Aku, Kalea, terperanjat saat mendengar apa yang dikatakan oleh Mas Arif kepadaku. "Bagaimana mungkin aku bisa tinggal dengan dirinya dalam satu atap? Bagaimana jika nanti aku kena gebrek saat ada orang jahil yang tiba-tiba melaporkan kami ada di dalam satu kontrakan tanpa adanya ikatan pernikahan," gumamku dalam hati.Aku pun menolak dirinya yang akan mengajak diriku tinggal satu kontrakan dengan dirinya."Tidak, aku tidak mau tinggal satu atap dengan dirimu, Mas. Aku takut jika nanti ada sesuatu hal yang malah membuat situasi semakin buruk, biarkan aku mencari kontrakan saja," tegas ku meluapkan kekhawatiran dalam hati."Ini sudah malam, kamu mau mencari kontrakan di mana? Lagipula aku tidak akan berbuat macam-macam kepadamu," bujuk Mas Arif mencoba untuk meyakinkanku agar menerima tawarannya. Aku benar-benar sangat bingung dan bimbang. Ada rasa was-was yang mengganjal di hati, membuatku takut untuk mengambil keputusan itu.Namun, di sisi lain, aku juga merasa tidak punya pilihan l
Aku, Kalea, merasa diinterogasi oleh Mas Arif dengan pertanyaannya yang semakin membuatku jengkel. Kenapa dia seolah ingin tahu segalanya tentang kehidupan rumah tanggaku bersama Mas Raka? Mungkinkah Mas Arif punya niat lain di balik pertanyaannya? Rasa curiga dan tak nyaman muncul di dalam hatiku. Aku terus mencoba menarik diri dan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut."Maaf Mas, itu semua bukan urusanmu!" ucapku sedikit emosional, lalu melanjutkan, "Sebaiknya aku istirahat. Besok pagi aku akan segera pergi dari kontrakanmu." Perasaan lega datang seketika setelah aku beranjak dari kursi. Namun, saat aku berjalan menuju kamarku, tanpa sadar, Mas Arif mengikutiku dari belakang.Tak lama kemudian, dia dengan cepat menerobos masuk ke kamarku dan mengunci pintu dari dalam. Seketika itu, aku terkejut merasa tubuhnya yang tiba-tiba memelukku erat di belakangku. "Apa ini?" gumamku dalam hati, merasa bingung dan ketakutan. Aku tak tahu lagi apa yang harus kulakukan, apakah Mas Ar
POV Rania Suasana malam itu begitu hening, seolah dunia menjadi milikku dan Mas Attala seorang. Kami memutar-mutar kendaraan, larut dalam kenikmatan menjelajahi jalan-jalan yang nyaman dan sunyi."Ah, betapa menyenangkan malam ini, menikmati malam berdua dengan Mas Attala, seperti kali pertama pacaran setelah menikah dengan dirinya," bisik hatiku dengan perasaan bahagia. Aku seperti tidak ingin waktu berhenti, ingin terus mengejar malam bersama suamiku. Tak lama kemudian, kami melintasi sebuah jalan yang saat itu sedikit sepi dan di seberang jalan, kami melihat ada lesehan di pinggiran jalan.Mas Attala yang melihat ada lesehan di seberang, memutuskan untuk berputar arah menuju ke arah lesehan tersebut.Perutku mulai meronta-ronta minta diisi, dan pikiranku langsung teringat akan penyetan ayam yang lezat yang ada di sana. Kuputuskan untuk berhenti di lesehan itu, karena kami ingin menikmati makanan yang ada di sana bersama Mas Attala. "Kita makan di sini saja, Sayang. Sudah larut
Aku, Rania, benar-benar masih tidak menyangka dengan apa yang aku lihat saat itu, Kalea diarak menuju ke arah balai desa yang tak jauh dari sini.Aku pun meminta Mas Attala untuk menemani diriku mengikuti mereka. "Mas, kita ke sana sekarang! Aku ingin membantu Kalea," rengekku dengan mengguncangkan lengannya, hati-hati agar tidak terlalu keras. Mas Attala tampak santai, seolah tidak memperdulikan perasaanku. Dia hanya tersenyum dan berkata, "Aku akan mengantarmu ke sana, asal kamu makan terlebih dahulu!" sambil santai menyantap makanannya. Aku pun menggerutu karena Mas Attala bisa sesantai itu saat menghadapi situasi seperti ini."Kenapa Mas Attala begitu santai? Bukankah situasi ini cukup mengkhawatirkan?" pikirku dengan kesal. Ternyata, Mas Attala punya alasan sendiri untuk tenang. "Tidak akan terlewat, makan hanya membutuhkan paling lama dua puluh menit dan paling cepat sepuluh menitan. Aku tidak mau jika kamu sakit dan anak kita yang ada di dalam juga kena imbasnya, karena ka
Aku, Kalea, setelah diarak dan dipermalukan oleh para warga mengelilingi jalan, kini aku merasa seperti diadili seakan-akan aku melakukan perbuatan tercela bersama Mas Arif.Padahal, aku adalah korban dari tindakan bejat yang dia lakukan kepadaku. Aku mencoba meyakinkan semua orang yang ada di sini tentang apa yang sebenarnya terjadi. "Saya hanya korban dia. Dia telah menodai saya, Pak," kataku sambil menangis sesenggukan. Namun, tampaknya kata-kataku tidak mampu menggerakkan simpati mereka. Tatapan tajam dari semua orang menembus ke dalam jiwaku, membuatku merasa semakin terpojok dan putus asa. "Jangan berbohong kamu, Kal. Kita melakukan suka sama suka. Kamu yang sudah merayuku tadi," sahut Mas Arif dengan wajah jumawa, mengecoh semua orang di sekeliling kami. Dia benar-benar pintar memutar balikkan fakta, tapi aku tak akan tinggal diam. "Kamu yang memfitnah diriku, Mas! Jangan memutar balikkan fakta!" sahutku sambil emosi. Aku merasa geram, menatap mata Mas Arif yang penuh kep
Aku, Kalea, benar-benar merasa hancur saat beberapa orang mengantarku pulang ke rumah orangtuaku. Hatiku seolah ditusuk oleh pandangan tajam dan penasaran para tetangga yang tak henti menatap wajahku. Mereka tampak menggunjing diriku saat aku diantarkan beberapa orang dan disampingku ada Mas Arif yang saat ini sedang berdiri di sampingku."Wah Kalea pulang ditemani banyak bodyguard rupanya," sahut tetangga julid dengan nada mencibir.Aku terdiam dan tidak pedulikan ocehan tetanggaku itu.Aku benar-benar sangat lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh itu.Berbagai pertanyaan dan perasaan tak enak mulai berkecamuk dalam hatiku, sesaat kakiku melangkahkan kakiku menuju ke arah pintu rumah orangtuaku yang kecil itu. "Apa yang akan orangtuaku katakan? Apakah mereka kecewa padaku? Bagaimana nasib mereka sekarang? Sungguh aku takut jika mereka akan kecewa dan shock saat mendengar apa yang mereka katakan kepada ayah dan ibuku nantinya," gumamku dengan perasaan cemas.Saat kami t
Aku, Kalea, melihat wajah Ibuku yang tampak pucat pasi saat mendengar tuduhan yang dilemparkan kepada diriku oleh para warga yang saat itu ikut menggrebek kontrakan Mas Arif kemarin malam.Aku tak sanggup menatap wajah kedua orang tuaku yang juga tampak terpukul dengan berita tersebut.Hatiku berdebar kencang, takut akan dampak yang akan menimpa keluargaku."Apa? Anakku berbuat m3s*m dengan seorang pria? Ini tidak mungkin, dia anak baik-baik dan dari keluarga baik-baik, kami tidak pernah mendidik dirinya menjadi wanita yang tidak berbudi!" seru ibuku dengan bibir bergetar, seolah tidak percaya dengan apa yang mereka katakan kepada kedua orangtuaku."Maaf Bu, saya harus mengatakan, iya, Bu. Kami memergoki mereka berdua di dalam satu kontrakan yang sama dan sudah selesai melakukan perbuatan maksiat di sana," sahut Pak Heri dengan menatap wajah kami yang saat itu sedang tertunduk.Aku tak bisa menerima ketidakadilan yang menimpa diriku. Bagaimana mungkin mereka mengatakan bahwa aku telah
Aku tak pernah menyangka bahwa hal seperti ini akan terjadi dalam hidupku, aku diceraikan oleh suami yang berhasil aku rebut dari sahabatku sendiri, Rania.Apa yang aku lakukan ini akhirnya membawa karma yang buruk kepada diriku, hidupku hancur dan aku menerima ganjaran yang setimpal akibat dari ulahku sendiri.Ibu dan ayahku merasa begitu marah saat mereka mengetahui perlakuan buruk yang aku terima dari mantan suamiku, Mas Arkan.Rasanya mereka tak mampu menerima kenyataan ini, sebab selama ini kedua orangtuaku lah yang memberikan dukungan moral dan finansial kepada kami dalam menghadapi masalah ekonomi, saat Rania sudah tak bisa lagi diandalkan seperti saat dia bekerja di luar negri. Dalam hatiku terasa semakin hancur, saat orang yang aku pertahankan selama ini, akhirnya mencampakkan diriku, setelah aku dianggap tak berguna lagi bagi dirinya.Dulu, aku pernah ditolong oleh Rania ketika pernikahanku dengan Mas Andri berjalan tak sesuai rencana. Seolah nasibku selalu buruk dalam men