Dua hari di rumah sakit, Arin akhirnya pulang. Dengan diantar Kaisar dan Faisal, mereka sangat tanggap membantu persiapan Arin di rumah sakit maupun sudah sampai rumah."Rin, Abang mau langsung pulang ya. Ada pekerjaan di rumah, ada Kaisar ini. Titip ya?" ucap Faisal."Siap, tanpa diminta juga Kai bakal jagain Arin. Mau Kai antar pulang, Bang?" tawar Kaisar."Nggak usah. Abang pakai motor buat pulang nanti," ucap Faisal lalu bersalaman dengan Kaisar dan Narsih. Setelah Faisal pergi, Kaisar mask ke rumah Arin dan memastikan dirinya sudah istirahat.“Bu, Kaisar mau ke percetakan dulu. Nanti kalau misal ada apa-apa, telpon Kai atau Kenzi. Arin dah istirahat,” ucap Kaisar.“Ya, makasih Nak Kaisar. Hati-hati saat di jalan dan semangat kerjanya,” ujar Narsih lalu menerima uluran tangan Kaisar. Kaisar mulai terbiasa melakukan ini. Dia juga senang dan bangga memiliki mertua yang baik dan juga pengertian.Kaisar mengendarai mobilnya perlahan melewati rumah demi rumah. Namun, saat melewati sebu
“Tante Melin yang ngadu. Dia dapat info dari orangnya yang dikenalnya di kampung Mami. Kalau ada Oma, bisa berantakan nih rencana kita,” ucap Kenzi.“Kamu tahu dari siapa?”“Dari Mami, baru wa aku langsung ke sini. Mau tahu apa rencana Kakak kali ini?”“Mami bilang apa?”“Mami bilang suruh kasih tahu Kakak. Takutnya Oma datang ke sini,” ucap Kenzi dengan wajah paniknya.“Kalau datang ya biarin saja. Lagian kita bukan pencuri, ngapain takut?” ujar Kaisar mencoba menenangkan pikirannya sendiri.“Justru yang aku pikirkan sekarang justru mami. Pasti beliau sangat sedih karena Oma pasti berbicara yang tak enak didengar.”“Kita pulang ke Purwokerto lebih dulu atau gimana?”“Besok saja, malam ini Kakak akan ke rumah Arin. Hendak membahas mengenai desain undangan dan souvenir serta urusan yang lain.”Baru saja diam berbicara, Ponsel Kaisar berdering dari nomor Oma. “Siapa?” tannya Kenzi saat mengetahui wajah berbeda dari Kisar.“Panjang umur Oma, baru dibicarakan sudah telephone.”Kaisar mene
Kaisar mendapat kabar jika Oma sudah sampai di perbatasan. Kaisar bersiap menyambutnya di rumah dan sebisa mungkin mencegahnya untuk menemui Arin. Arin baru saja keluar dari rumah sakit dan itu pasti masih butuh istirahat yang banyak.“Ken, coba kamu jemput Oma di perbatasan. Kakak tunggu di rumah saja, takutnya nanti ngomel lagi karena tak kita jemput,” ucap Kaisar.“Males, Kak.”“Ken, mau kita kena marah dua kali karena hal sepele ini? Kamu tahu kan, kalau oma akan melunak jika kita bisa bersikap baik pada mereka?” “Tapi Kenzi takut kalau Oma marahnya ke Kenzi,” rengek Kenzi.Kenzi takut kena marah karena dia pernah dihukum dipindahkan sekolah di Bogor bersama dengan Pak Liknya dan itu membuatnya sakit selama sebulan. Keluarga Wira terkenal sangat tegas terhadap anggota keluarganya. Jika bukan karena sikap lemah lembut Kaisar, Kenzi juga tak mungkin diperbolehkan ikut tinggal di Cilacap. Oma Wira tak tanggung-tanggung jika sudah marah, tetapi Kanjeng Mami juga tak bisa mengikuti sa
Irma yang ikut mendampingi Oma sedikit kaget melihat kemarahan Oma. Tidak pernah sekalipun ia melihat wanita tua ini berteriak bahkan membentak di depan umum. Mungkin karena dia merasa Kaisar ini cucunya, jadi Oma Wira melakukan hal ini.“Sabar, Oma,” ucap Irma mendinginkan suasana.“Kurang baik apa Oma sama kamu? Dari kecil Oma rawat dengan penuh kasih, materi tercukupi, sekolah sampai luar negri, Oma kecewa Kai. Untuk hal seremeh ini kamu tega nyakitin Oma? Oma mau lihat, bagaimana calon istrimu. Antar Oma ke sana sekarang! Oma mau tahu, seberapa cintanya dia sama kamu. Atau dia hanya memanfaatkan hartamu saja,” ucap Oma Wira berdiri hendak pergi.Kaisar ikut berdiri dan menahan kepergian Oma Wira.“Besok saja ya, Oma. Ini sudah sore dan Arin baru saja pulang dari rumah sakit,” ucap Kaisar mengiba.“Kenapa? Ada yang kalian sembunyikan dari Oma sampai harus menunggu hari esok?” tuduh Oma.“Tidak, Oma. Tapi Kaisar hanya ingin kita membicarakan semuanya dengan kepala dingin. Aku tak in
Malam ini Arin tidur dengan rasa yang gelisah. Dia takut nanti Omanya Kaisar berbicara hal buruk mengenai keluarganya di depan Ibunya. Jika di depannya mungkin dia masih terima. Namun, jika Ibunya sampai sedih dan kepikiran ia sungguh tidak akan tega melihatnya. Arin bernjak menemui Ibunya ke kamar dengan perlahan menggunakan tongkat untuk sampai ke sana karena kakinya belum terlalu sembuh.“Bu,” panggil Arin dari luar kamar Narsih.“Rin. Masuk saja, nggak Ibu kunci,” sahut Narsih dari dalam.Arin memutar gagang pintu dan tersenyum saat mendapati Ibunya menyingkap selimutnya hendak mendekat.“Ibu di sana saja, Arin ada perlu sebentar sama Ibu.”Arin duduk di samping Narsih dan menyandarkan kepalanya di pundak sang ibu. “Kenapa?” tanya Narsih.“Bu, Arin bingung.”“Apa yang kamu bingungkan? Bukankah pernikahan kalian sebentar lagi? Sudah beristikharh bukan? Jodoh sudah Allah tuliskan untukmu, lalu apalagi yang kamu pikirkan?” taya Narsih dengan mengusap rambut panjang Arin.“Bukan itu,
Bel berbunyi, Narsih dan Arin sling berpandangan kaget.“Baru juga bilang, biar Ibu yang buka. Kamu ganti baju dulu sana.” Arin mengangguk dan melangkah dengan pelan menuju kamarnya.Narsih membuka pintu dan tampak wajah Oma yang tak senang datang ke rumah Arin. “Lho, Nak Kaisar datang. Silahkan masuk,” ajak Narsih.“Assalamualaikum,” salam Kaisar terlebih dahulu dibarengi salam dari Kenzi dan Irma serta Om Prass.“Waalaikumsalam, silahkan duduk, Bu, Mbak, Pak, saya buatkan minum dulu,” ucap Narsih hangat. Setelah Narsih mempersilakan duduk, dia ke kamar Arin untuk melihatnya sudah siap atau belum.“Rin, Oma sudah datang. Ibu mau buat minum dulu. Kamu sudah selesai ganti bajunya?” tanya Narsih. “Iya, Bu. Ini Arin keluar.”Arin keluar dengan perlahan mencoba berjalan tanpa alat penyangga. Ia tak ingin terlihat sakit di depan Oma Wira.“Oma, Om, Mbak,” sapa Arin kemudian mengulurkan tangan untuk bersalaman pada Oma Wira. Namun, sepertinya pertemuan pertama ini tidak dalam suasana yang
*Happy Reading"Irma terserah Mas Kaisar saja. Namun, Irma juga keberatan jika harus dinikahkan secara paksa bahkan Mas Kaisar sendiri tidak mencintai Irma. Karena sesuatu yang dipaksakan itu tidak baik," jawab Irma membuat Oma Wira kecewa."Dia hanya akan menurut, sesuai dengan keinginan Oma. Jadi keputusannya tidaklah penting! Oma ke sini hanya ingin menegaskan, batalkan pernikahan ini atau Kaisar jangan pernah lagi menginjakkan kaki ke kediaman Oma," teriak Oma menunjuk Irma."Maaf, Bu, jika saya sedikit menyela pembicaraan. Bukan begini caranya bermusyawarah, alangkah baiknya kita sebagai orang tua tanyakan kepada anak-anak apa yang mereka inginkan. Jika dirasa itu buruk kita wajib menasehatinya. Namun, jika mereka tidak berkenan bukan berarti kita bisa berperilaku sewenang-wenang. Kita harus paham bahwa umur kita sudah tidak lagi muda dan pasti akan sangat membutuhkan mereka untuk merawat kita di hari tua dan menjadi harapan kita. Jika kita sedari awal sudah menyakiti, tak menutu
"Iya, Bu. Ayah ini anak ke dua yang menikah dengan Ibu Kaisar yang statusnya juga janda. Jadi, Oma agak sensi mengenai ini. Sekali lagi, Kaisar minta maaf. Kaisar akan mengurus semuanya agar bisa berjalan dengan baik.""Iya, semoga ucapan ommamu tadi tidak menjadi kenyataan," ucap Narsih sendu."Nauzubillah, Bu namanya takdir 'kan hanya Allah yang tahu. Kita berdua hanya berusaha melakukan perintahNya. Menyangkut nasib Arin dan Mas Kaisar kedepannya hanya Allah yang menentukan," timpal Arin."Iya, kita berdua akan bersama-sama dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Berjuang dalam suka dan duka, saling menguatkan jika salah satunya sedang terluka. Bukan begitu, Rin?""Ehm! Udah bucinan nya disimpan saja buat besok. Hari ini kita harus ke Purwokerto. Kita harus membicarakan kejadian hari ini pada Kanjeng Mami. Terkait Oma, Kanjeng Mami pasti tahu cara mengatasinya," imbuh Kenzi."Ya, alangkah baiknya Mas Kaisar telepon dulu sama Mami. Siapa tahu Oma pulang dahulu ke Purwokerto, atau Oma
Tentu saja sikap Arin yang mencegah Kaisar untuk mencari tahu mengenai kejadian jatuhnya Arin di kamar mandi sekolah itu membuat Kaisar semakin penasaran. Sekolah yang memiliki biaya cukup mahal untuk bisa mengenyam pendidikan di sana itu sangat mustahil jika memiliki kloset yang licin. Tanpa sepengetahuan Arin, Kaisar pun mendatangi sekolah Shaka. Sengaja hari ini Arin tidak diperbolehkan untuk berangkat ke sekolah dan istirahat di rumah ditemani oleh Shaka. Ibunya—Narsih—juga diminta Kaisar untuk menemani Arin di rumah karena Arin menolak untuk dibawa ke rumah sakit.Kaisar langsung datang menemui kepala sekolah. Dia datang untuk menanyakan perihal kualitas sekolah yang dijadikan tempat menuntut ilmu anaknya itu. Kaisar merasa heran karena Shaka tiba-tiba terlihat tidak nyaman bersekolah di sana."Selamat pagi, Pak.""Pagi Pak Kaisar. Silahkan duduk!" titah Pujiono–kepala sekolah itu."Ada perlu apa ini? Tumben datang ke sekolah seorang diri.""Hari ini saya ingin meminta izin untuk
“Mas.”Malam ini Arin ingin sekali bercerita mengenai alasan ia mengajak Shaka pulang lebih awal. Kaisar yang masih sibuk dengan pekerjaannya pun menghentikan sementara.“Kenapa, Rin?”“Kayaknya keputusan Mas untuk pindahin Shaka itu betul deh.”“Kenapa emangnya? APa tadi ada masalah lagi yang terjadi di sekolah.”Arin mengembuskan napasnya kasar. Bukan perihal yang mudah untuk bercerita hal mengenai mantan suaminya itu pada suaminya kini yang notabene super protektif pada keluarganya.“Aku pikir, semua yang kita bicarakan saat itu adalah suatu hal yang harus kita lakukan sekarang.”“Kenapa?”“Tadi aku ketemu Mas Bayu. Dia …”“Dia kenapa?”Arin bingung mau mengatakan hal ini atau tidak, namun ia juga tak mau direndahkan sampai dibuat kasar dengan cara yang tidak patut oleh lelaki yang sudah menjadi mantan. Jika dulu saja ia bisa marah saat Bayu memukulnya, seharusnya ia sekarang lebih marah dari pada itu. Namun, ia kembali berpikir mengenai bisnis sang suami yang sedang dianggap sedan
Arin tak menyangka bakal bertemu Bayu di sekolah Shaka. Ia sangat menyesali kenapa harus menyekolahkan anaknya di tempat yang sama. Arin pun semakin yakin memindahkan Shaka setelah ini dan memilih sekolah di tempat lain yang berbeda dengan Bayu.Jam istirahat dimulai. Para murid keluar dan berhambur bermain di taman bermain yang ada di sekolah itu. Shaka mendekat ke arah Arin dengan wajah yang ditekuk.“Kenapa, Sayang? Kenapa nggak main sama teman teman?”“Nggak mau ah, Ma. Satria nakal lagi. Tadi buku Shaka dicoret coret dan disobek. Ma, Shaka mau pulang aja. Nggak mau sekolah,” rengek Shaka.Arin yang melihat anaknya menangis pun memilih untuk memangkunya dan memeluknya hangat. Memberi pengertian agar Shaka tidak sedih lagi setelah dikerjai Satria.“Ada anak Mami! Ada anak mami! Hahaha.”Suara Satria yang meledek Shaka membuat Arin geram. Namun, Arin bukan memarahi Satria melainkan mendatangi Bayu yang sibuk bermain gadget sendiri tanpa memperhatikan anaknya.Brak!Arin menggebrak m
“Gatsu.”“Nggak usah. Nanti langsung ke rumah aja, istirahat. Kasihan SHaka diajak kerja juga.”“Nggak kerja lah, cuma temani doang.”“Baiklah. Terserah kamu saja. MAs pergi dulu.”Arin kembali turun setelah bersalaman dengan Kaisar lalu melambaikan tangan melepas kepergian suaminya bekerja. Faktor keuangan yang sedang menurun, membuat Arin harus banyak banyak berdoa dan berusaha. Makanya dia akan menyusul nanti jika sekolah Shaka sudah selesai. Hitung hitung membantu suaminya bekerja. Tentunya dia niatkan beribadah. Biar tidak menimbulkan pertengkaran dan perdebatan jika hasilnya tidak memuaskan.Suara klakson mengagetkan Arin yang sedang berjalan masuk ke dalam ruang tunggu wali murid. Sebenarnya tidak disarankan masuk dan menunggu anaknya, tetapi Arin masih ingin memastikan baik baik saja. Tin!Lagi lagi Arin dibuat kesal karena mobil itu justru membuntutinya jalan ke halaman sekolah, hingga Arin bertambah kesal saat ada Bayu yang di dalamnya“Hai, Rin.” Bayu menyapa dengan senyum
“Kenapa dengan Satria? Siapa dia?” tanya Narsih."Teman Shaka, Bu. Dia biasa jahilin Shaka. Nggak hanya saka, yang lain juga. Emang dasar anaknya gitu. Mau marahin juga percuma. Gak bakalan mudeng. Orangtuanya aja gak tahu etitut," adu Arin."Sudah sudah. Kita bicarakan nanti saja. Udah siang ini Shakanya," sela Kaisar yang tidak ingin membahas tentang keburukan orang lain di depan anaknya.Kaisar benar benar mengantar Shaka. Dia meminta Arin untuk menunggu Shaka masuk dan meminta Arin untuk kembali ke mobil."Ada apa sih, Mas?" tanya Arin heran melihat gelagat suaminya yang aneh."Nggak. Shaka udah masuk?""Udah. Barusan udah masuk. Hari ini Satria nggak datang. Aman."Arin mengembuskan napasnya perlahan lalu tersenyum di depan Kaisar."Mas mau tanya apa?""Memang Mas mau tanya?""Hiz! Serius. Mau nanya kali ini sama Arin nggak?""Mau sih. Tapi, kamu harus jawab jujur.""Apa?" tanya Arin serius mendengarkan."Mas mau tanya. Wajah kamu pake formalin ya? Kok awet cantiknya?" kelakar Ka
“Kenapa kamu bangunkan Mas kesiangan, Rin? Hari ini Mas akan ke gudang buat cek data yang semalam belum Mas selesaikan,” tanya Kaisar panik saat dibangunkan Arin kesiangan.“Tenang aja. File udah aku cek dan memang ada keanehan di Mellynya. Bukan salah toko atau gudang. Jadi Mas hanya perlu tanyai Melly, kenapa dia sampai berlaku demikian. Kita butuh penjelasan dia mengenai hal ini. Dia harus bertanggung jawab dan Mas harus bisa bertindak bijak. OKe?”Arin memang sudah menyelesaikannya semalam. Dia hanya membereskan beberapa dan itu cukup sangat membantu membuat Kaisar lelap tidur dan puas istirahat sampai pagi.“Ya ampun, begini ini yang kadang bikin Mas nggak mau tidur dulu kalau kerjaan sudah beres. Kamu pasti yang selesaikan. Ya sudah, aku mau mandi dulu. Kamu pasti udah siapkan sarapan, ya?” “Belum. Aku mau sarapan di rumah Ibu bareng kamu.”“Tumben?” tanya Kiasar heran.“Lagi pengin aja. Yuk ah, buruan! Mas mandi, aku mandiin Shaka.”Keduanya gegas beranjak sebelum melakukan ak
“Mas,” panggil Arin.Kaisar yang sedang memeriksa laporan keuangan tempatnya bekerja, menengok sekilas. Wajahnya nampak serius, membuat Arin untung untuk mengatakan perihal kejadian di sekolah tadi.“Kenapa, Rin?” tanya Kaisar saat ia sudah kembali melihat berkas berkasnya dan merasa Arin tidak berkata apapun setelah itu.“Arin bantu ya pekerjaannya?” Arin pun memikirkan untuk membantu saja, daripada mengeluhkan ini itu.“Shaka udah tidur?”“Udah. Boleh ya?”“Ini itu bentar lagi selesai. Ada sedikit perbedaan antara income di aplikasi sama yang Mely tulis.”“Kok bisa?” tanya Arin kaget.Akhir akhir ini memang usahanya agak bermasalah. Selain bisnis yang kian menjamur, juga adanya pesaing yang memakai cara kotor, akhirnya perusahaan pun banyak yang terancam. Meski dalam hal bisnis ini adalah hal yang biasa, tetap saja Arin merasa sedih dan ingin kembali ikut membantu suaminya.“Itulah. Kalau percetakan yang di Gatsu itu nggak lagi beromset banyak, kemungkinan pengurangan karyawan pun h
“Ma,” panggil Shaka saat kini sudah mulai jam istirahat sekolah.“Udah istirahat, Sayang?”“Udah. Mom nungguin Shaka?” tanya Shaka heran karena melihat Arin yang ada di sekolah. Biasanya Arin akan meninggalkan Shaka di kelas dan Arin akan menyusul Kaisar bekerja. Namun, kali ini ia memang ingin menunggui anaknya itu untuk menjamin keselamatannya.“Iya. Sengaja Mom tunggu, biar nggak ada yang bisa gangguin kamu.”“Hai Shaka, main yuk!” ajak bocah kecil bernama Gendis.“Ma, Shaka main sama Gendis di perosotan sana ya?” tunjuk Shaka pada mainan yang ramai dipenuhi oleh anak anak yang asyik bermain.“Iya. Hati-hati ya, Nak.”Arin melihat dari kejauhan, apa yang sedang dilakukan Shaka. Dia nampak senang anaknya itu punya banyak kawan di sekolah ini. Meski kebanyakan yang berteman dengan Shaka adalah anak-anak perempuan, ia tak masalah. Justru ia merasa lega karena berteman dengan anak perempuan membuatnya merasa aman karena terhindar dari perkelahian antar teman nantinya.Satria mendekati
Ternyata Prameswari hanya mengantar Satria saja. Anak bawaan Bayu itu tidak ditunggui oleh ibunya dan itu adalah hal yang cukup mengagetkan karena setalah Prameswari keluar ruangan, Arin diminta untuk masuk ke dalam ruangan kepala sekolah."Sebenarnya ada hal apa saja yang dipanggil ke ruangan ini?" Tanya Arin heran sekaligus bingung."Maaf jika saya memanggil Ibu secara mendadak dan tiba tiba. Tetapi pas kebetulan ibu berada di sini untuk mengantar, jadi saya berpikir untuk meminta ibu langsung menemui saya di sini.""Tidak masalah. Apa yang sudah terjadi, Pak?""Justru itu hal yang ingin saya tanyakan kepada Ibu Arin. Sebenarnya ada masalah apa ibu dengan orang tua Satria?""Orang tua Satria? Siapa yang sedang Bapak maksud itu?""Bu Prameswari. Beliau tadi melaporkan bahwa, katanya Ibu sudah membuat beliau kesal dengan kata-kata yang tidak patut dan tidak sopan. Jadi, Saya ingin mengetahui masalah apa yang sedang terjadi antara Bu Arin dan Prameswari? Apakah ini karena pertengkar