Aku, Kalea saat ini aku sedang bingung menentukan arah tujuanku. Sebenarnya, aku berharap Rania akan memberikanmu tumpangan di rumahnya beberapa hari.Namun, sepertinya dia memang keberatan untuk itu, hingga dia terang-terangan mengatakan itu kepadaku.Aku tidak menyalahkan dirinya, mungkin saja dia melakukan itu karena dia takut kejadian dulu terulang kembali.Orang yang sudah pernah melakukan keburukan pastinya cap buruk itu aja melekat di diri kita yang pernah melakukan keburukan."Aku harus kemana lagi sekarang? Jalanku seolah buntu dan tak tau arah tujuanku," gumamku dalam hati.Tak lama kemudian, aku terkejut saat melihat kehadiran Mas Arif yang tiba-tiba muncul di hadapanku."Kalea...," sapa Mas Arif saat kami tanpa sengaja bertemu di jalan.Jantungku berdegup kencang, tak menyangka akan bertemu dengannya di momen seperti ini."Mas Arif, kamu...?" tanyaku dengan wajah terkejut, menunjuk ke arahnya."Kamu mau kemana?" tanya Mas Arif, menatap diriku yang sedang menenteng tas besa
Aku, Kalea, terperanjat saat mendengar apa yang dikatakan oleh Mas Arif kepadaku. "Bagaimana mungkin aku bisa tinggal dengan dirinya dalam satu atap? Bagaimana jika nanti aku kena gebrek saat ada orang jahil yang tiba-tiba melaporkan kami ada di dalam satu kontrakan tanpa adanya ikatan pernikahan," gumamku dalam hati.Aku pun menolak dirinya yang akan mengajak diriku tinggal satu kontrakan dengan dirinya."Tidak, aku tidak mau tinggal satu atap dengan dirimu, Mas. Aku takut jika nanti ada sesuatu hal yang malah membuat situasi semakin buruk, biarkan aku mencari kontrakan saja," tegas ku meluapkan kekhawatiran dalam hati."Ini sudah malam, kamu mau mencari kontrakan di mana? Lagipula aku tidak akan berbuat macam-macam kepadamu," bujuk Mas Arif mencoba untuk meyakinkanku agar menerima tawarannya. Aku benar-benar sangat bingung dan bimbang. Ada rasa was-was yang mengganjal di hati, membuatku takut untuk mengambil keputusan itu.Namun, di sisi lain, aku juga merasa tidak punya pilihan l
Aku, Kalea, merasa diinterogasi oleh Mas Arif dengan pertanyaannya yang semakin membuatku jengkel. Kenapa dia seolah ingin tahu segalanya tentang kehidupan rumah tanggaku bersama Mas Raka? Mungkinkah Mas Arif punya niat lain di balik pertanyaannya? Rasa curiga dan tak nyaman muncul di dalam hatiku. Aku terus mencoba menarik diri dan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut."Maaf Mas, itu semua bukan urusanmu!" ucapku sedikit emosional, lalu melanjutkan, "Sebaiknya aku istirahat. Besok pagi aku akan segera pergi dari kontrakanmu." Perasaan lega datang seketika setelah aku beranjak dari kursi. Namun, saat aku berjalan menuju kamarku, tanpa sadar, Mas Arif mengikutiku dari belakang.Tak lama kemudian, dia dengan cepat menerobos masuk ke kamarku dan mengunci pintu dari dalam. Seketika itu, aku terkejut merasa tubuhnya yang tiba-tiba memelukku erat di belakangku. "Apa ini?" gumamku dalam hati, merasa bingung dan ketakutan. Aku tak tahu lagi apa yang harus kulakukan, apakah Mas Ar
POV Rania Suasana malam itu begitu hening, seolah dunia menjadi milikku dan Mas Attala seorang. Kami memutar-mutar kendaraan, larut dalam kenikmatan menjelajahi jalan-jalan yang nyaman dan sunyi."Ah, betapa menyenangkan malam ini, menikmati malam berdua dengan Mas Attala, seperti kali pertama pacaran setelah menikah dengan dirinya," bisik hatiku dengan perasaan bahagia. Aku seperti tidak ingin waktu berhenti, ingin terus mengejar malam bersama suamiku. Tak lama kemudian, kami melintasi sebuah jalan yang saat itu sedikit sepi dan di seberang jalan, kami melihat ada lesehan di pinggiran jalan.Mas Attala yang melihat ada lesehan di seberang, memutuskan untuk berputar arah menuju ke arah lesehan tersebut.Perutku mulai meronta-ronta minta diisi, dan pikiranku langsung teringat akan penyetan ayam yang lezat yang ada di sana. Kuputuskan untuk berhenti di lesehan itu, karena kami ingin menikmati makanan yang ada di sana bersama Mas Attala. "Kita makan di sini saja, Sayang. Sudah larut
Aku, Rania, benar-benar masih tidak menyangka dengan apa yang aku lihat saat itu, Kalea diarak menuju ke arah balai desa yang tak jauh dari sini.Aku pun meminta Mas Attala untuk menemani diriku mengikuti mereka. "Mas, kita ke sana sekarang! Aku ingin membantu Kalea," rengekku dengan mengguncangkan lengannya, hati-hati agar tidak terlalu keras. Mas Attala tampak santai, seolah tidak memperdulikan perasaanku. Dia hanya tersenyum dan berkata, "Aku akan mengantarmu ke sana, asal kamu makan terlebih dahulu!" sambil santai menyantap makanannya. Aku pun menggerutu karena Mas Attala bisa sesantai itu saat menghadapi situasi seperti ini."Kenapa Mas Attala begitu santai? Bukankah situasi ini cukup mengkhawatirkan?" pikirku dengan kesal. Ternyata, Mas Attala punya alasan sendiri untuk tenang. "Tidak akan terlewat, makan hanya membutuhkan paling lama dua puluh menit dan paling cepat sepuluh menitan. Aku tidak mau jika kamu sakit dan anak kita yang ada di dalam juga kena imbasnya, karena ka
Aku, Kalea, setelah diarak dan dipermalukan oleh para warga mengelilingi jalan, kini aku merasa seperti diadili seakan-akan aku melakukan perbuatan tercela bersama Mas Arif.Padahal, aku adalah korban dari tindakan bejat yang dia lakukan kepadaku. Aku mencoba meyakinkan semua orang yang ada di sini tentang apa yang sebenarnya terjadi. "Saya hanya korban dia. Dia telah menodai saya, Pak," kataku sambil menangis sesenggukan. Namun, tampaknya kata-kataku tidak mampu menggerakkan simpati mereka. Tatapan tajam dari semua orang menembus ke dalam jiwaku, membuatku merasa semakin terpojok dan putus asa. "Jangan berbohong kamu, Kal. Kita melakukan suka sama suka. Kamu yang sudah merayuku tadi," sahut Mas Arif dengan wajah jumawa, mengecoh semua orang di sekeliling kami. Dia benar-benar pintar memutar balikkan fakta, tapi aku tak akan tinggal diam. "Kamu yang memfitnah diriku, Mas! Jangan memutar balikkan fakta!" sahutku sambil emosi. Aku merasa geram, menatap mata Mas Arif yang penuh kep
Aku, Kalea, benar-benar merasa hancur saat beberapa orang mengantarku pulang ke rumah orangtuaku. Hatiku seolah ditusuk oleh pandangan tajam dan penasaran para tetangga yang tak henti menatap wajahku. Mereka tampak menggunjing diriku saat aku diantarkan beberapa orang dan disampingku ada Mas Arif yang saat ini sedang berdiri di sampingku."Wah Kalea pulang ditemani banyak bodyguard rupanya," sahut tetangga julid dengan nada mencibir.Aku terdiam dan tidak pedulikan ocehan tetanggaku itu.Aku benar-benar sangat lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh itu.Berbagai pertanyaan dan perasaan tak enak mulai berkecamuk dalam hatiku, sesaat kakiku melangkahkan kakiku menuju ke arah pintu rumah orangtuaku yang kecil itu. "Apa yang akan orangtuaku katakan? Apakah mereka kecewa padaku? Bagaimana nasib mereka sekarang? Sungguh aku takut jika mereka akan kecewa dan shock saat mendengar apa yang mereka katakan kepada ayah dan ibuku nantinya," gumamku dengan perasaan cemas.Saat kami t
Aku, Kalea, melihat wajah Ibuku yang tampak pucat pasi saat mendengar tuduhan yang dilemparkan kepada diriku oleh para warga yang saat itu ikut menggrebek kontrakan Mas Arif kemarin malam.Aku tak sanggup menatap wajah kedua orang tuaku yang juga tampak terpukul dengan berita tersebut.Hatiku berdebar kencang, takut akan dampak yang akan menimpa keluargaku."Apa? Anakku berbuat m3s*m dengan seorang pria? Ini tidak mungkin, dia anak baik-baik dan dari keluarga baik-baik, kami tidak pernah mendidik dirinya menjadi wanita yang tidak berbudi!" seru ibuku dengan bibir bergetar, seolah tidak percaya dengan apa yang mereka katakan kepada kedua orangtuaku."Maaf Bu, saya harus mengatakan, iya, Bu. Kami memergoki mereka berdua di dalam satu kontrakan yang sama dan sudah selesai melakukan perbuatan maksiat di sana," sahut Pak Heri dengan menatap wajah kami yang saat itu sedang tertunduk.Aku tak bisa menerima ketidakadilan yang menimpa diriku. Bagaimana mungkin mereka mengatakan bahwa aku telah
Setelah pemakaman ibuku, aku hanya duduk di dekat pusaranya, memandangi gundukan tanah yang masih basah. Airmataku tak tertahankan jatuh mengalir deras dari pelupuk mataku. "Mama... kenapa harus sekarang mama meninggalkan Raka sendirian? Raka masih butuh mama," bisik hatiku, tenggelam dalam kepedihan. Aku meratapi semua kenangan yang kulewati bersama ibuku, mengingat betapa besar pengorbanannya untukku.Meskipun ibuku memiliki sifat jahat. Namun, kasih sayang dan perhatian yang dia berikan kepadaku tidak lekang oleh waktu."Kenapa mama meninggalkan aku saat aku seperti ini?" tanyaku pada pusara mamaku yang masih basah, mencari jawaban yang tidak akan pernah kudapat. Seiring berjalannya waktu, aku tetap enggan beranjak dari sisi pusara ibuku. Hingga akhirnya, Attala datang menghampiriku, menepuk pundakku pelan. "Bersedih boleh, Raka, tapi jangan kamu sampai meratapi kematian ibumu di tanah yang masih basah," ucapnya, mencoba membawaku kembali ke kenyataan. Merasa sakit yang tidak
Suasana menjadi semakin haru saat aku melihat ibuku meneteskan air mata, tanda penyesalan yang begitu dalam. Saat aku mendengar ucapan ibuku yang seolah sedang memberikan sebuah pesan terakhir untuk semua orang, seketika membuat tubuhku merinding.Entah mengapa aku merasa sesuatu yang tak enak di sana.Tak lama kemudian, ibuku kembali berkata pada Kalea, "Ibu minta maaf atas apa yang sudah ibu lakukan kepadamu, Kalea. Ibu telah menyakiti dirimu dan membuatmu menerima fitnah yang sengaja ibu buat bersama Andini demi memisahkan kalian berdua." Isak tangis ibuku semakin keras, seiring dengan penyesalan yang saat ini dia rasakan.Hatiku terenyuh, teriris oleh kesedihan yang kini harus ibu rasakan. Tapi apa boleh buat, semua ini akibat perbuatan ibuku sendiri di masa lalu.Namun, aku mencoba memahami apa yang sebenarnya ibu rasakan saat ini. Ibuku melanjutkan, "Ibu tahu bahwa kesalahan yang sudah ibu lakukan tidak pantas untuk mendapatkan maaf. Namun, saat ini ibu sudah menerima hukuman a
Aku terkejut saat mendengar apa yang diucapkan oleh mamaku, seolah apa yang dikatakannya itu adalah sebuah pesan terakhir untuk diriku. "Mama, jangan bicara aneh-aneh. Mama pasti akan sembuh setelah ini," ucapku, mencoba menguatkan mamaku yang tampak lemah.Mama menatapku dengan sorot mata yang berkaca-kaca, dan tangisan tak mampu lagi ditahannya. Ia bahkan meminta maaf kepadaku, membuat hatiku sangat terharu dan sedih. Aku pun larut dalam suasana kesedihan ketika mamaku mengatakan itu dengan penuh penyesalan."Maafkan Mama, Raka. Mama sudah membuat keluargamu hancur, dan kini kamu telah kehilangan semuanya. Mungkin ini balasan yang seharusnya Mama terima," ujar mamaku dengan isak tangis yang membuatku seketika larut dalam tangisan."Tidak, Ma. Jangan bicara begitu lagi. Raka juga bersalah dalam hal ini, semuanya karena Raka yang terlalu egois dan terlalu mengejar dunia hingga Raka menjadi orang tampak," ungkapku, tak mampu menahan air mata. Aku mencium punggung ibuku, mencoba untu
Aku terdiam sejenak, mencerna apa yang Arif katakan kepadaku. Saat ini, ekonomi benar-benar menurun drastis dan tawaran Arif terasa sangat aku butuhkan saat-saat seperti ini."Apakah dia mau membantuku? Tapi, bagaimana kalau Rania menolak membantu?" gumamku penuh kekhawatiran.Arif tampak tahu apa yang ada di benakku, dia tahu jika saat ini aku ragu akan Rania dan Attala mau membantuku.Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi antara diriku, Kalea dan Rania di masa lalu."Aku sedikit ragu jika dia akan membantuku setelah apa yang aku lakukan di masa lalu. Kesalahan yang aku lakukan benar-benar sangat fatal, hingga aku membuat dirinya benar-benar kubuat sangat menderita. Entah mengapa aku tidak yakin jika dia mau membantu diriku saat ini," ungkapku penuh penyesalan.Arif menatap simpati kepadaku, dia berusaha untuk meyakinkan diriku saat ini, meskipun aku masih ragu jika Rania dan Attala mau memberikan bantuannya kepadaku."Jangan berpikiran buruk soal Rania dan Pak Attala. Mereka orang
Aku merasa terkejut sekaligus bingung saat mendengar tawaran yang diberikan Arif. Sebenarnya, dalam diriku ingin menolak tawaran tersebut. Namun, situasi yang sedang aku alami saat ini membuatku merasa tidak punya pilihan lain. "Benarkah ini satu-satunya jalan untuk keluar dari kondisi ini? Aku harus menerima tawaran Arif untuk bekerja menjadi sopir kantor Attala, suami Rania? Apa yang mereka pikirkan setelah tahu aku mau melamar bekerja di sana? Apakah mereka akan mentertawakan nasibku?" batinku sedih sekaligus bingung menentukan pilihanku. Tapi aku berpikir kembali, sudah seminggu ini aku lelah menjadi tukang parkir yang harus selalu bersaing dengan preman-preman untuk mendapatkan lahan. "Jika aku tidak menerima tawaran ini, aku akan menjadi tukang parkir dengan penghasilan tak menentu dan aku akan mengecewakan ibuku," pikirku lagi penuh kebimbangan.Akhirnya, dengan perasaan berat, aku menerima tawaran Arif. "Baiklah, aku mau, kapan aku bisa bekerja?" tanyaku dengan tatapan ma
Aku merasa bingung saat melihat ibuku yang tampak sangat gugup ketika aku memintanya untuk meminta maaf kepada Kalea. "Mama belum siap, Raka. Mama takut jika dia tidak akan memaafkan Mama," ujar mamaku sambil menatap wajahku bingung.Aku pun berusaha untuk mengerti perasaan ibuku, tapi aku tak bisa menahan rasa ingin tahu, apa yang sebenarnya membuatnya begitu takut. "Apa yang membuat Mama takut? Apakah ini karena dia merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan?" gumamku dalam hati. Mungkin aku memang harus memberikan waktu untuk ibuku meminta maaf kepada Kalea. Akhirnya, setelah kami berbicara cukup lama, aku putuskan untuk mencari kos yang murah di dekat sini. Namun, sayangnya kos yang ada di depan rumahku harganya cukup mahal. Seolah tak ada pilihan lain, aku terpaksa mencari kos di dekat rumah yang sekarang sudah kujual kepada Arif. Saat kami tiba di depan tempat kos tersebut, beberapa tetangga yang mengenal kami tampak terkejut melihat kami di sana.Mereka sepertinya sedang
Aku mencoba menenangkan perasaanku ketika melihat ibuku sudah mulai gugup dan terlihat dia sedang menyembunyikan sesuatu. Mungkinkah saat ini ibuku mulai cemas saat Nadia mengatakan itu kepada ibuku?Apakah ibuku saat ini mulai merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan kepada Nadia? Aku benar-benar sangat malu dan menyesal ketika tahu ibuku sendiri yang tega melakukan itu kepada Nadia.Demi memisahkan diriku dengan Nadia, dia rela berbuat fitnah dan membuatku percaya dengan apa yang dia katakan.Nadia tampak menatap penuh amarah, ketika dia baru saja mengatakan sesuatu yang membuat ibuku menjadi sangat gugup. Hatiku semakin percaya jika selama ini ibu yang berperan dalam penderitaan Nadia.Apakah benar ibuku telah membuat Nadia merasa seolah-olah kehilangan rahimnya karena bekerja sama dengan Andien waktu itu?Ketika kesadaran itu menerjang benakku, rasa menyesal pun menyusul, membuatku ingin segera meminta maaf kepada Nadia. "Nadia," kataku dengan suara serak,"Sebenarnya aku i
Aku, Raka, saat itu mendengar sekilas tentang Arif yang sedang menelpon seseorang. Entah mengapa, perasaan aneh muncul di benakku, seolah yang dia telpon adalah Attala, suami Rania.Aku ingin sekali mengonfirmasi perasaan ini, ingin menanyakan kepada Arif siapa sebenarnya yang sedang dia telpon. Namun, aku ragu. Aku takut jika nanti Arif tersinggung dan membuat diriku kehilangan kesempatan untuk bekerja di perusahaan tempat Arif bekerja saat ini. Apakah benar yang dia telpon adalah suami Rania? Ataukah ini hanya perasaanku saja? Arif mulai berpamitan kepadaku. "Maaf Raka, aku harus kembali ke tempat kerja, bosku sedang menelpon," ujarnya. Aku tersenyum tipis, menahan rasa penasaran yang mengusik hatiku.Tak lama kemudian Arif pergi meninggalkanku. Aku terdiam, melihat punggung Arif yang semakin menjauh. Entah apa yang harus kulakukan, mungkinkah aku salah? Aku tersentak dari lamunan, sejenak melupakan perasaan cemas yang tadi menggangguku. Kemudian aku kembali untuk menyusul ibuku,
Aku, Raka, terperangah saat mendengar pengakuan yang Arif sampaikan kepadaku. Betapa tidak, kebenaran mengenai rahim Kalea yang sebenarnya tidak diangkat membuatku terpukul dan sulit untuk mempercayainya.Ternyata selama ini, ibuku telah berbohong kepadaku. Bagaimana mungkin aku bisa begitu percaya dengan ucapan ibuku yang, waktu itu, bersekongkol dengan seorang dokter yang menggantikan dokter Ridwan di rumah sakit itu. Aku merasa frustrasi dan hampir tak bisa menerima kenyataan saat Arif mengungkapkan semua itu kepadaku. "Mengapa Mama begitu tega melakukan ini padaku dan Kalea? Apakah ini memang rencananya sejak awal?" gumamku dalam hati, merasa tertipu oleh orang yang seharusnya paling aku percayai. Arif menceritakan secara detail kejadian saat itu, tak ada yang dia sembunyikan ketika dia mengungkapkan semuanya. Di dalam hati, aku merasa semakin hancur mendengar kebenaran ini. "Bagaimana aku bisa memaafkan Mama setelah kejadian ini? Apakah Kalea akan mampu melupakan semuanya d