"Kamu ini, belum apa-apa sudah memikirkan membuat adik untuk Kayla," ucap mas Ardan diakhiri tawa renyah."Jangan tertawa dulu, Mas. Aku masih was-was menunggu jawaban Dek Lisa." Mas Nathan melirikku.Deg!Aku segera melempar pandangan lantaran ketahuan tengah menatapnya. Mendengar itu sontak aku menghentikan tawa. Begitu pun Mbak Tika."Eum ... aku ... bersedia, Mas," jawabku sambil menunduk."Alhamdulillah," sahut ketiganya serentak."Kalau begitu, minggu depan kita laksanakan acara resminya. Aku ingin mengadakan acara yang istimewa di hotel Berlian. Tempat pertama kali aku melihat Dek Lisa. Ini pertama kalinya bagiku dan kuharap hanya sekali seumur hidup, maka aku ingin membuat acara yang berkesan.""Apa tidak sebaiknya kalian langsung menikah saja?" Mas Ardan memberikan usulan."Soal menikah, toh bisa dilaksanakan sehari setelah acara tunangan. Aku hanya tidak ingin kehilangan momen."Dalam hal ini aku bisa memahami keinginan Mas Nathan. Dia seorang pengusaha yang banyak uang, jad
Tepuk tangan riuh terdengar ketika Mas Nathan baru saja selesai menyelipkan sebuah cincin berlian yang berkilau di jariku. Detik ini kami resmi bertunangan, itu artinya kami sudah saling terikat dalam artian saling percaya dan saling menjaganya hati hingga saatnya tiba kami bersama tanpa batas. Sebenarnya aku se-pemikiran dengan mas Ardan untuk melangsungkan pernikahan tanpa pertunangan dulu. Akan tetapi Mas Nathan bersikeras untuk mengadakan acara pertunangan. Seperti yang dia bilang kemarin, Mas Nathan tidak mau kehilangan momen.Sejenak aku pandangi cincin yang berkilau ini, rasa tak percaya kembali hadir di hatiku. Rasanya kemarin aku masih menangis ketika Mas Riko membawa Alin ke rumah lalu aku memutuskan untuk mengakhiri pernikahan itu tanpa perdebatan. Tapin hari ini, Tuhan telah menghadirkan seorang laki-laki yang tulus dan ingin membahagiakan aku. Mas Nathan hadir, mau menerima aku dan semua kekuranganku. Termasuk kehadiran Kayla diantara kami. "Terima kasih, Mas," ucapku
"Terima kasih. Sepertinya saya pernah melihat Anda. Tapi di mana. Dan .... dengan siapa, ya?"Alin mengangkat wajahnya yang seketika menjadi pucat. Kena kau, jalang. "Apa kalian saling mengenal?" Pak Dodi menatap kekasihnya. Lalu beralih padaku. "Eum ... mungkin Mbak Lisa salah orang," jawab Alin cepat dan gugup."Lah, itu kamu tahu namanya?" Pak Dodi seperti penasaran."Tadi 'kan aku baca undangannya, Sayang. Masa lupa?" Alin mengeratkan pelukan pada lengan Pak Dodi. Dasar wanita ular, sungguh pandai bersilat lidah."Oh iya, lupa. Soalnya aku hanya ingat kamu, yang lainnya jadi lupa, deh." Tak kuduga Pak Dodi mengeluarkan gombalan recehnya di depan kami. Rasanya isi perutku mau keluar semua."Kalian romantis sekali, ini perlu dicontoh, nih," imbuh Mas Nathan sambil tertawa kecil. Dalam hati aku mengucap amit-amit kalau harus mencontoh mereka. Pelakor murahan!"Mas Dodi ini sangat romantis dan humoris. Gak bikin bosan." Alin berkata sambil mengusap pipi Pak Dodi. Ya ampun, dia pikir
Untuk akad dan resepsi sendiri, Mas Nathan sudah memakai jasa seorang perancang busana ternama. Sebenarnya aku ingin membuat baju pengantinku sendiri ,tapi karena waktunya sudah mepet dan aku harus mengurusi banyak hal. Jadi Mas Natan memintaku untuk menggunakan jasa desainer. Katanya lagi takut gagal karena aku masih pemula, jujur sekali dia mengucapkan kekhawatirannya. Acara malam ini berakhir, semua tamu undangan sudah pulang sejak beberapa menit yang lalu. Aku dan Mas Nathan pun sedang bersiap untuk segera kembali, begitupun anak-anak butik. Semenjak Mbak Tika sudah turun sejak beberapa menit yang lalu."Dua minggu itu lama, ya," bisik Mas Nathan ketika kami berada di lift yang akan membawa ke lantai dasar."Kalau ditunggu, jangankan dua minggu, satu hari aja pasti lama.""Apa itu artinya aku nggak boleh terlalu menunggu hari itu. Aku nggak bisa Dek." Mas Nathan dengan suara manja membuatku tersipu. Pria tampan berbadan tegap di sampingku ini ternyata bisa merajuk juga. Kucubit
Acara tunangan semalam begitu membekas di hatiku. Jujur saja, meskipun Mas Nathan bukan orang yang pertama, tapi baru kali ini aku merasakan kebahagiaan. Dulu Mas Riko melamarku dengan cara yang sangat sederhana. Meski belakangan aku menyadari, dia bukan pria sederhana, tapi pria yang pelit dan perhitungan. "Nanti siang kita pergi untuk mencari souvenir, Dek." Aku baru saja sampai di butik ketika Mas Nathan menghubungi."Jam berapa, Mas?""Maunya sih sekarang, aku pergi dari pagi-pagi supaya punya waktu banyak untuk jalan sama kamu. Tapi sayangnya, aku ada meeting selama dua jam. Jadi mungkin baru bisa ke sana agak siangan, nanti Mas hubungin lagi."Tiba-tiba pipiku bersemu. Ungkapan rindu dari Mas Nathan yang secara tidak langsung dia sampaikan, membuat hatiku berbunga. Ah, ya, Tuhan, kenapa aku seperti anak ABG saja."Iya Mas, aku tunggu, ya. Hati-hati di jalan dan semangat kerjanya." Jujur saja sebenarnya aku geli mengatakan itu, tapi mau bagaimana lagi, perasaan ini memang butuh
"Tidak usah diliatin sampai segitunya. Insya Allah sebentar lagi bukan hanya puas melihat, kamu juga bisa memakanku kalau mau. Asal jangan ditelan saja," godanya sembari tak lepas memandangku dan senyum itu sungguh membuatku sangat malu."Mas Nathan ngomong apa? Jangan ngawur, ah. Lagian siapa juga yang doyan manusia?""Siapa tahu, saking gemesnya, Dek Lisa menggigit dan memakanku.""Kalau Mas Nathan dimakan, nanti menghilang, terus aku sama siapa?""Syukurlah kalau Dek Lisa takut kehilangan," jawabnya sambil membukakan pintu untukku.Rupanya itu jebakan. "Aku nggak bilang gitu, loh." Aku menyangkal sambil memasuki mobil dan duduk di kursi penumpang. Menunggu pria rupawan itu berjalan memutar, seulas senyum mengembang di bibirku. Apa iya, aku takut kehilangan dirinya? Pria yang baru pertama kali memperlakukanku layaknya seorang wanita. Aku merasa dicintai, disayangi, dibutuhkan juga merasa istimewa ketika bersamanya. "Kenapa senyum-senyum sendiri, 'kan jadi mubazir. Manisnya terbuan
Namun ketika aku keluar, mataku menyipit melihat mobil yang terparkir di samping mobil Mas Nathan. Lagi-lagi mobil itu. Aku yakin kali ini pun Pak Dodi sedang bersama Alin. Wanita itu jika sudah mendapatkan mangsa, pasti akan terus dipepet. Itu juga yang dulu terjadi pada Mas Riko."Kenapa, Dek?" tanya Mas Nathan ketika aku berdiri mematung di samping mobilnya."Eum ... ini ... Mas." Aku menunjuk mobil Pak Dodi."Memangnya kenapa?""Bukankah ini mobil Pak Dodi?" Rupanya Mas Nathan belum menyadarinya."Iyakah?" Pria itu kemudian berjalan mendekat lalu melihat mobil secara keseluruhan dari depan."Benar 'kan?""Sepertinya iya. Kok kamu jadi merhatiin Pak Dodi?" Pria itu kemudian terkekeh."Aku bukan merhatiin Pak Dodi-nya, Mas. Tapi wanita yang bersama Pak Dodi.""Ya biarkan saja, toh itu kelakuan mereka. Yang penting tidak mengganggu kita.""Aku tidak bisa membiarkannya. Dulu Alin bisa seenaknya bersikap seperti itu padaku. Kali ini aku ingin memberi pelajaran pada wanita itu.""Kamu
"Benar 'kan, Mas. Tuh, Pak Dodi bersama wanita itu," ucapku pada Mas Nathan sambil tidak melepaskan pandangan pada Alin yang bergelayut di tangan Pak Dodi. Keduanya pun bergerak kian mendekat.Mas Nathan menoleh ketika beberapa langkah lagi mereka sampai di dekat kami. Kemudian kekasihku itu berdiri tepat ketika mereka berada di samping meja."Selamat siang, Pak Dodi. Wah, kebetulan sekali kita bertemu lagi, ya."Keduanya terlihat kaget, mungkin tidak menyangka akan bertemu lagi dengan kami di tempat ini. Terutama Pak Dodi, jelas saja karena pria itu ketahuan selingkuh. Lain lagi Alin yang memang sudah bermuka tebal, dia seolah-olah bangga bisa jalan dengan suami orang."Ah iya, Pak Nathan. Rupanya Anda juga sedang makan di sini," jawab Pak Dodi gugup."Kebetulan kami ada keperluan di sekitar daerah sini, jadi memilih makan di tempat ini saja. Pak Dodi sendiri, apa sedang ada keperluan atau sengaja? Soalnya ini 'kan jauh dari kantor Pak Dodi."Pak Dodi salah tingkah ditanya seperti it