"Sudahlah, Mas, semuanya sudah berakhir. Aku sudah memaafkanmu tapi bukan berarti aku mau kembali. Takdir kita sudah sampai pada persimpangan di mana kita harus memilih jalan masing-masing. Bukankah semua ini Mas Riko yang menginginkan. Aku sadar, aku bukan wanita yang pantas untukmu.""Lis .... " Aku mendongak menatap wajahnya, namun Lisa menolak bersitatap denganku. Wanita yang pernah tertahta di hatiku itu memalingkan wajahnya dengan kasar."Siapa, Dek?" Kudengar pria gagah itu bertanya, bahkan dia memanggil Lisa dengan sebutan 'Dek'."Bukan siapa-siapa, Mas. Dia hanya pengemis cinta yang datang disaat tidak punya apa-apa, yang tidak ada untukku disaat punya segalanya. Lebih baik kita pergi sekarang, Mas." Setelah itu Lisa masuk kembali ke mobil meninggalkan aku yang masih bersimpuh. "Lis!""Bukankah kamu punya Alin, wanita cantik dan menarik yang sedap dipandang mata. Lalu di mana sekarang, saat Mas Riko kehilangan segalanya. Jangan-jangan Mas Riko juga kehilangan wanita pujaan.
Pov LisaMalam ini aku dikejutkan oleh telepon dari Reka yang mengatakan kalau Mas Riko sedang berada di kantor polisi."Apa yang terjadi, Ka?" Meski kaget, aku berusaha untuk tenang."Mas Riko dilaporkan atas dugaan penganiayaan oleh seorang pria."Seorang pria? Apa sebabnya, padahal tadi siang dia datang ke butik. Lalu aku menceritakan kedatangan Mas Riko ke butik dengan tujuan selain untuk meminta maaf juga memintaku kembali. "Mbak Lisa menolaknya 'kan?" tanya Reka ragu."Tentu saja, aku akan berpikir dua kali untuk kembali pada Mas Riko. Meskipun aku sudah memaafkannya, bukan berarti harus kembali padanya.""Betul Mbak, meski dia kakakku tapi aku tidak rela kalau Mbak Lisa kembalikan pada mas Riko.""Kamu tahu siapa yang melaporkan Mas Riko dan siapa yang dianiaya?""Gak tahu, Mbak Alin hanya bilang Mas Riko di kantor polisi atas dugaan penganiayaan."Setelah telepon dari Reka berakhir, aku segera menghubungi Mas Nathan. Kemarin Mas Riko menemuiku kala aku akan pergi bersama Mas
Aku yakin apa yang tengah terjadi pada mantan suamiku itu adalah buah dari apa yang telah dia perbuat padaku. Aku tahu Tuhan tidak pernah tidur. Makanya sejak dulu aku selalu meminta padaNya supaya diberi kesabaran dan kekuatan serta kebahagiaan. Kini semuanya sudah aku dapatkan. Apa yang terjadi pada Mas Riko itu semata-mata kehendakNya.***Dua minggu kemudian. Malam ini Mas Nathan mengajakku berkunjung ke rumah Mbak Tika. Selama kami dekat memang belum pernah ke rumah Mbak Tika secara bersamaan. Sesampainya di rumah kakak sepupuku itu, Mbak Tika dan Mas Ardan menyambut kami dengan riang, terutama pada Kayla. Ternyata Mbak Tika sudah mengetahui rencana kedatangan kami, terbukti dengan berbagai makanan lezat yang terhidang di meja makan. Aku tahu Mbak Tika sudah mempersiapkannya. Bisa jadi Mas Nathan sudah mengabari perihal kedatangannya malam ini."Jadi Mbak Tika sudah tahu aku akan datang?""Eum .... "Mbak Tika malah melirik ke arah Mas Nathan yang langsung salah tingkah, sement
"Kamu ini, belum apa-apa sudah memikirkan membuat adik untuk Kayla," ucap mas Ardan diakhiri tawa renyah."Jangan tertawa dulu, Mas. Aku masih was-was menunggu jawaban Dek Lisa." Mas Nathan melirikku.Deg!Aku segera melempar pandangan lantaran ketahuan tengah menatapnya. Mendengar itu sontak aku menghentikan tawa. Begitu pun Mbak Tika."Eum ... aku ... bersedia, Mas," jawabku sambil menunduk."Alhamdulillah," sahut ketiganya serentak."Kalau begitu, minggu depan kita laksanakan acara resminya. Aku ingin mengadakan acara yang istimewa di hotel Berlian. Tempat pertama kali aku melihat Dek Lisa. Ini pertama kalinya bagiku dan kuharap hanya sekali seumur hidup, maka aku ingin membuat acara yang berkesan.""Apa tidak sebaiknya kalian langsung menikah saja?" Mas Ardan memberikan usulan."Soal menikah, toh bisa dilaksanakan sehari setelah acara tunangan. Aku hanya tidak ingin kehilangan momen."Dalam hal ini aku bisa memahami keinginan Mas Nathan. Dia seorang pengusaha yang banyak uang, jad
Tepuk tangan riuh terdengar ketika Mas Nathan baru saja selesai menyelipkan sebuah cincin berlian yang berkilau di jariku. Detik ini kami resmi bertunangan, itu artinya kami sudah saling terikat dalam artian saling percaya dan saling menjaganya hati hingga saatnya tiba kami bersama tanpa batas. Sebenarnya aku se-pemikiran dengan mas Ardan untuk melangsungkan pernikahan tanpa pertunangan dulu. Akan tetapi Mas Nathan bersikeras untuk mengadakan acara pertunangan. Seperti yang dia bilang kemarin, Mas Nathan tidak mau kehilangan momen.Sejenak aku pandangi cincin yang berkilau ini, rasa tak percaya kembali hadir di hatiku. Rasanya kemarin aku masih menangis ketika Mas Riko membawa Alin ke rumah lalu aku memutuskan untuk mengakhiri pernikahan itu tanpa perdebatan. Tapin hari ini, Tuhan telah menghadirkan seorang laki-laki yang tulus dan ingin membahagiakan aku. Mas Nathan hadir, mau menerima aku dan semua kekuranganku. Termasuk kehadiran Kayla diantara kami. "Terima kasih, Mas," ucapku
"Terima kasih. Sepertinya saya pernah melihat Anda. Tapi di mana. Dan .... dengan siapa, ya?"Alin mengangkat wajahnya yang seketika menjadi pucat. Kena kau, jalang. "Apa kalian saling mengenal?" Pak Dodi menatap kekasihnya. Lalu beralih padaku. "Eum ... mungkin Mbak Lisa salah orang," jawab Alin cepat dan gugup."Lah, itu kamu tahu namanya?" Pak Dodi seperti penasaran."Tadi 'kan aku baca undangannya, Sayang. Masa lupa?" Alin mengeratkan pelukan pada lengan Pak Dodi. Dasar wanita ular, sungguh pandai bersilat lidah."Oh iya, lupa. Soalnya aku hanya ingat kamu, yang lainnya jadi lupa, deh." Tak kuduga Pak Dodi mengeluarkan gombalan recehnya di depan kami. Rasanya isi perutku mau keluar semua."Kalian romantis sekali, ini perlu dicontoh, nih," imbuh Mas Nathan sambil tertawa kecil. Dalam hati aku mengucap amit-amit kalau harus mencontoh mereka. Pelakor murahan!"Mas Dodi ini sangat romantis dan humoris. Gak bikin bosan." Alin berkata sambil mengusap pipi Pak Dodi. Ya ampun, dia pikir
Untuk akad dan resepsi sendiri, Mas Nathan sudah memakai jasa seorang perancang busana ternama. Sebenarnya aku ingin membuat baju pengantinku sendiri ,tapi karena waktunya sudah mepet dan aku harus mengurusi banyak hal. Jadi Mas Natan memintaku untuk menggunakan jasa desainer. Katanya lagi takut gagal karena aku masih pemula, jujur sekali dia mengucapkan kekhawatirannya. Acara malam ini berakhir, semua tamu undangan sudah pulang sejak beberapa menit yang lalu. Aku dan Mas Nathan pun sedang bersiap untuk segera kembali, begitupun anak-anak butik. Semenjak Mbak Tika sudah turun sejak beberapa menit yang lalu."Dua minggu itu lama, ya," bisik Mas Nathan ketika kami berada di lift yang akan membawa ke lantai dasar."Kalau ditunggu, jangankan dua minggu, satu hari aja pasti lama.""Apa itu artinya aku nggak boleh terlalu menunggu hari itu. Aku nggak bisa Dek." Mas Nathan dengan suara manja membuatku tersipu. Pria tampan berbadan tegap di sampingku ini ternyata bisa merajuk juga. Kucubit
Acara tunangan semalam begitu membekas di hatiku. Jujur saja, meskipun Mas Nathan bukan orang yang pertama, tapi baru kali ini aku merasakan kebahagiaan. Dulu Mas Riko melamarku dengan cara yang sangat sederhana. Meski belakangan aku menyadari, dia bukan pria sederhana, tapi pria yang pelit dan perhitungan. "Nanti siang kita pergi untuk mencari souvenir, Dek." Aku baru saja sampai di butik ketika Mas Nathan menghubungi."Jam berapa, Mas?""Maunya sih sekarang, aku pergi dari pagi-pagi supaya punya waktu banyak untuk jalan sama kamu. Tapi sayangnya, aku ada meeting selama dua jam. Jadi mungkin baru bisa ke sana agak siangan, nanti Mas hubungin lagi."Tiba-tiba pipiku bersemu. Ungkapan rindu dari Mas Nathan yang secara tidak langsung dia sampaikan, membuat hatiku berbunga. Ah, ya, Tuhan, kenapa aku seperti anak ABG saja."Iya Mas, aku tunggu, ya. Hati-hati di jalan dan semangat kerjanya." Jujur saja sebenarnya aku geli mengatakan itu, tapi mau bagaimana lagi, perasaan ini memang butuh
Aku turun dari ojek tepat di depan rumah Pak Narto. Benar saja, di sini sedang ada pesta hajatan. Tapi pesta apa? Bukankah anak Pak Narto hanya Yesi yang belum menikah. Atau ... jangan-jangan yang dikhawatirkan Ibu benar. Yesi menikah dengan orang lain karena tidak ada kejelasan dariku. Pantas saja gadis itu tidak membalas pesanku apalagi mengangkat teleponku.Lututku lemas seketika. Tubuhku terasa ringan, kaki seakan tidak berpijak di bumi. Ingin bertanya pada orang yang berlalu lalang tapi aku tak sanggup mendengar jawaban mereka. "Gimana, Mas, mau balik lagi atau tidak?" tanya tukang ojek yang tadi kusuruh menunggu."Ya Mas, kita balik saja ke terminal." Aku bersiap untuk naik kembali ke atas motor."Bener, nih, gak jadi kondangan?" Entah ingin memastikan atau sekedarnya kepo, Mas tukang ojek bertanya lagi sebelum aku duduk di belakangnya."Iya, bener, Mas. Ayo!"Hilang sudah harapanku untuk mendapatkan Yesi. Ternyata Ibu benar, masalah itu jangan dibiarkan terlalu-larut. Buktinya
RikoPonsel kuletakkan di atas meja di ruang tamu. Baru saja Reka menelponku sambil sesekali terisak. Adik perempuanku itu ternyata sudah mengetahui tentang masa lalu Joan juga perasaan pria itu pada Lisa. "Kenapa Mas Riko tidak bilang sama aku kalau Mas Joan itu mantan pacarnya Mbak Lisa?"Aku tak bisa berkata-kata ketika pertanyaan itu terlontar dari bibir adikku dengan lembut tapi penuh penekanan."Mas!? Mas Riko tahu 'kan kalau Mas Joan itu mantan pacar Mbak Lisa?" Reka mengulang pertanyaannya karena aku tidak menjawab."Bukan. Mereka tidak pernah berhubungan. Tapi Joan memang cinta sama Lisa.""Jadi Mas tahu tentang itu? Dan cintanya masih ada sampai sekarang. Itulah yang membuat aku tidak enak sebagai istri. Kenapa tidak bilang sama aku?""Mas tidak mau mematahkan kebahagiaan kalian. Melihat ibu begitu berbinar, Mas sangat senang.""Tapi pada akhirnya aku sakit hati, Mas! Mengetahui masih ada nama wanita lain di hati suamiku. Itu yang membuat aku jadi istri yang tak berguna.""
Timbul pertanyaan, jika Mas Joan tidak mengundangnya karena tahu dia mantan kakak iparku, berarti ada kemungkinan Mas Joan saling kenal dengan Mas Riko. Teringat saat lamaran tempo hari, Mas Joan pergi berdua dengan Mas Riko dengan alasan ingin berbicara secara pribadi.Aku Jadi curiga, apa di antara mereka ada urusan yang tidak aku ketahui."Tidak apa-apa, Bu. Meskipun saya tidak diundang, yang penting sekarang saya tahu kalau Reka sudah menjadi menantu Ibu. Saya ikut senang, karena Reka mendapatkan keluarga yang pasti menyayanginya." Mbak Lisa tersenyum sambil mengusap perutnya. Meskipun ada kekecewaan tergambar di wajahnya, tapi wanita yang super sabar itu menutupinya dengan senyuman."Oh ya, kalian kenal di mana?" Mama Anita memberikan pertanyaan yang membuat aku bingung untuk menjawabnya.Aku saling pandang dengan Mbak Lisa. Ragu untuk menjawab karena khawatir Mbak Lisa tidak mau membuka masa lalunya."Reka ini ... mantan adik ipar saya." Akhirnya Mbak Lisa yang memberikan jawaba
Seminggu sudah aku menjadi istrinya Mas Joan. Tapi kebahagiaan sebagai pengantin baru yang sesungguhnya tidak aku dapatkan. Mas Joan ternyata tidak menyentuhku di malam pengantin kami. Begitupun malam-malam selanjutnya, bahkan tidur pun memunggungi. Ketika kami pulang dari hotel tempat resepsi diadakan saat itu. Kami baru saja memasuki kamar ketika Mas Joan mengajakku berbicara serius."Kamu tahu 'kan, pernikahan ini terjadi atas keinginan Mama. Jadi aku harap kamu juga mengerti kalau aku belum bisa menjadi suami seperti yang diinginkan," ucapnya datar tanpa menatapku.Aku terperanjat mendengar pernyataan pria yang sudah resmi menjadi suamiku itu. Kupikir karena Mas Joan sudah menyetujui rencana Mama Anita, maka pria ini akan menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya."Kalau Mas Joan tidak menginginkan pernikahan ini, kenapa Mas menyetujui rencana Mama? Padahal aku lebih baik ditolak daripada dinikahi tapi tidak dianggap.""Kamu jangan salah paham, Ka. Aku bukan tidak mengingink
RekaEntah apa yang dibicarakan oleh Mas Joan dan Mas Riko hingga mereka perlu mencari tempat untuk bicara secara privat. Mungkin Mas Joan ingin memintaku secara pribadi pada Mas Riko, secara mereka juga baru pertama kali bertemu. Sewaktu Mas Joan berkunjung tempo hari, kakakku memang belum ada di rumah Ibu.Sambil menunggu dua laki-laki itu kembali, aku berbincang dan menemani Ibu Anita dan Pak Adi. Mereka bertanya banyak hal tentang keadaan kampung ini. Dengan senang hati aku pun menjawab setiap pertanyaan mereka.Aku juga sempat berbincang dengan Ibu. Bertanya mengenai Mas Riko, karena aku belum sempat mengobrol dengan kakakku itu.Kata Ibu, kemarin Mas Riko datang bersama seorang wanita dan keluarganya. Mereka adalah orang yang selama ini membantu dan menemukan Mas Riko saat terlantar dulu. Rupanya kakakku itu punya hubungan khusus dengan gadis bernama Yesi itu. Sayangnya, Mas Riko tidak jujur tentang masa lalunya. Tentang dua kali pernikahannya, tentang Kayla, dan tentang penjara
JoanHari ini aku benar-benar mendapatkan kejutan besar. Setelah satu bulan yang lalu aku menyetujui keinginan Mama agar menikah dengan Reka, hari ini aku mendapatkan fakta bahwa Reka adalah adiknya Riko. Pria yang sudah mengambil Lisa dariku, tapi kemudian mencampakkannya.Pantas saja selama ini aku familiar melihat wajah gadis itu. Aku seperti mengenalinya, tapi tak tahu di mana. Rupanya karena memang Reka dan Riko itu mirip. Jelas saja, karena mereka adik kakak. Akan tetapi, karakter keduanya berbeda. Setahuku Riko adalah pria bejat. Itu saja, tak perlu aku merincikan seberapa brengseknya pria itu. Dengan menghianati Lisa saja sudah cukup bagiku melihat sisi buruk pria itu. Reka sebaliknya, gadis yang kukenali karena kecelakaan itu punya prinsip yang sangat kuat dalam hidupnya. Zaman sekarang, menemukan gadis yang tidak pernah pacaran itu hal yang sangat sulit. Inilah salah satu alasanku menyetujui rencana Mama. Kalau aku dulu menolak Bela, karena dia terlalu maniak bekerja hin
Perihal rencana lamaran Reka, sudah kubicarakan dengan Ibu. Mungkin sekarang saatnya aku memikirkan adikku dan mengesampingkan masalahku dengan Yesi. Lebih tepatnya, menunda dulu.Aku mau Reka membawa pria itu menemuiku dulu sebelum sampai pada acara resmi. Tapi Ibu melarang, karena beliau sudah bertemu satu kali dengan pemuda itu. Reka pernah membawanya ke sini. Selainnya itu, kesibukan keduanya, juga keluarganya, membuat mereka tidak punya banyak waktu luang."Dia pemuda yang baik, seorang pengusaha yang sukses hingga lupa untuk menikah. Sudah cukup dewasa, Ibu yakin dia bisa membimbing dan melindungi adikmu.""Tapi Reka bilang, ini adalah keinginan ibunya. Ada kemungkinan pemuda itu terpaksa. Aku tidak mau jika dalam pernikahannya nanti, Reka akan sengsara mendapat suami yang tidak mencintainya.""Jo itu anak yang sangat penurut pada mamahnya. Ibu bisa menyimpulkan itu ketika kami pertama kali bertemu. Jadi, Ibu percaya sama keputusan Reka."Jika Ibu sudah berkata demikian, aku tid
Aku bangkit lalu bergerak menyusul mereka bertiga. Yesi berjalan setengah dipaksa oleh ibunya. Gadis itu terus-menerus menoleh ke arahku. Wajahnya sudah basah, bibirnya bergetar. Tak tega aku melihatnya, ingin merengkuhnya dalam pelukan dan mengatakan kalau aku sangat mencintainya. Tapi tidak bisa kulakukan, hanya mampus menghela panjang.Berdiri di luar mobil tepat di samping Pak Narto yang sudah duduk di belakang setir. Pria itu menatap lurus ke depan seolah-olah tak menyadari kehadiranku."Sekali lagi saya minta maaf, Pak. Tidak ada niat saya untuk menipu keluarga Bapak. Percayalah, saat itu hanya memikirkan diri saya yang kelaparan dan jika warga tahu, maka mereka tidak akan ada ampun lagi.""Tunjukkan kalau kamu benar-benar orang baik. Saya permisi." Setelah itu Pak Narto menyalakan mesin. Aku beralih menatap Yesi yang duduk di belakang bersama ibunya. Gadis itu balik menatapku penuh harap. Perlahan mobil pun mundur lalu parkir di jalan dan pelan-pelan bergerak. Khawatir menjadi
Aku melirik lalu mengangguk ke arah rumah terdekat dengan rumah Ibu. Dua orang suami istri yang berada di teras rumah mereka pun menatapku datar. Tapi aku bersyukur, meski mereka tidak membalas anggukan kepalaku, minimal tidak mengusirku seperti dulu.Yesi dan orang tuanya tidak boleh tahu kalau saat ini aku sedang was-was, maka segera kuajak mereka mendekat ke arah ibu yang sudah berdiri bersama Bude Marlina."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam," jawab Ibu serempak dengan Bude Marlina."Ini Bu, Yesi dan keluarganya yang kemarin aku ceritakan." Aku langsung memperkenalkan Yesi sekeluarga pada Ibu setelah kucium tangannya dan memeluknya sebentar.Ibu mengangguk ke arah tamunya. Satu persatu mereka pun bersalaman, setelah itu kami pun masuk. Sebelum menutup pintu, aku kembali menengok keluar. Khawatir kalau para tetanggaku datang seperti tempo hari. Syukurlah, tak ada siapa pun di sana. Tetangga terdekat yang tadi ada di teras pun sudah tidak kelihatan. Mungkin mereka juga masuk rumahny