“Tante Melin yang ngadu. Dia dapat info dari orangnya yang dikenalnya di kampung Mami. Kalau ada Oma, bisa berantakan nih rencana kita,” ucap Kenzi.“Kamu tahu dari siapa?”“Dari Mami, baru wa aku langsung ke sini. Mau tahu apa rencana Kakak kali ini?”“Mami bilang apa?”“Mami bilang suruh kasih tahu Kakak. Takutnya Oma datang ke sini,” ucap Kenzi dengan wajah paniknya.“Kalau datang ya biarin saja. Lagian kita bukan pencuri, ngapain takut?” ujar Kaisar mencoba menenangkan pikirannya sendiri.“Justru yang aku pikirkan sekarang justru mami. Pasti beliau sangat sedih karena Oma pasti berbicara yang tak enak didengar.”“Kita pulang ke Purwokerto lebih dulu atau gimana?”“Besok saja, malam ini Kakak akan ke rumah Arin. Hendak membahas mengenai desain undangan dan souvenir serta urusan yang lain.”Baru saja diam berbicara, Ponsel Kaisar berdering dari nomor Oma. “Siapa?” tannya Kenzi saat mengetahui wajah berbeda dari Kisar.“Panjang umur Oma, baru dibicarakan sudah telephone.”Kaisar mene
Kaisar mendapat kabar jika Oma sudah sampai di perbatasan. Kaisar bersiap menyambutnya di rumah dan sebisa mungkin mencegahnya untuk menemui Arin. Arin baru saja keluar dari rumah sakit dan itu pasti masih butuh istirahat yang banyak.“Ken, coba kamu jemput Oma di perbatasan. Kakak tunggu di rumah saja, takutnya nanti ngomel lagi karena tak kita jemput,” ucap Kaisar.“Males, Kak.”“Ken, mau kita kena marah dua kali karena hal sepele ini? Kamu tahu kan, kalau oma akan melunak jika kita bisa bersikap baik pada mereka?” “Tapi Kenzi takut kalau Oma marahnya ke Kenzi,” rengek Kenzi.Kenzi takut kena marah karena dia pernah dihukum dipindahkan sekolah di Bogor bersama dengan Pak Liknya dan itu membuatnya sakit selama sebulan. Keluarga Wira terkenal sangat tegas terhadap anggota keluarganya. Jika bukan karena sikap lemah lembut Kaisar, Kenzi juga tak mungkin diperbolehkan ikut tinggal di Cilacap. Oma Wira tak tanggung-tanggung jika sudah marah, tetapi Kanjeng Mami juga tak bisa mengikuti sa
Irma yang ikut mendampingi Oma sedikit kaget melihat kemarahan Oma. Tidak pernah sekalipun ia melihat wanita tua ini berteriak bahkan membentak di depan umum. Mungkin karena dia merasa Kaisar ini cucunya, jadi Oma Wira melakukan hal ini.“Sabar, Oma,” ucap Irma mendinginkan suasana.“Kurang baik apa Oma sama kamu? Dari kecil Oma rawat dengan penuh kasih, materi tercukupi, sekolah sampai luar negri, Oma kecewa Kai. Untuk hal seremeh ini kamu tega nyakitin Oma? Oma mau lihat, bagaimana calon istrimu. Antar Oma ke sana sekarang! Oma mau tahu, seberapa cintanya dia sama kamu. Atau dia hanya memanfaatkan hartamu saja,” ucap Oma Wira berdiri hendak pergi.Kaisar ikut berdiri dan menahan kepergian Oma Wira.“Besok saja ya, Oma. Ini sudah sore dan Arin baru saja pulang dari rumah sakit,” ucap Kaisar mengiba.“Kenapa? Ada yang kalian sembunyikan dari Oma sampai harus menunggu hari esok?” tuduh Oma.“Tidak, Oma. Tapi Kaisar hanya ingin kita membicarakan semuanya dengan kepala dingin. Aku tak in
Malam ini Arin tidur dengan rasa yang gelisah. Dia takut nanti Omanya Kaisar berbicara hal buruk mengenai keluarganya di depan Ibunya. Jika di depannya mungkin dia masih terima. Namun, jika Ibunya sampai sedih dan kepikiran ia sungguh tidak akan tega melihatnya. Arin bernjak menemui Ibunya ke kamar dengan perlahan menggunakan tongkat untuk sampai ke sana karena kakinya belum terlalu sembuh.“Bu,” panggil Arin dari luar kamar Narsih.“Rin. Masuk saja, nggak Ibu kunci,” sahut Narsih dari dalam.Arin memutar gagang pintu dan tersenyum saat mendapati Ibunya menyingkap selimutnya hendak mendekat.“Ibu di sana saja, Arin ada perlu sebentar sama Ibu.”Arin duduk di samping Narsih dan menyandarkan kepalanya di pundak sang ibu. “Kenapa?” tanya Narsih.“Bu, Arin bingung.”“Apa yang kamu bingungkan? Bukankah pernikahan kalian sebentar lagi? Sudah beristikharh bukan? Jodoh sudah Allah tuliskan untukmu, lalu apalagi yang kamu pikirkan?” taya Narsih dengan mengusap rambut panjang Arin.“Bukan itu,
Bel berbunyi, Narsih dan Arin sling berpandangan kaget.“Baru juga bilang, biar Ibu yang buka. Kamu ganti baju dulu sana.” Arin mengangguk dan melangkah dengan pelan menuju kamarnya.Narsih membuka pintu dan tampak wajah Oma yang tak senang datang ke rumah Arin. “Lho, Nak Kaisar datang. Silahkan masuk,” ajak Narsih.“Assalamualaikum,” salam Kaisar terlebih dahulu dibarengi salam dari Kenzi dan Irma serta Om Prass.“Waalaikumsalam, silahkan duduk, Bu, Mbak, Pak, saya buatkan minum dulu,” ucap Narsih hangat. Setelah Narsih mempersilakan duduk, dia ke kamar Arin untuk melihatnya sudah siap atau belum.“Rin, Oma sudah datang. Ibu mau buat minum dulu. Kamu sudah selesai ganti bajunya?” tanya Narsih. “Iya, Bu. Ini Arin keluar.”Arin keluar dengan perlahan mencoba berjalan tanpa alat penyangga. Ia tak ingin terlihat sakit di depan Oma Wira.“Oma, Om, Mbak,” sapa Arin kemudian mengulurkan tangan untuk bersalaman pada Oma Wira. Namun, sepertinya pertemuan pertama ini tidak dalam suasana yang
*Happy Reading"Irma terserah Mas Kaisar saja. Namun, Irma juga keberatan jika harus dinikahkan secara paksa bahkan Mas Kaisar sendiri tidak mencintai Irma. Karena sesuatu yang dipaksakan itu tidak baik," jawab Irma membuat Oma Wira kecewa."Dia hanya akan menurut, sesuai dengan keinginan Oma. Jadi keputusannya tidaklah penting! Oma ke sini hanya ingin menegaskan, batalkan pernikahan ini atau Kaisar jangan pernah lagi menginjakkan kaki ke kediaman Oma," teriak Oma menunjuk Irma."Maaf, Bu, jika saya sedikit menyela pembicaraan. Bukan begini caranya bermusyawarah, alangkah baiknya kita sebagai orang tua tanyakan kepada anak-anak apa yang mereka inginkan. Jika dirasa itu buruk kita wajib menasehatinya. Namun, jika mereka tidak berkenan bukan berarti kita bisa berperilaku sewenang-wenang. Kita harus paham bahwa umur kita sudah tidak lagi muda dan pasti akan sangat membutuhkan mereka untuk merawat kita di hari tua dan menjadi harapan kita. Jika kita sedari awal sudah menyakiti, tak menutu
"Iya, Bu. Ayah ini anak ke dua yang menikah dengan Ibu Kaisar yang statusnya juga janda. Jadi, Oma agak sensi mengenai ini. Sekali lagi, Kaisar minta maaf. Kaisar akan mengurus semuanya agar bisa berjalan dengan baik.""Iya, semoga ucapan ommamu tadi tidak menjadi kenyataan," ucap Narsih sendu."Nauzubillah, Bu namanya takdir 'kan hanya Allah yang tahu. Kita berdua hanya berusaha melakukan perintahNya. Menyangkut nasib Arin dan Mas Kaisar kedepannya hanya Allah yang menentukan," timpal Arin."Iya, kita berdua akan bersama-sama dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Berjuang dalam suka dan duka, saling menguatkan jika salah satunya sedang terluka. Bukan begitu, Rin?""Ehm! Udah bucinan nya disimpan saja buat besok. Hari ini kita harus ke Purwokerto. Kita harus membicarakan kejadian hari ini pada Kanjeng Mami. Terkait Oma, Kanjeng Mami pasti tahu cara mengatasinya," imbuh Kenzi."Ya, alangkah baiknya Mas Kaisar telepon dulu sama Mami. Siapa tahu Oma pulang dahulu ke Purwokerto, atau Oma
*Happy Reading"Oma tidak ke sini, Kai. Mungkin langsung pulang." Pesan yang dikirim Kanjeng Mami membuat Kaisar segera bertandang ke Purwokerto. Dengan kecepatan yang tinggi, tentunya karena Kenzi yang mengemudi. Bocah yang satu itu, mantan pembalap abal-abal pada jamannya."Jangan terlalu cepat, Ken. Kakak belum nikah," ucap Kaisar kesal."Biar cepet sampai!" sahut Kenzi dengan senyum termanisnya."Cepet sampai kuburan? Sini Kakak yang bawa mobilnya. Tepikan! Ngawur kamu," omel Kaisar."Iya, ini Kenzi pelankan." Kenzi menurunkan kecepatan mobilnya beberapa angka dan Kaisar mulai lega."Untung Omaklampir nggak balik lagi ke keraton Kanjeng Mami ya, Kak," celetuk Kenzi."Yang sopan panggil Oma, Ken.""Hehehe, habis nyebelin banget tuh Oma. Udah tua tapi masih suka jahat sama anak dan cucu sendiri, kenapa nggak manut aja gitu. Lagian kan kita anak baik, nggak mungkin juga durhaka sama orang tua," ujar Kenzi."Oma dari dulu memang keras dan otoriter. Tapi bagaimanapun, beliau orangnya b