Aris masuk ke dalam kamarnya. Di sana ia tidak melihat Sarah. Pandangannya ia edarkan ke berbagai arah, rupanya wanita cantik itu tengah duduk di balkon kamar. "Sarah ... masuk dulu! Ada yang mau aku bicarakan," perintah Aris. Mendengar suara suaminya, Sarah pun menoleh. "Kamu baru pulang? Sudah puas bertemu selingkuhan mu?" tanya Sarah sembari menyeringai. Suara wanita itu sangat lembut, namun kalimat dan tatapan matanya terasa sangat menusuk jantung. "Ja-jadi ... kamu sudah tahu?" "Ya, aku sudah tahu apa alasan kenapa selama ini kamu enggan menunaikan kewajiban kamu kepada aku," ucap Sarah dengan wajah yang terlihat tenang namun dingin. "Rupanya benar dugaan aku, kamu tidak pernah mencintai dan tidak pernah menginginkan aku," lanjutnya sembari memaksakan senyumannya. Dada Sarah sangat sesak, namun ia berusaha untuk menahan emosinya. Agar tidak membuang-buang tenaganya lebih banyak lagi. "Mari berpisah, Mas! Sekarang juga, sebaiknya kamu ucapkan talak untuk aku. Da
"Dia pasti gak mau menemui kamu saat ini dan mengakui semuanya. Setelah kami menikah, baru akan aku pertemukan dengan kamu. Karena aku gak mau apa yang sudah aku rencanakan berantakan," sahut Aris. "Sudah aku duga, kamu itu hanya bicara omong kosong! Ita sahabat aku tidak mungkin serendah itu menjadi selingkuhan pria yang sudah beristri, apalagi pria itu adalah suami dari sahabatnya sendiri!" Sarah keluar dari kamar, membuat Aris langsung mengejarnya. "Kamu mau kemana?" tanya Aris. "Aku mau menemui ibu. Aku mau kita selesaikan hubungan kita sekarang juga, Mas! Aku sudah muak dengan pernikahan ini!" ujar Sarah. "Aku harap, kalo kamu yang ngomong sama Ibu. Ibu mau mengerti," ucap Aris. Mereka berjalan ke arah kamar Bu Susi, karena di ruang tengah, sudah tidak ada siapapun lagi. Pak Bambang dan Bu Susi sekarang pasti ada di kamar mereka. Tok.. tok.. tok.. Sarah memberanikan diri mengetuk pintu kamar tersebut. Tidak menunggu lama, Pak Bambang keluar dari dalam. "Ada apa Sara
Setelah membeli obat untuk Bu Susi, Sarah berharap jika ibu mertuanya itu cepat sembuh agar ia bisa segera bercerai dari Aris. Mobil Azof berhenti tepat di pekarangan rumah Aris. Wanita cantik itu segera turun dari mobil, tidak lupa ia tersenyum dan mengucapkan terimakasih kepada Azof. Aris yang mendengar suara mobil berhenti, segera menengoknya dari balkon kamar. "Sarah di antar siapa?" gumamnya. "Hati-hati ya, Mas. Sekali lagi terimakasih!" ujar Sarah dengan senyuman manisnya. "Dia panggil orang itu Mas? Sarah pulang di antar laki-laki?" Setelah mobil Azof pergi, Sarah segera masuk ke dalam rumah. Menyerahkan obat ke Pak Bambang, kemudian masuk ke dalam kamarnya dengan wajah yang ceria. "Di antar suami tidak mau, tapi pulang di antar laki-laki lain. Siapa laki-laki itu?" tanya Aris. "Sejak kapan kamu peduli?" Sarah balik bertanya dengan tatapan mata yang terlihat jengah. "Aku ini masih suami kamu, Sarah. Kalo ada tetangga tau kamu di antar laki-laki lain, apa kata mere
Sekitar jam setengah sebelas malam, Sarah sampai rumah.Ia sampai tengah malam, karena Aris memang pergi sekitar jam sepuluh tadi.Saat Sarah baru saja masuk ke dalam rumah, ia langsung di sambut oleh pertanyaan Bu Susi yang kebetulan terbangun karena merasa haus."Malam-malam begini kamu darimana Sarah?""Abis cari angin segar, Bu. Hehe," jawab Sarah."Ibu sendiri kok belum tidur? Gimana kondisinya sekarang?" tanya nya."Tadi Ibu udah tidur, cuma kebangun gara-gara haus. Mau bangunin bapak, kasian. Ibu udah mendingan kok.""Alhamdulillah Bu, kalo Ibu udah mendingan. Sarah seneng dengernya.""Apa Aris ada di kamar?" tanya Bu Susi.Sarah menggeleng, "Ibu kan tau sendiri, anak Ibu itu gak betah di rumah. Dia betah nya di rumah selingkuhan nya, Bu. Jadi biarin aja deh, toh ada dia di rumah atau tidak, rasanya sama saja," sahut Sarah sembari tersenyum lebar.Mendengar penuturan Sarah, membuat Bu Susi khawatir."Sarah.. apa Aris sudah bilang semuanya ke kamu? Dan apa kamu tahu siapa wanita
Setelah selesai sarapan, Sarah segera pamit kepada kedua mertuanya."Kamu kenapa gak berangkat sama Aris saja, Sarah? Kan dia bisa antar kamu ke tempat kerja kamu," ucap Pak Bambang."Gak perlu, Pak. Aku bisa berangkat sendiri kok. Kalo gitu, aku pamit ya Pak, Bu. Assalamualaikum."Sarah mencium punggung tangan Bu Susi dan Pak Bambang, kemudian pergi meninggalkan meja makan."Wa'alaikumussalam, semangat kerjanya ya, Nak!" seru Bu Susi."Sarah kok tiba-tiba kerja aja, Bu? Terus, penampilan nya juga mendadak jadi berubah. Sarah yang lugu, sekarang terlihat sangat berwibawa mengenakan pakaian seperti itu," ucap Pak Bambang."Ibu juga gak tau Pak, kapan Sarah melamar kerja dan sekarang dia kerja dimana. Yang jelas, menantu kita itu kerja kantoran loh! Hebat kan Sarah? Selain cantik, dia juga bisa membuat Ibu bangga. Lihat penampilan Sarah sekarang, sangat memukau!" sanjung Bu Susi sembari tersenyum manis."Tanggapan Aris bagaimana mengenai Sarah yang berubah drastis?" "Tadi sih Ibu lihat
Setelah bekerja beberapa jam, jam istirahat pun tiba. Sarah menemui Azof dan memberitahu mengenai jadwal meeting Azof untuk minggu depan. "Sekarang sudah jam makan siang, ayo makan bersama!" ajak Azof yang bangkit dari kursinya. Sarah benar-benar merasa canggung sekarang, ia sangat malu jika harus berdekatan dengan Azof. "Tapi, Pak. Saya mau makan di ruangan aja, gak enak kan kalo nanti kita dilihat sama karyawan lain lagi berduaan. Kan orang-orang pasti udah pada tau kalo Pak Azof udah beristri, saya gak mau jadi bahan gosip, hehe," ucap Sarah sembari nyengir. "Loh kenapa emangnya? Sekedar makan siang, itu bukan masalah. Lagi pula saya tidak peduli dengan tanggapan orang lain, toh istri saya juga bukan orang yang baik. Untuk apa saya peduli? Ita sudah tidak lagi saya anggap sebagai istri, saya hanya tinggal menunggu waktu yang tepat saja untuk menceraikannya," ucap Azof. "Di sini juga kan ada Aris. Apa kamu gak mau gitu balas dendam, gantian bikin dia kesal dengan cara kam
Setelah memesan makanan, Azof membuka pembicaraan. "Kamu lihat kan tadi muka Aris? Dia kayak nahan marah gitu loh saat liat kamu ada di sini dan mau makan siang bersama saya." Sarah mengangguk, ia tersenyum ke arah Azof. Mereka sama-sama merasa puas saat sudah berhasil membuat Aris emosi. Lebih puas lagi, karena pria itu tidak bisa berkutik dan tidak bisa meluapkan emosinya. "Saya senang, Pak. Karena sekarang dia merasakan bagaimana rasa kesalnya saat harus memendam emosi," jawab Sarah. "Jadi.. kapan kita mau melabrak mereka?" tanya Azof. "Saya sudah tidak kuat terus berpura-pura bersikap bodoh dan seakan-akan tidak tahu apa-apa. Saya muak saat Ita bersikap manja dan seolah-olah dia adalah istri yang setia. Tapi kenyataanya, di belakang saya, dia sudah bermain gila dengan pria lain! Saya ingin mengakhiri semua ini secepatnya, Sarah!" imbuhnya. Sarah mengangguk, "saya paham, Pak. Saya juga sudah tidak sabar ingin melihat sahabat saya yang ternyata pengkhianat itu, merasa terkeju
Mendengar ucapan Aris, Sarah tidak lagi peduli. "Aku minta maaf, Sarah. Aku tau aku salah!" "Jadi ... kalian sudah berselingkuh selama itu di belakang saya, sampai Sinta hamil?" ucap Azof yang menghampiri mereka. Sarah dan Azof memang mengikuti Aris dari kantor. Dan Azof baru muncul saat ia rasa waktunya sudah tepat. "Hebat ya kamu, tidak mau disetubuhi suami sendiri, malah milih berzina dengan pria lain? Istri macam apa kamu?!" sambungnya. "Mas Azof ...." lirih Sinta yang menatap keberadaan Azof dengan ekspresi wajah terkejutnya. Tangisan Sinta semakin pecah saat suaminya juga ada di sana. "Selama hampir satu tahun menikah, saya selalu menyayangi dan memanjakan kamu. Selalu mengerti mau kamu, tapi ini balasan kamu? Kurangnya aku sebagai suami kamu itu apa sih?!" cecar Azof. Sinta berjalan mendekati Azof, "BERHENTI!" perintah pria tampan itu. "Mas ... maaf ...." "Maaf? Maaf untuk apa? Apa gunanya kata maaf yang terlontar dari mulut kamu? Saya tidak butuh itu!" tegas
Sarah sampai di rumah Azof lebih dulu, saat itu kebetulan sekali sang pemilik rumah sedang bersantai di taman depan sembari menikmati secangkir kopinya. "Sarah!" panggil Azof saat melihat wanita itu turun dari taksi. Sarah menoleh, ia tersenyum kepada Azof. Saat bos nya melambaikan tangan dan memanggilnya untuk mendekat, ia pun segera berjalan cepat menghampirinya. "Silahkan duduk! Mau minum apa?" tawar Azof. Sarah mengangguk kemudian duduk di hadapan bos nya. "Gak perlu repot-repot, Pak. Saya tidak haus." "Bukan nya kamu mau ke sini sama Sinta? Kok kamu dateng sendirian? Terus.. kenapa muka kamu kelihatan berbeda? Apa ada masalah?" cecar Azof khawatir. Sarah tidak mungkin menceritakan semuanya kepada Azof, karena ia tidak mau jika sang bos berubah pikiran dan tidak jadi mengizinkan Sinta untuk tetap tinggal di rumahnya. Ia pun tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya, "saya gak papa kok, Pak. Saya memang sengaja naik taksi karena aku males satu mobil sama Sinta dan Ma
Sarah semakin berani saja, Aris pun mencengkram rahang Sarah dengan kuat. "Bisa apa kamu, hah?!" bentak Aris. Sarah menjambak rambut Aris sekuat-kuatnya, saat cengkraman pria itu sudah melemah, Sarah pun membentur-benturkan kepala Aris ke mobil dengan membabi buta. Melihat perilaku Sarah, Sinta ingin membantu Aris untuk menyerang Sarah. Namun Sarah yang sudah membaca gerakan Sinta, segera meludahi wajah wanita itu berkali-kali. Hingga Sinta merasa jijik dan buru-buru mengusap wajahnya dengan tisu basah. Benturan-benturan pada kepala Aris, mengakibatkan kepalanya sedikit berdarah. Melihat Aris yang sedang merasa kesakitan, Sarah segera keluar dari mobil itu dan menghentikan taxi yang lewat. "Sialan! Berani-beraninya dia melakukan hal ini kepada kamu, Mas!" ucap Sinta. Ia segera pindah tempat duduk, mengambil kotak p3k dan mengobati luka Aris. "Aw.. pelan-pelan," lenguh Aris. "Iya, ini juga udah pelan kok!" "Aku bener-bener gak nyangka kalau dia akan berani berlaku sen
Sinta segera mengganti baju dengan semangat, sementara di ruang tengah, Sarah sudah menunggunya. "Aku yang akan mengantar kalian ke rumah, Azof," seru Aris saat Sinta telah kembali. "Bagus lah, dengan begitu aku jadi gak perlu pesan taksi," ujar Sarah kemudian beranjak dari tempat duduknya. "Kami berangkat dulu ya, Bu!" pamitnya pada Bu Susi. Wanita itu melenggang terlebih dahulu, kemudian di ikuti oleh Aris dan Sinta di belakangnya. Sesampainya di halaman rumah, Aris berinisiatif untuk membukakan pintu mobil tepat di sebelah kursi pengemudi. Saat Sinta hendak masuk ke dalamnya, Sarah langsung menyingkirkan tubuh Sinta. "Permisi!" serunya kemudian ia lah yang mengisi kursi tersebut. "Apa-apaan sih kamu, Sarah? Mas Aris kan bukain pintu itu untuk aku, bukan buat kamu!" ucap Sinta kesal. "Ekhemm.. mohon maaf sebelumnya. Di sini, siapa yang istri sah nya Mas Aris?" tanya Sarah sembari menaikan sebelah alisnya. "Tapi aku juga kan calon istrinya Mas Aris!" jawab Sinta. "Mas, kam
Tok.. tok.. tok.."Bu.. Pak.. ini Sarah. Ada yang mau Sarah bicarakan dengan Ibu dan Bapak," ucap Sarah sembari mengetuk-ngetuk pintu kamar mertuanya.Sinta dan Aris yang mendengar ucapan Sarah, segera menoleh ke arah wanita cantik yang berdiri tidak jauh dari mereka.Tidak lama, Bu Susi keluar dari kamarnya."Ada apa, Sarah?" tanya nya."Bapak mana, Bu?" Bukannya menjawab, Sarah justru balik bertanya."Bapak lagi di belakang, katanya sumpek berada di dalam rumah karena ada tamu yang tidak di undang," jawab Bu Susi sengaja menaikan volume ucapannya."Ibu yang sabar ya. Sinta hanya sebentar kok di sini," jawab Sarah.Mendengar ucapan Sarah, Sinta langsung beranjak dari tempat duduk dan menghampirinya."Maksud kamu apa, Sarah? Kamu mau mengusir aku?" tanyanya."Aku gak ngusir kok. Tapi kan emang belum saatnya kamu ada di sini. Jadi, aku harap kamu bisa mengerti.""Kamu cemburu ya karena Mas Aris jauh lebih sayang dan cinta sama aku daripada sama kamu?""Ini bukan tentang aku cemburu ata
Sebelum ia ke kamar, Bu Susi sempat menyuarakan kekhawatiran dan ketidaknyamanannya mengenai keberadaan Sinta.Mertuanya itu meminta Sarah untuk melakukan sesuatu agar Sinta tidak tinggal di sini sebelum wanita itu sah menjadi istri Aris.Sarah yang sudah berjanji akan memikirkan cara dan menyanggupi keinginan mertuanya, segera masuk ke dalam kamarnya kemudian membersihkan tubuhnya di dalam kamar mandi.Ia menyalakan shower untuk membahasi seluruh tubuhnya.Selain rasa lelah, ia juga merasa penat memikirkan permasalahan suami dan selingkuhan suaminya.Setiap harinya ada saja gebrakan yang mereka lakukan.Sebenarnya ia tidak peduli dengan yang di lakukan oleh Aris dan Sinta, namun yang ia pedulikan adalah perasaan dan kesehatan mertuanya.Air yang dingin begitu terasa sangat menyegarkan. Mampu menghilangkan beban pikiran dan rasa lelah pada diri Sarah."Kasihan ibu, ibu pasti tidak bisa tenang jika Sinta tinggal di sini sekarang. Apalagi, waktu dia dan Mas Aris menikah masih cukup lama
"Aku minta sama kamu, Sarah, bilang ke semua teman kantor kamu untuk men-takedown vidio itu. Karena gara-gara vidio itu viral, sekarang Sinta jadi harus kehilangan janinnya!" ujar Aris."Dan apa kamu tau? Dia juga hampir kehilangan nyawanya karena gak kuat menerima semua hujatan dari para netizen!" lanjutnya.Mendengar ucapan Aris, Sarah langsung menoleh ke arah Sinta. Ia melihat mantan sahabatnya itu memang tidak seperti biasanya.Mata Sinta terlihat sayu, wajahnya juga murung. Wanita itu pasti merasa tidak tenang dan banyak menangis hari ini.Melihat kabar duka mengenai Sinta, hati Sarah tersentuh, ia jadi merasa iba, namun tetap saja, rasa dendamnya jauh lebih besar dari rasa prihatinnya.Lagipula, itu semua bukan salahnya dan tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Melainkan, itu adalah kesalahan dan kebodohan Sinta sendiri.'Meskipun perbuatan mereka salah, tapi aku tidak pernah berharap jika dia dan Mas Aris kehilangan calon anak mereka,' batin Sarah.Wanita itu menatap wajah
Sesampainya di halaman rumah, sebelum turun dari mobil, Aris mengecek ke arah sekeliling rumahnya. Memastikan bahwa kondisi aman dan tidak ada tetangga yang berada di sekitar sana."Aman, kita bisa turun sekarang, Sayang!" ujarnya.Aris turun dari mobil kemudian menarik pergelangan tangan Sinta dengan lembut dan buru-buru membawanya masuk ke dalam rumah.Di ruang tengah, Bu Susi dan Pak Bambang sedari tadi sudah menunggunya.Melihat Aris yang datang bersama Sinta, membuat Bu Susi langsung naik pitam."Untuk apa kamu bawa dia ke sini, Aris?!" bentaknya."Mulai hari ini, Sinta akan tinggal di sini bersama kita, Bu!" tegas Aris."Jangan ngawur kamu! Ibu gak setuju!" tolak Bu Susi."Kalian itu belum menikah, mau di taruh di mana muka Ibu dan Bapak hah?!""Apa kamu mau rumah kita didemo sama tetangga gara-gara kamu membawa pelakor tinggal di sini? Sedangkan kalian saja belum sah menjadi suami istri!" ucap Bu Susi, wanita itu yang awalnya duduk, kini langsung berdiri."Iya, Ris. Kamu janga
Karena suasana yang sudah tidak kondusif, Aris pun menarik tangan Sinta untuk pergi dari tempat tersebut. Yang kemudian di susul oleh pemilik kontrakan. Karena tidak ingin orang-orang pada kabur dan rugi besar, akhirnya ibu pemilik kontrakan pun terpaksa tidak jadi menyewakan rumahnya kepada Aris dan Sinta. "Mas, Mbak, maaf ya. Saya tidak bisa menyewakan rumah ini untuk kalian. Karena mau bagaimana pun juga, mereka lah yang lebih dulu tinggal di kontrakan saya selama bertahun-tahun. Saya sudah mencoba bicara kepada mereka, tapi mereka tetap kekeh tidak mau menerima kalian dan bahkan melakukan hal-hal yang tidak di inginkan. Jadi, mau tidak mau, dengan terpaksa saya tidak bisa memberikan kontrakan ini kepada kalian. Karena saya gak mau rugi." Aris dan Sinta yang sedari tadi hanya diam, tidak bisa berbuat apa-apa. Karena percuma saja jika ia ikut berbicara dan melawan para ibu-ibu itu, yang ada nama mereka akan semakin jelek di mata semua orang. "Udah lah Mas, aku juga gak mau ti
Aris membawa Sinta ke pemilik kontrakan yang menurutnya terbaik dan ingin menyewa salah satu rumah untuk tempat tinggal Sinta sementara waktu."Permisi Bu.. Di sini masih ada kontrakan yang kosong kan?" tanya Aris pada pemilik kontrakan tersebut.Mengetahui bahwa pria dan wanita tersebut sedang menjadi perbincangan orang-orang, sang pemilik kontrakan pun langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat."Tidak ada. Semua kontrakan di sini sudah penuh," jawabnya dengan pandangan yang terlihat sinis. Ia masuk ke dalam rumahnya dan buru-buru menutup pintu tidak ingin menghiraukan keberadaan sejoli itu.Namun Aris dengan cepat menahan pintu tersebut, "tunggu dong Bu, saya belum selesai bicara.""Mau ngomong apa lagi? Kan udah saya bilang, semua kontrakan saya sudah penuh!""Ibu jangan bohong dong, saya lihat di depan ada tulisan 'sedia kontrakan, satu rumah' Kalo emang kontrakannya udah di isi sama orang, seharusnya Ibu copot tulisan itu. Iya kan?" ujar Aris."Begini deh, Bu. Saya berani ba