elsa.“Mas Dedi,” panggil Elsa, suaranya pelan namun tetap terdengar pasti.“Ya, El?” Dedi langsung menoleh, mengalihkan perhatiannya dari layar laptop.“Aku butuh bantuanmu untuk menyelidiki seseorang,” ujar Elsa tanpa basa-basi. Ia berusaha duduk, tetapi Dedi segera membantunya agar tidak terlalu memaksakan diri - karena Elsa masih belum cukup kuat.“Siapa yang harus aku selidiki, El?” tanya Dedi, wajahnya menunjukkan kesiapan penuh.“Diana,” jawab Elsa sambil menarik napas dalam. “Dia staf keuangan di perusahaan, mas. Beberapa waktu lalu, aku menemukan bukti kalau dia melakukan penyelewengan dana. Tapi sebelum aku bisa
Di tengah kesibukannya di kantor keluarga Lee, Tanu sibuk memeriksa tumpukan laporan keuangan yang harus ia teliti. Ia mengerjakan setiap angka dengan teliti, memastikan tidak ada kesalahan yang terlewatkan. Fokusnya penuh, meski kelelahan mulai terasa. Namun, keseriusannya tiba-tiba terhenti ketika pintu ruangannya diketuk keras, dan masuklah mamanya, Nyonya Lee, bersama seorang gadis muda yang cantik dan anggun.“Mama?” Tanu menatap mamanya dengan sedikit bingung, apalagi melihat kehadiran tamu tak diundang itu.Nyonya Lee tersenyum, tampak sangat senang dengan apa yang dilakukannya. "Tanu, sayang, Mama ingin mengenalkan seseorang padamu." Ia memandang gadis di sebelahnya dengan bangga."Ini Clara, anak temannya Mama. Kalian harus saling mengenal lebih baik, ya!" Nyonya Lee memperkenalkan gadis yang berada di sampingnya.Tanu menghela napas dalam-dalam. Ia bisa menebak ke mana arah percakapan ini akan menuju. Ya, sama seperti beberapa waktu lalu sebelum adiknya - Erika, resmi menika
Dia hari berlalu, suasana yang menegangkan perlahan-lahan mulai tenang. Erika, yang sebelumnya diteror dengan ancaman dan rasa takut, kini bisa sedikit bernapas lega. Tidak ada lagi pesan-pesan menakutkan atau kejadian aneh yang mengancam keselamatan keluarganya. Meski begitu, Ryan tidak mau lengah. Dia tetap waspada dengan keselamatan istrinya. Dia tahu bahwa meskipun keadaan terlihat tenang, ancaman bisa datang kapan saja.Ryan mengambil keputusan untuk meningkatkan pengamanan bagi Erika. Ia mempekerjakan tim keamanan pribadi - yang memang dimiliki dan dipimpin Tomi untuk menjaga rumah mereka, memastikan Erika selalu ditemani oleh pengawal setiap kali ia keluar rumah. Meskipun Erika sempat merasa tidak nyaman dengan langkah ini, Ryan bersikeras bahwa ini adalah langkah pencegahan yang memang diperlukan."Aku tidak ingin mengambil risiko, Erika. Kita belum tahu siapa yang benar-benar ada di balik semua ini," terang Ryan saat istrinya protes.Erika masih mencoba meyakinkan Ryan bahwa
Elsa terdiam sejenak, menggigit bibirnya sambil menatap Erika dan Nyonya Lee yang sedang menunggu jawabannya dengan penuh harap. Namun, sebelum dia sempat membuka mulut, pintu ruang rawat terbuka. Ryan masuk dengan langkah tergesa, diikuti oleh Fery yang tampak membawa beberapa dokumen.Wajah Ryan langsung mencari Elsa begitu dia masuk. Tapi dia tersenyum begitu melihat keberadaan isteri dan mertuanya, Nyonya Lee. Setelah menyapa dan memberikan kecupan di kening, Ryan beralih pada Elsa. Dia ingin mengajukan beberapa pertanyaan pada asistennya yang seorang ahli IT tersebut, meskipun saat ini Elsa masih berbaring di rumah sakit."Elsa, apa kabar?" tanyanya dengan nada kekhawatiran, tapi tetap tegas. Ia lalu menoleh sekilas ke arah Erika dan Nyonya Lee, memberi mereka senyum singkat sebelum akhirnya berjalan mendekat ke tempat tidur Elsa."Saya baik, Pak Ryan. Terima kasih sudah datang," jawab Elsa pelan, sedikit ragu dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia merapikan selimut di pan
Ryan tiba di kantor dengan suasana hati yang masih dipenuhi kekhawatiran tentang istrinya, Erika yang pergi ke rumah sakit untuk menemui Elsa. Meskipun ia berusaha fokus pada pekerjaan, pikirannya terus melayang pada Erika dan ancaman-ancaman yang mereka hadapi.Kantor pusat Ryan terletak di gedung perkantoran modern di pusat kota, lantai paling atas dengan pemandangan kota yang luas. Begitu ia masuk ke ruang kerjanya, dua asistennya, Dedi dan Fery, sudah menunggunya dengan tumpukan laporan yang perlu diselesaikan."Selamat pagi, Pak Ryan," sapa Dedi, sambil memberikan setumpuk dokumen yang sudah dirapikan. "Semua berkas sudah siap untuk presentasi pagi ini. Meeting dengan tim akan mulai lima belas menit lagi."Ryan mengangguk singkat, mengambil dokumen itu dan mulai membacanya sekilas. "Terima kasih, Dedi. Fery, pastikan kamu tetap standby selama meeting. Ada beberapa detail yang mungkin perlu kita diskusikan lebih lanjut setelah itu."Fery yang
Ryan tiba di kantor dengan suasana hati yang masih dipenuhi kekhawatiran tentang istrinya, Erika yang pergi ke rumah sakit untuk menemui Elsa. Meskipun ia berusaha fokus pada pekerjaan, pikirannya terus melayang pada Erika dan ancaman-ancaman yang mereka hadapi.Kantornya terletak di gedung perkantoran modern di pusat kota, lantai paling atas dengan pemandangan kota yang luas. Begitu ia masuk ke ruang kerjanya, dua asistennya, Dedi dan Fery, sudah menunggunya dengan tumpukan laporan yang perlu diselesaikan."Selamat pagi, Pak Ryan," sapa Dedi, sambil memberikan setumpuk dokumen yang sudah dirapikan. "Semua berkas sudah siap untuk presentasi pagi ini. Meeting dengan tim akan mulai lima belas menit lagi."Ryan mengangguk singkat, mengambil dokumen itu dan mulai membacanya sekilas. "Terima kasih, Dedi. Fery, pastikan kamu tetap standby selama meeting. Ada beberapa detail yang mungkin perlu kita diskusikan lebih lanjut setelah itu."Fery yang sedang menyiapkan laptop di meja rapat juga me
"Bu Erika?" Elsa panik begitu membaca pesan istri bosnya.Elsa cepat menghubungi Erika, tapi ternyata saat ini Erika sudah dalam keadaan baik-baik saja bersama Ryan. Elsa pun tenang dan meletakkan ponselnya kembali ke atas meja, tapi tak lama kemudian mengambilnya kembali karena ada sesuatu yang baru diingatnya.Beberapa saat kemudian, Elsa terdiam sejenak setelah meletakkan kembali ponselnya, menatap langit-langit kamar rumah sakit sambil berusaha mengabaikan rasa nyeri di kepalanya. Namun, tiba-tiba ada sesuatu yang mengganggunya, sebuah detail penting yang baru saja melintas di pikirannya. Ia langsung meraih ponsel kembali dengan tangan gemetar."Ada yang tidak beres," gumamnya pelan, mencoba mengingat sesuatu yang terlewat.Pikirannya kembali pada beberapa hari sebelum kecelakaan itu terjadi, saat dia sedang menyelidiki penyebab kecelakaan Erika, juga pesan-pesan ancaman yang diterima istri bos-nya itu. Ada satu alamat IP yang berhasil ia lacak, tetapi saat itu ia pikir tidak terl