Bening mengernyit. “Ke rumah sakit? Memangnya siapa yang sakit?” “Mama.” Bening membelalak kaget. “Mama?! Sakit apa? kok enggak kasih tau aku sih?” “Mama sudah sakit cukup lama, Bening. Penyakitnya juga sesekali sering menunjukkan gejala kambuh. Sakitnya Mama sudah parah,” jelas Kalingga. Kaling
“Bening itu baru saja menikah, Tan.” Ibunya Wildan membelalak kaget. “Menikah?” jelas saja ia kaget, karena belum lama ini ibunya Bening datang ke rumah mengemis-ngemis restu kepadanya. “Iya, baru beberapa hari yang lalu. Bening nikah sama komandannya Mas Wildan, Kapten Kalingga. Kayaknya sih Beni
“Maksud kamu apa nyuruh saya begitu?” tanya ibunya Wildan. Kedua alisnya menukik tajam, dan jelas sekali dari kilatan matanya bahwa wanita itu marah luar biasa mendengar permintaan Bening. Bening sendiri menghadapinya dengan kalem. “Kan dulu Ibu juga begitu sama Ibu saya.” “Hah? Terus maksudnya ka
Sepanjang jalan, mereka berdua diperhatikan oleh junior-junior Kalingga yang seketika langsung heboh bersiul-siul dan menggoda mereka. Maklum saja, Kalingga masih pengantin baru, jadi jelas saat melihat sang komandang terang-terangan menggandeng istrinya, langsung menjadi bahan godaan para junior.
Melihat mama dan istrinya berinteraksi dengan baik, Kalingga jadi tenang. Ia juga harus kembali ke battalion segera. “Ma, Lingga mau balik ke battalion duluan, masih ada kerjaan setelah ini. Bening, nanti kalau saya udah selesai, saya langsung jemput kamu ke sini.” Bu Rita dan Bening sama-sama men
Begitu melihat bahwa yang datang ternyata Maya, ekspresi Bu Rita seketika berubah. Sejak tadi, wanita itu penuh senyum dan berseri-seri, tetapi kali ini seolah semua itu hilang begitu saja. Bening memperhatikan sekilas perubahan ekspresi Bu Rita. Memang, beliau masih tersenyum, tetapi entah mengapa
Maya, meskipun ekspresinya kelihatan agak kesal tetap menjabat tangan Bening. Ia lalu pura-pura tersenyum lebar dan mengangguk. “Aku Maya, salam kenal juga ya Bening.” Setelah perkenalan itu, Bu Rita tidak henti-hentinya membanggakan Bening di depan Maya. Apa saja yang bagus-bagus tentang Bening la
“Risky itu temanku,” jawab Bening santai. Memang kenyataannya seperti itu, jadi jawabannya pun jujur. Sayangnya, Kalingga menatap Bening dengan ekspresi skeptis. “Kenapa, Kapten? Nggak percaya ya?” tanya Bening. Kalingga menggeleng. “Nggak papa.” Bening mengangguk saja. Lalu, ia teringat kalau a
Selesai membaca isinya, Langit langsung membanting pintu lemari itu dan membawa dairy Dahayu bersamanya. Ia turun dengan tergesa-gesa menuruni tangga, meraih kunci mobil, bahkan menabrak Bi Ikah yang baru kembali dari minimarket. Langit membuka mobilnya dan melompat ke bangku sopir. Tanpa repot-rep
“Ibu, jangan ngomong kayak gitu. Kalau sampai Langit denger, Langit bakal sedih, Bu,” kata Dahayu sambil menggenggam tangan pucat ibu Langit dengan erat. Ada banyak emosi yang saat ini melanda hati Dahayu. Namun, Dahayu tahu dirinya tidak boleh menangis. Ibu Langit terlihat lemah dan sakit-sakitan
Dahayu membuang muka dari Kapten Arjuna karena ia tahu ekspresi laki-laki itu akan melemahkan hatinya. Berulang kali Dahayu mengingatkan dirinya bahwa ia sudah menikah dan tak seharusnya ia memiliki percakapan ini dengan sang kapten. “Maaf, Kapten. Tapi, Kapten tahu ‘kan kalau aku sudah menikah,” j
“Dengan keluarga pasien, silakan masuk.” Begitu mendengar suara dokter, Langit langsung beranjak memasuki kamar rawat ibunya. Sementara itu Dahayu tetap berada di luar untuk berbicara dengan sang dokter. Hati Langit seperti diremat-remat ketika melihat penampilan ibunya saat ini. Lemas dan pucat. N
Dahayu melihat Kapten Arjuna menghampiri mereka. Kemunculannya di rumah sakit masih membuatnya kaget. Dahayu mencoba melepaskan genggaman tangannya dari Langit, tapi sepertinya laki-laki itu menolak. Dahayu menghela napas berat. Ia harus bersikap netral di depan sang kapten. “Kapten Arjuna ada kepe
“LANGIT! STOP!” Dahayu berteriak nyaring ketika Langit berjalan memangkas jarak mereka. Mendengar teriakan Dahayu, Langit tidak bisa menahan diri untuk meledakkan tawanya. Langit tertawa terpingkal-pingkal sembari memegangi perutnya. Dahayu menurunkan tangannya dengan ekspresi cengo. Kemudian ia s
Resepsi selesai dua jam kemudian, tapi selama itu pula Dahayu sama sekali tidak bersuara hingga semua acara berakhir. Saat ini Dahayu sedang duduk sendirian di kamarnya. Perias telah meninggalkan rumah setelah menghapus make up dan mengucapkan selamat atas pernikahannya. Dahayu mengembuskan napas.
Satu minggu kemudian, akhirnya Langit dan Dahayu sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Setelah akad, resepsi digelar di sebuah gedung secara besar-besaran dan meriah seperti permintaan Dahayu. Saat ini Dahayu dan Langit tengah duduk di atas pelaminan, memperhatikan suasana resepsi pernikahan m
“Daripada aku nggak bisa jawab? Entar malah ketahuan kalau hubungan kita palsu dan cuma pura-pura. Percuma dong aku ke sini buat ngeyakinin orang tua Dokter,” tutur Langit kemudian memasang helm full-facenya. Ia menaikkan kaca helmnya untuk menatap Dahayu. “Dokter nggak protes pas aku panggil ‘Saya