"Tapi ..." Kata-kata Risky tergantung di udara, wajahnya penuh dengan kerutan pertanyaan dan keraguan.
Iqbal menangkap keraguan itu, senyum tipisnya berkedut di ujung bibirnya. Ia merespon dengan suara yang lembut namun penuh keyakinan, "Jangan khawatir, Bu. Saya yang akan menanggung semua ini." Iqbal berhenti sejenak, menatap Risky dengan tatapan yang meyakinkan. "Saya bahkan akan menambah imbalannya menjadi 500 juta, bagaimana?"Penawaran Iqbal, dengan jumlah yang begitu besar, membuat hati Risky bergetar. Dia datang hari ini dengan niat untuk mengintimidasi Ian, bukan untuk berkelahi. Tapi, tawaran Iqbal, dengan janji uang dan jaminan tanggung jawab, membuatnya merasa seolah-olah dia sedang berdiri di tepi jurang, tergoda untuk melangkah maju.Setelah berpikir sejenak, Risky tersenyum lebar, matanya berkilauan dengan keserakahan yang tak tersembunyikan. "Anak-anak," katanya, suaranya penuh dengan janji. "Hajar pria tampan itu! Aku akan memberi kalian masing-masing 100 juta!"Dua pria berbadan kekar dan berkulit gelap itu merespon dengan senyum yang sama serakahnya. Mereka meregangkan otot-otot mereka, siap untuk beraksi, dan melangkah maju mendekati Ian."Jangan dendam pada kami ya," kata salah satu dari mereka, suaranya penuh dengan nada mengejek."Salahkan saja pada nasib burukmu," timpal yang lain, suaranya bergema dengan nada sinis. Mereka berdua berbagi senyum jahat, siap untuk melaksanakan perintah Risky.Dengan gerakan cepat dan tanpa ragu, Ian melemparkan tas plastik yang ia genggam. Berbagai bahan makanan yang baru saja dibelinya, terbang bebas dan mendarat dengan keras di wajah dan pakaian kedua anak buah Risky. Beberapa butir telur yang ada di dalam tas pecah, meninggalkan jejak kotor di wajah dan pakaian mereka.Kedua pria itu, yang tingginya melebihi 180 centimeter, merasa marah dan malu. Mereka menggeram, siap untuk membalas. Tapi, saat mereka berbalik, Ian sudah menghilang. Dia telah melarikan diri ke dalam kedai dan mengunci pintu kaca di belakangnya, meninggalkan kedua pria itu di luar, tercengang dan berlumuran telur."Brengsek!" umpat kedua pria itu, suara mereka bergema di udara. Kemarahan mereka terasa begitu nyata, seolah-olah mereka bisa merobek Ian menjadi dua."Buka pintunya! Jika tidak, kami akan memecahkannya!" ancam salah satu dari mereka, suaranya keras dan penuh ancaman.Di dalam kedai, Ian berdiri dengan tenang. Ia mengangkat sebuah kursi kayu, siap untuk bertahan. "Kalian pikir aku bodoh?" katanya, suaranya lantang dan penuh tantangan. "Kalian pasti akan menghajarku jika aku membukanya. Maaf ya, aku ini seorang sarjana, jadi pasti lebih cerdas dibanding kalian berdua!" Ian berdiri tegak, menantang mereka dengan tatapan tajam dan penuh keberanian.Salah satu dari pria berbadan kekar itu tertawa dengan keras, suaranya bergema masuk ke dalam kedai. "Maaf mengecewakanmu, bocah tampan," katanya dengan nada mengejek. "Tapi kami berdua adalah lulusan Universitas Sura & Baya dengan predikat Summa Cumlaude!"Ian terkejut mendengarnya. "Apa?!" ucapnya dengan rasa tak percaya. "Itu artinya kalian adalah seniorku? Bahkan aku hanya lulus dengan predikat Cumlaude. Ini benar-benar tidak adil!"Salah satu dari pria berkulit gelap mengerutkan dahinya, sedikit bingung. "Kau juga lulusan Universitas Sura & Baya?" tanyanya, suaranya penuh keraguan. "Bukankah jika kau menghina kami, itu sama saja menghina dirimu juga?"Menyadari hal itu, dari luar kedai, tawa vulgar terdengar dari kedua anak buah Risky, membuat Ian merasa malu. Ia menyadari betapa salah dia dalam menilai orang hanya dari penampilan mereka. "Sial," batinnya, "Siapa sangka kedua pria itu adalah satu alumni dan memiliki prestasi yang tinggi. Sepertinya aku tidak bisa menilai orang hanya dari penampilan mereka saja!"Tak lama kemudian, mereka berdua menghentikan tawa mereka dan kembali fokus pada tugas masing-masing. Salah seorang dari mereka dengan kasar mengatakan, "Karena kamu tidak membuka pintunya, maka kami terpaksa merusaknya!"Tanpa ragu, dia membuka pakaiannya dan membuntalkannya pada tangan kanannya. Dengan kekuatan penuh, pria itu memukul pintu kaca hingga akhirnya pecah. Suara gemerincing pecahan kaca yang jatuh ke lantai mengisi kedai dengan keheningan yang tegang.Dengan langkah perlahan, kedua anak buah Risky memasuki ruangan. Salah seorang pria berpostur kekar menjilat bibirnya dengan penuh keganasan, lalu berkata, "Kau tidak akan bisa melarikan diri lagi, pria tampan!"Sementara itu, pria lainnya mengancam dengan nada tegas, "Aku akan memastikan kau mati, sebagai pembayaran atas pakaianku yang kotor ini!"Berbekal kursi kayu, Ian tidak ragu untuk melawan. Dengan cepat, dia berlari ke depan dan menghantam salah satu anak buah Risky dengan kursi kayu tersebut. Suara keras terdengar saat kursi kayu itu menghantam tangan kiri anak buah Risky, membuatnya hancur. Ian tercengang melihat kejadian ini, tidak menyangka akan sekuat itu."Sekarang giliran kami!" kedua pria itu berkata sambil tersenyum penuh ejekan. Tanpa ampun, mereka langsung melancarkan serangan kejam mereka ke tubuh Ian. Pukulan demi pukulan menghantam tubuhnya, mengirimkan rasa sakit yang tak terperi ke setiap seratnya. Ian berusaha bertahan, mencoba menghindari pukulan-pukulan itu, tetapi kedua pria tersebut terlalu kuat dan terlatih.Darah mulai bercucuran dari pelipis kepala Ian, mengalir deras ke wajahnya yang semakin luka. Setiap pukulan yang mengenai hidungnya membuat darah segar membanjiri hidungnya, menghalangi pernapasannya. Bibirnya yang pecah mengeluarkan darah, menciptakan jejak merah di sepanjang dagunya. Namun, meskipun terluka dan babak belur, Ian tetap bertahan, menunjukkan tekadnya yang kuat.Dalam keadaan yang semakin terdesak, Ian mencoba memanfaatkan setiap celah yang ada untuk memberikan balasan. Ia mengangkat tangannya, berusaha memblokir beberapa pukulan, namun kekuatannya tidak sebanding dengan kedua pria itu. Pukulan demi pukulan terus menghujani tubuhnya, membuatnya terhuyung dan terjatuh ke lantai yang dingin.Saat tubuh Ian terkapar di lantai, Ia merasakan nyeri yang tak tertahankan. Setiap gerakan, setiap napas yang diambilnya, terasa seperti menyiksa. Di saat yang sama, ingatan mengenai kedua orang tuanya yang selama ini selalu menyayanginha menyeruak. ‘Ibu … Ayah …’Detik berikutnya, wajah seorang gadis cantik mengenakan bando bertelinga kucing muncul. Senyuman gadis itu yang sangat menawan, membuat Ian tidak pernah menyerah dalam melanjutkan usaha kedainya. ‘Lisa …’Mata Ian yang awalnya mulai kehilangan cahaya, kini perlahan api semangat mulai terpancar dari matanya. ‘Aku tidak boleh menyerah … aku tidak boleh menyerah!’ teriaknya dalam hati seraya menahan sakit.Dalam keadaan yang lemah dan terluka, Ian masih mencoba bangkit kembali. Dengan kekuatan terakhir yang tersisa, Ian mengangkat tubuhnya dan berdiri dengan perlahan. “Sistem, apakah kamu tidak bisa membantuku?”Sistem hanya diam, tidak memberi Ian jawaban sedikitpun. Hal ini membuat Ian emosi. “Sistem! Bukankah kamu ada untuk membuat hidupku lebih nyaman?! Jika aku mati, itu sama saja kamu mengingkari eksistensimu!” ucapnya dengan keras seraya menatap kedua pria itu dengan mata yang penuh tekad.“Hei, sepertinya dia sudah gila,” tawa salah seorang pria berbadan kekar.“Mungkin kita terlalu keras memukul kepalanya,” timpal pria berbadan kekar lainnya dengan wajah menyindir.Di luar kedai, Iqbal tampak sangat resah. Ia tahu bahwa Ian juga memiliki sistem, berkat misi darurat yang diberikan sistem padanya. Maka dari itu, saat Ian berteriak pada sistemnya, Iqbal takut sistem milik Ian akan memberinya kekuatan ajaib.“Kalian berdua, cepat bunuh dia! Orang pertama yang berhasil membunuhnya, akan aku berikan bonus tambahan 100 juta!” ujar Iqbal dengan lantang dan tergesa-gesa.“Beres Bos!” jawab kedua pria kekar itu bersama-sama.Detik berikutnya, mereka kembali menghajar Ian yang tengah berdiri terhuyung. Dengan penuh kekejaman, mereka melanjutkan pukulan mereka, menghancurkan tubuh Ian yang sudah terluka parah.Dalam keadaan yang semakin suram, Ian merasakan kekuatannya yang semakin memudar. Ia tahu bahwa dirinya tidak akan mampu bertahan lebih lama lagi. Akhirnya, tubuh Ian terkulai lemas di lantai. Darahnya mengalir, menciptakan pola merah yang kontras dengan lantai yang putih. Di saat yang sama, sistem milik Ian mulai berperilaku aneh.[Ding!][Mendeteksi nyawa Host berada dalam bahaya][Mencari solusi terbaik][...][Error][Terus mencari solusi][Er###$@_+@][Sistem ##@$1#$@$][Menginisiasi pengambilalihan tubuh][1%][20%]…[90%][100%][Override]Dalam sekejap, mata Ian yang sebelumnya tertutup tiba-tiba terbuka lebar. Sinar biru terang memenuhi matanya yang sebelumnya gelap.“Huh?" kedua pria berbadan kekar itu terkejut saat melihat Ian tiba-tiba membuka matanya dan kembali berdiri. Tubuhnya tertutup darah segar dan luka memar, memberinya penampilan yang mirip dengan zombie yang baru saja bangkit dari kematian. Tatapannya yang tajam dan tanpa emosi menusuk kedua pria itu, membuat bulu kuduk mereka berdiri tegak.Tak mampu menahan tatapan Ian yang penuh ancaman, salah satu pria berbadan kekar dengan cepat kehilangan kendali dirinya. Dengan marah, dia melepaskan kata-kata kasar, "Jangan pernah menatapku seperti itu, sampah!" seraya melancarkan pukulan berat ke arah wajah Ian.Namun, dengan keajaiban yang tak terduga, tangan kanan Ian dengan cepat menangkap kepalan tangan yang meluncur ke arahnya. Ekspresi pria itu berubah menjadi terkejut, matanya melebar. Dengan suara yang hampir tak terdengar, dia bisik dengan penuh ketidakpercayaan, "Tidak mungkin ..."Dengan kekuatan yang luar biasa, Ian mengunci tangan pria berbadan kekar tersebut dalam cengkeramannya
“Ugh!” Ian terbangun dengan jeritan hening, matanya terbuka lebar menatap langit-langit yang asing. Langit-langit putih polos dengan lampu putih yang berpendar lembut, memberikan cahaya yang cukup untuk melihat sekeliling. Rasa sakit yang menusuk-nusuk merambat di seluruh tubuhnya, membuatnya merasa seolah-olah ia baru saja berlari maraton tanpa henti.“Apa yang sebenarnya terjadi? Di mana ini?” gumamnya lemah.Ia mencoba mengumpulkan kekuatan untuk melihat sekeliling. Ruangan itu berbau steril, aroma khas rumah sakit yang tidak bisa ia lupakan. Dinding-dinding putih bersih, jendela besar dengan tirai putih yang ditarik rapat, dan suara mesin monitor jantung yang berdetak secara teratur, semuanya menunjukkan bahwa ia berada di sebuah kamar rumah sakit.Di sisi kirinya, sebuah tiang infus berdiri tegak, dengan selang yang menjulur ke tangan kirinya. Cairan bening mengalir perlahan, memberikan hidrasi dan nutrisi yang dibutuhkan tubuhnya. Di seberang tempat tidur, sebuah kursi panjang b
“Sistem, apakah uang satu miliar itu adalah aset dari orang bernama Iqbal?” tanya Ian yang masih terkejut.[Ding!][Selamat Host, Anda telah berhasil menyelesaikan Misi Darurat Tingkat C: Eliminasi Iqbal Kartono][Anda telah mendapat properti di Jalan Residen Sudirman 40 Surabaya][Anda telah mendapat semua aset Iqbal Kartono seperti: uang senilai 1,3 miliar, mobil Aston Martin Rapide S, rumah di kawasan Sutra Land Surabaya Barat, dan Sistem Cashback 200%] [Anda mendapat ingatan hidup Iqbal Kartono, apakah Anda ingin menontonnya?]Ian menelan ludah, mencoba mencerna semua informasi yang baru saja dia terima. Tapi ada satu hal yang membuatnya bingung. "Ingatan hidup Iqbal Kartono? Apa maksudnya?" tanyanya, alisnya berkerut dalam kebingungan.[Anda akan paham setelah melihatnya sendiri]Karena Ian juga sedang menganggur dan tidak bisa melakukan apa-apa dengan tubuhnya yang sekarang, Ian akhirnya memilih untuk menontonnya. Begitu ia memberi perintah pada sistem, seketika itu juga, kamar
Setelah membulatkan tekadnya, Ian melihat lagi dua kemampuan baru yang dimilikinya. Sesuatu yang aneh menarik perhatiannya pada kolom pertama kemampuan. Dengan rasa penasaran, ia mencoba untuk melihatnya lebih detail.__________________________________Kemampuan Nama: Ov3#12i&3@@ (Terkunci)Keterangan:#$@##-#-#++#+&++#+#+#__________________________________“Apa-apaan ini?!” Ekspresi Ian berubah, alisnya mengerut ketika ia melihat detail kemampuan yang aneh itu. "Sistem, apa maksud dari semua ini?"[Ding!][Error][Sistem tidak mengerti atas apa yang Host tanyakan]“Error? Apa yang sebenarnya terjadi?” Ian mencoba beberapa kali untuk mendapatkan penjelasan dari sistem tentang kemampuan misterius itu. Namun, sistem tetap tidak bisa memberikan jawaban. Akhirnya, dengan rasa kecewa, Ian menyerah dan beralih untuk membaca detail kemampuan baru lainnya.__________________________________Kemampuan Nama: Cashback 200% (Pasif)Keterangan:Setiap uang atau barang yang berikan pada orang la
Seorang pria dengan kacamata tebal yang membingkai wajahnya, mengenakan jas putih yang menandakan profesi medisnya, menatap foto rontgen dan berkas-berkas yang berisi detail kondisi kesehatan Ian. Ekspresi kebingungannya tergambar jelas di wajahnya, seolah-olah dia sedang mencoba memecahkan teka-teki yang sangat rumit. Matanya bergerak bolak-balik antara berkas di tangannya dan sosok Ian yang duduk di pinggir tempat tidur, mencoba mencari jawaban yang tidak ada."In ... ini benar-benar di luar nalar," gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Ian.Ian, dengan senyum yang tampak dipaksakan dan mata yang berkilauan dengan kegelisahan, bertanya, "Jadi, Dok, apakah saya bisa pulang sekarang?"Dokter itu menatap Ian, matanya menunjukkan keserakahan yang dibalut kekhawatiran kosong. "Tidak, Ian. Kamu harus tinggal di sini untuk beberapa hari. Aku perlu melakukan lebih banyak pemeriksaan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhmu."Ekspresi Ian berubah, matanya
Jarak di antara kedai dan Tunjungan Plaza hanya berjarak 4 kilometer. Ian cuma membutuhkan waktu 15 menit untuk tiba di mall. Ketika Ian tiba di pintu masuk tempat parkir mobil, petugas keamanan yang sedang berjaga langsung menyambutnya. Mereka dengan antusias membantu Ian menemukan slot parkir dan bahkan mempersilahkan Ian menggunakan dua slot parkir sekaligus.Hal tersebut tentu membuat Ian bingung. Saat Ian membuka kaca jendela mobil untuk bertanya, petugas keamanan itu langsung berkata dengan sangat sopan dan penuh hormat. “Selamat siang Pak.”Ian tersenyum ramah. “Terima kasih Pak telah dicarikan slot parkir. Tapi saya rasa satu slot saja cukup Pak, berikan saja slot satunya untuk pengunjung lain.”“Maaf Pak, saya hanya ingin mencegah terjadinya lecet pada mobil Bapak. Jadi saya mempersilahkan Bapak untuk menempati dua slot parkir ini,” ucap petugas keamanan dengan sedikit gugup. Sebagai petugas keamanan, lecet pada bodi mobil juga termasuk dalam tanggung jawabnya. Jika sampai mo
"Rika?" Ian membalikkan tubuhnya dan tersenyum saat melihat wanita cantik berkacamata itu mendekatinya. Rika, teman sekelasnya di Universitas Sura & Baya, memeluknya dengan bahagia. "Mengapa kamu tidak memberitahuku kalau kamu akan datang ke sini?" Rika berkata dengan ekspresi cemberut. "Aku pasti akan menawarkan pakaian yang cocok untukmu. Siapa tahu kamu tertarik dan bisa membantu meningkatkan penjualanku."Ian mengangguk dengan senyum dan sedikit rasa bersalah. "Maaf, Rika. Sudah tiga tahun sejak kelulusan kita, kita tidak pernah berkomunikasi lagi. Jadi aku tidak tahu kalau kamu sekarang bekerja di toko ini."Rika tampak sedih, matanya sedikit berkaca-kaca. "Kamu jahat, kamu sudah tidak menganggapku sebagai teman!" desisnya dengan suara lembut.Ian tertawa melihat ekspresi Rika yang berusaha pura-pura sedih. "Rika, aku tahu kamu tidak akan pernah bisa marah padaku," ucapnya sambil tersenyum.Rika mengernyitkan dahi, memandang Ian dengan tatapan penasaran. "Kenapa kamu begitu yak
“Iya, aku mau membeli semuanya,” ucap Ian dengan santai.Hal itu benar-benar membuat Rika terkejut. “Kamu tidak apa-apa kan? Kamu tidak sedang sakit kan?” tanyanya seraya menyentuh dahi Ian, memeriksa apakah Ian sedang mengalami demam atau tidak.“Hei, aku serius Rika! Ayo cepat hitung semuanya!” tegas Ian.“Oke-oke, sebentar aku hitung dulu.” Setelah itu, Rika segera membawa semua barang yang akan dibeli Ian ke kasir. Butuh sekitar hampir 10 menit untuk memindai seluruh barcode tersebut.“Total ada 35 kemeja, 35 celana kain, 10 dasi, dan 5 sepatu. Semuanya jadi 160 juta rupiah, dikurangi diskon 20% menjadi 128 juta rupiah. Bagaimana, apa kamu jadi membeli semua ini?” tanya Rika dengan sedikit cemas.Rika tahu latar belakang keluarga Ian. Dia berasal dari desa Campur, Kabupaten Nganjuk, dan ayahnya adalah seorang buruh tani. Sedangkan ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga yang sesekali ikut memotong bawang merah di rumah tetangga saat panen raya untuk mendapat penghasilan tambahan.
"Zeus, kali ini aku akan membunuhmu!” teriak Ian penuh keyakinan. Zeus menatap Ian dengan mata yang memancarkan cahaya keemasan. Di baliknya, ada kekuatan yang mengguncang alam semesta. Ian merasakan getaran itu, seolah langit dan bumi bergetar dalam irama yang tak terduga. “Jangan terlalu yakin dulu, Ian! Aku masih punya kartu As yang bahkan belum aku gunakan saat melawan Ryan!” ujar Zeus dengan tenang. Suaranya seperti guntur yang merayap di udara, menggema di telinga Ian. Hal ini tentu mengagetkan Ryan, yang semenjak tadi telah bertarung secara seimbang dengan Zeus. “Maksudmu, kamu tadi belum benar-benar serius?” Ryan menatap Zeus dengan pandangan campuran antara kagum dan ketidakpercayaan. Zeus hanya tersenyum, namun senyuman itu seakan menunjukkan konfirmasinya. “Mode Dewa: Petir Surgawi!” serunya. Cahaya keemasan di matanya semakin terang, dan angin berputar di sekitarnya. Ian merasa seolah berada di pusat badai. Petir tiba-tiba menyambar entah dari mana, dan mengenai tubuh
Balor menatap Ian dengan mata yang penuh tekad. "Aku akan mengembalikan Otoritas yang telah kucuri dari Hades." Sebuah cahaya keemasan muncul dari tengah dahi Balor, terbang dan merasuk ke kepala Ian.Ian merasakan sesuatu yang kembali padanya, kekuatannya mendekati sempurna. "Ini?" tanyanya, terkejut."Ya," jawab Balor dengan suara yang semakin lemah. "Dengan ini, Jalan Asura telah kembali pada penguasa samsara." Ia menoleh ke arah Verethragna. "Hei, cepat beri Ian senjatamu!"Verethragna tertawa. "Chill bro~" ucapnya. "Ian, aku memang tidak bisa mengembalikan Otoritas Jalan Deva, tapi aku bisa memberimu sebuah senjata terkuat yang dapat membunuh apapun."Verethragna memejamkan matanya, menciptakan senjata yang sesuai dengan bayangannya. Dari ruang kosong di depannya, cahaya emas menyeruak. Cahaya itu membentuk bilah dan gagang pedang.Pedang itu memiliki bilah panjang dan tajam, terbuat dari baja legendaris yang sudah tidak ada lagi di
Ketika pil itu meluncur melewati kerongkongan Ian, tiba-tiba tubuhnya diselimuti oleh api hijau. Namun, anehnya, api itu tidaklah panas; sebaliknya, ia merasa hangat dan nyaman. Luka-luka di tubuhnya sembuh dengan cepat, bahkan lebih dari yang efek kemampuan Healing Factor miliknya."Inikah kekuatan yang aku dapatkan dari pil NTZ?" gumam Ian, memandangi kedua tangannya dengan keterkejutan.Namun, suara tajam membuyarkan lamunan Ian. "Tentu saja tidak, bodoh!" ujar sosok yang muncul dari atas langit. "Itu adalah kekuatan dari Api Lotus Hijau milikku."Sosok itu turun perlahan, sayap-sayapnya yang berjumlah dua belas terbentang dengan megah. Setiap sayapnya memiliki warna yang berbeda, mereka semua terbuat dari berbagai macam Api Surgawi."Ian Herlambang," kata sosok itu dengan nada dingin, "aku tak menyangka kamu telah mencapai ranah Celestial. Namun, aku melihat bahwa ini bukanlah pencapaianmu sendiri. Ranah kultivasimu masih belum stabil. Beristi
Gelombang kejut dari benturan kekuatan yang dahsyat itu merambat dengan cepat, mengguncang bumi dan langit. Bumi bergetar, seakan-akan planet ini menahan nafas terakhirnya. Di kota-kota besar Indonesia, gedung-gedung menjulang seperti pohon-pohon raksasa yang terguncang oleh badai. Kaca-kaca jendela pecah, mengirimkan serpihan tajam ke jalanan yang berubah menjadi medan perang. Teriakan panik memenuhi udara, menciptakan simfoni ketakutan yang menggema di antara reruntuhan.Di wilayah pesisir, air laut mengundur sejenak, mengejar takdirnya yang tak terhindarkan. Lalu, ombak raksasa muncul, menggulung daratan dengan amarah yang tak terkendali. Tsunami itu menghancurkan segala yang ada di jalurnya: kapal-kapal terangkat dan terhempas ke darat, rumah-rumah luluh lantak, dan manusia berlarian tanpa arah, berusaha menyelamatkan diri dari amukan alam yang tak terbendung. Mata mereka dipenuhi ketakutan, melihat bencana bak kiamat ini.Jakarta, kota yang pernah ramai dan be
Angin malam berhembus kencang, membawa desau yang menegangkan. Ian, dengan napas yang tersengal, mengumpulkan sisa kekuatannya. "Aku belum selesai, Zeus!" serunya, matanya menyala dengan tekad yang tak tergoyahkan. “Aku tak akan pernah membiarkanmu menyentuh Lisa!”Zeus hanya tertawa, suaranya bergema seperti guntur yang menggelegar. "Kau pikir kau bisa mengalahkanku hanya dengan kekuatan sebesar itu?" ejeknya sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Dari ujung jari-jarinya, tombak petir mulai terbentuk, cahayanya menyilaukan dan memancarkan energi yang mengerikan. “Baiklah, aku beri kamu kesempatan untuk menghiburku lagi. Dan kali ini, aku tidak akan diam saja, jadi …”“Jangan kecewakan aku,” bisik Zeus dengan suara yang tegas dan berat. Setiap kata yang terucap menekankan ancaman yang tersirat.Ian mengencangkan genggaman tangannya, cahaya di matanya semakin berkobar. "Demi Lisa, dan demi seluruh orang yang takdirnya telah kau permainkan, aku tidak aka
Bulan purnama yang terang benderang seakan menjadi saksi atas pertemuan dua kekuatan besar di langit Jakarta yang malam itu terasa berbeda. Aura tegang menyelimuti kota, dan angin malam berhembus seolah-olah ingin menceritakan kisah epik yang akan terjadi.Di bawah sinar bulan yang memantulkan cahaya putih, Ian berdiri dengan rambutnya yang mengalir bagai sungai perak. Matanya yang biru kehijauan bersinar tajam, menembus kegelapan malam, penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan.Di hadapannya, Zeus berdiri megah, senyumnya lebar dan penuh dengan kegembiraan pertempuran. Sorot matanya yang berkilau menandakan ia siap untuk pertarungan yang telah lama dinantikan.Baik Ian ataupun Zeus, mereka berdua adalah Overgod, eksistensi yang telah melampaui batas-batas manusia biasa, dan malam itu, mereka akan menunjukkan kekuatan mereka yang bisa mengguncang alam semesta.Dalam kesunyian malam yang hanya ditemani gemerlap bintang, Ian berbisik mengucapkan nama
Zeus terbang di atas langit Jakarta yang kelabu, pakaian putih yang biasa ia kenakan kini terkoyak-koyak, menandakan ledakan dahsyat yang baru saja terjadi. Di bawahnya, kawah raksasa seluas 10 kilometer membentang, asap dan debu masih mengepul dari tanah yang hangus. Sekitar 20 Celestial tergeletak dengan luka-luka mendalam, termasuk Fortuna yang terbaring lemah, sementara yang lainnya lenyap ditelan ledakan.Bagaimanapun juga, Hades adalah kultivator dengan ranah Celestial Puncak. Meski dia telah memberikan otoritasnya pada Ian, tapi dia masih memiliki energi melimpah yang cukup untuk membunuh semua kultivator di bawah ranah Celestial Puncak. Tindakan Hades ini telah mengguncang fondasi organisasi Kadukeus, namun Zeus hanya tertawa ringan di atas sana. Zeus tampak tidak mempedulikan ada atau tidaknya Kadukeus. Karena baginya, selama hal itu menyenangkan, maka ia tidak akan memperdulikan hal lain. Dan apa yang dilakukan Hades, cukup menghiburnya."Adikku
“Huh?” Ian menoleh ke samping, telinganya menangkap suara ledakan yang menggema dari kejauhan. Langit malam yang sebelumnya gelap kini terang benderang oleh letupan cahaya yang mirip dengan matahari terbenam, namun tiba-tiba saja, sebuah cahaya keemasan yang menyilaukan melintas bagai bintang jatuh dan menghantam tubuhnya dengan kekuatan yang luar biasa, menghempaskan tubuh Ian ke tembok. Dalam sekejap, tembok tersebut langsung retak dan hancur berkeping-keping, debu dan puing berserakan di udara.Cahaya itu kemudian meresap masuk ke dalam tubuh Ian, menyebabkan rasa sakit yang tak tertahankan. Cahaya keemasan itu seolah menjadi cairan panas yang mengalir di setiap pembuluh darahnya, membuat Ian meronta kesakitan seperti binatang buas yang terluka parah.Di tengah rasa sakit yang memuncak, suara sistem terdengar kacau di telinganya.[Ding!][Mendeteksi adanya energi asing yang mencoba menyingkirkan sistem]Ian mengerang kesakitan, tubuhny
Zeus melayang di atas reruntuhan yang masih mengepulkan asap, tatapannya dingin dan tak tergoyahkan menembus ke bawah ke arah para anggota Zodiak yang terkapar tak berdaya."Sampai di sinilah perjuangan kalian berakhir," suaranya tenang namun mengandung otoritas yang tak bisa ditolak. "Sekarang, aku akan mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milik kami."Zeus mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Petir berkumpul di telapaknya, berputar dengan liar dan bersinar terang hingga menyilaukan mata. Dengan satu gerakan tegas dan pasti, ia melepaskan bola petir itu ke arah Libra dan rekan-rekannya yang sudah tidak berdaya.Mereka hanya bisa menatap dengan pasrah pada serangan maut yang mendekat. Cahaya biru yang menyilaukan memancar dengan intensitas yang memenuhi pandangan, menelan tubuh Libra, Virgo, Sagitarius, dan Aquarius dalam kilauan yang membutakan.Dentuman keras menggema, membelah kesunyian malam yang kacau. Ledakan itu begitu dahsyat hingg