Agam sangat senang mendengarnya. Akhirnya ia mau dibujuk untuk pulang bersama orangtua Desti."Makasih, Rin. Akhirnya Agam mau kami ajak pulang. Tadi Bayu bujukin juga dan menawarkan tinggal bersama, tapi Agam menolak. Semoga kalian menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warohmah. Kalau begitu kami pamit.""Aamiin. Sama-sama Oma. Kalau ada apa-apa, kabari Arin saja."Orangtua Desti beranjak dan berpamitan pulang ke Bandung. Agam melambaikan tangan saat sudah masuk ke mobil dan mereka akhirnya pergi meninggalkan rumah Arin."Mas juga pamit ya? Sudah siang, takut ditungguin.""Loh, mau ke mana, Nak Kai?" tanya Narsih."Mau ke rumah sakit. Mami masih di sana, jadi Kai harus ke sana.""Oh, baiklah. Hati-hati, semoga Oma cepat pulih dan segera pulang ke rumah.""Aamiin. Kalau begitu, Kai pamit, Bu.""Hati-hati, Mas. Nggak usah ngebut bawa mobilnya," tutur Arin."Ya. Mas pergi dulu, Sayang. Jangan rindu dulu, Mas hanya sebentar," goda Kaisar membuat Arin tersenyum malu."Ada Ibu masih aja gomb
Kaisar sudah sampai di rumah sakit dan segera menuju ruangan Oma Wira. Kaisar yakin kali ini Mami memintanya datang sendiri karena kemarin ada ARin dan dia tak enak mengatakan masalah keluarganya itu.“Assalamualaikum,” Salam Kaisar saat baru sampai di ruangan Oma Wira.“Waalaikumsalam. Ssst! Oma baru tidur, kita keluar sebentar,” ajak Mami.Kaisar mengangguk dan menuruti keinginan maminya untuk berbicara di luar.“Sebenarnya ada apa, Mam? Paklik mana? Nggak ikut menemani Oma?”“Semua keluarga Papimu tuh seperti itu. Hanya Om Pras saja yang agak care dan dia lagi mengambil resep obat di apotek. Bude Kartika sudah keluar rumah sakit dan katanya mau dipindahkan di rumah sakit Jakarta,” jawab Mami.“Lho, kok gitu? Oma nggak diajak?” tanya Kaisar heran.“Katanya kasihan kalau Oma pindah-pindah. Dah tua, suruh dirawat disini saja sampai sembuh. Mami suruh menemani sama Pras. Tapi, kamu kan tahu sendiri. OMmu itu mengurus restoran yang di Bekasi dan Bogor. Dia bilang hanya bisa di sini har
“Ibu dan Ayah memarahiku. Karena kebodohanku yang membiarkan Mas Kaisar menikahi Arin, sehingga mereka akhirnya memilihkan sendiri jodoh untuk Irma. Irma harus bagaimana, Mas?” ucap Irma sambil terisak.“Menjadi madu bukanlah jalan terbaik. Mungkin jodohmu kali ini, jodoh terbaik dari Tuhan. Terima saja, siapa tahu kehidupanmu akan lebih baik setelah ini.”Irma menunduk sambil meneteskan air matanya yang deras. Ternyata keputusannya membiarkan Kaisar menikahi Arin salah besar dan kini dia yang harus menanggung akibatnya.“Nanti Mas bantu ngomong sama orang tuamu agar kamu mencari pendamping sendiri. Mas juga akan bicara pada Oma terkait hal ini. Semoga saja mereka dapat mengerti keinginanmu. Setidaknya selain Mas, ada orang lain yang kamu sukai.”“Ada, tapi dia tak mungkin mau dengan Irma. Karena Irma ini bukan tipenya.”“Siapa?”“Kak Kenzi.”Kali ini Kaisar kembali terkejut dengan yang Irma katakan. Irma dan Kenzi bahkan jarang bertemu dan hanya Kaisar yang sering bersama Irma.“Ken-
"Kenapa liatin Ken kaya gitu?" tanya Kenzi heran saat melihat kakaknya."Kali ini Kakak merasa kamu lebih berguna, Ken." Dahi Kenzi berkerut menandakan jika dia bingung dengan ucapan kakaknya."Maksudnya? Dari dulu nggak berguna?" decih Kenzi."Tadi kamu datang di saat yang pas. Kedua orang tua Irma seperti sedang ingin menelanku hidup-hidup, beruntung kamu memanggil Kakak. Terima kasih adikku, kali ini kamu sangat berguna," kata Kaisar tertawa."Dih, kirain apa. Emang tadi Kakak ngomong apa?""Ngomongin kamu.""Kok aku?""Irma mencintaimu, tapi Kakak bilang kalau masih banyak lelaki yang pas dan cocok buat dia nikahi. Nggak harus kamu, ya kan?""Aneh Irma itu. Sama Kakaknya gagal, eh minta sama adiknya. Ya kali Ken mau, nggak enak juga nanti serumah dengan kekasih, eh mantan kekasih. Bisa jadi aa rumah tangganya.""Tapi bisa saja sih, kalau keduanya saling mencintai. Kamu cinta nggak?" goda Kaisar."Nggak. Kenzi belum nemu calon yang pas kayak istri Kakak. Setia Ken mah sama Rani, s
Dua hari di rumah sakit, Oma Wira diperbolehkan pulang. Selama dua hari pula, Kaisar tak pulang ke Cilacap. Arin setia memberi semangat Kaisar agar tak pulang dahulu sampai Oma sehat dan kembali dari rumah sakit."Rin, Mas senang akhirnya Oma sudah boleh pulang.""Iyakah? Syukurlah. Arin senang mendengarnya. Kapan Mas pulang ke Cilacap?" "Mas nggak tahu. Kenapa? Dah kangen ya?"Pertanyaan Kaisar membuat Arin tersipu. Tak bisa dipungkiri, dua hari tak bertemu bukan hanya rindu ingin bertemu tetapi juga rindu untuk bersua."Kok diem?" tanya Kaisar lagi." Oma jadi pulang ke Purwokerto, Mas?" tanya Arin sengaja membuang rasa gugupnya."Ya. Oma maunya begitu, Mas nggak tahu kenapa Oma kekeh ingin tinggal bareng Mami. Tapi justru itu bagus," kata Kaisar."Bagus kenapa?""Bagus karena Oma berhasil buat kamu rindu dan bagus karena Oma akhirnya mau kembali berbaikan dengan mami. Itu artinya, Oma sudah siap menjalin hubungan baik dengan keluargamu.""Aamiin. Cepatlah pulang!""Ya, Sayang. Hab
"Kamu mau pulang, Kai?" tanya Oma Wira."Iya, nggak apa kan, Oma, Kai tinggal dulu di sini? Masih ada Kenzi kok, nanti kalau misal ada apa-apa kabari saja. Sudah dua malam Kaisar tidak pulang," ujar Kaisar.Wajah Oma tampak sendu, tetapi Kaisar sudah beristri sehingga ia harus relakan cucu kesayangannya pergi ke rumahnya di Cilacap."Ya. Pergilah," kata Oma lirih.Kaisar menghembuskan nafasnya berat dan keluar dari kamar Oma Wira. Dia mencari keberadaan maminya dan ingin memastikan semuanya aman ketika pulang."Mi."Rahayu yang sedang membersihkan wc samping dapur menyahut."Mami di dapur, Le."Kaisar segera mendekat. " Kenzi mana, Mi?" tanya Kaisar."Lagi di rumah Imron, katanya mau ambil pancing tadi.""Mau mancing?""Nggak tahu Mami. Kenapa emangnya?""Kaisar mau pulang ke Cilacap, dari kemarin Oma terlihat berat melihat Kai pulang. Tapi mau bagaimana lagi, kasihan Arin kalau Kai kelamaan tak kembali.""Arin atau Kakak?" celetuk Kenzi yang baru saja datang dari luar."Ken …."Kenzi
"Nah, itu jawabnya. Kakak dan Ken punya jawaban yang sama, jadi jangan tanya," ujar Kenzi."Ya kan kamu anak bungsu. Pastilah jadi pandeg Mami di Purwokerto.""Iya nggak juga bontot harus jadi pandeg. Pisang saja kalau dekat-dekat dengan induk pohon nggak besar-besar. Apa lagi kita.""Ya nggak harus jadi tetangga juga. Apa mau menikahi Irma?" ledek Kaisar."Ogah. Lagi cari made ini ngapak, katanya 'Ora ngapak, ora kepenak' ngono loh, masee."Keduanya terbahak. Menertawakan selera yang terlihat sama namun kekonyolannya yang sedikit berbeda.Mobil sampai di depan rumah Arin. Kaisar dan Kenzi turun dari mobil."Mas," sambut Arin dengan senyum terbaiknya. Dia lantas mencium punggung tangan Kaisar. Konyolnya, Kenzi ikut juga menyodorkan tangannya."Ini lupa," kelakar Kenzi membuat Kaisar menatap adiknya dingin."Ih! Ni tangan kebiasaan. Suka mampir-mampir, hehehe," omel Kenzi pada tangannya sendiri sambil memukulnya dan menurunkannya."Masuk, Mas, Kak.""Rin, panggil Kenzi pakai nama saja.
“Bu.” Kaisar memanggil Narsih yang sedang menyalakan kompor. “Ya, pripun, Nak Kai?” Kaisar mendekat dan tampak ingin berbicara serius sehingga membuat Narsih mengurungkan niatnya merebus air.“Kaisar mau ngomong sebentar, bisa?”“Bisa. Bentar Ibu cuci tangan dulu. Nak Arin mana?” tanya Narsih.“Lagi mandi.”Narsih ikut duduk di samping Kaisar di kursi makan dapur. “Kenapa, Nak Kaisar? Sepertinya ada yang serius?” tany Narsih.“Hm, ini Bu, Kaisar ada hal yang ingin disampaikan terkait Kaisar dan Arin. Kaisar mau minta izin mengajak Arin ke Purwokerto. Omanya ingin mengajak Arin tinggal sementara di sana.”“Arin sudah tahu?”“Sudah, Bu. Katanya terserah Ibu, jadi Kaisar meminta izin penting terkait kepergian Arin dalam beberapa hari.”“Kalau Arin tak keberatan tak apa. Apa Nak Kaisar akan lama di sana bersama Arin?”“Enggak tahu, Bu. Nunggu keadaan oma membaik dan bisa kembali ke Jakarta. Nanti Kaisar juga bakal sering bolak-balik Cilacap-Purwokerto. Kenzi juga tinggal di Rinjani Sen