Bab 174Novel Siti kini telah dicetak dan mulai didistribusikan ke konsumen. Sebagai salah satu penggemar, Handi dengan cepat langsung memesannya dan pria itu kini tampak tersenyum tipis ketika melihat novel yang telah lama membuatnya penasaran berada tepat di genggaman."Akhirnya aku kebagian juga," lirihnya. Setelah mampir ke toko buku, Handi segera pulang ke rumah. Sesekali pria itu membaca isi novel dia dalam mobilnya.Entah mengapa sejak pertama kali membaca novel karya penulis ini, Handi merasakan ada sesuatu yang aneh. Dia seolah mengenal sosok sang penulis. Walau mungkin itu hanya perasaannya saja--batin Handi.Mata Handi memicing ketika melihat ada banyak hal yang tak asing di dalam alur cerita novel ini. "Kenapa kejadiannya mirip seperti saat aku bersama dengan Siti?" Meski Handi tahu kalau adegan romantis di novel beberapa kali merupakan adegan yang familiar, tapi kali ini benar-benar berbeda. Seolah sosok pemeran pria yang tengah diceritakan sangat mirip dengan Handi."M
Bab 175"Ini ... apa mungkin tebakanku tidak salah? Apa Siti yang menulis novel ini?"Handi tak ingin berpikiran aneh. Tapi pria itu sangat yakin kalau tebakannya tidak salah. Tak ingin membuang waktu pria itu segera menyalakan laptopnya dan mencari tahu sosok penulis novel yang akhir-akhir ini membuatnya tertarik."Putri Nurhaliza ... Apa ini memang kebetulan? Nama lengkap Siti bukannya memang Siti Nurhaliza, ya? Mungkin kah Siti menggabungkan namanya dan Putri?"Secara acak kebetulan kebetulan aneh mulai muncul kembali di dalam kepala Handi. Rasa penasarannya semakin menggunung.Tapi tiba-tiba suara pintu yang diketuk membuyarkan fokusnya. Handi tampak menoleh ke arah sumber suara."Siapa?""Om, makanannya sudah matang. Ayo makan dulu, Om!"Suara Putri terdengar dari luar, Handi menghela napas perlahan. Pria itu segera menutup laptopnya dan bangkit dari kursi.Tangannya terulur pelan memutar gagang pintu dan seketika pula sosok gadis kecil berada tepat di hadapannya."Kenapa diam aja
Bab 176Seperti rencana awal, Siti bergegas merapikan meja makan karena wanita itu memang berniat untuk menemui Handi.Setelah mengecek semuanya memang sudah dibersihkan dengan benar, Siti bergegas menaiki tangga setelah melepas celemeknya.Jantungnya terus saja berdetak kencang setiap kali langkahnya bergerak menapaki lantai.Wanita itu merasa sedikit bingung dengan kalimat pertama yang harus diucapkannya.Tak perlu waktu lama dia telah berdiri tepat di depan pintu ruangan sang majikan. Siti meremas tangan perlahan sambil menghembuskan napasnya.Setelah wanita itu merasa yakin, Siti segera mengetuk pintu."Pak, apa saya boleh masuk sekarang?""Masuk saja," ujar Handi.Setelah mendapatkan persetujuan dari sang majikan wanita itu segera membuka pintu dan saat itulah pandangannya langsung menangkap sosok pria yang kini tengah duduk tepat di kursi. Handi mendongakkan kepalanya dan bertatapan dengan Siti. Pria itu segera bangkit dari kursi dan mendekat ke arah Siti."Duduk dulu," ujar pri
Bab 177"Endingnya kita menikah, bukan? Mari kita menikah, Ti."Wajah Siti tampak merona. Wanita itu kembali mendapatkan angin segar yang tak bisa dijelaskan. Dia merasa ini semua hanyalah mimpi belaka. Rasanya sama sekali tak nyata.Siti menundukkan kepalanya. Sungguh, dia merasa malu dengan wajahnya yang sangat merah saat ini."A-apa Bapak serius? Pernikahan bukan hal yang bisa dibuat candaan.""Apa aku terlihat bercanda?" tanya Handi.Pria itu tiba-tiba mendekat. Dia duduk tepat di samping Siti dan meraih tangan wanita itu.Biasanya, Siti akan menolak. Tapi entah mengapa kini dia diam saja.Handi meremas tangan wanita di sampingnya itu perlahan. Jantungnya bahkan berdetak sangat kencang. Handi sangat gugup, tapi dia harus memberanikan diri sebelum ada pria lain yang jauh lebih berani."Aku tahu kalau ini pasti membuatmu kaget, 'kan? Tapi aku sudah lama suka padamu, Ti. Lebih tepatnya tertarik," jelas Handi.Tertarik? Batin Siti.Padahal Siti yakin dia hanyalah wanita biasa. Tak ad
Bab 178"Insyaallah aku benar-benar serius untuk meminang dirimu, Ti. Aku harap kita bisa terikat tali Susi pernikahan untuk selamanya. Bersama dengan Putri ... kita akan bahagia."Wajah Siti kini tampak merah. Tak bisa dipungkiri dia merasa sangat bahagia.Tapi sekali lagi dia harus memastikan tentang keseriusan sang majikan."Apa Bapak sudah memikirkan tentang konsekuensinya jika menikah dengan seseorang seperti saya?"Handi menghela napas perlahan. "Masalah yang berhubungan tentang pendapat orang lain, aku nggak peduli, Ti. Satu hal yang pasti, kita berdua yang akan menjalani pernikahan dan pastinya akan ada banyak pendapat dari orang-orang sekitar. Tapi hal yang harus kita lakukan ialah menutup mata serta telinga agar bisa bahagia. Asalkan yang kita lakukan tidak salah, tak penting rasanya untuk peduli dengan komentar orang-orang.""Bapak siap menerima saya dan Putri?""Siap, Siti. Insyaallah kita bisa memulainya dari awal. Kehadiran Putri justru merupakan anugerah di pernikahan ki
Bab 179Siti kini tengah merasa bahagia karena hidupnya semakin dilimpahi dengan banyak hal baik. Awalnya dia memang merasa bimbang ketika baru bercerai dengan Adi. Tapi sekarang wanita itu merasa semakin yakin kalau kebahagiaan terletak dari kebebasan serta kewarasan.Namun di sisi lain, Adi tengah merasa uring-uringan karena dia kini terus saja ditaruh oleh pihak depkolektor.Adi belum membayar tunggakan cicilan kedua. Sekarang pria itu tengah merasa bingung karena pihak perusahaan pun masih belum memberikan jawaban atas pengajuan dananya.Besok, Adi juga harus membayar gaji para tukang bangunan. Tapi uang yang dimilikinya tak cukup sama sekali. Adi harus rela menghemat dan memilih untuk tidak membayar tunggakan pinjamannya. Adi mengusap wajahnya dengan kasar. Dia pikir masalah ini akan segera selesai. Tapi nyatanya dia justru terlilit hutang yang cukup banyak. Bahkan bunganya juga melebihi batas yang diperkirakan karena dia telah membayar selama satu minggu."Sialan! Seharusnya ak
Bab 180Siti menatap putrinya yang masih tertidur. wanita itu perlahan mengulurkan tangannya dan mengelus pelan puncak kepala Putri."Put, udah pagi … ayo bangun!"Gadis kecil itu perlahan membuka mata dan mengusapnya perlahan karena kantuk masih menyerang. Diliriknya ke arah jendela yang kini tampak disinari oleh mentari pagi."Ayo cuci muka dulu, ya? Kalau udah nanti keluar, Ibu keluar dulu mau siap-siap masak sarapan."Putri hanya mengangguk pelan. Gadis kecil itu menguap dan bangkit dari kasur. Namun Putri memilih duduk sejenak sebelum pergi ke kamar mandi.Siti merasakan pagi hari ini begitu bersemangat dan wanita itu bergegas untuk membuat sarapan. Diliriknya dua rekan kerjanya yang juga baru saja keluar dari kamar."Sum, hari ini masak sarapan apa?""Nasi goreng aja, Mbak. Nasi sisa kemarin malam masih lumayan banyak."Siti mengangguk pelan. Mereka bertiga bergegas membagi tugas. Siti bertugas untuk memasak kali ini. Sumi menyapu halaman dan Bi Yati mengelap lantai yang basah k
Bab 181"Kapan Om dan Ibu menikah?"Sebelum Handi dan Siti menjawab, ada dua orang yang kini tampak terperangah kaget. Baik Sumi dan Bi Yati, keduanya tampak bingung, sekaligus senang."Ya Allah ... Apa kita nggak salah denger, Sum?"Sumi menggelengkan kepalanya dengan cepat. Wanita muda itu kini tergopoh-gopoh mendekat."Mbak Siti beneran mau nikah sama Pak Handi?"Siti tersentak kaget. Wanita itu memilih melirik ke arah Handi. Pria itu tampak tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya."Bi, Sum ... Kami berdua ingin bicara. Bisa duduk dulu?""Iya, Pak!" ujar Sumi dan Bi Yati serentak.Siti segera mematikan kompor dan beralih ke arah meja makan. Jujur saja saat ini dia merasa gugup. Walau sebenarnya, Sumi dan Bi Yati pasti telah menduga sejak awal.Mereka berlima kini berada di ruang makan. Siti duduk tepat di samping Putri. Sedangkan Bi Yati dan Sumi, duduk di seberang sana. "Ada berita baik yang patut disampaikan ke kalian berdua. Sebenarnya saya dan Siti memutuskan untuk menikah