Share

BAB 6

Satu sore yang tenang, saat Alyn baru saja selesai mengerjakan pekerjaan rumahnya, terdengar ketukan lembut di pintu kontrakannya. Alyn membuka pintu dan mendapati Bryan berdiri di sana, membawa beberapa kantong belanjaan.

“Bryan?” Alyn terlihat terkejut. “Apa yang membawamu ke sini?”

Bryan memberikan senyuman lembut dan melangkah masuk dengan izin. “Aku hanya ingin memastikan bahwa kau baik-baik saja,” katanya sambil meletakkan kantong-kantong belanjaan di meja kecil di ruang tamu. “Aku membawa beberapa persediaan makanan dan barang-barang yang mungkin kau butuhkan.”

Alyn merasa tersentuh oleh perhatian Bryan. “Terima kasih banyak, Bryan. Kau tidak perlu repot-repot begini.”

Bryan mengangguk dan mulai mengeluarkan barang-barang dari kantong. “Aku tahu ini tidak banyak, tapi aku berharap ini bisa membantu. Ada beberapa bahan makanan segar dan beberapa makanan siap saji.”

Alyn memperhatikan dengan rasa syukur saat Bryan menata barang-barang di meja. “Aku benar-benar menghargai ini. Selama beberapa minggu terakhir, aku agak kesulitan mengatur semua hal sendiri.”

Bryan menatap Alyn dengan penuh perhatian. “Aku bisa membayangkan betapa sulitnya situasi ini. Jika ada yang bisa kulakukan, jangan ragu untuk memberitahuku.”

“Aku tahu,” kata Alyn dengan penuh rasa terima kasih. “Aku merasa sangat beruntung memiliki teman seperti kamu.”

Bryan tersenyum, dan mereka duduk di sofa, mengobrol sambil menikmati beberapa camilan ringan yang dibawa Bryan. Percakapan mereka mengalir dengan lancar, dan Alyn merasa sedikit lebih ringan setelah berbicara dengan Bryan.

“Ada berita baik,” Bryan berkata setelah beberapa saat. “Aku mendengar bahwa kamu mendapatkan pekerjaan baru. Selamat!”

Alyn tersenyum lebar. “Terima kasih! Aku benar-benar senang akhirnya bisa memulai pekerjaan baru.”

Bryan tampak lega mendengar berita tersebut. “Aku senang mendengarnya. Kau benar-benar pantas mendapatkan yang terbaik.”

Obrolan mereka berlanjut hingga malam tiba, dan Alyn merasa sangat berterima kasih atas kunjungan Bryan di tengah kelelahannya dalam rutinitas mencari pekerjaan.

Beberapa hari yang lalu, saat Alyn sedang memeriksa emailnya di ruang tamu, sebuah pesan baru muncul di kotak masuknya. Dengan jantung berdebar, dia membuka pesan tersebut. Pesan itu berisi undangan wawancara dari sebuah perusahaan yang sebelumnya telah ia lamar.

"Jadi, kapan kamu akan mulai bekerja?" tanya Bryan, penuh perhatian.

"Besok! Besok aku sudah bekerja. Aku sangat tidak sabar menjadi wanita kantoran lagi," kata Alyn dengan penuh semangat.

Bryan tersenyum kecil, "padahal kau bisa saja dengan mudah menjadi pemimpin perusahaan Tuan Anggara."

Alyn tertawa ringan mendengar komentar Bryan. “Oh, tentu saja, aku bisa, tapi aku lebih memilih untuk memulai dari bawah dan membuktikan kemampuanku dengan cara yang lebih sederhana. Lagipula, aku ingin merasakan prosesnya dari awal.”

Bryan mengangguk dengan pengertian. “Aku paham. Kadang-kadang, perjalanan yang panjang dan penuh usaha lebih memuaskan daripada hasil akhir yang instan. Kau memang tetap keras kepala.”

Alyn merasa senang mendengar pujian itu. “Terima kasih, Bryan. Kamu selalu ada di sisiku.”

Saat malam semakin larut, Bryan menawarkan untuk membantu Alyn mempersiapkan segala sesuatu untuk hari esok.

“Aku bisa membantumu memeriksa dokumen atau hanya sekedar membuatkan kopi jika kamu butuh,” ujarnya dengan nada yang menawarkan dukungan lebih lanjut.

“Terima kasih,” kata Alyn dengan penuh rasa syukur. “Tapi sepertinya aku sudah siap. Mungkin aku hanya butuh sedikit istirahat sebelum besok.”

Bryan berdiri dan mengumpulkan barang-barang yang tersisa. “Baiklah. Aku akan pergi sekarang, tapi ingatlah untuk selalu menghubungiku jika terjadi sesuatu. Aku asistenmu sekarang.”

Alyn tertawa sebelum mengantar Bryan ke pintu, merasa lebih ringan dan penuh energi setelah malam yang menyenangkan. “Aku sangat menghargai ini, Bryan. Sampai jumpa besok di tempat kerja, ya? Kau akan menjemputku, kan?”

Bryan tersenyum dan melangkah keluar. “Tentu, Nona Alyn. Semoga malammu menyenangkan dan semoga pekerjaanmu besok berjalan lancar.”

Setelah Bryan pergi, Alyn kembali ke ruang tamunya dengan perasaan yang lebih tenang dan siap menghadapi tantangan baru di hari esok. Kunjungan Bryan memberikan dorongan positif yang sangat dibutuhkan dan membuatnya merasa lebih siap untuk memulai babak baru dalam hidupnya.

Keesokan harinya, Alyn terbangun dengan semangat baru. Setelah berbulan-bulan tidak bekerja karena hamil, akhirnya dia bisa kembali menjalani pekerjaan yang dia sukai. Dengan senyum di wajahnya, Alyn merapikan rambutnya dan mematut diri di depan cermin. 

Ini adalah hari pertamanya, namun perjalanannya ke kantor tidak semulus yang diharapkannya. Jakarta yang selalu ramai dengan lalu lintas macet membuat perjalanan menjadi lambat.

"Tentu saja," gumam Alyn, "hari pertama bekerja dan aku terjebak macet."

Alyn melirik jam tangannya, rasa cemas mulai merayap di hatinya. Akhirnya, setelah perjuangan yang cukup lama, ia sampai di gedung Wijaya Group. Dengan langkah cepat, ia bergegas menuju lift, berharap bisa mengejar waktu yang tersisa.

Setibanya di lantai kantornya, Alyn disambut oleh rekan kerjanya yang sudah menunggunya di depan pintu. "Kamu terlambat, Alyn. CEO ingin bertemu denganmu sekarang. Cepat masuk ke ruangannya," kata seorang wanita bernama Vya, dengan nada serius.

Jantung Alyn berdebar keras. Dia harus berhadapan langsung dengan atasannya hari ini. Dia menelan ludah, mencoba menenangkan diri, lalu berjalan menuju pintu ruangan CEO.

Alyn mengetuk pintu dengan ragu-ragu. "Masuk," terdengar suara berat dari dalam ruangan.

Dengan hati-hati, Alyn membuka pintu dan melangkah masuk. Ruangan itu luas, dengan jendela besar yang memandang ke arah kota. Di balik meja besar, duduklah seorang pria dengan penampilan yang rapi dan karisma yang kuat. Namun pria itu duduk membelakanginya.

"Maaf, Pak, saya terlambat," ucap Alyn dengan suara bergetar.

"Saya sangat tidak senang dengan orang yang tidak disiplin. Dari mana saja kamu?" Suara pria itu terdengar tegas, masih membelakangi Alyn.

"Maaf, Pak, tadi saya mengalami kemacetan," jawab Alyn, berusaha menjelaskan.

"Saya juga paling tidak suka orang yang banyak alasan," balas pria itu dengan nada semakin tajam.

Suaranya lama-lama terdengar tidak asing di telinga Alyn, membuatnya semakin penasaran dengan siapa yang ada di hadapannya sekarang.

"Maaf, Pak, tapi saya berkata yang sejujurnya. Maaf sekali lagi," ucap Alyn masih menunduk.

"Tunggu!" Pria itu berbalik, memutar kursinya menghadap Alyn.

Alyn terkejut saat mengangkat kepalanya. Dia menatap wajah pria di hadapannya lekat-lekat, menepuk-nepuk pipinya sendiri untuk memastikan bahwa dia tidak sedang bermimpi.

"Kamu..." suara Alyn hampir tidak terdengar. Lututnya bergetar hampir terjatuh.

Pria itu? Beraninya menunjukkan kembali wajahnya di hadapan Alyn.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Vya Kim
wah siapa dia?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status