“Ya. Nggak apa emangnya menutupi semua hal penting dari oma?” tanya Kaisar.“Itu terserah kamu saja. Mami hanya tak ingin rencana pernikahan bahagia kamu sama Arin gagal gara Oma. Nanti biar Mami yang bilang sama Oma jika hari H sudah dekat. Bukan tak mengabari dan menutupi, hanya menunda informasi saja. Semoga dilancarkan segala urusannya,” ucap Mami.“Amiin. Makasih, Mam. Karena Mami sudah memberi restu dan memberi banyak hal selama ini pada Kaisar.”“Kasih sayang seorang Ibu tak akan bisa dibandingkan dengan apapun. Sejahat-jahatnya ibu ketika benci kepada anaknya, tak akan tega melihat anaknya menderita. Itu jika ibu yang tidak lupa akan kodratnya. Kalau di zaman sekarang ini, banyak sekali ibu yang lupa cara dia memposisikan diri sampai melenceng dari jalur norma dan batasan sebagai wanita. Makanya Oma selalu mencari bibit unggul agar keturunannya bisa terjaga tata krama dan bibit bobot bebetnya jelas.”“Tapi, Mami langsung berubah pikiran saat Kenzi yang mengatakan tentang Arin.
Dua hari di rumah sakit, Arin akhirnya pulang. Dengan diantar Kaisar dan Faisal, mereka sangat tanggap membantu persiapan Arin di rumah sakit maupun sudah sampai rumah."Rin, Abang mau langsung pulang ya. Ada pekerjaan di rumah, ada Kaisar ini. Titip ya?" ucap Faisal."Siap, tanpa diminta juga Kai bakal jagain Arin. Mau Kai antar pulang, Bang?" tawar Kaisar."Nggak usah. Abang pakai motor buat pulang nanti," ucap Faisal lalu bersalaman dengan Kaisar dan Narsih. Setelah Faisal pergi, Kaisar mask ke rumah Arin dan memastikan dirinya sudah istirahat.“Bu, Kaisar mau ke percetakan dulu. Nanti kalau misal ada apa-apa, telpon Kai atau Kenzi. Arin dah istirahat,” ucap Kaisar.“Ya, makasih Nak Kaisar. Hati-hati saat di jalan dan semangat kerjanya,” ujar Narsih lalu menerima uluran tangan Kaisar. Kaisar mulai terbiasa melakukan ini. Dia juga senang dan bangga memiliki mertua yang baik dan juga pengertian.Kaisar mengendarai mobilnya perlahan melewati rumah demi rumah. Namun, saat melewati sebu
“Tante Melin yang ngadu. Dia dapat info dari orangnya yang dikenalnya di kampung Mami. Kalau ada Oma, bisa berantakan nih rencana kita,” ucap Kenzi.“Kamu tahu dari siapa?”“Dari Mami, baru wa aku langsung ke sini. Mau tahu apa rencana Kakak kali ini?”“Mami bilang apa?”“Mami bilang suruh kasih tahu Kakak. Takutnya Oma datang ke sini,” ucap Kenzi dengan wajah paniknya.“Kalau datang ya biarin saja. Lagian kita bukan pencuri, ngapain takut?” ujar Kaisar mencoba menenangkan pikirannya sendiri.“Justru yang aku pikirkan sekarang justru mami. Pasti beliau sangat sedih karena Oma pasti berbicara yang tak enak didengar.”“Kita pulang ke Purwokerto lebih dulu atau gimana?”“Besok saja, malam ini Kakak akan ke rumah Arin. Hendak membahas mengenai desain undangan dan souvenir serta urusan yang lain.”Baru saja diam berbicara, Ponsel Kaisar berdering dari nomor Oma. “Siapa?” tannya Kenzi saat mengetahui wajah berbeda dari Kisar.“Panjang umur Oma, baru dibicarakan sudah telephone.”Kaisar mene
Kaisar mendapat kabar jika Oma sudah sampai di perbatasan. Kaisar bersiap menyambutnya di rumah dan sebisa mungkin mencegahnya untuk menemui Arin. Arin baru saja keluar dari rumah sakit dan itu pasti masih butuh istirahat yang banyak.“Ken, coba kamu jemput Oma di perbatasan. Kakak tunggu di rumah saja, takutnya nanti ngomel lagi karena tak kita jemput,” ucap Kaisar.“Males, Kak.”“Ken, mau kita kena marah dua kali karena hal sepele ini? Kamu tahu kan, kalau oma akan melunak jika kita bisa bersikap baik pada mereka?” “Tapi Kenzi takut kalau Oma marahnya ke Kenzi,” rengek Kenzi.Kenzi takut kena marah karena dia pernah dihukum dipindahkan sekolah di Bogor bersama dengan Pak Liknya dan itu membuatnya sakit selama sebulan. Keluarga Wira terkenal sangat tegas terhadap anggota keluarganya. Jika bukan karena sikap lemah lembut Kaisar, Kenzi juga tak mungkin diperbolehkan ikut tinggal di Cilacap. Oma Wira tak tanggung-tanggung jika sudah marah, tetapi Kanjeng Mami juga tak bisa mengikuti sa
Irma yang ikut mendampingi Oma sedikit kaget melihat kemarahan Oma. Tidak pernah sekalipun ia melihat wanita tua ini berteriak bahkan membentak di depan umum. Mungkin karena dia merasa Kaisar ini cucunya, jadi Oma Wira melakukan hal ini.“Sabar, Oma,” ucap Irma mendinginkan suasana.“Kurang baik apa Oma sama kamu? Dari kecil Oma rawat dengan penuh kasih, materi tercukupi, sekolah sampai luar negri, Oma kecewa Kai. Untuk hal seremeh ini kamu tega nyakitin Oma? Oma mau lihat, bagaimana calon istrimu. Antar Oma ke sana sekarang! Oma mau tahu, seberapa cintanya dia sama kamu. Atau dia hanya memanfaatkan hartamu saja,” ucap Oma Wira berdiri hendak pergi.Kaisar ikut berdiri dan menahan kepergian Oma Wira.“Besok saja ya, Oma. Ini sudah sore dan Arin baru saja pulang dari rumah sakit,” ucap Kaisar mengiba.“Kenapa? Ada yang kalian sembunyikan dari Oma sampai harus menunggu hari esok?” tuduh Oma.“Tidak, Oma. Tapi Kaisar hanya ingin kita membicarakan semuanya dengan kepala dingin. Aku tak in
Malam ini Arin tidur dengan rasa yang gelisah. Dia takut nanti Omanya Kaisar berbicara hal buruk mengenai keluarganya di depan Ibunya. Jika di depannya mungkin dia masih terima. Namun, jika Ibunya sampai sedih dan kepikiran ia sungguh tidak akan tega melihatnya. Arin bernjak menemui Ibunya ke kamar dengan perlahan menggunakan tongkat untuk sampai ke sana karena kakinya belum terlalu sembuh.“Bu,” panggil Arin dari luar kamar Narsih.“Rin. Masuk saja, nggak Ibu kunci,” sahut Narsih dari dalam.Arin memutar gagang pintu dan tersenyum saat mendapati Ibunya menyingkap selimutnya hendak mendekat.“Ibu di sana saja, Arin ada perlu sebentar sama Ibu.”Arin duduk di samping Narsih dan menyandarkan kepalanya di pundak sang ibu. “Kenapa?” tanya Narsih.“Bu, Arin bingung.”“Apa yang kamu bingungkan? Bukankah pernikahan kalian sebentar lagi? Sudah beristikharh bukan? Jodoh sudah Allah tuliskan untukmu, lalu apalagi yang kamu pikirkan?” taya Narsih dengan mengusap rambut panjang Arin.“Bukan itu,
Bel berbunyi, Narsih dan Arin sling berpandangan kaget.“Baru juga bilang, biar Ibu yang buka. Kamu ganti baju dulu sana.” Arin mengangguk dan melangkah dengan pelan menuju kamarnya.Narsih membuka pintu dan tampak wajah Oma yang tak senang datang ke rumah Arin. “Lho, Nak Kaisar datang. Silahkan masuk,” ajak Narsih.“Assalamualaikum,” salam Kaisar terlebih dahulu dibarengi salam dari Kenzi dan Irma serta Om Prass.“Waalaikumsalam, silahkan duduk, Bu, Mbak, Pak, saya buatkan minum dulu,” ucap Narsih hangat. Setelah Narsih mempersilakan duduk, dia ke kamar Arin untuk melihatnya sudah siap atau belum.“Rin, Oma sudah datang. Ibu mau buat minum dulu. Kamu sudah selesai ganti bajunya?” tanya Narsih. “Iya, Bu. Ini Arin keluar.”Arin keluar dengan perlahan mencoba berjalan tanpa alat penyangga. Ia tak ingin terlihat sakit di depan Oma Wira.“Oma, Om, Mbak,” sapa Arin kemudian mengulurkan tangan untuk bersalaman pada Oma Wira. Namun, sepertinya pertemuan pertama ini tidak dalam suasana yang
*Happy Reading"Irma terserah Mas Kaisar saja. Namun, Irma juga keberatan jika harus dinikahkan secara paksa bahkan Mas Kaisar sendiri tidak mencintai Irma. Karena sesuatu yang dipaksakan itu tidak baik," jawab Irma membuat Oma Wira kecewa."Dia hanya akan menurut, sesuai dengan keinginan Oma. Jadi keputusannya tidaklah penting! Oma ke sini hanya ingin menegaskan, batalkan pernikahan ini atau Kaisar jangan pernah lagi menginjakkan kaki ke kediaman Oma," teriak Oma menunjuk Irma."Maaf, Bu, jika saya sedikit menyela pembicaraan. Bukan begini caranya bermusyawarah, alangkah baiknya kita sebagai orang tua tanyakan kepada anak-anak apa yang mereka inginkan. Jika dirasa itu buruk kita wajib menasehatinya. Namun, jika mereka tidak berkenan bukan berarti kita bisa berperilaku sewenang-wenang. Kita harus paham bahwa umur kita sudah tidak lagi muda dan pasti akan sangat membutuhkan mereka untuk merawat kita di hari tua dan menjadi harapan kita. Jika kita sedari awal sudah menyakiti, tak menutu