Bab 110Dirga menghentikan mobilnya setelah dia melihat keberadaan Eva. Pria itu bergegas turun dari mobil untuk menghampiri istrinya."Sayang, maaf tadi agak macet. Kamu nggak nunggu--"Namun dalam sekejap mata, langkahnya melambat saat melihat ekspresi istrinya yang terlihat membara seolah tengah diselimuti dengan kemarahan."Eva? Ada apa?"Pandangan Eva beralih menatap suaminya. Tapi tak ada satupun kalimat yang keluar dari mulut Eva. Wanita itu justru melemparkan tas belanja pada sang suami dan bergegas masuk ke dalam mobil.Untungnya Dirga dengan sikap menangkapnya. Tapi tetap saja dia merasa heran dengan sikap istrinya yang tiba-tiba marah."Apa aku membuat kesalahan, ya?"Dirga menghela napas berat. Tanpa membuang waktu sedikitpun pria itu langsung memasukkan tas-tas belanjaan ke dalam bagasi dan masuk ke dalam mobil. Diliriknya sang istri yang kini tampak melipat kedua tangan di depan dada. "Eva, Kenapa kamu tiba-tiba marah seperti ini? Apa kamu marah karena aku datang terla
Bab 111Siti menatap lekat sosok putrinya yang tampak rapi mengenakan seragam sekolah. Wanita itu tersenyum tipis sambil mengelus pelan puncak kepala gadis kecilnya dengan lembut."Putri senang nggak karena bisa berangkat sekolah lagi?" tanyanya pelan.Putri menganggukan kepalanya dengan cepat karena gadis kecil itu memang sudah merindukan masa-masa pergi ke sekolah dan bertemu dengan teman-temannya."Senang banget dong, Bu! Putri juga kangen sama Selly dan teman yang lain," cicitnya antusias."Ya sudah, ayo berangkat sekarang!" ujarnya seraya menggandeng tangan putrinya.Putri mengangguk lagi dan mereka berdua kini keluar dari kamar. Siti melirik ke arah Sumi dan Bi Yati. "Sum, Bibi ... aku keluar dulu buat antar Putri, ya?"Sumi mengangguk cepat. Begitu juga dengan Bi Yati. "Pergilah, Mbak. Hati-hati di jalan," ujar Sumi.Siti tersenyum tipis dan langsung menggandeng anaknya. Kali ini mereka berdua memutuskan untuk berangkat lebih pagi agar tak merepotkan Handi. Siti juga berniat
Bab 112"Dokumen tentang perencanaan rapat sudah selesai, Pak. Silahkan anda cek," ujar Rosa. Tangan wanita itu terulur pelan dan memberikan dokumen bersampul biru tua pada Handi.Handi mengangguk pelan dan menerima dokumen tersebut tanpa banyak bertanya. Pria itu mengeceknya perlahan agar bisa memastikan tak ada kesalahan sedikitpun sebelum rapat besok hari dilaksanakan."Oke, saya rasa ini sudah cukup, Rosa. Saya akan tandatangani nanti setelah membaca keseluruhannya. Kamu silahkan duduk kembali," ujarnya."Baik, Pak." Sejurus dengan perkataannya barusan, Rosa menundukkan kepala sejenak dan kembali duduk di kursi kerjanya.Handi menutup dokumen yang baru saja dibacanya beberapa menit lalu. Entah mengapa sejak tadi dia terus saja memikirkan Siti. Wanita itu terus hadir di dalam kepala dan membuatnya tak bisa berpikir dengan jernih."Dia membuatku pusing," lirihnya.Rosa yang tengah mengecek dokumen kini melirik ke arah sang atasan yang baru saja bergumam lirih. Wanita itu yakin sempa
Bab 113Mata Siti berbinar senang saat melihat nominal yang baru saja masuk ke dalam rekeningnya."Masya Allah, ini banyak banget," lirihnya tak percaya.Uang lima puluh juta merupakan nominal yang sangat besar bagi Siti karena selama ini wanita itu hampir tak pernah memegang uang lebih dari 10 juta rupiah.Tak pernah sekalipun terbayangkan bahwa dia akan bisa menghasilkan uang dari memanfaatkan hobi serta meluangkan waktu sejenak seusai bekerja."Uang ini akan aku simpan sebagai tabungan Putri," lirihnya lagi sembari melihat putri kecilnya yang masih tertidur.Ada banyak hal yang harus dipikirkannya mulai sekarang karena Siti menjadi orang tua tunggal. Membesarkan seorang anak sendiri yang tentu saja membutuhkan biaya yang besar apalagi saat anak tersebut mulai beranjak tumbuh karena kebutuhan tentunya akan bertambah setiap harinya.Saat ini uang gajinya menjadi seorang asisten rumah tangga lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan Putri. Baik pokok maupun sekunder telah terpenuhi.T
Bab 114Sepanjang perjalanan menuju rumah, Handi hanya diam sambil memandang ke arah buket bunga yang terletak tepat di sampingnya. Entah mendapatkan ide dari mana pria itu memutuskan untuk membeli hadiah kecil yang nantinya akan diberikan pada Siti. Handi sendiri sejujurnya tak tahu hal ataupun benda yang disukai oleh Siti. Namun setidaknya dia membeli sebuah barang yang kemungkinan besar akan diterima oleh Siti.Rasanya dia ingin membuat wanita itu bahagia dan melupakan sedikit rasa sakit karena pernikahannya yang gagal. Handi tahu kalau sebuah buket bunga tak akan pernah cukup untuk membuat hati seseorang yang tengah terluka bisa sembuh.Tapi dia ingin mencoba, demi Siti dan demi melihat wanita itu tersenyum kembali.Tak perlu waktu lama mobil yang tengah ditumpanginya itu sampai tepat di depan rumah.Tatang menghentikan mobilnya tepat di halaman rumah sang majikan. Pria itu tampak melirik ke arah kaca kecil yang berada tepat di atasnya dan mengamati sosok sang majikan yang hanya
Bab 115"Kenapa aku malah mengatakan omong kosong padanya, sih?!" gerutunya kesal setelah menutup pintu kamar.Handi menyesal karena telah melakukan hal bodoh dan membuat orang lain menjadi salah paham. Padahal pria itu hanya tak ingin membuat suasana jadi canggung. Tapi ternyata dia justru melakukan kesalahan besar."Bodoh ... aku bodoh!" Pria itu mengacak-acak rambutnya dengan kasar.Kita peduli seberapa besar rasa penyesalan yang mulai muncul di dalam hatinya, Handi hanya bisa menyalahkan diri sendiri.Pria itu duduk di samping tempat tidur. Biasanya dia akan langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tapi entah mengapa dia kini telah kehilangan begitu banyak semangat."Ha ... seharusnya aku jujur padanya," lirihnya lagi.Handi menatap pintu kamarnya yang kini tertutup rapat. Dia masih ingat dengan jelas ekspresi wajah Siti, wanita itu terlihat muram setelah tahu alasannya membawa buket bunga."Apa dia sedih?" Wajah Siti terlihat begitu muram dan Handi makin menyesal.
Bab 116Setelah Siti bercerai dengan Adi, wanita itu hampir tak pernah lagi menghadapi masalah. Seolah semua hal yang sempat membelenggu telah hilang dengan sempurna.Wanita itu mulai menjalani hidupnya dengan tenang bersama dengan Putri. Gadis kecil itu juga mulai terbiasa tanpa mempertanyakan kehadiran sang ayah.Tapi, Siti juga sadar bahwa dia harus tetap menjelaskan segalanya pada Putri. Siti melirik ke arah gadis kecilnya yang kini tengah belajar. Wanita itu tampak tersenyum tipis seraya mengelus pelan puncak kepala gadis kecilnya dengan lembut."Put, Ibu mau bicara. Bisa dengerin dulu dan tutup bukunya sebentar?"Putri menoleh sekilas dan gadis kecil itu langsung mengangguk dengan cepat."Bicara apa, Bu?" tanyanya sambil menutup buku tulisnya.Siti meremas tangannya sendiri sambil menarik nafas panjang. "Ibu dan Ayah sudah tak bersama lagi. Ibu nggak akan bisa tinggal lagi sama Ayah, begitu juga sebaliknya. Tapi, Putri masih bisa kok sesekali ketemu Ayah atau nginap di rumahnya
Bab 117"Aamiin ya rabbal'alamin," Siti mengusap wajahnya dengan kedua tangan setelah wanita itu selesai berdoa. Perlahan Siti mulai melepaskan mukena yang tengah dikenakan dan melipatnya dengan rapi serta menaruhnya tepat di atas sajadah.Setiap kali selesai beribadah dia merasa begitu tenang karena bisa mencurahkan seluruh isi hatinya pada Sang Pencipta. Baginya tak ada tempat yang paling nyaman untuk berkeluh kesah selain kepada Tuhan.Pandangan wanita itu kini beralih menatap ponsel yang tergeletak tepat di atas meja. Dia lantas meraihnya dan mulai membuka akun sosial media.Seketika matanya terlihat membulat dengan sempurna. Rasanya dia begitu senang sekaligus terkejut."Ya Allah, Alhamdulillah karyaku kali ini juga dapat respon yang bagus," ujarnya penuh syukur.Mata Siti terlihat berbinar senang kala melihat notifikasi di akun media sosialnya. Beberapa penggemar memberi dukungan setelah membaca karya terbarunya.Padahal Siti baru memposting satu BAB saja, tapi nyatanya rezeki m