Dahayu membuang muka dari Kapten Arjuna karena ia tahu ekspresi laki-laki itu akan melemahkan hatinya. Berulang kali Dahayu mengingatkan dirinya bahwa ia sudah menikah dan tak seharusnya ia memiliki percakapan ini dengan sang kapten. “Maaf, Kapten. Tapi, Kapten tahu ‘kan kalau aku sudah menikah,” j
"Maaf Ning, tapi kayaknya kita nggak bisa lanjutin hubungan ini. Ibuku mau punya menantu seorang bidan atau perawat, supaya katanya ada yang bantu merawat Ibu di masa tuanya." Deg. Bening, seorang gadis desa yang baru saja mendengar ucapan kekasihnya itu mendadak membeku. “A-apa?” Bening menggum
Bening masih menunggu jawaban dari komandannya Wildan di kursi tunggu salon. Namun, setelah sepuluh menit berlalu, pesan tadi tetap tak kunjung mendapatkan balasan yang diinginkan Bening. "Kenapa cuma di-read aja dari tadi, ya? Apa fotoku kurang cantik? Masa sih?" gumam Bening gusar. Bening memu
Bening menganga sembari mengedip-ngedipkan matanya. “Hah? Fotonya begini doang?” Bening sangat kecewa. Maksudnya, akun I*******m si komandan itu sampai diprivasi segala, Bening kira minimal ada potret pria itu secara jelas. Namun, yang ada di sana ternyata foto yang tampak mata saja. Kalingga berpo
Mata Bening tidak bisa berkedip menatap wajah orang yang menahan tubuhnya tersebut. Bibirnya tak kunjung terkatup. Alih-alih menjauhkan diri, ia malah bengong dan terus menatap pria yang membantunya itu. "Aku enggak lagi di surga, kan? Kok ada pangeran tampan di sini?" bisik Bening dalam hati. B
Saat melihat seorang pria yang keluar dari mobil itu, Bening kaget bukan main karena itu adalah orang yang bertemu dengannya di batalion tadi. Si Pangeran tampan. Pria tersebut mendekati Bening dengan wajah kesal. "Kenapa kamu lempar mobil saya pakai batu?" tanyanya. "Salah sendiri nyipratin saya
Bening menelan ludahnya sendiri dengan susah payah. Ia mendongak dengan leher patah-patah, menatap Kalingga yang juga balas menatapnya dengan tampang penuh kemenangan. Seketika, tubuh Bening rasanya langsung membeku. Semua keberaniannya yang tadi runtuh tak bersisa. Padahal, tadi ia mudah sekali nge
“Hei… Hei… tahan dulu, kenapa kamu malah jadi marah ke saya?” Kalingga protes. Yang berbuat siap yang kena siapa. “Ya wajarlah! ‘Kan anda komandannya. Kalau bawahannya brengsek kayak gitu, sudah pasti komandannya juga sama, malah bisa aja lebih parah.” Bening malah semakin ngegas. Kalingga gelen
Dahayu membuang muka dari Kapten Arjuna karena ia tahu ekspresi laki-laki itu akan melemahkan hatinya. Berulang kali Dahayu mengingatkan dirinya bahwa ia sudah menikah dan tak seharusnya ia memiliki percakapan ini dengan sang kapten. “Maaf, Kapten. Tapi, Kapten tahu ‘kan kalau aku sudah menikah,” j
“Dengan keluarga pasien, silakan masuk.” Begitu mendengar suara dokter, Langit langsung beranjak memasuki kamar rawat ibunya. Sementara itu Dahayu tetap berada di luar untuk berbicara dengan sang dokter. Hati Langit seperti diremat-remat ketika melihat penampilan ibunya saat ini. Lemas dan pucat. N
Dahayu melihat Kapten Arjuna menghampiri mereka. Kemunculannya di rumah sakit masih membuatnya kaget. Dahayu mencoba melepaskan genggaman tangannya dari Langit, tapi sepertinya laki-laki itu menolak. Dahayu menghela napas berat. Ia harus bersikap netral di depan sang kapten. “Kapten Arjuna ada kepe
“LANGIT! STOP!” Dahayu berteriak nyaring ketika Langit berjalan memangkas jarak mereka. Mendengar teriakan Dahayu, Langit tidak bisa menahan diri untuk meledakkan tawanya. Langit tertawa terpingkal-pingkal sembari memegangi perutnya. Dahayu menurunkan tangannya dengan ekspresi cengo. Kemudian ia s
Resepsi selesai dua jam kemudian, tapi selama itu pula Dahayu sama sekali tidak bersuara hingga semua acara berakhir. Saat ini Dahayu sedang duduk sendirian di kamarnya. Perias telah meninggalkan rumah setelah menghapus make up dan mengucapkan selamat atas pernikahannya. Dahayu mengembuskan napas.
Satu minggu kemudian, akhirnya Langit dan Dahayu sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Setelah akad, resepsi digelar di sebuah gedung secara besar-besaran dan meriah seperti permintaan Dahayu. Saat ini Dahayu dan Langit tengah duduk di atas pelaminan, memperhatikan suasana resepsi pernikahan m
“Daripada aku nggak bisa jawab? Entar malah ketahuan kalau hubungan kita palsu dan cuma pura-pura. Percuma dong aku ke sini buat ngeyakinin orang tua Dokter,” tutur Langit kemudian memasang helm full-facenya. Ia menaikkan kaca helmnya untuk menatap Dahayu. “Dokter nggak protes pas aku panggil ‘Saya
Kalingga terlihat muka. Jantung Dahayu hampir copot melihat wajah ayahnya yang memerah. Sementara itu, Langit masih tersenyum tipis dan menatap Kalingga dengan percaya diri. Laki-laki itu sepertinya tidak bisa membaca situasi. Senyumannya hanya memperburuk keadaan. Dahayu hendak menyeret Langit kel
“Gimana rumah sakit hari ini? Banyak pasien, Yu?” tanya Bening sembari beranjak ke samping putrinya dan memijat lengannya. Dahayu tersenyum simpul, menggeleng kecil. “Alhamdulillah nggak banyak orang sakit, Ma. Dahayu bisa istirahat lebih lama hari ini.” “Alhamdulillah, nanti sore bantu Mama masak