“Kai, kamu istirahat saja. Paklik juga mau istirahat,” ajak Pakde membuyarkan konsentrasi Kaisar. “Ya, Pak Lik duluan saja. Kai masih mau ngadem di sini. Ken mana Pak Lik?” tanya Kaisar pada Paklik Kaderi.“Lagi di sana kayaknya tadi sama Indah dan Sekar serta anak-anak yang lain. Mereka anak-anak muda lagi bahas apa, Pakde juga bingung. Dah, kamu tidur saja. Jangan ikutan begadang, perhatikan kesehatanmu buat hari esok. Ini di rumah mertuamu, nggak enak kalau sampai bikin gaduh. Kenzi biarin sama remaja yang lain.”“Iya.”Kaisar masuk ke dalam kamar tanpa mengajak Kenzi yang asyik mengobrol dengan para saudara Arin yang masih lajang . Ada empat anak yang masih single dan juga lima abg tanggung ikut bersenda gurau bersama. Betul-betul pra acara yang mengasyikkan bagi mereka semua.Di dalam kamar, Kaisar amatlah gusar. Membayangkan hari esok jika sampai Oma datang sebelum akad selesai. Takutnya bisa merusak suasana sakralnya dan berakhir dengan hal yang tak diinginkan. Kaisar ingat
Resepsi digelar amat meriah. Tamu undangan juga banyak yang hadir. Dari sahabat, rekan dan juga tetangga Arin di kampung halaman. Canda tawa serta ledekan para tamu undangan membuat pasangan bahagia itu menikmati proses menikah hari ini.Rahayu yang juga ikut berbahagia, tiba-tiba kaget saat Pakde Gimin membisikkan kabar duka."Yu, Oma Wira kecelakaan saat mau menuju ke sini. Sekarang di rumah sakit bersama keluarganya, katanya parah," bisik Pakde Gimin."Innalillahi, lalu bagaimana ini? Resepsinya belum usai," sahut Rahayu dengan nada yang bergetar. Bingung juga bagaimana mengatakan pada Kaisar."Biar aku yang ke sana dulu. Kamu selesaikan acara malam ini, setelah acara selesai kamu kabarkan pelan-pelan pada Kaisar. Jika aku yang pergi sekarang, pastilah tak akan masalah. Ya?"Rahayu mengangguk dan tak bisa memikirkan hal alin selain khawatir. Pantas saja perasaannya tak enak sejak tadi pagi, ternyata Oma Wira kecelakaan.Malam hari setelah resepsi usai. Agam dan keluarganya dari Ban
"Sudah, dia sudah menunggu di depan. Mami pamit sama Ibumu dulu keluarga Arin dulu ya? Tapi apa kalian tidak lelah?”"Jangan pikirkan kami, Mam.”Rahayu mengangguk dan keluar dari kamar Arin untuk berbicara pada keluarga besar Arin terkait masalah itu. “Maaf, Bu Narsih. Kami keluarga Kaisar mau pamit pergi malam ini,” ucap Mami saat mengajak berbincang Narsih di ruang keluarga. Mereka yang sebagian sudah beristirahat di kamar dan sebagian ada yang sedang melepas lelah di ruang keluarga.“Loh, Bu, ini sudah sangat malam. Apa tak sebaiknya menginap saja?” cetus Narsih.“Sekali lagi kami mohon maaf. Ada kabar duka dari Omanya Kaisar di Jakarta, jadi kami akan ke sana malam ini juga.”“Innalillahi, ya sudah. Semoga keluarga diberi ketabahan ya, Bu. Omanya kenapa memangnya, Bu?” “Kecelakaan waktu hendak ke sini tadi siang. Ya sudah kalau begitu kami pamit.”“Nggih, Bu. Hati-hati di jalan ya, semoga tidak ada hal yang mengkhawatirkan pada kondisi Oma Kaisar,” kata Narsih.Kaisar dan Arin
Kaisar dan Arin masuk ke dalam ruang perawatan Oma Wira. Keduanya sengaja meminta menemani Oma di saat masa kritisnya. Yang lain berjaga di luar ruangan dan di dalam hanya Kaisar dan Arin."Pasien hampir saja selesai operasi. Jadi, harap jangan bising ya," ujar sang perawat yang selesai memindahkan Oma."Baik, Sus. Terimakasih."Kaisar dan Arin masih di dalam. Menemani Oma Wira dan terlihat keadaannya sungguh menyedihkan. Umur yang sudah tidak lagi muda, akan susah untuknya kembali sehat seperti semula."Mas, Mas istirahat dulu aja. Arin yang tunggu di samping Oma. Tadi 'kan Arin sudah tidur sebentar di mobil. Ini sudah hampir dini hari, nggak baik juga buat Mas terjaga sampai pagi," ucap Arin."Baiklah. Kita tunggu di samping oma sama-sama. Kita duduk di sofa aja, lagian pasca operasi pasti akan lama siumannya. Obat bius pasti masih bekerja, ya?"Arin menengok pada Oma Wira yang terpejam dan beranjak bersama Kaisar ke sofa tunggu ruangan."Kita sama-sama lelah. Kita juga harus istira
Kaisar dan Arin keluar dari ruangan Oma. "Kita mau ke ruangan Irma, Mas?" tanya Arin lirih."Hm, mungkin." Kaisar tahu jika kali ini Arin agak sungkan ke ruangan Irma."Kita sholat subuh dulu di masjid rumah sakit. Setelah itu, kita pikirkan apa yang hendak dilakukan. Oke? Nggak usah cemberut gitu, jadi pengen cepet-cepet pulang!" pungkas Kaisar mencoba menghibur Arin."Hiz!" Arin tersenyum dan melangkah bersama menuju masjid yang ada di rumah sakit ini.***"Om, kebetulan ketemu di sini. Oma minta, Om sama Mami ke ruangan Oma sekarang. Mami sama Kenzi mana?" tanya Kaisar pada Prass."Kenzi di ruangan Irma dan Mamimu di ruangan Bude Kartika. Baiklah, Om langsung ke ruangan Oma. Kamu ke ruangan Bude ya? Bilang sama Mamimu, pas sekalian aja ke ruangan Oma.""Ya, Om."Selepas sholat subuh, Kaisar dan Arin segera ke ruangan Kartika. Dia menggandeng Arin saat masuk ke ruangan itu."Mam."Rahayu menengok ke arah pintu yang terbuka dan Kaisar bersama Arin teliat datang dengan wajah lesuny
Diam adalah cara Kaisar untuk meredam emosinya. Sambil menunggu Maminya keluar dari ruangan Oma, dia sibuk memainkan gawainya. Arin yang berada di sampingnya mencoba membaca situasi dan tak ingin menambah suaminya marah.“Kak,” panggil Kenzi.“Pulang yuk!” ajak Kaisar.“Pulang? Udah ketemu sama Oma?’ tanya Kenzi. Dia lebih tahu kondisi Kaisar karena selama ini dirinya sering bersama dalam suka dan duka.“Sudah. Kita pamit saja seklain nanti Mami pulang sams Pakdenya Arin saja.”“Kita tanya dulu ya, baiknya gimana. Mami mana?” tanya Kenzi lembut. Arin mencoba memperhatikan cara Kenzi berinteraksi dengan Kaisar yang tidak seperti biasanya. Lebih pelan dan juga enak untuk dicerna.“Di dalam. Kamu masuk sana, bilang sama Mami kita mau pulang.”“Ok.”Kenzi masuk ke dalam dan Kaisar kembali pada posisinya.“Maaf, Rin.”Arin menengok dan menatap Kaisar bingung.“Maaf untuk hal apa? Justru Arin yang minta maaf karena nggak bisa membuat Mas Kaisar nyaman dan tenang.”“Jika mengingat mereka, M
“Kamu di sini saja sama Mami. Kakakmu biar pulang sam Pakdenya Arin. Kalau kamu ikut pulang, yang bantu jaga yang Oma siapa?” “Kan ada Paklik, bulik, Pakde sama Bude. Irma juga nggak parah-parah banget, kata dokternya dia malam ini sudah boleh pulang.”“Lah, wess. Sah ngeyel, manuto,” ujar Kanjeng Mami membuat Kenzi mencebik.“Nggak apa, Ken. Nanti Kakak juga bolak balik Cilacap Purwokerto. Ini Kakak hanya mau mengantar Arin dan memintanya istirahat. Ya udah, Mi. Kaisar pamit. Rin, kamu pamit dulu sama Oma ke dalam. Mau Mas temani apa Mas tunggu di luar.”“Mas tunggu di luar saja.”Arin masuk ke dalam ruangan Oma Wira dengan perasaan yang was-was. Penentangan hubungannya dengan Kaisar masih teringat di benak Arin.“Oma, Arin mau minta maaf kalau sudah_”“Pulanglah!”“Maaf, Oma.”Oma Wira masih dengan nada yang ketus. Dia bukan tipe orang yang mudah berbicara dengan orang asing dan memilih bersikap dingin. Meski tadi dengan Kaisar ia bersikap menghangat.“Sekali lagi Arin minta maaf.
"Kita pulang ke Rinjani?" tanya Arin yang melihat Kaisar mengarahkan mobilnya ke Rinjani."Ya. Malam ini kita menginap di Rinjani, besok pagi kita ke GSP. Kenapa? Mau ke GSP saja?" tawar Kaisar ramah."Nggak sih. Terserah Mas saja," balas Arin. Hatinya mendadak berdisko ria, ia yakin malam ini Kaisar pasti ingin menikmati indahnya malam pengantin baru berdua."Kenapa diam?" tanya Kaisar saat mendapati Arin bergeming."Eh, enggak. Dah mau sampai kan? Arin bingung nanti mau masak apa. Kita belum makan loh," ujar Arin."Iya ya. Sampe lupa makan, kamu sudah lapar ya?""Nggak sih. Mas Kaisar yang pasti dah lapar, nanti mau dimasakin apa?""Kita Delivery aja ya? Kamu pasti sudah capek.""Nggak sih, Arin dari tadi nggak ngapa-ngapain. Nggak capek juga.""Bagus kalau gitu. Berarti nanti kalau kita ngapa-ngapain, kamu nggak capek juga."Arin menengok dan menatap Kaisar," Kenapa?" tanya Kaisar."Nggak. Kita dah sampai," jawab Arin grogi. Mobil berhenti tepat di depan rumah Kaisar dan Kaisar mem
Tentu saja sikap Arin yang mencegah Kaisar untuk mencari tahu mengenai kejadian jatuhnya Arin di kamar mandi sekolah itu membuat Kaisar semakin penasaran. Sekolah yang memiliki biaya cukup mahal untuk bisa mengenyam pendidikan di sana itu sangat mustahil jika memiliki kloset yang licin. Tanpa sepengetahuan Arin, Kaisar pun mendatangi sekolah Shaka. Sengaja hari ini Arin tidak diperbolehkan untuk berangkat ke sekolah dan istirahat di rumah ditemani oleh Shaka. Ibunya—Narsih—juga diminta Kaisar untuk menemani Arin di rumah karena Arin menolak untuk dibawa ke rumah sakit.Kaisar langsung datang menemui kepala sekolah. Dia datang untuk menanyakan perihal kualitas sekolah yang dijadikan tempat menuntut ilmu anaknya itu. Kaisar merasa heran karena Shaka tiba-tiba terlihat tidak nyaman bersekolah di sana."Selamat pagi, Pak.""Pagi Pak Kaisar. Silahkan duduk!" titah Pujiono–kepala sekolah itu."Ada perlu apa ini? Tumben datang ke sekolah seorang diri.""Hari ini saya ingin meminta izin untuk
“Mas.”Malam ini Arin ingin sekali bercerita mengenai alasan ia mengajak Shaka pulang lebih awal. Kaisar yang masih sibuk dengan pekerjaannya pun menghentikan sementara.“Kenapa, Rin?”“Kayaknya keputusan Mas untuk pindahin Shaka itu betul deh.”“Kenapa emangnya? APa tadi ada masalah lagi yang terjadi di sekolah.”Arin mengembuskan napasnya kasar. Bukan perihal yang mudah untuk bercerita hal mengenai mantan suaminya itu pada suaminya kini yang notabene super protektif pada keluarganya.“Aku pikir, semua yang kita bicarakan saat itu adalah suatu hal yang harus kita lakukan sekarang.”“Kenapa?”“Tadi aku ketemu Mas Bayu. Dia …”“Dia kenapa?”Arin bingung mau mengatakan hal ini atau tidak, namun ia juga tak mau direndahkan sampai dibuat kasar dengan cara yang tidak patut oleh lelaki yang sudah menjadi mantan. Jika dulu saja ia bisa marah saat Bayu memukulnya, seharusnya ia sekarang lebih marah dari pada itu. Namun, ia kembali berpikir mengenai bisnis sang suami yang sedang dianggap sedan
Arin tak menyangka bakal bertemu Bayu di sekolah Shaka. Ia sangat menyesali kenapa harus menyekolahkan anaknya di tempat yang sama. Arin pun semakin yakin memindahkan Shaka setelah ini dan memilih sekolah di tempat lain yang berbeda dengan Bayu.Jam istirahat dimulai. Para murid keluar dan berhambur bermain di taman bermain yang ada di sekolah itu. Shaka mendekat ke arah Arin dengan wajah yang ditekuk.“Kenapa, Sayang? Kenapa nggak main sama teman teman?”“Nggak mau ah, Ma. Satria nakal lagi. Tadi buku Shaka dicoret coret dan disobek. Ma, Shaka mau pulang aja. Nggak mau sekolah,” rengek Shaka.Arin yang melihat anaknya menangis pun memilih untuk memangkunya dan memeluknya hangat. Memberi pengertian agar Shaka tidak sedih lagi setelah dikerjai Satria.“Ada anak Mami! Ada anak mami! Hahaha.”Suara Satria yang meledek Shaka membuat Arin geram. Namun, Arin bukan memarahi Satria melainkan mendatangi Bayu yang sibuk bermain gadget sendiri tanpa memperhatikan anaknya.Brak!Arin menggebrak m
“Gatsu.”“Nggak usah. Nanti langsung ke rumah aja, istirahat. Kasihan SHaka diajak kerja juga.”“Nggak kerja lah, cuma temani doang.”“Baiklah. Terserah kamu saja. MAs pergi dulu.”Arin kembali turun setelah bersalaman dengan Kaisar lalu melambaikan tangan melepas kepergian suaminya bekerja. Faktor keuangan yang sedang menurun, membuat Arin harus banyak banyak berdoa dan berusaha. Makanya dia akan menyusul nanti jika sekolah Shaka sudah selesai. Hitung hitung membantu suaminya bekerja. Tentunya dia niatkan beribadah. Biar tidak menimbulkan pertengkaran dan perdebatan jika hasilnya tidak memuaskan.Suara klakson mengagetkan Arin yang sedang berjalan masuk ke dalam ruang tunggu wali murid. Sebenarnya tidak disarankan masuk dan menunggu anaknya, tetapi Arin masih ingin memastikan baik baik saja. Tin!Lagi lagi Arin dibuat kesal karena mobil itu justru membuntutinya jalan ke halaman sekolah, hingga Arin bertambah kesal saat ada Bayu yang di dalamnya“Hai, Rin.” Bayu menyapa dengan senyum
“Kenapa dengan Satria? Siapa dia?” tanya Narsih."Teman Shaka, Bu. Dia biasa jahilin Shaka. Nggak hanya saka, yang lain juga. Emang dasar anaknya gitu. Mau marahin juga percuma. Gak bakalan mudeng. Orangtuanya aja gak tahu etitut," adu Arin."Sudah sudah. Kita bicarakan nanti saja. Udah siang ini Shakanya," sela Kaisar yang tidak ingin membahas tentang keburukan orang lain di depan anaknya.Kaisar benar benar mengantar Shaka. Dia meminta Arin untuk menunggu Shaka masuk dan meminta Arin untuk kembali ke mobil."Ada apa sih, Mas?" tanya Arin heran melihat gelagat suaminya yang aneh."Nggak. Shaka udah masuk?""Udah. Barusan udah masuk. Hari ini Satria nggak datang. Aman."Arin mengembuskan napasnya perlahan lalu tersenyum di depan Kaisar."Mas mau tanya apa?""Memang Mas mau tanya?""Hiz! Serius. Mau nanya kali ini sama Arin nggak?""Mau sih. Tapi, kamu harus jawab jujur.""Apa?" tanya Arin serius mendengarkan."Mas mau tanya. Wajah kamu pake formalin ya? Kok awet cantiknya?" kelakar Ka
“Kenapa kamu bangunkan Mas kesiangan, Rin? Hari ini Mas akan ke gudang buat cek data yang semalam belum Mas selesaikan,” tanya Kaisar panik saat dibangunkan Arin kesiangan.“Tenang aja. File udah aku cek dan memang ada keanehan di Mellynya. Bukan salah toko atau gudang. Jadi Mas hanya perlu tanyai Melly, kenapa dia sampai berlaku demikian. Kita butuh penjelasan dia mengenai hal ini. Dia harus bertanggung jawab dan Mas harus bisa bertindak bijak. OKe?”Arin memang sudah menyelesaikannya semalam. Dia hanya membereskan beberapa dan itu cukup sangat membantu membuat Kaisar lelap tidur dan puas istirahat sampai pagi.“Ya ampun, begini ini yang kadang bikin Mas nggak mau tidur dulu kalau kerjaan sudah beres. Kamu pasti yang selesaikan. Ya sudah, aku mau mandi dulu. Kamu pasti udah siapkan sarapan, ya?” “Belum. Aku mau sarapan di rumah Ibu bareng kamu.”“Tumben?” tanya Kiasar heran.“Lagi pengin aja. Yuk ah, buruan! Mas mandi, aku mandiin Shaka.”Keduanya gegas beranjak sebelum melakukan ak
“Mas,” panggil Arin.Kaisar yang sedang memeriksa laporan keuangan tempatnya bekerja, menengok sekilas. Wajahnya nampak serius, membuat Arin untung untuk mengatakan perihal kejadian di sekolah tadi.“Kenapa, Rin?” tanya Kaisar saat ia sudah kembali melihat berkas berkasnya dan merasa Arin tidak berkata apapun setelah itu.“Arin bantu ya pekerjaannya?” Arin pun memikirkan untuk membantu saja, daripada mengeluhkan ini itu.“Shaka udah tidur?”“Udah. Boleh ya?”“Ini itu bentar lagi selesai. Ada sedikit perbedaan antara income di aplikasi sama yang Mely tulis.”“Kok bisa?” tanya Arin kaget.Akhir akhir ini memang usahanya agak bermasalah. Selain bisnis yang kian menjamur, juga adanya pesaing yang memakai cara kotor, akhirnya perusahaan pun banyak yang terancam. Meski dalam hal bisnis ini adalah hal yang biasa, tetap saja Arin merasa sedih dan ingin kembali ikut membantu suaminya.“Itulah. Kalau percetakan yang di Gatsu itu nggak lagi beromset banyak, kemungkinan pengurangan karyawan pun h
“Ma,” panggil Shaka saat kini sudah mulai jam istirahat sekolah.“Udah istirahat, Sayang?”“Udah. Mom nungguin Shaka?” tanya Shaka heran karena melihat Arin yang ada di sekolah. Biasanya Arin akan meninggalkan Shaka di kelas dan Arin akan menyusul Kaisar bekerja. Namun, kali ini ia memang ingin menunggui anaknya itu untuk menjamin keselamatannya.“Iya. Sengaja Mom tunggu, biar nggak ada yang bisa gangguin kamu.”“Hai Shaka, main yuk!” ajak bocah kecil bernama Gendis.“Ma, Shaka main sama Gendis di perosotan sana ya?” tunjuk Shaka pada mainan yang ramai dipenuhi oleh anak anak yang asyik bermain.“Iya. Hati-hati ya, Nak.”Arin melihat dari kejauhan, apa yang sedang dilakukan Shaka. Dia nampak senang anaknya itu punya banyak kawan di sekolah ini. Meski kebanyakan yang berteman dengan Shaka adalah anak-anak perempuan, ia tak masalah. Justru ia merasa lega karena berteman dengan anak perempuan membuatnya merasa aman karena terhindar dari perkelahian antar teman nantinya.Satria mendekati
Ternyata Prameswari hanya mengantar Satria saja. Anak bawaan Bayu itu tidak ditunggui oleh ibunya dan itu adalah hal yang cukup mengagetkan karena setalah Prameswari keluar ruangan, Arin diminta untuk masuk ke dalam ruangan kepala sekolah."Sebenarnya ada hal apa saja yang dipanggil ke ruangan ini?" Tanya Arin heran sekaligus bingung."Maaf jika saya memanggil Ibu secara mendadak dan tiba tiba. Tetapi pas kebetulan ibu berada di sini untuk mengantar, jadi saya berpikir untuk meminta ibu langsung menemui saya di sini.""Tidak masalah. Apa yang sudah terjadi, Pak?""Justru itu hal yang ingin saya tanyakan kepada Ibu Arin. Sebenarnya ada masalah apa ibu dengan orang tua Satria?""Orang tua Satria? Siapa yang sedang Bapak maksud itu?""Bu Prameswari. Beliau tadi melaporkan bahwa, katanya Ibu sudah membuat beliau kesal dengan kata-kata yang tidak patut dan tidak sopan. Jadi, Saya ingin mengetahui masalah apa yang sedang terjadi antara Bu Arin dan Prameswari? Apakah ini karena pertengkar