Dalam keheningan kamar kost yang sempit dan berantakan, suara wanita paruh baya yang kasar dari sisi lain telepon terdengar seperti guntur. "Saya tidak mau tahu! Pokoknya, jika kamu tidak segera menyelesaikan pembayaran sewa dalam waktu satu minggu, maka kamu harus angkat kaki dari bangunan saya!" ucap wanita itu dengan nada yang tajam dan dingin.
Ian, sosok pria tampan berusia 25 tahun itu, dengan rambut hitamnya yang dipiyak ke kanan, tampak seperti patung. Ia berdiri di tengah kamar kostnya yang berantakan, dengan telepon di tangan dan ekspresi kosong di wajahnya. Ia tampak terpaku, seolah-olah dirinya tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
Ian menutup sambungan telepon dengan perlahan, seolah-olah berusaha memahami apa yang baru saja terjadi. Wajahnya tampak kosong, seolah-olah dia baru saja kehilangan sesuatu yang sangat berharga.
Kedai makanan kekinian yang dibukanya dengan penuh semangat dan harapan, kini terancam tutup permanen. Ini adalah kedai yang dibuka dengan jerih payahnya, menggunakan uang tabungan hasil bekerja paruh waktu di beberapa tempat sekaligus selama masa kuliah.
Di saat teman-teman Ian bekerja di perusahaan besar, Ian malah membuka kedainya sendiri. Banyak teman-teman Ian yang berusaha memberi saran agar Ian mengurungkan niatnya. Apalagi, dengan nilai tinggi dan wajah “good looking” yang dimilikinya, ia pasti dapat dengan mudah bekerja di perusahaan besar. Namun, Ian tetap bersikeras untuk membuka kedainya sendiri.
"Aku tidak akan menyerah!" ucap Ian dengan tekad kuat, sambil menggertakkan giginya dan menggenggam tangannya erat-erat. "Aku harus mencari cara lain untuk mendapatkan 10 juta rupiah dalam waktu satu minggu!"
Ian kemudian mencoba menghubungi beberapa teman kuliahnya untuk meminjam uang. Namun, semua upayanya berakhir dengan penolakan.
"Maaf Ian, aku sudah memiliki keluarga. Jadi aku tidak bisa meminjamkanmu uang," kata salah satu temannya.
"Sudah kukatakan sebelumnya, lebih baik cari pekerjaan saja. Membuka kedai bukanlah pilihan yang baik. Jadi maaf, jangan menghubungiku lagi!" ujar teman lainnya.
"Maaf Ian, aku memiliki banyak cicilan, jadi aku tidak bisa membantu," tambah teman yang lain.
Dan masih ada banyak alasan lainnya. Bahkan ada beberapa teman yang langsung mematikan teleponnya saat Ian menyampaikan keinginannya untuk meminjam uang.
Kini, Ian hanya bisa duduk termenung di tempat tidurnya. Ia terus berpikir bagaimana bisa mendapatkan uang 10 juta rupiah dalam satu minggu. Tiba-tiba, terbesit bayangan seorang wanita cantik berambut panjang dalam benaknya.
“Jika itu Lisa, mungkin …” Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Ian langsung menggelengkan kepalanya. “Tidak! Aku tidak boleh merepotkannya. Dia telah banyak membantuku.”
Dreeet!
Ponsel Ian mendadak bergetar. Saat ia melihat penelponnya, terpampang nama “Ibu” pada layar ponselnya. Tanpa pikir panjang, Ian langsung mengangkatnya.
“Halo, Ibu … bagaimana kabar Ibu?”
Ian dan Ibunya, Retno berbincang dengan sangat harmonis. Dalam perbincangan iru, Retno terdengar sangat merindukan putranya itu. Saat ini, Retno tinggal di kota Nganjuk, sedangkan Ian berada di kota Surabaya sejak berkuliah hingga sekarang. Hampir tujuh tahun, Ian sama sekali belum pulang ke kampungnya
Ian adalah anak yang mandiri. Ia berkuliah jurusan Manajemen Bisnis di Universitas Sura & Baya hanya dengan mengandalkan beasiswa. Dengan kecerdasannya, Ian berhasil mendapat beasiswa penuh sampai lulus.
“Nak, kamu sudah melajang selama 25 tahun. Kapan kamu akan membawakanku menantu?” ucap Retno dari sisi lain telepon.
“Maaf Bu, sekarang aku masih berkonsentrasi pada bisnis kedaiku. Lagipula, belum ada wanita yang menyukaiku.”
“Baik, anakku yang tampan. Ibu senantiasa mendoakan kesuksesanmu, baik dalam bisnis maupun percintaan. Ibu tidak sabar menggendong cucu yang gemuk,” tawa Retno. “Semua baik-baik saja kan di Surabaya?”
Mendengar pertanyaan Retno, hati Ian terasa sakit. Namun, Ian memilih untuk menyembunyikan kesulitannya. “Aku baik-baik saja kok Bu.”
“Jika kamu butuh apa-apa seperti uang, segera hubungi Ibu. Aku bisa meminta Ayahmu untuk mentransfer sedikit uang ke rekeningmu.”
“Terima kasih Bu,” ucap Ian dengan lembut. Ia merasa hangat dengan niat baik ibunya. Tapi, kondisi keluarga Ian yang tergolong kurang mampu, membuatnya tidak ingin membebani keluarganya.
Setelah berbincang sejenak, Ian menutup sambungan teleponnya. Ia kembali merenung dan bergumam, “Haruskah aku melakukan pinjaman online? Tapi dari yang aku dengar, bunga yang mereka tawarkan sangat besar.”
Saat Ian tengah larut dalam pikiran, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang membuyarkan lamunannya. Dengan dahi yang berkerut, ia bertanya-tanya, "Siapa itu? Apakah itu Ibu Kos?"
Namun, ketika Ian membuka pintu, tak ada seorangpun di sana. Ia memandang ke kanan dan ke kiri, namun tak ada bayangan orang sama sekali. Mengingat hari ini adalah Sabtu dan kost ini kebanyakan dihuni oleh mahasiswa, suasana kost-kostan terasa sangat sepi. Kebanyakan penghuni telah pulang kampung, meninggalkan kost ini dalam kesunyian.
"Siapa sih yang main ketuk-ketuk pintu?" gumam Ian sambil melangkah keluar dari kamarnya. Namun, sebelum sempat benar-benar keluar, kakinya menabrak sesuatu. Ternyata, itu adalah sebuah kotak besi berwarna putih.
"Apa ini ya?" Ian bertanya-tanya. Dengan rasa penasaran, ia berjongkok dan membawa kotak putih misterius itu ke dalam kamarnya.
Ian merasa penasaran dengan kotak putih misterius tersebut. Dengan rasa ingin tahu yang tinggi, Ian membuka kotak tersebut. Di dalam kotak, Ian menemukan secarik kertas dengan gambar tongkat yang dililit dua ular, mirip dengan lambang yang biasa digunakan di bidang farmasi. Selain kertas tersebut, ada juga sebuah botol kaca yang berisi pil berwarna putih.
Ian tidak bisa menahan rasa penasaran dan mengambil kertas tersebut. Ia membaca tulisan yang tercetak di sana, yang berbunyi, "Selamat! Anda Terpilih dalam menggunakan produk kami! Minumlah jika kamu ingin memiliki kemampuan untuk keluar dari masalahmu."
“Kemampuan untuk keluar dari masalah? Apa maksudnya?” gumam Ian penuh kebingungan. “Ini benar-benar mencurigakan!”
Ian kemudian tanpa sengaja kembali memandangi gambar di balik kertas tebal di tangannya. Entah mengapa, saat memandanginya, timbul rasa penasaran yang kuat. Bahkan dalam pikirannya, ia merasa bahwa dirinya harus meminum pil yang ada di dalam botol kaca itu.
Di luar kesadarannya, Ian meraih botol kaca yang ada di dalam kotak besi putih itu. Ia membukanya, dan langsung meminumnya tanpa ada keraguan. Namun, seketika itu juga, dunia seolah-olah berubah menjadi neraka bagi Ian. Rasa sakit yang tak terbayangkan menerpa kepalanya dengan kekuatan yang tak terkatakan.
“Arghhh—!” Ian merasa seolah tengkoraknya terbelah, sambil memegangi kepalanya yang seakan-akan akan meledak. Wajahnya memerah seperti bara api, dan garis-garis berdenyut yang membelah dahinya tampak semakin tajam, menandakan betapa menderita yang ia rasakan. Setiap denyutan terasa seperti tusukan pedang yang menusuk ke dalam otaknya, menciptakan sensasi yang tak terlukiskan. Di saat yang sama, dalam benak Ian muncul suara menyerupai robot.
[Ding!]
[Host telah terkonfirmasi]
[Melakukan instalasi dan pengikatan pada Host]
[10%]
[20%]
[35%]
…
[93%]
[100%]
[Selamat Host, Anda telah berhasil mengaktifkan Sistem Kaya Tujuh Turunan! Silahkan segera Check-In hari ini]
Setelah beberapa saat, rasa sakit yang membelenggu kepalanya akhirnya mereda. Ian menghela nafas lega saat ia merasa sedikit lebih baik. Namun, ketika ia membuka matanya, ia langsung terkejut dengan apa yang terjadi. Di depannya, melayang di udara, ada sebuah panel hologram berwarna biru yang tampak begitu nyata. Ian bisa melihat dengan jelas berbagai abjad yang membentuk informasi-informasi asing tertulis dengan rapi. ______________________________________Nama: Ian Herlambang Tinggi: 175 cm Aset: Tidak Ada Tabungan: Rp 50.000 Harem: Orang miskin seperti Anda tidak perlu memikirkannya Kemampuan: Tidak ada Check-In Hari Ini: Belum Level Sistem: 1 ______________________________________“Ini?” Ian memperhatikan panel hologram yang melayang di depannya dengan penuh keheranan. Tanpa ragu, ia mencoba menyentuh panel tersebut, namun tangannya malah menembusnya seolah-olah semua yang ada di depannya hanyalah ilusi semata. Tiba-tiba, sebuah suara misterius yang terdengar seperti su
“Sial, aku hanya punya uang 50 ribu rupiah saja! Sedangkan perjalanan ke Galaxy Lake menggunakan ojek online memerlukan biaya 56 ribu!” keluh Ian dengan kesal saat melihat biaya yang ditampilkan pada aplikasi ojek online. Ian lalu menghela nafas dan berkata seraya melihat becak motor miliknya yang terparkir di halaman Kost. “Baiklah, sepertinya aku hanya bisa menggunakan becak motorku.” Ian memang tidak memiliki kendaraan lain selain becak motornya. Ia biasa menggunakannya untuk berbelanja bahan-bahan makanan yang akan diolah menjadi masakan di kedainya. Dengan becak motornya itu, Ian berhasil mencapai perumahan Galaxy Lake dalam waktu hampir dua jam. Laju becak motor tidaklah cepat, hanya kurang dari 50 km/jam, yang tentunya sangat lambat. Jadi wajar saja, butuh waktu yang lama untuk tiba di Galaxy Lake. Galaxy Lake adalah perumahan paling elit di Surabaya. Mereka memiliki keamanan yang sangat ketat. Oleh karena itu, ketika Ian tiba di pintu gerbang perumahan, satpam yang sedang
Ditemani suara kicauan burung yang merdu, matahari mulai menampakkan diri di ufuk timur. Ian, yang sebelumnya tenggelam dalam mimpi, seketika terjaga. Matanya terbuka lebar, menatap jam dinding yang jarum pendeknya masih menunjuk angka lima. Ia menoleh ke sekeliling, memandangi setiap sudut ruangan yang mewah dan luas. Dengan senyum lebar, ia bergumam, "Ini bukan mimpi. Aku benar-benar berada di rumah mewahku sendiri yang berharga 275 miliar!"Dengan semangat yang baru saja naik, Ian segera bangkit dari tempat tidurnya. Ia berjalan menuju kamar mandi, merendam dirinya dalam bathub hangat yang berisi busa beraroma lavender. Sementara itu, alunan musik lembut mengalir dari speaker tersembunyi, menambah suasana yang sudah sempurna. Ah, betapa indahnya menikmati hidup dengan cara ini.“Tinggal di rumah besar seperti ini sendirian terasa sangat sepi. Andai saja aku punya pacar, mungkin aku bisa mengajaknya tinggal bersamaku.” Saat mengucapkannya, bayangan wanita cantik berambut panjang ya
Hari ini adalah hari Minggu, di mana tradisi kerja bakti di hari libur sudah menjadi kebiasaan warga sekitar. Banyak warga sekitar yang keluar dan membersihkan lingkungan sekitar. Namun, kehadiran mobil Pagani Zonda HP Barchetta milik Ian memicu kehebohan. Baik para bapak maupun ibu-ibu terpesona oleh keindahan mobil tersebut."Wow! Mobilnya sungguh indah!" seru salah seorang bapak."Itu pasti mobil yang sangat mahal. Tapi aku belum pernah melihat model seperti itu sebelumnya," tambah bapak yang lain."Kalau dilihat dari logonya, sepertinya itu mobil Pagani. Aku tidak pernah menyangka bahwa Ian memiliki mobil sekelas itu," kata seorang wanita paruh baya.Seorang ibu-ibu dengan make-up tebal tampak antusias melihat monil Iann. "Aku tidak tahu kalau Ian sebenarnya kaya. Aku harus memperkenalkannya pada anak gadisku!"Sementara itu, Ian telah masuk ke dalam rumah kostnya dan mulai mengemas barang-barangnya, memasukkannya ke dalam mobil. Meskipun bagasi mobil Pagani Zonda HP Barchetta tid
Tanpa banyak penjelasan, Ian dengan cepat mengeluarkan kunci mobil berlogo Pagani dari saku celananya. Dengan satu tekanan pada tombol pembuka kunci pintu mobil, alarm mobil itu langsung berbunyi dengan keras. Cahaya lampu mobil Pagani Zonda HP Barchetta berkedip, menciptakan tampilan yang indah namun mengagetkan. Orang-orang yang sebelumnya mengerumuni mobil biru metalik itu tercengang. Mereka secara bersamaan menoleh ke sekeliling, mencari sumber suara dan cahaya yang tiba-tiba. Namun, pandangan mereka segera tertuju pada Ian yang masih memegang kunci berlogo Pagani di tangannya. Kedua wanita yang tadi mengusir Ian, tampak canggung saat menyadari bahwa Ian adalah pemilik asli dari mobil sport mewah itu. Meskipun situasi sebelumnya cukup tidak mengenakkan, Ian tidak membiarkan amarah menguasai dirinya. Sebaliknya, ia memancarkan senyum yang elegan dan mempesona pada kedua wanita tersebut. Pesona dan ketampanan Ian seketika membuat orang-orang di sekitarnya terpesona. Mereka memberi
"Tapi ..." Kata-kata Risky tergantung di udara, wajahnya penuh dengan kerutan pertanyaan dan keraguan.Iqbal menangkap keraguan itu, senyum tipisnya berkedut di ujung bibirnya. Ia merespon dengan suara yang lembut namun penuh keyakinan, "Jangan khawatir, Bu. Saya yang akan menanggung semua ini." Iqbal berhenti sejenak, menatap Risky dengan tatapan yang meyakinkan. "Saya bahkan akan menambah imbalannya menjadi 500 juta, bagaimana?"Penawaran Iqbal, dengan jumlah yang begitu besar, membuat hati Risky bergetar. Dia datang hari ini dengan niat untuk mengintimidasi Ian, bukan untuk berkelahi. Tapi, tawaran Iqbal, dengan janji uang dan jaminan tanggung jawab, membuatnya merasa seolah-olah dia sedang berdiri di tepi jurang, tergoda untuk melangkah maju.Setelah berpikir sejenak, Risky tersenyum lebar, matanya berkilauan dengan keserakahan yang tak tersembunyikan. "Anak-anak," katanya, suaranya penuh dengan janji. "Hajar pria tampan itu! Aku akan memberi kalian masing-masing 100 juta!"Dua pr
“Huh?" kedua pria berbadan kekar itu terkejut saat melihat Ian tiba-tiba membuka matanya dan kembali berdiri. Tubuhnya tertutup darah segar dan luka memar, memberinya penampilan yang mirip dengan zombie yang baru saja bangkit dari kematian. Tatapannya yang tajam dan tanpa emosi menusuk kedua pria itu, membuat bulu kuduk mereka berdiri tegak.Tak mampu menahan tatapan Ian yang penuh ancaman, salah satu pria berbadan kekar dengan cepat kehilangan kendali dirinya. Dengan marah, dia melepaskan kata-kata kasar, "Jangan pernah menatapku seperti itu, sampah!" seraya melancarkan pukulan berat ke arah wajah Ian.Namun, dengan keajaiban yang tak terduga, tangan kanan Ian dengan cepat menangkap kepalan tangan yang meluncur ke arahnya. Ekspresi pria itu berubah menjadi terkejut, matanya melebar. Dengan suara yang hampir tak terdengar, dia bisik dengan penuh ketidakpercayaan, "Tidak mungkin ..."Dengan kekuatan yang luar biasa, Ian mengunci tangan pria berbadan kekar tersebut dalam cengkeramannya
“Ugh!” Ian terbangun dengan jeritan hening, matanya terbuka lebar menatap langit-langit yang asing. Langit-langit putih polos dengan lampu putih yang berpendar lembut, memberikan cahaya yang cukup untuk melihat sekeliling. Rasa sakit yang menusuk-nusuk merambat di seluruh tubuhnya, membuatnya merasa seolah-olah ia baru saja berlari maraton tanpa henti.“Apa yang sebenarnya terjadi? Di mana ini?” gumamnya lemah.Ia mencoba mengumpulkan kekuatan untuk melihat sekeliling. Ruangan itu berbau steril, aroma khas rumah sakit yang tidak bisa ia lupakan. Dinding-dinding putih bersih, jendela besar dengan tirai putih yang ditarik rapat, dan suara mesin monitor jantung yang berdetak secara teratur, semuanya menunjukkan bahwa ia berada di sebuah kamar rumah sakit.Di sisi kirinya, sebuah tiang infus berdiri tegak, dengan selang yang menjulur ke tangan kirinya. Cairan bening mengalir perlahan, memberikan hidrasi dan nutrisi yang dibutuhkan tubuhnya. Di seberang tempat tidur, sebuah kursi panjang b
"Zeus, kali ini aku akan membunuhmu!” teriak Ian penuh keyakinan. Zeus menatap Ian dengan mata yang memancarkan cahaya keemasan. Di baliknya, ada kekuatan yang mengguncang alam semesta. Ian merasakan getaran itu, seolah langit dan bumi bergetar dalam irama yang tak terduga. “Jangan terlalu yakin dulu, Ian! Aku masih punya kartu As yang bahkan belum aku gunakan saat melawan Ryan!” ujar Zeus dengan tenang. Suaranya seperti guntur yang merayap di udara, menggema di telinga Ian. Hal ini tentu mengagetkan Ryan, yang semenjak tadi telah bertarung secara seimbang dengan Zeus. “Maksudmu, kamu tadi belum benar-benar serius?” Ryan menatap Zeus dengan pandangan campuran antara kagum dan ketidakpercayaan. Zeus hanya tersenyum, namun senyuman itu seakan menunjukkan konfirmasinya. “Mode Dewa: Petir Surgawi!” serunya. Cahaya keemasan di matanya semakin terang, dan angin berputar di sekitarnya. Ian merasa seolah berada di pusat badai. Petir tiba-tiba menyambar entah dari mana, dan mengenai tubuh
Balor menatap Ian dengan mata yang penuh tekad. "Aku akan mengembalikan Otoritas yang telah kucuri dari Hades." Sebuah cahaya keemasan muncul dari tengah dahi Balor, terbang dan merasuk ke kepala Ian.Ian merasakan sesuatu yang kembali padanya, kekuatannya mendekati sempurna. "Ini?" tanyanya, terkejut."Ya," jawab Balor dengan suara yang semakin lemah. "Dengan ini, Jalan Asura telah kembali pada penguasa samsara." Ia menoleh ke arah Verethragna. "Hei, cepat beri Ian senjatamu!"Verethragna tertawa. "Chill bro~" ucapnya. "Ian, aku memang tidak bisa mengembalikan Otoritas Jalan Deva, tapi aku bisa memberimu sebuah senjata terkuat yang dapat membunuh apapun."Verethragna memejamkan matanya, menciptakan senjata yang sesuai dengan bayangannya. Dari ruang kosong di depannya, cahaya emas menyeruak. Cahaya itu membentuk bilah dan gagang pedang.Pedang itu memiliki bilah panjang dan tajam, terbuat dari baja legendaris yang sudah tidak ada lagi di
Ketika pil itu meluncur melewati kerongkongan Ian, tiba-tiba tubuhnya diselimuti oleh api hijau. Namun, anehnya, api itu tidaklah panas; sebaliknya, ia merasa hangat dan nyaman. Luka-luka di tubuhnya sembuh dengan cepat, bahkan lebih dari yang efek kemampuan Healing Factor miliknya."Inikah kekuatan yang aku dapatkan dari pil NTZ?" gumam Ian, memandangi kedua tangannya dengan keterkejutan.Namun, suara tajam membuyarkan lamunan Ian. "Tentu saja tidak, bodoh!" ujar sosok yang muncul dari atas langit. "Itu adalah kekuatan dari Api Lotus Hijau milikku."Sosok itu turun perlahan, sayap-sayapnya yang berjumlah dua belas terbentang dengan megah. Setiap sayapnya memiliki warna yang berbeda, mereka semua terbuat dari berbagai macam Api Surgawi."Ian Herlambang," kata sosok itu dengan nada dingin, "aku tak menyangka kamu telah mencapai ranah Celestial. Namun, aku melihat bahwa ini bukanlah pencapaianmu sendiri. Ranah kultivasimu masih belum stabil. Beristi
Gelombang kejut dari benturan kekuatan yang dahsyat itu merambat dengan cepat, mengguncang bumi dan langit. Bumi bergetar, seakan-akan planet ini menahan nafas terakhirnya. Di kota-kota besar Indonesia, gedung-gedung menjulang seperti pohon-pohon raksasa yang terguncang oleh badai. Kaca-kaca jendela pecah, mengirimkan serpihan tajam ke jalanan yang berubah menjadi medan perang. Teriakan panik memenuhi udara, menciptakan simfoni ketakutan yang menggema di antara reruntuhan.Di wilayah pesisir, air laut mengundur sejenak, mengejar takdirnya yang tak terhindarkan. Lalu, ombak raksasa muncul, menggulung daratan dengan amarah yang tak terkendali. Tsunami itu menghancurkan segala yang ada di jalurnya: kapal-kapal terangkat dan terhempas ke darat, rumah-rumah luluh lantak, dan manusia berlarian tanpa arah, berusaha menyelamatkan diri dari amukan alam yang tak terbendung. Mata mereka dipenuhi ketakutan, melihat bencana bak kiamat ini.Jakarta, kota yang pernah ramai dan be
Angin malam berhembus kencang, membawa desau yang menegangkan. Ian, dengan napas yang tersengal, mengumpulkan sisa kekuatannya. "Aku belum selesai, Zeus!" serunya, matanya menyala dengan tekad yang tak tergoyahkan. “Aku tak akan pernah membiarkanmu menyentuh Lisa!”Zeus hanya tertawa, suaranya bergema seperti guntur yang menggelegar. "Kau pikir kau bisa mengalahkanku hanya dengan kekuatan sebesar itu?" ejeknya sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Dari ujung jari-jarinya, tombak petir mulai terbentuk, cahayanya menyilaukan dan memancarkan energi yang mengerikan. “Baiklah, aku beri kamu kesempatan untuk menghiburku lagi. Dan kali ini, aku tidak akan diam saja, jadi …”“Jangan kecewakan aku,” bisik Zeus dengan suara yang tegas dan berat. Setiap kata yang terucap menekankan ancaman yang tersirat.Ian mengencangkan genggaman tangannya, cahaya di matanya semakin berkobar. "Demi Lisa, dan demi seluruh orang yang takdirnya telah kau permainkan, aku tidak aka
Bulan purnama yang terang benderang seakan menjadi saksi atas pertemuan dua kekuatan besar di langit Jakarta yang malam itu terasa berbeda. Aura tegang menyelimuti kota, dan angin malam berhembus seolah-olah ingin menceritakan kisah epik yang akan terjadi.Di bawah sinar bulan yang memantulkan cahaya putih, Ian berdiri dengan rambutnya yang mengalir bagai sungai perak. Matanya yang biru kehijauan bersinar tajam, menembus kegelapan malam, penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan.Di hadapannya, Zeus berdiri megah, senyumnya lebar dan penuh dengan kegembiraan pertempuran. Sorot matanya yang berkilau menandakan ia siap untuk pertarungan yang telah lama dinantikan.Baik Ian ataupun Zeus, mereka berdua adalah Overgod, eksistensi yang telah melampaui batas-batas manusia biasa, dan malam itu, mereka akan menunjukkan kekuatan mereka yang bisa mengguncang alam semesta.Dalam kesunyian malam yang hanya ditemani gemerlap bintang, Ian berbisik mengucapkan nama
Zeus terbang di atas langit Jakarta yang kelabu, pakaian putih yang biasa ia kenakan kini terkoyak-koyak, menandakan ledakan dahsyat yang baru saja terjadi. Di bawahnya, kawah raksasa seluas 10 kilometer membentang, asap dan debu masih mengepul dari tanah yang hangus. Sekitar 20 Celestial tergeletak dengan luka-luka mendalam, termasuk Fortuna yang terbaring lemah, sementara yang lainnya lenyap ditelan ledakan.Bagaimanapun juga, Hades adalah kultivator dengan ranah Celestial Puncak. Meski dia telah memberikan otoritasnya pada Ian, tapi dia masih memiliki energi melimpah yang cukup untuk membunuh semua kultivator di bawah ranah Celestial Puncak. Tindakan Hades ini telah mengguncang fondasi organisasi Kadukeus, namun Zeus hanya tertawa ringan di atas sana. Zeus tampak tidak mempedulikan ada atau tidaknya Kadukeus. Karena baginya, selama hal itu menyenangkan, maka ia tidak akan memperdulikan hal lain. Dan apa yang dilakukan Hades, cukup menghiburnya."Adikku
“Huh?” Ian menoleh ke samping, telinganya menangkap suara ledakan yang menggema dari kejauhan. Langit malam yang sebelumnya gelap kini terang benderang oleh letupan cahaya yang mirip dengan matahari terbenam, namun tiba-tiba saja, sebuah cahaya keemasan yang menyilaukan melintas bagai bintang jatuh dan menghantam tubuhnya dengan kekuatan yang luar biasa, menghempaskan tubuh Ian ke tembok. Dalam sekejap, tembok tersebut langsung retak dan hancur berkeping-keping, debu dan puing berserakan di udara.Cahaya itu kemudian meresap masuk ke dalam tubuh Ian, menyebabkan rasa sakit yang tak tertahankan. Cahaya keemasan itu seolah menjadi cairan panas yang mengalir di setiap pembuluh darahnya, membuat Ian meronta kesakitan seperti binatang buas yang terluka parah.Di tengah rasa sakit yang memuncak, suara sistem terdengar kacau di telinganya.[Ding!][Mendeteksi adanya energi asing yang mencoba menyingkirkan sistem]Ian mengerang kesakitan, tubuhny
Zeus melayang di atas reruntuhan yang masih mengepulkan asap, tatapannya dingin dan tak tergoyahkan menembus ke bawah ke arah para anggota Zodiak yang terkapar tak berdaya."Sampai di sinilah perjuangan kalian berakhir," suaranya tenang namun mengandung otoritas yang tak bisa ditolak. "Sekarang, aku akan mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milik kami."Zeus mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Petir berkumpul di telapaknya, berputar dengan liar dan bersinar terang hingga menyilaukan mata. Dengan satu gerakan tegas dan pasti, ia melepaskan bola petir itu ke arah Libra dan rekan-rekannya yang sudah tidak berdaya.Mereka hanya bisa menatap dengan pasrah pada serangan maut yang mendekat. Cahaya biru yang menyilaukan memancar dengan intensitas yang memenuhi pandangan, menelan tubuh Libra, Virgo, Sagitarius, dan Aquarius dalam kilauan yang membutakan.Dentuman keras menggema, membelah kesunyian malam yang kacau. Ledakan itu begitu dahsyat hingg