Bab 118Handi membuka pintu ruang kerja setelah selesai membersihkan dirinya. Siang tadi dia baru saja membeli sebuah novel yang tengah booming karena menjadi best seller selama satu bulan belakangan."Cinta diatas Luka ... judul yang bagus, aku harap isinya juga begitu." Cukup mengherankan bagi pria dingin seperti dirinya karena menyukai novel atau film romansa. Apalagi Handi selama ini terkenal sebagai pria yang dingin dan terlihat begitu acuh soal masalah percintaan.Ada satu hal yang selalu disembunyikan oleh Handi. Sejujurnya dia memang mempercayai cinta, tapi tidak dalam dunia nyata karena menurutmu cinta yang paling tulus dan juga sempurna hanya berasal dari seorang ibu. Itulah sebabnya dia hampir tak pernah membuka hati untuk siapapun. Terlebih lagi dia tahu kalau beberapa wanita yang mencoba untuk mendekat hanya memikirkan soal uang dan juga kedudukan. Tak ada yang tulus ataupun benar-benar mencintai nya."Ya ... semua itu hanya angan belaka," lirihnya.Handi duduk di sofa
Bab 119"Apa ada sesuatu yang salah?"Siti menggelengkan kepalanya dengan cepat saat mendapatkan tatapan tajam dari sang majikan. Dia tak bermaksud untuk membuat majikannya merasa malu. Hanya saja dia terlalu terkejut karena melihat novel buatannya ternyata tengah dibaca oleh Handi."Enggak ada yang salah kok, Pak. Saya cuma kaget karena melihat novel yang lagi dibaca sama Bapak," ujarnya.Wajah Handi kini terlihat dihiasi dengan sedikit semburat merah merona karena salah tingkah sebab salah satu kelemahannya telah diketahui oleh orang lain.Pria itu sendiri takut akan dinilai aneh karena membaca novel bergenre romansa."Cuma iseng aja," kilahnya.Siti tersenyum tipis sambil mendekati sang majikan dan meletakkan sepiring makan malam ke atas meja."Nggak ada salahnya jika seorang pria membaca novel bertema romansa apalagi rumah tangga, Pak. Itu wajar saja karena setiap orang pasti memiliki selera yang berbeda."Ucapan Siti barusan terasa seperti angin segar bagi Handi. Padahal pria itu
Bab 120Selama masa iddah, Siti menjalaninya dengan hikmat dan juga mencoba untuk memberikan sedikit jarak dengan sang majikan agar tak terlalu dekat.Tapi beberapa kali mereka sempat menjalin diskusi mengenai tentang novel yang tengah booming. Putri juga tak lagi menanyakan soal ayahnya karena gadis kecil itu sudah tahu tentang hubungan Siti dan Adi.Siang ini gadis kecil itu baru saja pulang dari sekolah. Putri terlihat cukup lucu karena anak kecil memang sering kali mengotori seragamnya sendiri."Assalamualaikum, Putri pulang!"Sumi yang baru saja keluar dari kamarnya itu tampak tersenyum tipis setelah melihat Putri."Waalaikumsalam ... Kayaknya lagi seneng, nih! Ada apaan, Put? Cerita dong!"Seperti biasanya hubungan mereka berdua memang dekat layaknya sahabat. Tak peduli seberapa jauh umur Putri dan Sumi, keduanya tetap menjadi teman karena Sumi memang pandai dalam ngemong anak kecil.Siti tersenyum tipis. "Put, ganti bajunya dulu baru cerita sama Mbak Sumi."Gadis kecil itu men
Bab 121Kening Handi terlihat berkerut setelah dia membuka pintu rumahnya. Tampak Siti dan Putri begitu antusias seolah ada sesuatu yang besar dan menyenangkan akan terjadi.Namun pria dingin itu tentu saja tak ingin bertanya lebih dulu. Handi memilih pura-pura tak tahu apapun."Assalamualaikum," ujarnya.Dua orang yang tengah asik itu kini menoleh. Pandangan Putri terlihat dihiasi dengan binar penuh kebahagiaan. Tapi tidak dengan Siti. Wanita itu justru menundukkan kepalanya seolah tengah menyembunyikan sesuatu. "Eh, Om Handi sudah pulang?"Handi mengangguk pelan. Pria itu tampak mengendurkan dasinya dan juga melipat lengan kemejanya.Putri mendekat dan gadis kecil itu tiba-tiba menyambar tangan Handi. Dengan lembut dia menyalaminya."Waalaikumsalam ... Ibu tadi masak kwetiau goreng buat makan malam lho, Om!"Handi mengangkat salah satu alisnya. Pandangan pria itu kini melirik ke Siti. Dan, Siti menganggukkan kepala pelan."Iya, Pak. Makan malam hari ini kwetiau goreng," ujarnya mem
Bab 122Putri mendekat ke arah ibunya sambil membawa nampan yang kini telah kosong. Gadis kecil itu terlihat begitu semangat dan jauh lebih ceria dari sebelumnya.Siti yang melihatnya, sontak merasa heran dan penasaran."Kok Putri senyum-senyum sendiri?"Putri terkekeh pelan. "Om Handi bilang mau ajarin baca puisi yang bener, Bu! Putri jadi makin nggak sabar buat pentas di panggung," ujarnya.Kening Siti terlihat berkerut. Apa benar majikannya bersedia untuk meluangkan waktu guna membantu Putri?Tapi, Siti tak ingin membuat senyum manis putrinya lenyap. Dia memilih untuk diam dan tetap memberi semangat. "Ya sudah, Putri sekarang belajar dan kerjakan PR. Nanti kalau udah selesai baru kita latihan baca puisinya," ujar Siti. Dielusnya pelan puncak kepala Putri.Gadis kecil itu lagi-lagi mengangguk."Siap, Bu! Putri belajar dulu," ujarnya antusias dan langsung berlalu masuk ke dalam kamar.Untungnya, Putri sudah bisa membaca cukup lancar dan gadis kecil itu juga mengerjakan PR sendiri. M
Bab 123Putri makin bersemangat untuk belajar membaca puisi. Sudah tiga hari lamanya gadis kecil itu begitu tekun dan kini kian mahir. Bukan Siti saja yang merasa bangga, Handi juga sama."Sekian penampilan saya, terima kasih!"Siti bertepuk tangan sambil tersenyum. Gadis kecil yang tengah berdiri di tengah-tengah itu terkekeh pelan dan berlari mendekati Siti."Putri udah bagus bacanya, Bu?"Siti mengangguk dengan cepat. Dia tak bohong sama sekali karena putrinya barusan memang membacakan puisi dengan bagus. Bahkan bisa dibilang kemampuannya bisa disandingkan dengan anak yang umurnya jauh lebih besar darinya."Putri makin mahir, lho. Ibu nggak bohong! Putri pasti akan dapat banyak penggemar nanti setelah naik ke atas panggung," ujarnya.Handi yang duduk di sofa juga ikut tersenyum tipis. Meski memang senyumannya itu hampir tak terlihat. Tapi pria itu merasa senang karena dia telah berhasil mengajari Putri dan membuat gadis kecil itu semakin mahir dalam hal membaca puisi.Putri melirik
Bab 124Siti melirik ke arah gadis kecilnya yang kini telah terlelap. Pandangan wanita itu beralih menatap ponsel yang tergeletak tepat di atas meja samping kasurnya."Aku harus menghubungi Mas Adi," lirihnya.Tangan Siti terulur pelan dan meraih ponselnya. Siti memilih untuk keluar dari kamar karena tak ingin mengganggu ketenangan tidur anaknya. Wanita itu pergi ke taman belakang rumah.Suasana malam ini cukup dingin. Angin malam yang berhembus terasa begitu syahdu dengan cahaya rembulan yang menerangi jalanan. Perlahan tangannya mulai menekan nomor mantan suaminya yang masih dia hafal. Tapi wanita itu berhenti sesaat sambil memikirkan tentang konsekuensi yang harus dihadapinya karena menghubungi Adi. "Entah apa yang akan dipikirkan oleh Mas Adi. Tapi firasat ku mengatakan sesuatu yang buruk," lirihnya.Siti menghela napas berat. Bagaimanapun juga dia melakukan ini semua hanya karena memikirkan tentang perasaan Putri.Andai saja bukan karena kepepet, Siti juga tak ingin menghubungi
Bab 125Siti mengepalkan tangannya dengan erat. Tak bisa dipungkiri kini dia tengah merasa marah. Perkataan Adi makin melantur dan juga menyakitkan. Dia hanya ingin meminta pria itu sedikit berbelas kasih. Tapi negosiasi mungkin tak akan berjalan lancar. Buktinya, Adi juga makin sulit diajak bicara secara baik-baik"Terserah apa katamu, Mas. Tapi ingat satu hal ... Putri itu anakmu sendiri. Walau kita sudah bercerai sekalipun, Putri tetap darah dagingmu. Dia hanya ingin kita hadir sama-sama layaknya orang tua, bukan suami istri."Adi terkekeh pelan. Suara tawanya terdengar cukup menyebalkan."Seperti pernikahan kita yang sudah usai, dia juga bukan anakku lagi. Aku nggak perlu buang waktu untukmu ataupun Putri. Ingat itu!""Kamu keterlaluan, Mas!""Masa bodoh! Toh sejak awal aku sudah memberi peringatan kalau bercerai bukan solusi yang baik. Kamu yang ngotot buat pisah, Ti. Jadi jangan merengek kayak wanita murahan," sinisnya lagi.Siti tersentak kaget. Perkataan Adi telah membuat hati